• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS KONSELING REALITASUNTUKMENINGKATKAN PENERIMAAN DIRISISWA KELAS IX DI SMP NEGERI 1 TEMPEL TAHUN AJARAN 2016/2017.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS KONSELING REALITASUNTUKMENINGKATKAN PENERIMAAN DIRISISWA KELAS IX DI SMP NEGERI 1 TEMPEL TAHUN AJARAN 2016/2017."

Copied!
288
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS KONSELING REALITAS UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DIRI SISWA KELAS IX DI SMP NEGERI 1

TEMPEL TAHUN AJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Marizka Adi Winarni NIM 12104244023

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

(2)

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul “EFEKTIVITAS KONSELING REALITAS UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DIRI SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 TEMPEL TAHUN AJARAN 2016/2017” ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan.

Yogyakarta, 03 Oktober 2016 Pembimbing

Dr. Suwarjo, M.Si.

(3)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Marizka Adi Winarni

NIM : 12104244023

Program Studi : Bimbingan dan Konseling

Jurusan : Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Fakultas : Ilmu Pendidikan

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 25 Oktober 2016 Yang Menyatakan,

(4)
(5)

MOTTO

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

(Terjemahan Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat 153)

“ Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu

ketika kamu bangun berdiri.”

(Terjemahan Al-Quran Ath-Thuur Ayat 48)

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk: 1. Tuhan Yang Maha Esa Allah S.W.T

2. Bapakku (Gunawan) dan Mamaku (Zolfah)

3. Almamater Program Studi Bimbingan dan Konseling FIP UNY 4. Agama

(7)

EFEKTIVITAS KONSELING REALITAS UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DIRI SISWA KELAS IX DI SMP NEGERI 1

TEMPEL TAHUN AJARAN 2016/2017 Oleh

Marizka Adi Winarni NIM 12104244023

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan data yang diperoleh dari skala penerimaan diri siswa kelas IX SMP Negeri 1 Tempel bahwa terdapat 58,69 % siswa memiliki penerimaan diri rendah. Fenomena ini ditunjukan dengan beberapa sikap seperti suka menyendiri, kurang percaya diri atau minder, tidak bisa menerima kritik dan tidak memiliki keyakinan untuk mampu menjalani kehidupan. Melalui konseling realitas diharapkan dapat meningkatkan penerimaan diri siswa. Tujuan penelitian ini adalah menguji efektivitas konseling realitas untuk meningkatkan signifikansi penerimaan diri pada siswa kelas IX SMP Negeri 1 Tempel.

Penelitian ini termasuk dalam pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian eksperimen. Desain penelitian Pre Experimental Design Dengan One-Group Pre Test And Post Test Design. Populasi penelitian adalah siswa kelas IX SMP Negeri 1 Tempel. Subyek penelitian ini adalah 10 siswa kelas IX SMP Negeri 1 Tempel yang diambil menggunakan teknikpurposive samplingyaitu yang memiliki penerimaan diri rendah dan memenuhi kriteria yaitu suka berpikiran negatif terhadap diri sendiri, sukar menerima kritik, pendiam dan suka menghindari teman sekelas. Validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan Construct Validity. Reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan analisa Alpha Cronback yang diolah dengan menggunakan bantun SPSS For Window Seri 17.0. Diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,889. Analisis data menggunakan teknik analisis data ujiWilcoxon.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan penerimaan diri siswa kelas IX SMP Negeri 1 Tempel sebelum dan setelah diberikan layanan konseling realitas. Hal ini ditunjukan dengan adanya peningkatan antara skor sebelum dan setelahtreatment. Sebelum treatment menunjukan skor rata-rata sebesar 55,3 dengan kriteria sedang. Setelah diberikan treatment menunjukan rata-rata skor 71,4 dengan kriteria sedang. Perubahannya sebesar 16,1 ditunjukan dengan hal keyakinan menghadapi segala tantangan dalam menghadapi kehidupan meningkat, dalam hal menerima kekurangan yang ada pada dirinya meningkat, dalam hal menerima kritik meningkat dan juga lebih merasa kehadirannya bisa diterima oleh orang lain. Berdasarkan hasil uji hipotesis wilcoxonpadapretestdanposttestmenunjukkan taraf signifikasi p = 0,005 < 0,05 hal ini menujukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Kesimpulan akhir dalam penelitian ini adalah konseling realitas efektif untuk meningkatkan penerimaan diri siswa kelas IX SMP N 1 Tempel.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektivitas Konseling Realitas untuk Meningkatkan Penerimaan Diri Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Tempel Tahun Ajaran 2016/2017”. Penulis menyadari bahwa pembuatan skripsi ini bisa terselesaikan tidak lepas dari kontribusi semua pihak yang memberikan do’a, bimbingan, bantuan dan arahan, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan

bagi penulis untuk menimba ilmu di Program Studi Bimbingan dan Konseling UNY.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin melakukan penelitian.

3. Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan persetujuan untuk melakukan penelitian.

4. Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan persetujuan untuk judul penelitian dan melakukan penelitian.

5. Dosen Pembimbing Dr. Suwarjo, M.Si yang selalu sabar dan memberikan arahan dalam membimbing, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Orang tua tercinta yang telah memberikan do’a dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.

(9)

8. Kepala sekolah di SMP Negeri 1 Tempel yang telah memberikan izin melakukan penelitian dan membantu melancarkan proses penelitian.

9. Guru bimbingan dan konseling di SMP Negeri 1 Tempel Ibu Dra. Mujirahayu yang sudah membimbing dengan sabar saat penelitian.

10. Sahabatku tercinta Niken Tria Pratiwi, Ela Destiana, Septi Rohni Undari, dan Alefia Rakhma Maulida yang selalu memberi semangat dan memotivasi dalam penulisan skripsi

11. Teman-teman BK C angkatan 2012 yang sudah membantu memberikan semangat dan motivasi dalam penulisan skripsi.

12. Semua pihak yang terkait telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini terdapat banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis guna memperbaiki dalam penelitian selanjutnya. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Bimbingan dan Konseling.

Yogyakarta, 25 Oktober 2016

(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL...xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN...xv

BAB I PENDAHULUAN A...Latar Belakang Masalah... 1

B...Identifikasi Masalah... 9

C...Pembatasan Masalah... 10

D...Rumusan Masalah... 10

E... Tujuan Penelitian... 10

F... Manfaat Penelitian... 11

BAB II KAJIAN TEORI A...Konsep Penerimaan Diri... 13

1....Pengertian Penerimaan Diri... 13

2....Manfaat Penerimaan Diri... 15

3....Karakteristik Individu yang Memiliki Penerimaan Diri... 17

4....Aspek-aspek Penerimaan Diri... 21

5....Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri... 24

B...Konsep Konseling Realitas... 26

(11)

2....Ciri-ciri Konseling Realitas... 36

3....Prosedur dalam Konseling Realitas... 45

4....Fungsi dan Peran Konselor... 52

5....Tujuan Konseling Realitas... 54

C...Kerangka Pikir... 56

D...Hipotesis Penelitian... 61

BAB III METODE PENELITIAN A...Pendekatan Penelitian... 62

B...Variabel Penelitian... 64

C...Tempat dan Waktu Penelitian... 66

D...Subjek Penelitian... 66

E... Teknik Pengumpulan Data... 68

1....Kuesioner Jenis Skala... 68

2....Wawancara... 68

F... Instrumen Penelitian... 79

G...Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian... 74

1. Uji Validitas... 74

2. Uji Reliabilitas... 74

H...Teknik Analisis Data... 77

1....Kategori Diagnostik... 77

2....Uji Hipotesis ...78

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A...Hasil Penelitian... 80

1....Gambaran Penerimaan Diri Siswa Kelas IX Sebelum Diberikan Konseling realitas... 82

2....Gambaran Penerimaan Diri Siswa Kelas IX Setelah Diberikan Konseling realitas... 82

3....Deskripsi Proses Konseling realitas ... 83

4....Perbedaan Penerimaan Diri Berdasarkan analisis Deskriptif ...110

5....UjiWilcoxon ...111

(12)

C...Keterbatasan Penelitian... 117

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A...Simpulan ... 119

B...Saran ...120

DAFTAR PUSTAKA ... 121

(13)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Kerangka Pikir... 60

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Skala Penerimaan Diri...70

Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Pedoman Wawancara untuk Guru BK ... 72

Tabel 4. Kisi-Kisi Instrumen Pedoman Wawancara dengan Subjek Penelitian.. 73

Tabel 5. Kisi-kisi Skala Penerimaan Diri Setelah Uji Reliabilitas ...75

Tabel 6. Kategorisasi Penerimaan Diri... 78

Tabel 7. HasilPretestPenerimaan diri Siswa...81

Tabel 8. HasilPost-testPenerimaan diri Siswa... 82

Tabel 9. Perbandingan HasilPretestdanPost-testSecara Keseluruhan... 107

Tabel 10. Data Hasil Skor Rata-rataPretestdanPosttest...111

(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Hasil Uji Reliabilitas Skala Penerimaan Diri... 126

Lampiran 2. Hasil Uji Reliabilitas Skala Penerimaan Diri Setelah Item Digugurkan... 127

Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Skala Penerimaan Diri ... 129

Lampiran 4. Skala Penerimaan Diri ...130

Lampiran 5. Jadwal Pelaksanaan Penelitian... 132

Lampiran 6. Satuan Layanan Bimbingan dan Konseling... 133

Lampiran 7. Kontrak Kasus ... 160

Lampiran 8. Transkrip Wawancara Konseling ... 174

Lampiran 9. Wawancara dengan Guru BK ...269

Lampiran 10. Wawancara dengan Subyek Penelitian...270

Lampiran 11. Perbandingan HasilPretestdanPost-testSecara Keseluruhan.. 271

Lampiran 12. Dokumentasi...272

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada dalam tahap remaja awal dengan kisaran usia antara 12-15 tahun dan sedang berada dalam masa

pubertas. Santrock (2006: 87) menyatakan masa remaja awal dimulai dengan

masa pubertas (puberty), yaitu perubahan cepat pada kematangan fisik yang

meliputi perubahan tubuh dan hormonal. Perubahan fisik yang terjadi tentu

saja mempengaruhi penampilan fisik, seperti bertambah berat badan, tinggi

badan, dan lain-lain. Sedangkan perubahan-perubahan psikologis muncul

sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisik.

Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai oleh remaja

menurut Hurlock (1980: 10) yaitu menerima kondisi fisik dan psikis diri

sendiri dan menggunakan tubuh secara efektif. Menerima perubahan fisik dan

menggunakan tubuh secara efektif bukan hal yang mudah bagi remaja.

Banyak remaja mengalami masalah dalam penerimaan diri, remaja merasa

tidak mampu menerima perubahan fisik yang terjadi, karena tidak puas

dengan penampilan yang dimiliki.

Remaja yang memandang diri sebagai individu tidak berpenampilan

menarik, bodoh, mereka memiliki banyak sekali kekurangan dan merasa diri

(17)

menjadi tidak percaya diri. Hal ini dapat mengakibatkan pribadi individu

menjadi tertutup sehingga perkembangan kepribadian menjadi tidak sehat.

Individu yang menjalani masa remaja akan menghadapi berbagai

macam permasalahan terutama dalam menyelesaikan tugas perkembangannya.

Masa remaja dapat dikatakan masa perkembangan yang berperan penting

dalam menentukan masa perkembangan individu selanjutnya. Menurut

Hurlock (1980: 207) berbagai pengaruh pada perkembangan di masa remaja

dapat memberikan akibat pada masa perkembangan selanjutnya terutama

masa dewasa.

Salah satu permasalahan yang sering dialami siswa adalah mengenai

penerimaan mereka yang negatif terhadap diri sendiri baik fisik maupun

psikis. Penerimaan negatif tersebut dapat berdampak tidak bagus terhadap

perkembangan pribadi, dan aktualisasi potensi remaja. Powell (dalam

Purwanto, 2011: 27) mengatakan bahwa penerimaan diri yang rendah dapat

dikatakan sebagai akar penyebab mengapa seseorang tidak dapat berprestasi

secara maksimal, kurang berani dan tidak percaya diri untuk bersaing dengan

orang lain, serta ragu dalam mengambil keputusan.

Hurlock (1974: 424) mengatakan bahwa penerimaan diri merupakan

derajat dimana individu telah menentukan karakteristik pribadinya, mau dan

dapat menerimanya sebagai bagian dari dirinya. Hurlock (1974: 435) lebih

lanjut mengembangkan bila individu hanya melihat dari satu sisi saja maka

(18)

semakin diterima oleh orang lain. Individu dengan penerimaan diri yang baik

akan mampu menerima karakter-karakter alamiah dan tidak mengkritik

sesuatu yang tidak bisa diubah lagi.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SMP Negeri 1

Tempel, dari wawancara Guru BK mengatakan terdapat beberapa

permasalahan yang sering terjadi, beberapa siswa yang mengeluh merasa

bahwa dirinya kurang menarik secara fisik, sering menyesali apa yang sudah

terjadi, kurang bisa menerima apa yang sudah dimiliki sekarang, tidak yakin

akan kemampuan yang dimilikinya, terdapat blok-blok dalam berteman,

kurang mengetahui bakat dan minat yang dimiliki, dan masih bingung dengan

masa depannya. Akibatnya mereka kurang percaya diri, kurang pintar bergaul

dengan teman, saat di kelas malu bertanya, kurang memahami pelajaran dan

nilai- nilai siswa menjadi kurang bagus. Ada juga siswa yang latar belakang

ekonominya ke bawah dan membuatnya minder dari teman yang lain. Kasus

ini menggambarkan bagaimana penerimaan diri dapat mempengaruhi perilaku

individu yang berdampak bukan hanya pada kepribadian tapi juga pada

masalah belajar serta pergaulannya dengan orang lain. Selama ini Guru BK

sudah memberikan bimbingan saat di kelas kepada siswa, tetapi masih sedikit

siswa yang datang langsung ke BK untuk menceritakan masalahnya.

Sehingga konseling dilakukan pada saat ada masalah saja dan selama ini

konseling masih berfokus pada pemecahan masalah, belum pernah digunakan

(19)

Pada tudi awal peneliti membagikan skala penerimaan diri

berdasarkan aspek Cronbach (1986) kepada siswa kelas IX SMP Negeri 1

Tempel, yang hasilnya terdapat 58,69 % berada di kategori sedang ke bawah

sedangkan sisanya 41,30 % siswa penerimaan dirinya dikategori tinggi. Dari

data tersebut dapat disimpulkan bahwa masih banyak siswa bahkan lebih dari

setengah siswa kelas IX yang penerimaan dirinya belum sesuai dengan

harapan sehingga memerlukan penanganan yang tepat.

Fenomena di atas menunjukkan bahwa terdapat gejala rendahnya

penerimaan diri pada siswa. Siswa dengan penerimaan diri yang rendah akan

mengalami hambatan dalam memenuhi tugas perkembangan, khususnya

dalam mencapai aktualisasi potensi diri. Jika tidak diberi bantuan, siswa

dengan penerimaan diri yang rendah akan kesulitan dalam menerima kondisi

diri sehingga tidak percaya diri dan kesulitan mencapai prestasi secara

optimal.

Berdasarkan fenomena tersebut, untuk mengatasi rendahnya

penerimaan diri pada siswa kelas IX maka diperlukan suatu upaya layanan

konseling dengan menggunakan pendekatan yang tepat. Konseling

perorangan menurut Prayitno (2004: 1) merupakan layanan konseling yang

diselenggarakan oleh konselor terhadap konseli dalam rangka pengentasan

masalah pribadi konseli. Dalam suasana tatap muka dilaksanakan interaksi

langsung antara konseli dan konselor, membahas berbagai hal tentang

(20)

Di dalam layanan konseling terdapat berbagai macam pendekatan,

diantaranya ada pendekatan psikoanalitik, humanistik, client-centered, gestalt,

REBT, analisis transaksional, behavioristik dan realitas. Dalam penelitian ini

pendekatan konseling yang lebih cocok digunakan untuk membantu

menyelesaikan permasalahan penerimaan diri siswa yaitu dengan

menggunakan konseling realitas karena tujuan dari konseling realitas yaitu

membimbing konseli ke arah mempelajari tingkah laku yang realistis yaitu

menerima kenyataan yang dihadapi konseli dan bertanggung jawab terhadap

perilaku serta mengembangkan “identitas keberhasilan”. Membantu konseli

dalam mengambil pertimbangan nilai tentang tingkah lakunya sendiri dan

dalam merencanakan tindakan bagi perubahan,

Konseling realitas dikembangkan di luar Negeri yang kultur atau

budayanya berbeda dengan Indonesia. Maka dari itu, peneliti ingin

melaksanakan penelitian ini untuk menguji apakah konseling realitas cocok

dan efektif apabila digunakan di Indonesia dengan kultur atau budaya yang

berbeda dengan tempat dimana konseling realitas dikembangkan.

Konseling realitas berfokus pada hakekat manusia yang pada dasarnya

memilih perilakunya sendiri maka individu bertanggung jawab, bukan hanya

pada apa yang dilakukan tetapi juga pada sesuatu yang dipikirkan. Konseling

realitas menitikberatkan tanggung jawab yang dipikul konseli agar konseli

berperilaku sesuai dengan realitas atau kenyataan yang dihadapi.

Penyimpangan dalam tingkahlaku konseli dipandang sebagai akibat dari tidak

(21)

indikasi/gejala adanya gangguan dalam kesehatan mental. Menurut Glasser

(dalam Winkel 2007: 459), “bermental sehat adalah menunjukkan rasa

tanggung jawab dalam semua perilaku, orang-perorangan tidak

diperkenankan untuk bertindak sesuka hati. Dia harus menunjukkan tingkah

laku yang tepat dan menghindari tingkah laku yang salah (right and wrong

behavior)”.

Pada konseling realitas, perilaku bermasalah dapat disepadankan

dengan istilah yang dikemukakan Glasser (dalam Latipun 2005: 128), yaitu

“identitas kegagalan”. Identitas kegagalan itu ditandai dengan keterasingan,

penolakan diridan irrasionalitas, perilakunya kaku, tidak objektif, lemah,

tidak bertanggung jawab, tidak bisa membuat pilihan secara realistis, kurang

percaya diri dan menolak kenyataan.

Wawancara dengan siswa pertama diketahui bahwa dia merasa minder

dengan teman-teman dikarenakan dia tidak memiliki handphone android

yang canggih seperti teman-temannya. Dia ingin memiliki handphone

android agar bisa eksis seperti teman-temannya di media sosial sepertiBBM,

Tweeter, Facebook, Instagram, Line, Dll. Dengan begitu dia akan dikenal dan

dipuji teman-temannya. Apalagi zaman sekarang yang sudah moderen,

menurut dia apabila tidak memilikigadgetyang mendukung akan ketinggalan

zaman dan tidak keren. Akan tetapi orang tuanya tidak membelikannya

karena masih mempunyai handphone yang masih bisa dipakai dan saat ini

orang tuanya tidak mempunyai uang untuk membelihandphone androidyang

(22)

Wawancara dengan siswa kedua siswa diketahui bahwa dia adalah

anak pertama dikeluarga. Orang tua mengajarkan agar mandiri terhadap

dirinya sendiri. Akan tetapi dia ingin dimanja oleh orang tuanya seperti dulu

sebelum dia memiliki adik. Dia ingin semua kemauannya dituruti, terkadang

dia merasa iri dengan adiknya yang selalu dinomor satukan dikeluarga.

Seandainya dia tidak memiliki adik pasti lah dia tidak akan dinomor duakan

orang tuanya. Sehingga membuat dia menentang dan bersikap semaunya serta

jarang di rumah.

Wawancara dengan siswa ketiga siswa tersebut diketahui bahwa dia

ingin mendapatkan nilai yang bagus dan naik kelas, selama ini nilainya tidak

terlalu bagus, dia tidak ingin tinggal kelas seperti kakaknya dahulu. Tetapi

pada kenyataannya saat di kelas dia sering ngobrol dan malas belajar. Apabila

ada PR dia lebih memilih mengerjakannya di sekolah. Sempat dipanggil ke

ruang BK karena membolos saat jam pelajaran.

Seperti halnya fenomena dalam penelitian ini siswa memiliki banyak

keinginan yang tidak realistis, seperti ingin dibelikan handphoneagar terlihat

keren seperti temannya dan eksis di media sosial padahal orang tua tidak

memiliki uang. Kemudian ingin nilainya bagus dan naik kelas tetapi malas

belajar dan suka membolos. Siswa juga berperilaku tidak bertanggung jawab

untuk memenuhi keinginannya seperti ngambek dengan orang tua, malas

belajar, menentang orang tua, bersikap semaunya, dan membolos. Dalam

fenomena ini siswa cenderung mengembangkan identitas kegagalan dan sulit

(23)

Konseling realitas berasumsi bahwa realisasi untuk tumbuh dalam

rangka memuaskan kebutuhan harus dilandasi oleh prinsip 3R, yaitu right

(mempelajari apa yang benar), responsibility (bertingkahlaku secara

bertanggung jawab) dan reality (memahami serta menghadapi kenyataan).

Menurut Latipun (2005: 109) secara umum tujuan konseling realitas sama

dengan tujuan hidup, yaitu individu mencapai kehidupan dengan success

identity. Dalam hal ini identitas keberhasilannya adalah memiliki kepercayaan

diri dan menerima keadaan diri apa adanya. Konseling realitas bertujuan

memberikan kemungkinan dan kesempatan kepada konseli agar bisa

mengembangkan kekuatan-kekuatan psikis yang dimilikinya untuk menilai

perilakunya sekarang dan apabila perilakunya tidak dapat memenuhi

kebutuhan, maka perlu memperoleh perilaku baru yang lebih efektif.

Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan usaha untuk mengatasi

rendahnya penerimaan diri siswa. Rendahnya penerimaan diri ini diharapkan

dapat di atasi melalui konseling realitas dengan melakukan perencanaan yang

rinci, matang dan tersusun secara sistematis, serta persiapan yang cukup (baik

secara fisik, mental/pun emosional) dan apresiasi terhadap kelebihan dan

kemampuan yang dimiliki. Konseli dibantu merumuskan tingkah laku apa

yang akan diperbuatnya. Dengan demikian, konseli dapat mengungkapkan

harapan dan keinginannya, dapat berperilaku yang bertanggung jawab, yang

pada akhirnya dapat merubah anggapan buruk tentang dirinya sendiri yang

(24)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa perlu diadakan penelitian

untuk mengetahui gambaran penerimaan diri pada siswa. Hasil dari gambaran

penerimaan diri dalam penelitian ini akan digunakan sebagai landasan dalam

membuktikan bahwa apakah dengan konseling realitas dapat efektif dalam

meningkatkan penerimaan diri siswa. Maka, penelitian ini berjudul:

“Efektivitas Konseling Realitas untuk Meningkatkan Penerimaan Diri Siswa

Kelas IX SMP Negeri 1 Tempel Tahun Ajaran 2015/2016”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparan di atas, peneliti dapat

mengidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Masih banyak dijumpai siswa kelas IX di SMP Negeri 1 Tempel dengan

penerimaan dirinya rendah namun penanganan yang diberikan bagi siswa

tersebut kurang maksimal sehingga tidak dapat menyelesaikan

permasalahan yang dihadapi dan prestasinya rendah.

2. Sebagian remaja tidak mampu menerima perubahan fisik dan tidak puas

dengan penampilan yang dimiliki sehingga siswa cenderung tidak percaya

diri dan kurang pintar dalam bergaul dengan teman.

3. Penerimaan diri sebagian siswa kelas IX SMP Negeri 1 Tempel masih

rendah, masih ada siswa yang belum bisa menerima keadaan ekonomi

(25)

4. Terdapat 58,69 % siswa kelas IX SMP Negeri 1 Tempel yang penerimaan

dirinya masih berada di kategori sedang ke bawah namun belum

mendapatkan penanganan secara tepat oleh guru BK.

5. Belum diketahui efektivitas konseling realitas untuk meningkatkan

penerimaan diri siswa kelas IX di SMP Negeri 1 Tempel.

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi penelitian pada siswa belum

diketahui efektivitas konseling realitas untuk meningkatkan penerimaan diri siswa

kelas IX di SMP Negeri 1 Tempel. Pembatasan masalah ini dilakukan supaya

peneliti fokus, memperoleh hasil yang optimal dan menjadi suatu konseling yang

dapat meningkatkan penerimaan diri siswa.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang diuraikan dalam latar belakang masalah maka dapat

dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

“Apakah Konseling Realitas Efektif Untuk Meningkatkan Penerimaan Diri Siswa

Kelas IX SMP Negeri 1 Tempel?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk menguji efektivitas konseling realitas untuk meningkatkan signifikansi

(26)

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara ilmiah, manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam

bidang bimbingan dan konseling. Semoga hasil penelitian ini dapat

memberikan informasi ataupun acuan dalam penulisan penelitian lanjutan

mengenai penerimaan diri dan konseling realitas.

2. Manfaat Praktis bagi Peneliti, Siswa, Guru Bimbingan dan Konseling dan

Sekolah

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang

penggunaan konseling realitas untuk meningkatkan penerimaan diri.

b. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu anak untuk meningkatkan

penerimaan diri siswa agar tugas perkembangan dan prestasi belajarnya

dapat meningkat.

c. Bagi Guru BK

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu kinerja para guru

bimbingan dan konseling di sekolah dalam menerapkan layanan konseling

realitas untuk membantu mengatasi penerimaan diri.

(27)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan

penetapan kebijakan pelaksanaan pembelajaran dalam upaya

(28)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Konsep Penerimaan Diri

1. Pengertian Penerimaan Diri

Manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu berhubungan

dengan orang lain sebagai proses sosialisasi dan interaksi sosial dalam

rangka saling membantu untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing.

Keberhasilan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain dipengaruhi

oleh cara individu tersebut menerima dirinya sendiri.

Penerimaan diri didasarkan pada kepuasan individu atau

kebahagiaan individu mengenai dirinya serta berfikir mengenai

kebutuhannya untuk memiliki mental yang sehat. Siswa yang memiliki

penerimaan diriakan mampu menyadari dan mampu menerima segala

kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Seperti menurut Supratiknya

(1995: 84) menyebutkan, “yang dimaksud dengan menerima diri adalah

memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri, tidak bersikap

sinis terhadap diri sendiri.”

Senada dengan hal tersebut, Hurlock (1999: 434) mengemukakan

bahwa “Penerimaan diri merupakan tingkat dimana individu benar-benar

mempertimbangkan karakteristik pribadinya dan mau hidup dengan

karakteristik tersebut”. Dengan penerimaan diri individu dapat menghargai

segala kelebihan dan kekurangan dalam dirinya. Kemudian Chaplin

(29)

dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan

bakat-bakat sendiri, dan pengakuan akan keterbatasan-keterbatasan sendiri”.

Penerimaan diri dalam hal ini mengandung makna bahwa individu bisa

menghargai segala aspek yang ada pada dirinya entah itu yang bersifat

positif maupun yang bersifat negatif.

Individu yang memiliki penerimaan diri akan memandang

kelemahan/kekurangan diri sebagai hal yang wajar dimiliki setiap individu,

karena individu yang memiliki penerimaan diriakan bisa berpikir positif

tentang dirinya bahwa setiap individu pasti memiliki

kelemahan/kekurangan dan hal tersebut tidak akan menjadi penghambat

individu untuk mengaktualisasikan dirinya.

Sebagai contoh, siswa yang berasal dari golongan keluarga

berekonomi rendah tidak merasa canggung berteman dan bergaul dengan

siswa lain yang berasal dari golongan keluarga ekonomi atas, karena siswa

tersebut menyadari bahwa semua siswa mempunyai hak dan kewajiban

yang sama di sekolah.

Menurut Shepard (1978: 139) “Penerimaan diri adalah kepuasan

individu atau kebahagiaan dengan diri sendiri, dan dianggap diperlukan

untuk kesehatan mental yang baik”. Penerimaan diri melibatkan

pemahaman diri, kesadaran realistis, meskipun subyektif, dari kekuatan

dan kelemahan seseorang. Hal tersebut menghasilkan perasaan individu

tentang diri sendiri, bahwa mereka adalah "mahluk unik". Konsep yang

(30)

mengartikan “penerimaan diri adalah sejauh mana seseorang dapat

menyadari dan mengakui karakteristik pribadi dan menggunakannya

dalam menjalani kelangsungan hidupnya”. Sikap penerimaan diri

ditunjukan oleh pengakuan seseorang terhadap kelebihan-kelebihan

sekaligus menerima kelemahan-kelemahannya tanpa menyalahkan orang

lain dan mempunyai keinginan yang terus-menerus untuk

mengembangkan diri.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

penerimaan diri adalah suatu sikap dimana individu memiliki penghargaan

yang tinggi terhadap segala kelebihan dan kekurangan dirinya sendiri

tanpa menyalahkan orang lain dan mempunyai keinginan untuk

mengembangkan diri secara terus menerus.

2. Manfaat Penerimaan Diri

Penerimaan diri sangat penting untuk kesehatan mental. tidak

adanya kemampuan untuk tanpa syarat menerima diri sendiri dapat

menyebabkan berbagai kesulitan emosional, termasuk kemarahan yang

tidak terkontrol dan depresi. Orang yang terjebak dalam evaluasi diri dari

pada penerimaan diri, juga mungkin sangat membutuhkan dan mungkin

mencurahkan perhatian untuk membanggakan diri agar mengimbangi

kekurangan diri yang dirasakannya Langer, 1989 (dalam Carson & Langer,

2006: 29).

Penerimaan diri memiliki peranan yang penting dalam interaksi

(31)

dengan individu lain, meningkatkan kepercayaan diri serta membuat

hubungan menjadi lebih akrab karena individu tersebut menyadari bahwa

setiap individu diciptakan sama, yaitu memiliki kelebihan dan kekurangan.

Tanpa penerimaan diri, individu cenderung sulit untuk dapat berinteraksi

dengan individu lain sehingga dapat berpengaruh buruk pada

kepribadiannya. Hurlock (1999:276) “semakin baik seseorang dapat

menerima dirinya, maka akan semakin baik pula penyesuaian diri dan

sosialnya”. Tanpa penerimaan diri, individu cenderung akan mengalami

kesulitan dalam kehidupan sosialnya. Kemudian Hurlock (1999:276),

membagi dampak dari penerimaan diri dalam 2 kategori, yaitu:

a. Dalam penyesuaian diri

b. Dalam penyesuaian sosial

Orang yang memiliki penyesuaian diri, mampu mengenali

kelebihan dan kekurangannya. Salah satu karakteristik dari orang yang

memiliki penyesuaian diri yang baik adalah lebihmengenali kelebihan dan

kekurangannya, biasanya memiliki keyakinan diri penerimaan diriSelain

itu juga lebih dapat menerima kritik, dibandingkan dengan orangyang

kurang dapat menerima dirinya. Dengan demikian orang yang memiliki

penerimaandiri dapat mengevaluasi dirinya secara realistik, sehingga dapat

menggunakan semua potensinya secara efektif hal tersebut dikarenakan

memiliki anggapan yang realistis terhadap dirinya maka akan bersikap

jujur dan tidak berpura-pura. Penerimaan diri biasanya disertai dengan

(32)

akan merasa aman untuk memberikan perhatiannya pada orang lain,

seperti menunjukkan rasa empati. Dengan demikian orang yang memiliki

penerimaan diri dapat mengadakan penyesuaian sosial yang lebih baik

dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri atau merasa tidak

kuat sehingga mereka cenderung untuk bersikap berorientasi pada dirinya

sendiri (Self Oriented). Penerimaan diri sangat berhubungan erat dengan

konsep diri karena penerimaan diri memiliki peranan yang penting dalam

pembentukan konsep diri dan kepribadian yang positif. Orang yang

memiliki penerimaan diri yang baik maka dapat dikatakan memiliki

konsep diri yang baik pula, karena selalu mengacu pada gambaran diri

ideal, sehingga bisa menerima gambaran dirinya yang sesuai dengan

realitas.

Dengan penerimaan diri, individu menjadi lebih menyadari siapa

dirinya, kekurangan apa yang dimilikiya dan potensi apa saja yang

dimilikinya dalam menjalankan perannya dalam kehidupannya. Tidak

hanya menerima tentang dirinya sendiri, penerimaan dirijuga

memungkinkan individu memperoleh penerimaan dari orang lain. Dari sini

selanjutnya dapat menjadi proses pembelajaran untuk menyelaraskan

tuntutan dalam diri dan harapan lingkungan sehingga hubungan sosialpun

terjalin dengan baik.

3. Karakteristik Individu yang Memiliki Penerimaan Diri

Tentunya orang yang memiliki penerimaan diri dan tidak memiliki

(33)

memiliki penerimaan diriyang baik dapat dilihat dari perkataan dan

perilakunya sehari-hari. Pada umumnya perilaku yang dimunculkannya

lebih cenderung positif dan senang melakukan kegiatan yang berhubungan

dengan banyak orang. Sehingga ini akan sangat berdampak positif

terhadap kematangan pada dirinya.

Beberapa karakteristik seseorang yang memiliki penerimaan diri

menurut Jersild (dalam Nurviana, 2011:7 ) yaitu:

a. Memiliki penilaian realistis terhadap potensi-potensi yang dimilikinya.

b. Mereka juga menyadari kekurangan tanpa menyalahkan diri sendiri.

c. Memiliki spontanitas dan tanggung jawab terhadap perilakunya.

d. Mereka menerima kualitas-kualitas kemanusiaan mereka tanpa

menyalahkan diri mereka terhadap keadaan-keadaan di luar kendali

mereka.

Siswa yang mampu beradaptasi dalam berbagai kondisi, percaya

diri, bersikap positif, memiliki potensi dan menerima diri dan orang lain

dapat dikatakan sebagai siswa yang sehat secara mental. Ketika

siswa-siswa mampu mengembangkan sikap demikian akan berpengaruh pula

terhadap interaksinya dengan orang lain.

Hal terpenting ketika seseorang mampu menerima dirinya adalah

ketika seseorang tersebut dapat menerima segala potensi yang ada pada

dirinya, baik itu yang berkaitan dengan kelebihan yang dimilikinya juga

yang berkaitan dengan kelemahan/kekurangan yang ada pada dirinya maka

(34)

karena orang tersebut akan bersedia menerima kritik ataupun penolakan

dari orang lain dengan sikap positif. Seperti yang diungkapkan Hurlock

(1978: 258) ciri-ciri orang yang memiliki kesesuain baik yaitu sebagai

berikut:

a. Mampu dan bersedia menerima tanggung jawab yang sesuai dengan

usia.

b. Berpartisipasi dengan gembira dalam kegiatan yang sesuai dengan

tingkat usia.

c. Bersedia menerima tanggung jawab yang berhubungan dengan peran

mereka dalam hidup.

d. Segera menangani masalah yang menuntut penyelesaian.

e. Senang memecahkan dan mengatasi berbagai hambatan yang

mengancam kebahagiaan.

f. Mengambil keputusan dan senang tanpa konflik dan tanpa banyak

meminta nasihat.

g. Tetap pada pilihannya sampai diyakinkan bahwa pilihan itu salah.

h. Lebih banyak memperoleh kepuasan dari prestasi yang nyata

ketimbang dari prestasi yang imajiner.

i. Dapat menggunakan pikiran sebagai alat untuk merencanakan cetak

biru tindakan, bukan sebagai akal untuk menunda atau mengghindari

suatu tindakan.

j. Belajar dari kegagalan dan tidak mencari-cari alasan untuk

(35)

k. Tidak membesar-besarkan keberhasilan atau menerapkannya pada

bidang yang tidak berkaitan.

l. Mengetahui bagaimana bekerja bisa saatnya bekerja dan bermain bila

saatnya bermain.

m. Dapat mengatakan tidak dalam situasi yang membahayakan

kepentingan sendiri.

n. Dapat mengatakan ya dalam situasi yang pada akhirnya akan

menguntungkan.

o. Dapat menunjukkan amarah secara langsung bila tersinggung atau bila

hak-haknya dilanggar.

p. Dapat menunjukkan kasih sayang secara langsung dengan cara dan

takaran yang sesuai.

q. Dapat menahan sakit dan frustasi emosional bila perlu.

r. Dapat berkompromi bila menghadapi kesulitan.

s. Dapat memusatkan energy pada tujuan yang penting.

t. Menerima kenyataan bahwa hidup adalah perjuangan yang tak kunjung

berakhir.

Allport (dalam Hjelle & Zeigler, 1992: 191) ciri-ciri seseorang

yang mau menerima diri yaitu sebagai berikut :

a. Memiliki gambaran yang positif tentang dirinya.

b. Dapat mengatur dan dapat bertoleransi dengan rasa frustasi dan

(36)

c. Dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa memusuhi mereka apabila

orang lain beri kritik.

d. Dapat mengatur keadaan emosi mereka (depresi, kemarahan).

Jadi kesimpulan karakteristik penerimaan diri dari beberapa tokoh

di atas yaitu seseorang yang mau menerima dirinya sendiri mempunyai

keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi kehidupannya,

menganggap dirinya berharga sebagai seseorang manusia yang sederajat

dengan orang lain, berani memikul tanggung jawab terhadap

perilakunya,dapat menerima pujian dan celaan secara objektif. Serta dapat

berinteraksi dengan orang lain tanpa memusuhi mereka apabila orang lain

beri kritik, dapat mengatur keadaan emosi mereka (depresi, kemarahan).

Dapat menerima keadaan dirinya atau yang telah mengembangkan sikap

penerimaan terhadap keadaannya dan menghargai diri sendiri.

4. Aspek-aspek Penerimaan Diri

Sheerer (dalam Akbar Heriyadi, 2013) menyebutkan aspek-aspek

penerimaan diri, yaitu :

a. Kepercayaan atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya.

b. Menganggap dirinya sederajat dengan orang lain.

c. Tidak menganggap dirinya sebagai orang hebat atau abnormal dan

tidak mengharapkan bahwa orang lain mengucilkannya.

b. Tidak malu-malu kucing atau serba takut dicela orang lain.

c. Mempertanggungjawabkan perbuatannya.

(37)

e. Menerima pujian atau celaan secara objektif.

f. Tidak menganiaya diri sendiri dengan kekangan-kekangan yang

berlebih-lebihan atau tidak memanfaatkan sifat-sifat yang luar biasa.

g. Menyatakan perasaannya secara wajar.

Penerimaan diri tidak berarti seseorang menerima begitu saja

kondisi diri tanpa berusaha mengembangkan diri lebih lanjut, orang yang

menerima diri berarti telah mengenali dimana dan bagaimana dirinya saat

ini, serta mempunyai keinginan untuk mengembangakan diri lebih lanjut.

Aspek-aspek penerimaan diri menurut Sheerer (dalam Hall & Lindzey,

1993: 146) sebagai berikut:

a. Perasaan sederajat

Individu merasa dirinya berharga sebagai manusia yang sederajat

dengan orang lain, sehingga individu tidak merasa sebagai orang yang

istimewa atau menyimpang dari orang lain. Individu merasa dirinya

mempunyai kelemahan dan kelebihan seperti halnya orang lain.

b. Percaya kemampuan diri meliputi individu yang mempunyai

kemampuan untuk menghadapi kehidupan. Hal ini tampak dari sikap

individu yang percaya diri, lebih suka mengembangkan sikap baiknya

dan mengeliminasi keburukannya dari pada ingin menjadi orang lain,

oleh karena itu individu puas menjadi diri sendiri.

c. Bertanggung jawab

Individu yang berani memikul tanggung jawab terhadap

(38)

menerima kritik dan menjadikannya sebagai suatu masukan yang

berharga untuk mengembangkan diri.

d. Orientasi keluar diri

Individu lebih mempunyai orientasi diri keluar dari pada ke dalam

diri, tidak malu yang menyebabkan individu lebih suka memperhatikan

dan toleran terhadap orang lain, sehingga akan mendapatkan

penerimaan sosial dari lingkungannya.

e. Berpendirian

Individu lebih suka mengikuti standarnya sendiri dari pada

bersikap Conform terhadap tekanan sosial. Individu yang mampu

menerima diri mempunyai sikap dan percaya diri yang menurut pada

tindakannya sendiri dari pada mengikuti konvensi dan standar dari

orang lain serta mempunyai ide aspirasi dan pengharapan sendiri.

f. Menyadari keterbatasan

Individu tidak menyalahkan diri akan keterbatasannya dan

mengingkari kelebihannya. Individu cenderung mempunyai panilaian

yang realistik tentang kelebihan dan kekurangannya.

g. Menerima sifat kemanusiaan

Individu tidak menyangkal impuls dan emosinya atau merasa

bersalah karenanya. Individu yang mengenali perasaan marah, takut

dan cemas tanpa menganggapnya sebagai sesuatu yang harus diingkari

(39)

Dari pendapat-pandapat tentang aspek-aspek individu yang memiliki

penerimaan diri di atas, aspek-aspek yang dikemukakan oleh Sheerer (dalam Hall

& Lindzey, 1993: 146)dapat digunakan sebagai indikator penelitian ini.

Komponen-komponen tersebut dirasa tepat untuk digunakan sebagai indikator

dalam penelitian karena aspek-aspek tersebut dianggap bisa menjelaskan ciri-ciri

yang ada dalam diri seseorang yang memiliki penerimaan diri.

5. Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri

Pada dasarnya untuk memiliki penerimaan diribukanlah sesuatu hal

yang mudah, karena individu jauh lebih mudah menerima kelebihan yang

ada pada dirinya dibandingkan bagaimana individu dapat menerima segala

kekurangan yang ada pada dirinya juga. Sikap tersebut bisa dipengaruhi

oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi diri seseorang

sehingga ia menjadi individu yang mempunyai penerimaan diri yang

rendah.

Hurlock (1978: 259) mengemukakan tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi dalam penerimaan diri adalah:

a. Aspirasi realistis

Agar remaja menerima dirinya, ia harus realistis tentang dirinya

dan tidak mempunyai ambisi yang tidak mungkin tercapai. Ini tidak

berarti bahwa mereka harus mengurangi ambisi atau menentukan

sasaran di bawah kemampuan mereka. Sebaliknya mereka harus

menetapkan sasaran yang di dalam batas kemampuan mereka,

(40)

b. Keberhasilan

Bila tujuan itu realistis, kesempatan berhasil sangat meningkat.

Lagi pula, agar siswa menerima dirinya, siswa harus mengembangkan

faktor peningkat keberhasilan ini mencakup keberanian mengambil

inisiatif dan meninggalkan kebiasaan menunggu perintah apa yang

harus dilakukan, teliti dan bersungguh-sungguh dalam apa saja yang

dilakukan, bekerja sama dan mau melakukan lebih dari semestinya.

c. Wawasan diri

Kemampuan dan kemauan menilai diri secara realistis serta

mengenal dan menerima kelemahan serta kekurangan yang dimiliki,

akan meningkatkan penerimaan diri. Tiap tahun dengan bertambahnya

usia dan pengalaman social, anak harus mampu menilai dirinya dengan

lebih akurat.

d. Wawasan sosial

Kemampuan melihat diri seperti orang lain melihat mereka

dapat menjadi suatu pedoman untuk perilaku yang memungkinkan

anak memenuhi harapan social. Sebagai kontras, perbedaan mencolok

antara pendapat orang lain dan pendapat anak tentang dirinya akan

menjurus ke perilaku yang membuat orang lain kesal dan menurunkan

penilaian orang lain tentang dirinya.

e. Konsep diri yang stabil

Bila anak melihat dirinya dengan satu cara pada satu saat dan

(41)

kadang-kadang tidak menjadi ambivalen tentang dirinya. Untuk

mencapai kestabilan seperti halnya dengan konsep diri yang

menguntungkan orang yang berarti dalam hidupnya harus menganggap

anak secara menguntungkan sebagian besar waktu. Pandangan mereka

membentuk dasar bayangan cermin anak tentang dirinya.

B. Konsep Konseling Realitas

1. Konsep Dasar Konseling Realitas

Pada dasarnya setiap individu terdorong untuk memenuhi

kebutuhan dan keinginannya, dimana kebutuhan bersifat universal pada

semua individu, sementara keinginan bersifat unik pada masing-masing

individu. Ketika seseorang dapat memenuhi apa yang diinginkan,

kebutuhan tersebut terpuaskan. Namun demikian jika apa yang diperoleh

tidak sesuai dengan keinginan, maka orang tersebut akan frustasi, dan pada

akhirnya akan terus memunculkan perilaku baru sampai keinginannya

terpuaskan. Artinya, ketika timbul perbedaan antara apa yang diinginkan

dengan apa yang diperoleh, membuat individu terus memunculkan

perilaku-perilaku yang spesifik. Menurut Gantina Komalasari, Eka

Wahyuni dan Karsih (201: 239) perilaku yang dimunculkan adalah

bertujuan dan dibentuk untuk mengatasi hambatan antara apa yang

diinginkan dengan apa yang diperoleh atau muncul karena dipilih oleh

(42)

Perilaku manusia merupakan perilaku total (Total Behavior),terdiri

dari Doing, Thinking, Feeling Dan Psysiology. Oleh karena perilaku yang

dimunculkan mempunyai tujuan dan dipilih sendiri, maka Glasser

menyebutnya dengan teori kontrol.

a. Teori Kontrol

Pemahaman terhadap realitas, menurut Glasser harus tercermin

dalam perilaku total (Total Behavior) yang mengandung empat komponen,

yaitu: berbuat (Doing), berpikir (Thinking), merasakan (Feeling), dan

menunjukkan respon-respon fisiologis (Physiology). Konsep perilaku total

membandingkan bagaimana individu berfungsi sebagai mobil berjalan,

demikian halnya keempat komponen dari total behavior tersebut

menetapkan arah hidup individu Colledge, 2002 (dalam Gantina

Komalasari, Eka Wahyuni dan Karsih, 2011: 240).

Menurut Corey (dalam Gantina Komalasari, Eka Wahyuni dan

Karsih, 2011: 240) menjelaskan bahwa secara langsung mengubah cara

kita merasakan terpisah dari apa yang kita lakukan dan pikirkan,

merupakan hal yang sangat sulit dilakukan. Meskipun demikian, kita

memiliki kemampuan untuk mengubah apa yang kita lakukan. Sehingga

kita memiliki kemampuan untuk mengubah apa yang kita lakukan dan

pikirkan apapun yang nanti mungkin bisa kita rasakan. Oleh karena itu,

kunci untuk mengubah suatu perilaku total terletak pada pemilihan untuk

mengubah apa yang kita lakukan dan pikirkan. Sementara itu, reaksi emosi

(43)

Bagaimana individu bertindak dan berpikir dianalogikan sebagai

fungsi roda depan, sedangkan perasaan dan fisiologis mewakili fungsi roda

belakang. Mesin kendaraan diibaratkan sebagai kebutuhan-kebutuhan

individu, dan setir yang dikendalikan merupakan gambaran keinginan

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Sebagaimana keadaan

roda empat, jelas kontrol utama berada di bagian roda depan, sehingga

tindakan dan pikiranlah yang berperan dalam memenuhi

kebutuhan-kebutuhan individu .

Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut

Glasser orang tersebut mencapai identitas sukses. Pencapaian identitas

sukses ini terikat pada konsep 3R, yaitu keadaan di mana individu dapat

menerima kondiri yang dihadapinya, dicapai dengan menunjukkan sesuatu

(Doing) , berpikir (Thingking), merasakan (Feeling), dan menunjukkan

respons fisiologis (Physiology) secara bertanggung jawab (Responsibility),

sesuai realitas (Reality),dan benar(Right).

b. Konsep 3R

Konsep ini dikemukakan oleh Glasser Bassin, 1976 (dalam

Gantina Komalasari, Eka Wahyuni dan Karsih, 2011: 241) sebagai berikut:

1. Responsibility (tanggung jawab) adalah kemampuan individu untuk

memenuhi kebutuhannya tanpa harus merugikan orang lain.

2. Reality (kenyataan) adalah kenyataan yang akan menjadi tantangan

bagi individu untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap individu harus

(44)

kebutuhan-kebutuhan dalam rangka mengatasi masalahnya. Realitas

yang dimaksud adalah sesuatu yang tersusun dari kenyataan yang ada

dan apa adanya.

3. Right (kebenaran) adalah merupakan ukuran atau norma-norma yang

diterima secara umum, sehingga tingkah laku dapat diperbandingkan.

Individu yang melakukan hal ini mampu mengevaluasi diri sendiri bila

melakukan sesuatu melalui perbandingan tersebut dan ia merasa

nyaman bila mampu bertingkah laku dalam tata cara yang diterima

secara umum.

Realitas merupakan rancangan yang tergolong dalam perspektif

tindakan. Berpatokan pada ide sentral bahwa individu adalah bertanggung

jawab atas tingkah laku mereka. Ide ini mendasari teori konseling yang

ditemukan oleh William Glasser (dalam Andi Mappiare AT, 2010:159).

c. Lima prinsip utama teori pilihan

Menurut Palmer (2011: 528) terdapat lima prinsip utama dalam

teori pilihan sebagai berikut:

1. Kebutuhan-kebutuhan dasar kita

Semua motivasi dan perilaku manusia dirancang untuk memenuhi satu

atau lebih dari lima kebutuhan dasar yang dibangun di dalam susunan

genetis kita, yaitu: Kelangsungan hidup, kesehatan, dan reproduksi:

termasuk semua fungsi fisiologi yang digunakan oleh tubuh dalam

(45)

kita). Termasuk juga dorongan seksual yang pada gilirannya, tentu saja,

memampukan spesies manusia untuk bertahan hidup.

a) Kelangsungan hidup, kesehatan dan reproduksi termasuk semua

fungsi fisiologi yang dilakukan oleh tubuh dalam upaya menjaga

kesehatan dan homeostasis (keseimbangan kesehatan kita).

Termasuk juga dorongan seksual yang pada gilirannya, tentunya

memampukan spesies manusia untuk bertahan hidup.

b) Cinta dan kepemilikan merupakan kebutuhan penting yang kita

punyai untuk cinta dan persahabatan, untuk berbagi dan bekerja

sama.

c) Kekuatan/harga diri arti kata lain dari kompetisi, martabat,

pemberdayaan atau kemampuan.

d) Kebebasan sebagai kemampuan untuk membuat pilihan-pilihan

untuk berubah menjadi mandiri, bebas dan tak dibatasi (termasuk

memiliki ruang fisik yang cukup).

e) Kesenangan dan kegembiraan merupakan kebutuhan yang dapat

mengekspresikan bentuknya dihampir semua keinginan manusia.

Termasuk minat dan permainan yang menurut Glasser penting

untuk dipelajari.

Penting untuk ditunjukkan bahwa kebutuhan-kebutuhan di atas

tidak dalam sebuah hierarki, meskipun, tentu saja seringkali kita akan

memilih untuk memenuhi kebutuhan kelangsungan hidup kita lebih

(46)

orang-orang yang telah mengorbankan hidup mereka demi kebebasan atau

demi cinta untuk orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa tingginya

persentase orang-orang yang melakukan atau berusaha bunuh diri

menunjukkan berbagai alasan, yaitu kesepian yang menunjukkan

betapa kuatnya kebutuhan atas cinta dan kepemilikan bagi orang-orang

tersebut pada saat itu. Glasser menyatakan bahwa kebutuhan kita akan

cinta dan kepemilikan, akan kepedulian dan relasi dan keterhubungan

dengan orang lain merupakan kebutuhan yang jauh menonjol dan

mencakup bahwa semua problem jangka panjang manusia pada intinya

adalah problem relasi. Untuk alasan tersebut, dalam praktik konseling

realitas, konselor membantu konseli dalam mengeksplorasi relasi-relasi

yang signifikan (atau mungkin tiadanya relasi yang signifikan) dalam

kehidupannya mendorongnya untuk mengevaluasi semua yang sedang

dilakukannya berdasarkan aksiom teori pilihan: apakah yang sedang

saya lakukan membuat saya lebih dekat dengan orang-orang yang saya

butuhkan? Jika pilihan perilaku tidak membuat dekat, maka konselor

bekerja untuk membantu konseli mencari perilaku baru yang menuntun

mereka ke hubungan yang lebih baik.

2. Dunia berkualitas kita. Walaupun kita semua memiliki

kebutuhan-kebutuhan tersebut, kita mencoba memenuhinya dengan cara-cara

yang spesifik. Kita mengembangkan sebuah “album foto” batin atau

yang dimaksud Glasser “dunia berkualitas” kita yang berisi

(47)

kita sangat ingin memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita. Dunia

berkualitas kita berisi gambaran-gambaran atau simbol-simbol orang,

tempat, benda, keyakinan, nilai dan ide yang penting atau spesial dan

memiliki kualitas bagi kita.

3. Frustasi merupakan pikiran antara yang diinginkan seseorang (dan oleh

karena itu disebut kebutuhan) dan yang dirasakannya didapatkan dari

lingkungannya menghasilkan perilaku-perilaku yang spesifik. Perilaku

dilihat sebagai fisiologi, pikiran, tindakan yang total atauHolisticyang

tak terpisahkan. Maka, perilaku ini memiliki tujuan yaitu, perilaku

yang dimaksudkan untuk menutup celah antara yang diinginkan

seseorang dengan yang dirasakannya diperoleh. Seringkali perilaku itu

mengalmai kesuksesan dan terkadang gagal. Keduanya merupakan

usaha terbaik seseorang untuk mencoba memenuhi keinginan untuk

kebutuhannya.

4. Perilaku total disini seperti yang ditunjukkan di atas, perbuatan,

pikiran, perasaan dan bahkan fisiologis, dipandang sebagai

komponen-komponen yang tak terpisahkan dari perilaku (total) dan dihasilkan

atau dipilih dari dalam; semua itu berasal dari keinginan/kebutuhan

yang tidak dipenuhi atau dilanggar, dan bukan dari rangsangan

eksternal. Maka, kebanyakan dari hal-hal yang disebutkan di atas

merupakan pilihan.

Glasser menggunakan analogi ‘mobil perilaku’ untuk

(48)

konseling. Idenya disini adalah bahwa setiap 4 komponen perilaku

total mewaliki 4 roda pada mobil. Dua roda di depan mewakili

tindakan pikiran, dan 2 roda di belakang mewakili perasaan dan

fisiologi. Kkita menyetir mobil perilaku kita melewati jalan kehidupan,

kita hanya menyetir mobil perilaku kita melewati jalan kehidupan, kita

hanya memiliki control langsung pada 2 ban di depan (tindakan dan

pikiran), tetapi saat kita menyetir roda-roda depan, 2 roda di

belelakang (perasaan dan fisiologi) selalu mengikuti. Dengan demikian

juga di dunia nyata, walaupun sangat sulit dan kemungkinan mustahil

untuk mengubah perasaan kita secara langsung (dan bahkan juga

fisiologi kita) secara murni dengan keinginan sendiri. Akan tetapi, kita

memiliki kemampuan yang hamper lengkap untuk mengubah tindakan

kita (yang kita lakukan), dan sejumlah kemampuan untuk mengubah

yang kita pikirkan, tidak peduli bagaimana yang kita rasakan saat itu.

Dan saat kita mengubah tindakan dan pikiran kita, perasaan-perasaan

dan fisiologi kita juga berubah.

Hal tersebut memiliki nilai praktis bagi konseling realitas yang

dari pada berbicara tanpa akhir dengan konseli mengenai perasaan

kecewa konseli (biasa berupa depresi, kemarahan, kecemasan, atau

apapun) pada sesuatu yang tak bisa dikendalikan konseli. Dengan

demikian secara realitas konseling akan secara perlahan-lahan dan

dengan sikap tegar membantu konseli untuk berfokus pada yang biasa

(49)

jauh, membantunya mengembangkan rencana untuk dilakukan ;

melakukan sesuatu yang berbeda dengan yang telah mereka lakukan

agar merasa lebih baik dan sekaligus memenuhi keinginan dan

kebutuhan dengan lebih efektif.

5. Persepsi dan realitas terkini. Bagaimana orang-orang mempersepsikan

dunia di sekitar mereka, maupun bagaimana mereka mempersepsikan

diri, tentu saja membentuk realitas mengenai dunia mereka dan dunia

mereka pada titik tersebut. Inilah realitas terkini seseorang. Memahami

persepsi konseli mengenai realitas terkini dan membantunya

mengevaluasi dan mengevaluasi kembali persepsi tersebut dipahami

oleh konseling realitas sebagai aspek yang sangat penting dalam proses

konseling. Contoh pertanyaan mengenai persepsi semacam itu yang

mungkin dinyatakan konseling realitas pada seorang konseli yang

menjalani konseling untuk problem relasi, biasa seperti ini: bagaimana

anda melihat relasi anda saat ini?menurut anda bagaimana pandangan

pasangan anda? Seperti apa sebuah relasi yang dekat dan penuh kasih

itu seharusnya? Perilaku siapa yang dapat anda kendalikan saat

mencoba memperbaiki relasi ini? Dapatkah anda mengendalikan

perilaku orang lain selain diri anda? Dan seterusnya.

Ringkasnya, teori pilihan beranggapan bahwa sumber dari

semua perilaku ada di sini dan saat ini (realitas terkini). Apa pun yang

dilakukan, dipikirkan dan dirasakan manusia itu memiliki tujuan

(50)

demikian teori pilihan menentang teori-teori Deterministic sifat dasar

manusia yang menunjukkan bahwa perilaku disebabkan oleh

rangsangan eksternal, dan teori pilihan berbeda dengan teori-teori

lainnya yang menekankan pada pengaruh masa lalu atau

konflik-konflik bawah sadar pada perilaku terkini. Meskipun demikian, hal

tersebut sama sekali tidak menunjukkan dalam konseling konseling

realitas, pengalaman masa lalu konseli (terkait dengan kebutuhannya

yang dilarang atau tidak terpenuhi di masa lalu) di pandang tidak

berhubungan atau bahwa masa lalu itu seharusnya diabaikan atau

dilupakan.

Memiliki informasi mengenai riwayat konseli memampukan

konseling realitas mengetahui jangka waktu atau luasnya problem yang

sedang dihadapi, serta waktu ketika konseli mungkin lebih sukses, atau

lebih bahagia atau lebih efektif dimasa lalu ; situasi-situasi yang bisa

dipelajari konseli dan dijadikan dasar. Konseli mungkin memiliki

riwayat yang luas mengenai kebutuhan-kebutuhan di masa lalu yang

tidak terpenuhi atau disalahgunakan, atau problem yang mungkin

disebabkan oleh beberapa pelanggaran berkepanjangan terhadap

kebutuhan-kebutuhan dimasa lalu, tetapi konseling realitas mengerti

bahwa problem atau konflik signifikan konseli adalah

kebutuhan-kebutuhan yang tetap belum terpenuhi di masa sekarang. Dan oleh

sebab itu, konseling realitas akan seperti perlahan dan dengan sikap

(51)

mengidentifikasi dan memilih perilaku yang lebih membangun

kekuatan dan lebih memuaskan kebutuhan sekarang dan di masa depan.

Yang kadang-kadang ditemukan adalah bahwa ketika seseorang

mempelajari bagaimana meraih kebutuhannya secara efektif di masa

sekarang, dampak atau pengaruh yang mungkin timbul dari

memori-memori di masa lalu mulai memudar dan ia dapat berpindah dari

kekuatan yang satu ke kekuatan yang lain, pada umumnya, perubahan

seperti itu hanya bisa diperoleh melalui tekad dan kerja keras konseli

dan dengan dukungan yang penuh kasih dan empatik dari konselor

Glasser (dalam Palmer, 2011: 528-533).

2. Ciri-ciri Konseling Realitas

Setiap pendekatan konseling memiliki karakteristik yang

berbeda-beda, baik dalam hal peran konselor dan dan konseli maupun dalam hal

proses pelaksanaan konseling itu sendiri. Seperti dalam pendekatan

konseling realitas, yang memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan

pendekatan yang lainnya. Menurut Corey (2007: 265) ciri-ciri konseling

realitas adalah sebagai berikut:

a. Konseling realitas menolak konsep tentang penyakit mental. Ia

berasumsi bahwa bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik

adalah akibat dari ketidakbertanggungjawaban. Pendekatan ini tidak

berurusan dengan diagnosis-diagnosis psikologi. Ia mempersamakan

(52)

dan mempersamakan kesehatan mental dengan tingkah laku yang

bertanggung jawab.

b. Konseling realitas berfokus pada tingkah laku sekarang pada

perasaan dan sikap-sikap. Meskipun tidak menganggap

perasaan-perasaan dan sikap-sikap itu tidak penting, konseling realitas

menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang. Konseling realitas

juga tidak bertanggung jawab pada pemahaman untuk mengubah

sikap-sikap, konseling menekankan bahwa perubahan sikap mengikuti

perubahan tingkah laku.

c. Konseling realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa

lampau. Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak dapat

dirubah, maka yang dapat dirubah hanyalah saat sekarang dan masa

lampau selalu dikaitkan dengan tingkah laku konseli sekarang.

Konseling mengeksplorasi segenap aspek dari kehidupan konseli

sekarang, mencakup harapan-harapan, kekuatan-kekuatan, dan

nilai-nilainya. Konseling menekankan kekuatan-kekuatan, potensi-potensi,

keberhasilan-keberhasilan, dan kualitas-kualitas yang positif dari

konseli dan hannya memperhatikan kemalangan dan gejala-gejalanya.

d. Konseling realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai.

Konseling realitas menempatkan pokok kepentingannya pada peran

konseli dalam kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa

yang membantu kegagalan yang dialaminya. Konseling ini

(53)

tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat

konstruktif dan destruktifnya. Jika para konseli menjadi sadar bahwa

mereka tidak akan memperoleh apa yang mereka inginkan dan bahwa

tingkah laku mereka merusak diri, maka ada kemungkinan yang nyata

untuk terjadinya perubahan positif, semata-mata karena mereka

menetapkan bahwa alternatif-alternatif bisa lebih baik dari pada gaya

mereka sekarang yang tidak realistis.

e. Konseling realitas tidak menekankan transferensi. Ia tidak memandang

konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting. Ia

memandang transferensi sebagai suatu cara bagi konseling untuk tetap

bersembunyi sebagai pribadi. Konseling realitas menghimbau agar

para konseling menempuh cara beradanya yang sejati, yakni bahwa

mereka menjadi diri sendiri, tidak memainkan peran sebagai ayah atau

ibu konseli. Konseling bisa menjadi orang yang membantu para

konseli dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sekarang

dengan membangun suatu hubungan yang personal dan tulus.

f. Konseling realitas menekankan aspek kesadaran, bukan

aspek-aspek ketaksadaran. Konseling realitas menekankan kekeliruan yang

dilakukan oleh konseli, bagaimana tingkah laku konseli sekarang

hingga dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, dan bagaimana

dia bisa terlibat dalam suatu rencana bagi tingkah laku yang berhasil

yang berlandaskan tingkah laku yang bertanggung jawab dan realistis.

(54)

dan berpegang pada asumsi bahwa konseli akan menemukan tingkah

laku sadar yang tidak mengarahkannya pada perubahan bahwa

menekankan ketaksadaran berarti mengelak dari pokok masalah yang

menyangkut ketidakbertanggungjawaban konseli dan memaafkan

konseli atas tindakannya menghindari kenyataan. Sementara

pemahaman boleh jadi menarik, konseling realitas tidak melihat

pemahaman sebagai suatu yang esensial untuk menghasilkan

perubahan.

g. Konseling realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa

pemberian hukuman guna tingkah laku tidak efektif dan bahwa

hukuman untuk kegagalan melaksanakan rencana-rencana

mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada konseli dan

perusakan hubungan terapeutik. Ia menentang penggunaan

pertanyaan-pertanyaan yang mencela karena pernyataan seperti itu merupakan

hukuman, Glasser menganjurkan untuk membiaran konseli mengalami

konsekuensi-konsekuensi yang wajar dari tingkah lakunya.

h. Konseling realitas menekankan tanggung jawab. Yang oleh Glasser

didefinisikan sebagai “ kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi

kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan

mereka”. Belajar tanggung jawab adalah proses seumur hidup.

Meskipun kita semua memiliki kebutuhan untuk mencintai dan dicintai

(55)

kemampuan bawaan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu. Untuk

memperbaiki tingkah laku kita apabila berada di bawah standar, kita

perlu mengevaluasi tingkah laku kita. Oleh karenanya, bagian yang

esensial dari konseling realitas mencakup moral, standar-standar,

pertimbangan-pertimbangan nilai, serta benar dan selahnya tingkah

laku karena semuanya itu berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan

akan rasa berguna. Menurut Glasser, orang yang bertanggung jawab

melakukan apa-apa yang memberikan kepada dirinya perasaan diri

berguna dan perasaan bahwa dirinya berguna bagi orang lain.

Berikut adalah beberapa karakteristik yang mendasari konseling

realitas menurut pendapat Corey (2013: 338-340) ciri-ciri konseling

realitas adalah sebagai berikut:

a. Menekankan pilihan dan tanggung jawab

Jika kita memilih semua yang kita lakukan, kita harus

bertanggung jawab atas apa yang kita pilih. ini tidak berarti kita harus

disalahkan atau dihukum, kecuali kita melanggar hukum, tetapi tidak

berarti konseling seharusnya tidak pernah melupakan fakta bahwa

konseli bertanggung jawab untuk apa yang mereka lakukan. Teori

pilihan mengubah fokus dari tanggung jawab untuk pilihan dan

memilih.

(56)

konseli memiliki pilihan, untuk melakukannya membuat mereka lebih

dekat dengan orang-orang yang mereka butuhkan. misalnya, terlibat

dalam kegiatan yang berarti, seperti pekerjaan, adalah cara yang baik

untuk kembali rasa hormat dari orang lain, dan bekerja dapat

membantu konseli memenuhi kebutuhan mereka untuk kekuasaan.

sangat sulit bagi orang dewasa untuk merasa baik tentang diri mereka

sendiri jika mereka tidak terlibat dalam beberapa bentuk kegiatan yang

berarti. Sebagai konseli mulai merasa baik tentang diri mereka sendiri,

seperti kerja kurang perlu bagi mereka untuk terus memilih perilaku

destruktif yang tidak efektif dan mandiri.

b. Menolak pemindahan

Konseling realitas berusaha untuk menjadi diri mereka sendiri

dalam pekerjaan profesional mereka. Dengan menjadi diri sendiri,

konseling dapat menggunakan hubungan untuk mengajarkan konseli

cara berhubungan dengan orang lain dalam kehidupan mereka. Glasser

berpendapat bahwa transferensi adalah cara yang baik untuk konseling

dan konseli menghindari menjadi siapa mereka dan apa yang mereka

lakukan sekarang. Itu tidak realistis untuk konseling untuk pergi

bersama dengan ide bahwa siapa pun itu kecuali diri mereka sendiri.

menganggap klaim konseli, "saya melihat Anda sebagai ayah atau ibu

saya dan ini adalah mengapa aku bertingkah seperti saya". dalam

(57)

dan tegas, "saya bukan ibumu, ayah, atau siapa pun kecuali diriku

sendiri".

c. Konseling berfokus di masa sekarang

Beberapa konseli datang ke konseling yakin bahwa mereka

harus kembali masa lalu jika mereka harus dibantu. banyak model

konseling mengajarkan bahwa untuk berfungsi dengan baik pada

orang-orang yang hadir harus memahami dan kembali masa lalu

mereka. Glasser (2001) tidak setuju dengan anggapan ini dan

menyatakan bahwa kesalahan apapun yang dibuat di masa lalu tidak

relevan sekarang. Aksioma teori pilihan adalah bahwa masa lalu

mungkin telah berkontribusi untuk masalah saat ini tapi itu masa lalu

tidak pernah masalah. Untuk berfungsi secara efektif, orang harus

hidup dan rencana di masa sekarang dan mengambil langkah-langkah

untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Kita hanya bisa

memenuhi kebutuhan kita di masa sekarang.

Konseling realitas tidak benar-benar menolak masa lalu. Jika

konseli ingin berbicaratentang keberhasilan masa lalu atau hubungan

yang baik di masa lalu, konseling akan mendengarkankarena ini dapat

diulang di masa sekarang. Konseling realitas akan mencurahkan

hanyacukup waktu untuk kegagalan masa lalu untuk meyakinkan

konseli bahwa mereka tidak menolak diri mereka. Sesegera mungkin,

konseling memberitahu konseli, "Apa yang sudah terjadi; tidak

(58)

belakang, semakin kita menghindari melihat ke depan. "Meskipun

masa lalu telah mendorong kami untuk saat ini, konseling realitas

bersaingbahwa itu tidak harus menentukan masa depan kita. Kita bebas

untuk membuat pilihan, bahkanmeskipun dunia luar kita membatasi

pilihan kita Wubbolding, 2011b (dalam Corey, 2013: 339).

d. Menghindari berfokus pada gejala

Dalam konseling tradisional banyakwaktu dihabiskan berfokus

pada gejala dengan meminta konseli bagaimana mereka merasa dan

mengapa mereka terobsesi. Berfokus pada masa lalu "melindungi"

konseli dari menghadapi kenyataan tidak memuaskanhubungan ini,

dan fokus pada gejala melakukan hal yang sama.Glasser,2003 (dalam

Corey, 2013:339) berpendapat bahwa orang-orang yang memiliki

gejala percaya bahwa jika mereka bisahanya menjadi bebas gejala

mereka akan menemukan kebahagiaan. Apakah orang-orang yang

menyedihkanatau menyakitkan, mereka cenderung berpikir bahwa apa

yang mereka alami terjadike mereka. Mereka enggan menerima

kenyataan bahwa penderitaan mereka adalah karenaperilaku yang

mereka pilih. Gejala mereka dapat dilihat sebagai cara tubuh dari

memperingatkan mereka bahwa perilaku mereka yang memilih tidak

memuaskan dasar kebutuhan mereka. Konseling realitas menghabiskan

waktu sesedikit ia dapat pada gejalakarena mereka akan bertahan

hanya selama mereka dibutuhkan untuk menangani dengan

(59)

Menurut Glasser, jika konseli percaya bahwa konseling ingin

mendengar tentanggejala mereka atau menghabiskan waktu berbicara

tentang masa lalu, mereka bersediauntuk memenuhi. Terlibat dalam

perjalanan panjang ke masa lalu atau menjelajahi hasil gejaladalam

konseling yang panjang. Glasser (2005) menyatakan bahwa hampir

semua gejala yang disebabkanoleh hubungan bahagia yang hadir.

Dengan berfokus pada masalah ini, terutamakekhawatiran

interpersonal, konseling umumnya dapat dipersingkat.

e. Menantang pandangan tradisional penyakit mental

Teori Penghargaan menolak gagasan tradisional bahwa

orang-orang dengan masalah fisik dan psikologis gejala sakit mental. Glasser

(2

Gambar

Tabel 1. Kerangka Pikir
Gambar 1. Desain Penelitian
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Skala Penerimaan Diri
Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Pedoman Wawancara untuk Guru BK
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk pernyataan X2.4 (Pantai Padang merupakan salah satu destinasi wisata syariah) sebelum Pantai Padang direnovasi pada umumnya responden menyatakan tidak setuju yaitu

Ayat tersebut menjelaskan bahwa untuk menyakinkan seseorang terhadap kebaikan yang kita jelaskan harus berdasarkan ilmu, pengetahuan, data dan fakta. Dalam Islam

meliputi: (a) menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu, (b) menguasai kompetensi inti dan kompetensi

Steam generator/pesawat pembangkit uap/ketel uap/boiler adalah suatu bejana tertutup yang terbuat dari baja digunakan untuk menghasilkan uap atau unit pesawat yang dapat

Mereka adalah imam (pemimpin) yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah, lelaki yang hatinya selalu terikat/terpaut dengan masjid- masjid, dua

Pola kegempaan di daerah tesebut yang tejadi pada September 2015 hingga Oktober 2016 dicoba dianalisa menggunakan pendekatan fraktal untuk mengetahui pola subduksi

Analisis Potensi Tegakan Hasil Inventarisasi Hutan di KPHP Nunukan Unit IV. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi, struktur dan komposisi jenis tegakan hutan pada

Kecamatan lawe alas kabupaten aceh tenggara merupakan salah satu daerah yang menerapkan hukuman pidana tertentu dengan cara penyelesaian secara