i
PENINGKATAN KEMAMPUAN PENGUKURAN MELALUI METODE DEMONSTRASI DAN PRAKTIK LANGSUNG PADA ANAK KELOMPOK B1 TKIT AR RAHMAAN PRAMBANAN SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh : Afrenia Wulandari NIM 12111241033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIK ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v MOTTO
“Kecerdasan bukanlah tolak ukur dalam kesuksesan, tetapi dengan kecerdasan
kita bisa menggapai kesuksesan”
“Kesuksesan tidak diukur dari sebuah kekayaan, melainkan kesuksesan dapat
diukur dari sebuah pencapaian yang kita inginkan”
vi
PERSEMBAHAN Karya Tulis ini Ku Persembahkan untuk :
1. Ayahku tercinta, Bapak Suharto dan Ibuku tercinta, Ibu Sri Endang
Prihatiningsih yang telah memberikan banyak dukungan dan segala kasih
sayang.
2. Prodi PG PAUD Universitas Negeri Yogyakarta
vii
PENINGKATAN KEMAMPUAN PENGUKURAN MELALUI METODE DEMONSTRASI DAN PRAKTIK LANGSUNG PADA ANAK KELOMPOK B1 TKIT AR RAHMAAN PRAMBANAN SLEMAN
Oleh
Afrenia Wulandari NIM 12111241033
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik langsung pada kelompok B1 TKIT AR-Rahmaan Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemampuan pengukuran yang masih rendah dan belum adanya penggunaan metode demonstrasi dan praktik dalam kegiatan pengukuran sehingga kemampuan pengukuran belum optimal.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Proses penelitian dilaksanakan 2 Siklus yaitu Siklus I dan Siklus II pada bulan Juli-Agustus 2016. Subjek penelitian adalah anak kelompok B1 TKIT AR-Rahmaan yang berjumlah 23 anak terdiri dari 13 anak laki-laki dan 10 anak perempuan. Objek penelitian adalah kemampuan konsep pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik langsung. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan dokumentasi, sedangkan teknik analisis data menggunakan deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan kemampuan pengukuran sebesar 57,6% pada siklus I menjadi 88,9% pada Siklus II. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam meningkatkan kemampuan pengukuran sebagai berikut: 1). Adanya pendemonstrasian cara, langkah dan penggunaan alat pengukuran yang jelas dari guru. 2). Pemberian kesempatan praktik langsung pada anak sebesar-besarnya. 3) Penggunaan alat peraga yang sesuai dengan materi pengukuran. Dengan demikian disimpulkan bahwa metode demonstrasi dan praktik langsung dapat meningkatkan kemampuan pengukuran pada anak kelompok B TKIT AR Rahmaan.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan hidayah
dan inayah-Nya sehingga penyusun skripsi dengan judul “Peningkatan
Kemampuan Pengukuran Melalui Metode Demonstrasi Dan Praktik Langsung
Pada Anak Kelompok B1 TKIT AR Rahmaan Prambanan Sleman” dapat
terselesaikan. Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Yogyakarta sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memberikan ijin untuk melakukan penelitian pada skripsi ini.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini yang telah memberikan ijin dalam
pelaksanaan penelitian serta memberikan motivasi pada penyusunan skripsi
ini.
3. Ibu Dra. Sudaryanti, M.Pd, selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia
memberikan pengarahan, bimbingan, dan masukan kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.
4. Ibu Nur Cholimah, M.Pd, selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan pengarahan, bimbingan, dan masukan kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.
5. Ibu Nurul Eta Kusuma, S.Pd. AUD, selaku Kepala TKIT AR RAHMAAN
Prambanan yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk mengadakan
x B. Identifkasi Masalah ... C. Batasan Masalah... D. Rumusan Masalah... E. Tujuan Penelitian... F. Manfaat Penelitian... G. Definisi Operasional...
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kemampuan Pengukuran anak Usia Dini
1. Pengertian Kemampuan... 2. Pengertian Pengukuran Anak Usia Dini... 3. Satuan Ukuran Baku dan Tidak Baku... 4. Alat Ukur... 5. Jenis–Jenis Pengukuran...
xi
B. Metode Demonstrasi
1. Pengertian Metode Demonstrasi... 2. Manfaat Metode Demonstrasi... 3. Kelebihan Metode Demonstrasi... C. Metode Praktik Langsung
1. Pengertian Metode Praktik Langsung... 2. Manfaat Metode Praktik Langsung... 3. Kelebihan Metode Praktik Langsung... D. Hakekat Anak Usia Dini
1. Pengertian Anak Usia Dini... E. Aspek Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
1. Pengertian Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini... 2. Tahapan Perkembangan kognitif Anak Usia Dini... 3. Karakteristik Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun... 4. Tujuan Peningkatan Perkembangan Kognitif... 5. Indikator Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun... F. Matematika Anak Usia Dini
1. Pengenalan Matematika Anak Usia Dini... G. Penelitian yang Relevan...
H. Kerangka Pikir... I. Hipotesis Tindakan...
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian... B. Setting Penelitian... C. Subjek dan Objek Penelitian... D. Model Penelitian... E. Rancangan Pelaksanaan Tindakan... F. Teknik Pengumpulan Data... G. Instrumen Pengumpulan Data... H. Teknik Analisis Data...
xii
I. Indikator Keberhasilan...
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data Penelitian... 2. Deskripsi Kondisi awal Anak Sebelum Tindakan... 3. Pelaksanaan Pra Tindakan... 4. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Siklus I... 5. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Siklus II... B. Pembahasan... C. Keterbatasan Penelitian...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...
47
48 48 49 53 74 95 102
xiii
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 1. Kisi-kisi Lembar Observasi Kemampuan Pengukuran... 43 Tabel 2. Rubrik Penilaian Instrumen Kemampuan mengukur... 43 Tabel 3. Hasil Pengamatan Kemampuan Kemampuan Pengukuran
Pada Siklus I... 67 Tabel 4. Hasil Pengamatan Kemampuan Pengukuran
Pada Siklus I... 90 Tabel 5. Perbandingan Kemampuan Pengukuran Panjang
xiv
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Alur PTK Kemmis & Taggart... 39
Gambar 2. Data Observasi Pra Tindakan Kemampuan Pengukuran... 51
Gambar 3. Data Observasi Pra Tindakan Setiap Anak pada Kemampuan Pengukuran... 51
Gambar 4. Data Perbandingan Observasi Kemampuan Pengukuran Pra Tindakan dan Siklus I... 68
Gambar 5. Data Observasi Kemampuan Pengukuran Panjang Siklus I... 69
Gambar 6. Data Observasi kemampuan pengukuran berat siklus I... 70
Gambar 7. Data Observasi kemampuan pengukuran volume siklus I... 71
Gambar 8. Data Kumulatif Perbandingan Hasil Observasi Kemampuan Pengukuran Siklus I ... 91
Gambar 9. Data Observasi kemampuan Pengukuran Panjang Siklus II... 92
Gambar 10. Data Observasi Kemampuan Pengukuran Berat Siklus II... 92
xv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
1. Surat Keterangan Penelitian... 109
2. Instrumen Penelitian... 113
3. RKH penelitian... 116
4. Rekapitulasi Data Penelitian... 169
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang mendasar bagi kehidupan
manusia. Dalam Undang–Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun
2003 menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha yang direncanakan
guna mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik
dapat mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan di Indonesia dimulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan anak usia dini
merupakan modal dasar yang akan menjadi landasan penting bagi perkembangan
anak selanjutnya. Berdasarkan Undang–Undang No 20 Tahun 2003, Pasal 1 butir
14 tentang sistem pendidikan nasional, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
adalah suatu upaya pembinaan yang ditunjukan bagi anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak dapat memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Menurut NAEYC (National Association for The Education Young Children) dalam Sujiono (2009: 6), anak usia dini atau early childhood adalah anak yang berada pada usia nol hingga delapan tahun. Sedangkan menurut Subdirektorat
2
anak usia 0-6 tahun, yakni hingga anak menyelesaikan masa Taman Kanak-Kanak
(Undang - undang Sisdiknas tahun 2003)
Anak usia 0-8 tahun adalah masa the golden age atau masa keemasan, dimana pada usia ini anak dapat menyerap segala informasi mencapai 80%.
Menurut berbagai penelitian di bidang neurologi terbukti bahwa 50% kecerdasan
anak terbentuk dalam kurun waktu 4 tahun pertama. Setelah anak berusia 8 tahun
perkembangan otaknya mencapai 80% dan pada usia 18 tahun mencapai 100%
(Slamet Suyanto, 2005: 6). Anak pada masa ini memiliki potensi yang besar
dalam mengoptimalkan berbagai aspek perkembangan seperti aspek kognitif,
bahasa, sosial emosional, fisik motorik dan nilai agama serta moral. Sehingga
diperlukan adanya pemberian stimulasi agar anak dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal.
Salah satu aspek terpenting dari beberapa aspek perkembangan pada anak
usia dini adalah aspek perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif pada anak
usia dini berkembang sangat pesat dimana pada masa ini anak memiliki rasa ingi
tahu yang sangat tinggi dan memiliki keinginan besar untuk mencoba hal–hal
baru. Menurut Jean Piaget dalam Slamet Suyanto (2005: 53), tahap perkembangan
kognitif anak usia dini yaitu sensori motorik (usia lahir-2 tahun), pra-operasional
(usia 2-7 tahun), operasi operasi berpikir konkret (usia 7-11 tahun), dan operasi
operasi berfikir formal (usia 11–Dewasa).
Berdasarkan pada uraian tahapan perkembangan yang dikemukakan piaget
tersebut berarti anak usia Taman Kanak-kanak berada dalam tahapan
3
simbolis berkaitan dengan kemampuan seorang anak untuk membayangkan
tentang suatu objek atau benda secara mental, tanpa kehadiran suatu benda secara
konkret (Dwi Yulianti, 2010: 10).
Salah satu pembelajaran yang dapat merangsang aspek perkembangan
kognitif pada anak usia Taman Kanak-Kanak yaitu melalui pembelajaran
matematika. Menurut Slamet Suyanto (2008: 47), pembelajaran matematika untuk
anak usia Taman Kanak-kanak sudah sering dilaksanakan dengan tujuan bukan
sekedar untuk berhitung tetapi untuk mengembangkan berbagai aspek
perkembangan anak, terutama aspek kognitif. Di samping itu, matematika juga
berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan anak, khususnya kecerdasan yang
oleh gardner disebut logico mathematics yaitu kecerdasan berpikir secara logis
dan matematis.
Menurut Slamet Suyanto (2005: 162) konsep matematika anak usia dini
meliputi hal hal sebagai berikut 1 ) memilih, membandingkan dan mengurutkan,
2) klasifikasi, 3) menghitung, 4) angka, 5) pengukuran, 6) geometri, 7) membuat
grafik, 8) pola, 9) problem solving. Diantara beberapa konsep yang telah diuraikan di atas salah satu konsep yang perlu dikembangkan dalam pendidikan anak usia
dini adalah konsep pengukuran.
Pembelajaran tentang konsep pengukuran sangat diperlukan karena konsep
pengukuran panjang, massa dan volume sangat berkaitan erat dalam kehidupan
sehari hari anak. Anak memerlukan pengalaman dalam mengukur benda-benda
yang ada di sekitarnya agar anak dapat mengetahui konsep tentang ukuran
4
pengukuran yang di berikan kepada anak hendaknya disesuaikan dengan tahap
perkembangannya. Tidak hanya melalui pemberian tugas pada lembar kerja anak
tetapi juga harus melalui praktik langsung menggunakan benda benda nyata (riil) serta menggunakan alat ukur yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak.
Soli Abimanyu,dkk (2008: 5) menyatakan bahwa kegiatan pengukuran
merupakan kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis.
Anak membandingkan suatu besaran yang diukur dengan alat ukur. Pengukuran
pada anak usia dini dilakukan secara bertahap, pada awalnya dikenalkan dengan
kegiatan membandingkan panjang, besar, berat, dan lain-lain. Kemudian dengan
benda-benda di sekitarnya, lalu mulai diperkenalkan dengan ukuran seperti meter,
gram, liter, dan lain-lain yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan
kemampuan anak.
Melalui observasi dan wawancara yang dilakukan di TKIT AR RAHMAAN
Prambanan Sleman tentang kemampuan pengukuran pada kelompok B1
memperoleh hasil dari 23 anak di dalam kelas tersebut hanya terdapat 7 anak yang
mampu melakukan kegiatan pengukuran. Sehingga didapatkan bahwa 16 anak
belum mampu dalam kemampuan pengukuran (data dapat di lihat pada lampiran).
Pembelajaran pengukuran di TKIT AR RAHMAAN masih kurang optimal karena
penggunaan media yang kurang sesuai dengan materi sehingga motivasi anak
dalam mengikuti pembelajaran menurun, kurangnya penjelasan dari guru terhadap
materi yang akan disampaikan, perhatian guru kurang menyeluruh sehingga
banyak anak yang kurang memperhatikan kemudian ramai sendiri saat
5
tidak adanya keterlibatan anak dalam pembelajaran sehingga anak menjadi kurang
aktif dan metode yang digunakan kurang tepat dengan materi yang akan
disampaikan seperti kemampuan pengukuran hanya menggunakan metode
pemberian tugas saja.
Penggunaan metode yang tepat mampu meningkatkan kemampuan
pengukuran pada anak. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan
dalam kemampuan pengukuran ialah metode demonstrasi dan praktik langsung.
Pada TKIT AR-Rahmaan belum menggunakan metode demonstrasi dan praktik
langsung dalam kegiatan pengukuran. Metode demonstrasi merupakan cara untuk
menunjukan dan menjelaskan cara–cara mengerjakan sesuatu. Dengan metode ini
menurut Dwi Yulianti (2010: 38) guru dapat meningkatkan pemahaman melalui
pengelihatan dan pendengaran, anak dapat diminta untuk memperhatikan dan
mendengarkan baik baik semua penjelasan guru sehingga anak lebih paham
tentang cara mengerjakan sesuatu.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh Anita (2005: 185) bahwa metode
demonstrasi merupakan metode yang efektif untuk membantu anak mencari jawaban atas pernyataan “bagaimana caranya?”, “apa bahannya?”, “cara mana
yang paling sesuai?”, “apakah benar atau tidak?” dengan metode demonstrasi
terdapat proses mencoba sesuatu dan mengamati proses serta hasilnya. Sedangkan
metode praktik akan menyempurnakan metode demonstrasi dimana metode ini
merupakan suatu metode dengan memberikan materi pendidikan baik
6
menjadi jelas dan mudah sekaligus dapat mempraktikkan materi yang dimaksud
(Fathurrahman, 2007: 64)
Terkait dengan hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya maka kegiatan
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan mengukur hendaknya
menggunakan metode yang sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan.
Kemampuan pengukuran pada anak memerlukan pengalaman dalam mengukur
benda-benda yang ada di sekitarnya sehingga perlu adanya kegiatan mengukur
secara praktik langsung menggunakan sebuah alat ukur yang nyata (riil) akan lebih mudah diterapkan anak dalam menentukan sebuah ukuran, serta penggunaan
metode demonstrasi yang jelas akan menambah pengetahuan anak tentang cara,
langkah dan penggunaan alat dalam pengukuran.
Berdasarkan beberapa uraian dari hasil observasi dan wawancara, maka
peneliti mempunyai keinginan untuk meningkatkan kemampuan pengukuran di
kelompok B1 TKIT AR RAHMAAN Prambanan Sleman melalui metode
demonstrasi praktik langsung. Melihat beberapa paparan di atas penulis mengambil judul “Peningkatan Kemampuan Pengukuran Melalui Metode
7 B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pra tindakan di Kelompok B1
TKIT AR RAHMAAN Prambanan Sleman beberapa anak belum mampu
dalam kegiatan pengukuran.
2. Kurangnya penjelasan dari guru terhadap materi yang akan disampaikan.
3. Kurang terlibatnya anak dalam kegiatan pembelajaran sehingga anak menjadi
kurang aktif.
4. Perhatian guru terhadap anak kurang, sehingga anak ramai sendiri.
5. Penggunaan media pembelajaran kurang sesuai dengan materi, dapat
menurunkan motivasi belajar anak.
6. Penggunaan metode pembelajaran yang belum tepat.
7. Kegiatan yang monoton membuat anak cepat bosan.
8. Belum dilaksanakannya kegiatan pengukuran menggunakan metode
demonstrasi dan praktik langsung.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan di atas dengan melihat
keterbatasan peneliti, maka peneliti hanya membatasi penelitian ini pada
peningkatan kemampuan pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik
8 D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang dan identifikasi masalah, maka topik
yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatan kemampuan
pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik langsung pada kelompok B1
TKIT AR RAHMAAN Prambanan Sleman ?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti mempunyai tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini. Tujuan tersebut adalah untuk meningkatkan
kemampuan pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik langsung pada
anak kelompok B1 TKIT AR RAHMAAN Prambanan Sleman’’
F. Manfaat Penelitian
Penelitian tentang peningkatan kemampuan pengukuran ini diharapkan dapat
memberi manfaat antara lain :
1. Bagi Anak
a. Kemampuan pengukuran anak akan meningkat.
b. Dengan menggunakan metode pembelajaran demonstrasi dan praktik
langsung menggunakan alat ukur konkret menjadikan anak lebih
memahami konsep pengukuran dan berperan aktif dalam pembelajaran.
2. Bagi Guru
a. Dengan kemampuan pengukuran menggunakan alat ukur yang konkret
dapat menambah referensi media yang digunakan agar lebih bervariatif.
b. Bisa memberikan tambahan pengetahuan metode melalui demonstrasi dan
9
3. Bagi Sekolah (Kepala Sekolah)
Dapat meningkatkan sarana prasarana yang dapat menunjang kegiatan
belajar mengajar seperti kegiatan kemampuan pengukuran.
4. Bagi peneliti
Dengan adanya penelitian ini dapat menambah dan mengembangkan ilmu
pengetahuan mengenai pembelajaran di PAUD. Khususnya tentang konsep
pengukuran pada anak usia dini.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari kemungkinan meluasnya penafsiran terhadap
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka perlu disimpulkan
beberapa definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai
berikut:
1. Kemampuan Pengukuran
Kegiatan pengukuran merupakan kegiatan penentuan angka terhadap suatu
obyek secara sistematis. Anak membandingkan suatu besaran yang diukur dengan
alat ukur. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil tiga jenis pengukuran, yaitu
pengukuran panjang, volume, dan berat. Berikut penjelasan dari ketiga
pengukuran tersebut:
Adapun kemampuan pengukuran yang akan ditingkatkan oleh peneliti adalah
sebagai berikut :
b. Pengukuran panjang adalah kegiatan mengukur dengan tepat dan mampu
10
c. Pengukuran massa atau berat adalah kegiatan mengukur dengan tepat dan
mampu menentukan ukuran berat suatu objek
d. Pengukuran volume atau isi adalah kegiatan mengukur dengan tepat dan
menentukan ukuran volume suatu objek.
2. Metode Demonstrasi dan Praktik Langsung
Penggunaan metode yang tepat akan mampu meningkatkan kempampuan
anak dalam pengukuran. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan
ialah metode demonstrasi dan praktik langsung. Metode demonstrasi merupakan
cara untuk menunjukan dan menjelaskan cara–cara mengerjakan sesuatu. Dengan
metode ini guru dapat meningkatkan kemampuan anak melalui pengelihatan dan
pendengaran, anak dapat diminta untuk memperhatikan dan mendengarkan baik
baik semua penjelasan guru sehingga anak lebih paham tentang cara mengerjakan
sesuatu. Sedangkan metode praktik langsung merupakan metode yang melibatkan
anak secara langsung dalam kegiatan pembelajaran sehingga anak dapat
mempraktikan apa yang telah didemonstrasikan oleh guru kemudian anak bisa
memperoleh pengalaman.
Anak belajar dengan cara melakukan akan memberi peluang sebesar 90%
berhasil. Salah satu metode belajar yang memberi peluang itu yaitu metode
demonstrasi dan praktik langsung. Dengan kedua metode ini anak diminta untuk
menunjukan apa yang telah diketahuinya dan mencari jawaban atas pertanyaan “bagaimana caranya ? Apa Bahannya ? Cara mana yang sesuai ? Apakah benar
atau tidak ?”. Sehingga guru dan anak akan memperlihatkan suatu proses dengan
11
Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan peningkatan
kemampuan pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik langsung adalah
anak akan mempelajari tentang kemampuan pengukuran melalui kegiatan
penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis dengan cara guru
mendemonstrasikan secara jelas materi yang akan dipelajari anak dari segi
prosesnya, prosedur atau langkah–langkah apa saja yang akan dilakukan anak dan
pengenalan bahan serta alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran,
kemudian anak melakukan pengukuran secara praktik agar dapat memperoleh
pengalaman mengukur secara langsung. Pengukuran ini dibatasi pada pengukuran
12 BAB II KAJIAN TEORI
A.KEMAMPUAN PENGUKURAN ANAK USIA DINI
1. Pengertian Kemampuan
Kemampuan atau abilities ialah bakat yang melekat pada seseorang untuk melakukan suatu kegiatan secara fisik atau mental yang ia peroleh sejak lahir,
belajar, dan dari pengalaman (Soehardi, 2003: 24). Menurut kamus besar bahasa
indonesia (Hasan Alwi, 2002: 88) kemampuan berasal dari kata mampu yang
pertama kuasa (bisa sanggup) melakukan sesuatu dan kedua berada. Kemampuan
sendiri mempunyai arti kesanggupan, kecakapan, kekuatan, kekayaan. Sedangkan
Anggiat M.Sinaga dan Sri Hadiati (2001: 34) mendefenisikan kemampuan sebagai
suatu dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah
suatu kegiatan fisik atau mental berupa kesanggupan, kecakapan, kekuatan,
kekayaan yang dilakukan sesorang berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan.
2. Pengertian Pengukuran Anak Usia Dini
Dalam kehidupan sehari hari sering kita jumpai hal–hal yang berkaitan
dengan pengukuran baik pengukuran panjang, berat, dan volume. Sehingga
pengenalan konsep pengukuran hendaknya dikenalkan kepada anak sejak usia
dini. Agar dalam kehidupan pada tahapan selanjutnya anak sudah mampu
memahami sebuah konsep pengukuran seperti mengenal konsep panjang, berat,
dan volume dengan mudah. Bob Foster (2004: 2), menyatakan bahwa pengukuran
13
satuan yang lain yang dipakai sebagai sebuah patokan. Besaran merupakan
sesuatu yang dapat diukur, misalnya panjang, waktu, massa, dan lain-lain,
sedangkan satuan adalah nilai dari suatu besaran misalnya, meter, sekon,
kilogram, dan lain-lain.
Adapun beberapa definisi pengukuran anak usia dini yaitu menurut Bob
Harjanto (2011: 79) anak dapat mengukur sejak usia dini jika guru menggunakan ukuran tidak baku, misalnya “sekian sendok” atau beberapa langkah”. Ukuran
baku seperti sentimeter atau kilogram tidak diperkenalkan oleh guru disekolah
sampai mereka memperoleh banyak pengalaman mengukur dengan satuan
informal seperti pensil dan jepit-jepit kertas. Dengan bertambah besarnya anak
dan guru dapat menyebut satu-satuan baku bilamana kesempatan itu muncul.
Definisi selanjutnya menurut Lestari (2011: 20), anak belajar pengukuran
dari berbagai kesempatan melalui kegiatan yang membutuhkan kreativitas. Tahap
awal anak tidak menggunakan alat, tetapi mengenalkan konsep lebih panjang,
lebih pendek, lebih ringan, cepat, dan lebih lambat. Tahap berikutnya, anak diajak
menggunakan alat ukur bukan baku, seperti pita, sepatu, dan lain lain. Pada tahap
lebih tinggi lagi, anak diajak menggunakan jam dinding, penggaris, skala,
termometer. Dari beberapa pendapat di atas juga senada dengan pendapat Slamet
Suyanto (2005: 158) yang menyatakan bahwa anak dapat mengukur ukuran suatu
benda dengan berbagai cara, dimulai dari ukuran non baku menuju ukuran yang
baku.
Rosalind Charlesworth dan Karen K. Lind (1990: 218) dalam buku yang
14
keterampilan matematika yang sangat berguna. Pengukuran melibatkan dengan
pemberian bilangan pada suatu benda sehingga dapat dibandingkan dalam sifat
atau atribut yang sama. Penggunaan angka dapat digunakan untuk menyatakan
beberapa sifat atau atribut seperti volume, berat, panjang dan temperature. Satuan
baku seperti gelas ukur, liter, kilometer, meter, pon, gram, dan derajat dapat
menyatakan suatu ukuran dengan pasti.
Rosalind Charlesworth dan Karen K. Lind (1990: 218) juga menyebutkan
bahwa konsep pengukuran berkembang melalui 5 tahap. Tahap pertama,
merupakan tahap bermain, pada tahap ini anak meniru anak-anak yang lebih tua
dan orang dewasa. Anak bermain tentang pengukuran menggunakan penggaris,
gelas ukur atau sendok takar, seperti kegiatan orang lain yang mereka lihat. Anak
menuangkan pasir, air, beras dan kacang-kacangan dari satu wadah ke wadah lain
menunjukkan bahwa volume memiliki banyak bentuk atau sifat. Anak
mengangkat dan memindahkan suatu benda sebagai pembelajaran mengenai berat.
Anak mencatat bahwa seseorang yang lebih besar darinya mampu melakukan
lebih banyak hal darinya, dari hal ini anak belajar mengenai tinggi. Anak belajar
bahwa lengannya yang pendek tidak selalu dapat meraih benda-benda yang
diinginkannya, dari hal ini anak belajar mengenai panjang. Ketika anak memilih
minuman panas atau dingin, air panas atau dingin untuk mandi, anak belajar
mengenai suhu.
Tahap yang kedua, dalam perkembangan konsep adalah membandingkan.
Hal ini berlangsung pada tahap praoperasional. Anak selalu memandingkan lebih
15
serta lebih panas dan lebih dingin. Tahap ketiga, muncul pada akhir tahap
praoperasional dan pada awal operasional konkret adalah anak belajar untuk
menggunakan satuan yang sewenang-wenang. Pada tahap ini, anak akan
menggunakan segala hal yang dimilikinya sebagai satuan dalam mengukur. Anak
akan mencoba untuk mencari sesuatu dengan satuan sewenang-wenang.
Anak belajar mengenali konsep yang dia perlukan untuk memahami satuan
baku. konsep ukuran dimulai pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini akan
mulai memahami dan menggunakan satuan baku. Pada tahap ke empat, anak
memasuki kelas awal sekolah dasar, anak mulai memahami akan kebutuhan
ukuran baku dan menuju pada tahap lima yaitu anak sudah menggunakan ukuran
baku.
Melalui pembelajaran kemampuan pengukuran untuk anak usia dini.
Diharapkan perkembangan kognitif anak dapat terstimulasi. Seperti yang
tercantum dalam peraturan pemerintah nomor 58 tahun 2009 dinyatakan bahwa
dalam perkembangan anak usia 5-6 tahun terdapat kemampuan kognitif yang
harus dikembangkan, meliputi kemampuan pengetahuan umum, sains, konsep
bentuk, warna, ukuran, pola dan konsep bilangan,lambang bilangan dan huruf.
Hal tersebut Senada dengan Piaget dalam Sujiono (2009: 60) yang
menjelaskan bahwa perkembangan kognitif terjadi ketika anak sudah membangun
pengetahuan melalui eksplorasi aktif dan penyelidikan pada lingkungan fisik dan
sosial di lingkungan sekitar. Salah satu pengembangan aspek kognitif adalah
16
dengan mengukur, menimbang, mengurutkan, mengklasifikasikan, memilih, dan
membandingkan.
Dari beberapa definisi pengukuran di atas dapat disimpulkan bahwa
pengukuran anak usia dini adalah merupakan suatu kegiatan pemberian bilangan
pada suatu benda dengan sebuah patokan. Anak dapat memahami, mempelajari
dan mencari tahu tentang suatu objek pengukuran melalui sebuah pengalaman
konkret. Pengukuran pada anak usia dini dilakukan mula-mula dengan pengenalan
tentang lebih panjang atau pendek, lebih banyak atau sedikit kemudian dikenalkan
dengan pengukuran menggunakan alat ukur yang tidak baku dan apabila anak
sudah mampu dilanjutkan menggunakan alat ukur yang baku.
3. Satuan Ukuran Baku dan Tidak Baku
Satuan yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan anak tentang
pengukuran adalah satuan ukuran yang baku dan tidak baku. Sesuai dengan
pendapat Sudaryanti (2006: 13) bahwa untuk mengenalkan pengukuran
pertama-tama anak dikenalkan dengan alat ukur yang tidak baku. Setelah anak paham
tentang pengukuran non baku atau tidak baku, kenalkan anak pada pengukuran
baku atau baku. Adapun yang dimaksud satuan baku dan tidak baku ialah sebagai
berikut,
a. Satuan Ukuran Tidak Baku
Satuan atau alat ukur tidak baku adalah satuan yang ditetapkan sebagai satuan
ilmiah yang memililki beberapa kelemahan karena mempunyai sifat ukuran yang
dapat berubah–ubah. Satuan tidak baku seperti menggunakan jengkal, depa,
17
adalah satuan apabila digunakan oleh orang yang berbeda dapat menghasilkan
hasil pengukuran yang berbeda. Contoh: mengukur panjang meja menggunakan
kilan (panjang/jarak antara ujung ibu jari dengan kelingking). Hasil pengukuran
orang dewasa akan lain dibandingkan dengan hasil pengukuran anak kecil.
b. Satuan Ukuran Baku
Satuan baku yaitu pengukuran yang satuannya sudah ditetapkan dan tidak
dapat berubah–ubah. Satuan baku merupakan satuan yang telah diakui dan
disepakati pemakaiannya secara internasional atau disebut dengan satuan
internasiaonal (SI) seperti halnya, meter, centimeter, liter, gram, kilogram dan
sebagainya. (Memet Mulyadi: 2012). Satuan baku adalah satuan yang apabila
digunakan oleh siapa pun akan menghasilkan hasil pengukuran yang sama.
Contoh: mengukur meja yang panjangnya satu meter menggunakan meteran.
Siapapun yang mengukur akan memperoleh hasil pengukuran panjang satu meter.
Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa satuan ukur
memiliki dua kategori yaitu tidak baku dan baku. Dimana satuan ukur tidak baku
merupakan satuan ukur yang memiliki kelemahan mempunyai sifat ukuran yang
berubah-ubah sedangkan satuan ukur baku adalah satuan yang telah diakui secara
internasional dan bersifat tetap.
4. Alat Ukur
Alat ukur adalah sesuatu yang digunakan untuk mengukur sesuatu besaran.
Berbagai macam alat ukur memiliki tingkat ketelitian tertentu. Hal ini tergantung
18
alat ukur maka semakin tinggi ketelitian alat ukur tersebut (Memet Mulyadi,
2012).
a. Alat Ukur Panjang
Alat ukur baku panjang misalnya penggaris dan meteran, mistar adalah salah
satu ukur panjang yang secara umum dikenal oleh anak. Pada pembacaan
skala, kedudukan mata pengamat harus tegak lurus dengan skala yang dibaca.
Kemudian alat ukur tidak baku seperti depa, jengkal, kaki, hasta, telapak
tangan dan sebagainya.
b. Alat Ukur Berat
Alat ukur baku yang digunakan untuk mengukur berat suatu benda salah
satunya adalah neraca atau timbangan. Timbangan ada yang berupa
timbangan jungkat- jungkit, timbangan digital dan timbangan jarum. Untuk
alat ukur tidak baku seperti timbangan buatan yang dibuat oleh guru.
c. Alat Ukur Volume
Alat yang digunakan untuk mengukur isi (volume) antara lain gelas ukur dan
sendok ukur. Kemudian untuk alat tidak baku seperti gelas biasa, gayung,
ember dan sebagainya.
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa alat ukur memiliki
tingkat ketelitian tertentu. Semakin kecil satuan ukurnya akan semakin tinggi
ketelitiannya. Alat ukur yang digunakan unuk pengukuran anak usia dini bersifat
tidak baku dan baku. Dapat juga dibuat oleh guru seperti penggaris buatan dan
19 5. Jenis–Jenis Pengukuran
Dari beberapa jenis pengukuran peneliti mengambil tiga jenis pengukuran,
yaitu pengukuran panjang, volume, dan massa. Hal tersebut dikarenakan ketiga
pengukuran tersebut merupakan kemampuan yang harus dikembangkan pada anak
TK kelompok B seperti yang tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini.
Berikut penjelasan dari ketiga pengukuran tersebut:
a. Pengukuran Panjang
Panjang merupakan suatu besaran pokok yang digunakan untuk mengukur
jarak dari satu titik ke titik di ujung lain (Okky indra, 2008: 6). Satuan yang
digunakan untuk menyatakan panjang adalah meter. Dan alat ukur baku untuk
mengukur panjang adalah mistar, rol meter, jangka sorong, dan mikrometer skrup
(Abdul Khalim, dkk 2004: 11).
b. Pengukuran Volume
Walle (2008: 129), menerangkan bahwa volume adalah istilah untuk ukuran
benda tiga dimensi, istilah volume digunakan untuk menunjuk ke kapasiatas
wadah tapi juga dapat digunakan untuk ukuran bangun ruang. Sedangkan menurut
Okky indra (2008: 26) volume adalah jumlah luas yang bisa ditempati pada
bangun ruang. Alat ukur baku untuk mengukur volume bisa dengan menggunakan
gelas ukur.
c. Pengukuran Massa atau Berat
Massa dan berat merupakan 2 hal yang berbeda massa adalah jumlah zat
20
sedangkan berat adalah ukuran tarikan atau gaya gravitasi pada sebuah benda
(Walle, 2008: 131). Sejalan dengan Abdul Khalim, dkk (2004: 11-15), yang
menyatakan massa suatu benda adalah banyaknya zat yang dikandung oleh benda
tersebut. Tetapi untuk anak TK jangan diberi konsep massa dan berat, tetapi
cukup dengan berat saja meskipun yang benar adalah massa (Slamet Suyanto,
2005: 77).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengukuran
ini peneliti hanya akan melakukan penelitian tentang pengukuran panjang, berat
dan volume saja.
B. METODE DEMONSTRASI
1. Pengertian Metode Demonstrasi
Menurut Moeslichatoen (2004: 27), Metode demonstrasi berarti
menunjukan, mengerjakan, dan menjelaskan. Jadi dalam demonstrasi kita
menunjukan dan menjelaskan cara–cara mengerjakan sesuatu. Melalui
demonstrasi diharapkan anak dapat mengenal langkah–langkah pelaksanaan.
Moeslichatoen (2004: 113) memperjelas bahwa dengan kegiatan demonstrasi,
guru dapat meningkat pemahaman anak melalui pengelihatan dan pendengaran.
Anak diminta untuk memperhatikan dan mendengarkan baik baik semua
keterangan guru sehingga ia lebih paham tentang cara mengerjakan sesuatu.
Dengan demikian selajutnya anak dapat meniru bagaimana caranya melakukan hal
tersebut seperti yang dicontohkan oleh guru.
Menurut Sujiono (2008: 7). Metode demonstasi adalah cara memperagakan
21
Guru dituntut mendemonstrasikan sesuatu harus jelas, alat peraga harus
dipersiapkan terlebih dahulu, agar pada saat mendemonstrasikan sesuatu tidak
terhambat atau terganggu. Kemudian menurut Mukhtar Latif dkk (2013: 114)
pembelajaran melalui metode demonstrasi adalah suatu perolehan pengalaman
belajar yang dirancang secara khusus untuk menunjukan, mengerjakan, dan
menjelaskan suatu objek atau proses dari suatu peristiwa yang dilakukan.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi
adalah metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara menunjukan,
mengerjakan, dan menjelaskan tentang suatu proses kegiatan secara lebih detail.
2. Manfaat Metode Demonstasi
Menurut Moeslichatoen (2004: 113), metode demonstrasi dapat dipergunakan
untuk memenuhi dua fungsi. Pertama, dapat dipergunakan untuk memberikan
ilustrasi dalam menjelaskan informasi kepada anak. Bagi anak melihat bagaimana
sesuatu peristiwa berlangsung, lebih menarik, dan merangsang perhatian, serta
lebih menantang daripada hanya mendengar penjelasan guru. Kedua, metode
demonstrasi dapat membantu meningkatkan daya pikir anak TK terutama daya
pikir anak dalam peningkatan kemampuan mengenal, mengingat, berpikir
konvergen, dan berpikir evaluatif.
3. Kelebihan Metode Demonstrasi
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008: 211) adapun kelebihan dari metode
demonstrasi adalah sebagai berikut,
a. Perhatian anak dapat dipusatkan pada hal-hal yang dianggap penting oleh
22
perhatian anak pun lebih mudah dipusatkan kepada proses belajar mengajar
dan tidak kepada yang lainya.
b. Dapat membimbing anak ke arah berpikir yang sama dalam satu saluran
pikiran yang sama.
c. Ekonomis dalam jam pelajaran di sekolah dan ekonomis dalam waktu yang
panjang dapat diperlihatkan melalui demonstrasi dengan waktu yang pendek.
d. Dapat mengurangi kesalahan-kesalahan bila dibandingkan dengan hanya
membaca atau mendengarkan, karena murid mendapatkan gambaran yang
jelas dari hasil pengamatannya.
e. Karena gerakan dan proses dipertunjukan maka tidak memerlukan
keterangan-keterangan yang banyak.
f. Beberapa persoalan yang menimbulkan petanyaan atau keraguan dapat
diperjelas waktu proses demonstrasi.
Sedangkan menurut Muhyidin (2014: 89) kelebihan metode demonstrasi
adalah sebagai berikut,
a. Proses pembelajaran lebih menarik
b. Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau
kerja suatu benda
c. Memudahkan berbagai jenis penjelasan
d. Kesalahan–kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui
pengamatan dari contoh konkret, dengan cara menghadirkan objek
23
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan metode
demonstrasi adalah Metode ini memberikan kejelasan suatu informasi kepada
anak dengan cara lebih menarik, dan merangsang perhatian, serta dapat membantu
meningkatkan daya pikir anak dalam memahami sesuatu.
C. METODE PRAKTIK LANGSUNG
1. Pengertian Metode Praktik Langsung
Praktik langsung, atau hands–on learning, adalah istilah yang umum dalam pembelajaran sains. Praktik langsung merupakan pengalaman pendidikan yang
melibatkan anak secara aktif dalam manipulasi objek untuk menambah
pengetahuan atau pengalaman (Haury & Rillero, 1994). Meinhard (Haury &
Rillero, 1994) mengemukakan bahwa kegiatan praktik langsung adalah kegiatan
menggunakan objek, berupa makhluk hidup maupun benda mati, yang tersedia
secara langsung untuk penelitian.
Flick (Haury & Rillero, 1994) mengemukakan dua pandangan umum tentang
praktik langsung, yaitu pengertian secara luas dan sempit. Pertama, praktik
langsung secara luas dimaknai sebagai sebuah filosofi tentang cara dan waktu
penggunaan berbagai macam stategi pengajaran yang diperlukan untuk mengatur
keberagaman kelas. Kedua, praktik langsung secara sempit dimaknai sebagai
strategi instruksi spesifik, yaitu saat anak terlibat aktif dalam memanipulasi
material (Haury & Rillero, 1994).
Sedangkan menurut Fatthurrahman (2007: 64) praktik langsung merupakan
24
benda, seperti diperagakan dengan harapan anak didik menjadi jelas dan mudah
sekaligus dapat mempraktikkan materi yang dimaksud.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran
praktik langsung adalah metode dimana anak dapat terlibat secara langsung dalam
sebuah pembelajaran melalui pemberian materi kemudian diperagakan
menggunakan suatu alat atau benda.
2. Manfaat Metode Praktik Langsung
Manfaat penggunaan metode praktik langsung menurut Niffa (2014) adalah
sebagai berikut:
a. Anak akan lebih mengaplikasikan materi yang disampaikan oleh guru.
b. Anak mampu membuktikan dan mempercayai sebuah teori setelah ia
melakukan praktik.
c. Anak menjadi tidak bingung dengan teori yang disampaikan.
d. Anak langsung dihadapkan dengan permasalahan yang nyata.
e. Keterampilan anak meningkat
3. Kelebihan Metode Praktik Langsung
a. Kelebihan metode praktik langsung menurut Juono (2013)
1) Diperolehnya perubahan perilaku psikomotor bentuk keterampilan.
2) Mempermudah dan memperdalam pemahaman tentang berbagai teori
yang terkait dengan praktek.
3) Meningkatkan motivasi dan gairah untuk semangat belajar
4) Melatih koordinasi otak, mata, tangan dan kaki
25
b. Kelebihan metode praktik langsung menurut Anisa (2011)
1) Pembelajaran lebih bermakna sebab secara langsung dapat mempelajari
dan memecahkan masalah secara langsung
2) Metode ini sangat sesuai dengan model pembelajaran kontruktivisme yang
sedang dikembangkan dalam pembelajaran saat ini, yaitu merangsang anak
untuk berpikir dalam memecahkan masalah
3) Siswa lebih mudah mengerti dan memahami
4) Siswa bisa lebih langsung mempraktikkan setelah mendapat teori
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan metode
praktik langsung adalah dapat meningkatkan pemahaman dari sebuah teori,
meningkatkan keterampilan motorik dan membantu pemecahan masalah secara
langsung dalam suatu kegiatan melalui kegiatan praktik yang dilakukan.
D. HAKEKAT ANAK USIA DINI 1. Pengertian Anak Usia Dini
Terdapat beberapa definisi tentang anak usia dini. Definisi yang pertama
yaitu menurut NAEYC (National Association for The Education of Young
Children) dalam Soemantri Padmonodewo (2003: 43), Anak usia dini adalah anak
yang berada pada rentang usia 0–8 tahun, yang tercakup dalam program
pendidikan di Taman Penitipan Anak, penitipan anak pada keluarga, pendidikan
prasekolah baik itu swasta ataupun negeri, TK, dan SD. Sedangkan, menurut
UndangUndang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
1 Butir 14 yang menyatakan bahwa anak usia dini merupakan masa dimana
26
sejalan dengan Direktorat PAUD (2002: 8) yang menyatakkan bahwa Anak usia
dini adalah anak usia 0-6 tahun, yang merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan sangat berpengaruh pada kehidupan selanjutnya, anak usia dini
juga diartikan sebagai anak prasekolah.
Definisi selanjutnya menurut Mansur (2005: 88) anak usia dini adalah
kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang
bersifat unik. Mereka memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang khusus
sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Definisi tersebut
senada dengan Dwi yulianti (2010: 7) yang menyatakan bahwa anak usia dini
yang berada pada rentan usia 0-6 tahun merupakan anak yang sedang
membutuhkan pendidikan untuk menstimulasi semua aspek perkembangannya,
baik perkembangan fisik maupun psikis yang meliputi perkembangan kognitif,
bahasa, motorik, dan sosial emosional.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa anak usia dini
dalam peraturan pendidikan di indonesia adalah anak yang berada pada rentang
usia 0–6 tahun sedangkan dalam peraturan internasional anak usia dini berada
dalam rentan usia 0–8 tahun. Anak usia dini adalah anak yang sedang dalam
tahapan perkembangan dan pertumbuhan yang pesat sehingga diperlukan adanya
stimulasi agar pertumbuhan serta pekembangannya dapat optimal. Pemberian
stimulasi tersebut dapat diberikan pendidikan dalam lingkungan keluarga, PAUD
jalur non formal seperti tempat penitipan anak (TPA) atau kelompok bermain
27
E. ASPEK PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA DINI
1. Pengertian Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
Menurut Gagne dalam Jamaris (2006: 18), kognitif adalah proses yang terjadi
secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu manusia sedang berfikir.
Kemampuan kognitif ini berkembang secara bertahap, sejalan dengan
perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang berada di pusat susunan syaraf.
Sedangkan menurut Piaget dalam Slamet Suyanto (2005 : 94) menyatakan bahwa
perubahan perilaku akibat belajar merupakan hasil dari perkembangan kognitif
anak yaitu kemampuan anak untuk berpikir tentang lingkungan sekitarnya.
Kemampuan berfikir ini dipengaruhi oleh dua hal yaitu maturasi (proses menjadi
dewasa) dan kesiapan (readines).
Dan menurut Vygotsky dalam Ernawulan (2005: 32), kemampuan kognitif
anak terbagi atas kemampuan memperhatikan, mengamati, mengingat dan
berpikir konvergen. Kemampuan memperhatikan pada anak diawali dengan
keberfungsian panca indera anak. Anak memperhatikan sesuatu obyek yang nyata
dengan menggunakan mata dan telingannya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan
kognitif anak usia dini adalah suatu proses perkembangan kecerdasan intelektual
melalui cara berpikir, memperhatikan, mengamati menggunakan panca inderanya.
Perkembangannya terjadi secara bertahap sejalan dengan perkembangan fisik dan
28
2. Tahapan Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
Piaget (Slamet Suyanto, 2005: 53) membagi tahapan perkembangan kognitif
berdasarkan umur. Piaget membagi ke dalam empat tahap, yaitu: sensori-motor,
pra-operasional, konkret-operasional, dan formal-operasional. Sedangkan anak
usia dini masuk dalam tahapan sensori-motor, pra-operasional. Adapun
penjelasan tahapan perkembangan kognitif anak usia dini sebagai berikut,
a. Sensorimotor (0-2 tahun)
Pada tahap ini anak lebih banyak menggunakan gerak refleks dan inderanya
untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Kelak hasil pengalaman
berinteraksi dengan lingkungan ini amat berguna untuk berpikir lebih lanjut.
b. Pra opersional (2-7 tahun)
Pada tahap ini anak mulai menunjukkan proses berpikir yang lebih jelas. Ia
mulai mengenali beberapa simbol dan tanda termasuk bahasa dan gambar.
Anak menunjukkan kemampuannya melakukan permainan symbolis
(symbolic play ataupretend play).
Sesuai dengan pendapat piaget dalam Erna wulan ( 2005: 37) anak usia TK B
masuk dalam periode pra operasional. Dikatakan pra operasional karena pada
tahap ini anak belum memahami pengertian operasional yaitu proses interaksi
suatu aktivitas mental, dimana prosesnya bisa kembali pada titik awal berfikir
secara logis. Manipulasi simbol merupakan karakteristik esensial dari tahapan ini.
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Tahapan
perkembangan anak usia 5–6 Tahun atau anak kelompok TK B masuk dalam
29
berfikir yang lebih jelas dari tahapan sebelumnya dan anak juga sudah mampu
mengenali beberapa simbol.
3. Karakteristik Perkembangan Kognitif anak usia 5–6 Tahun
Anak usia dini memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda, salah
satunya dalam perkembangan kognitifnya. Berdasarkan tahapan perkembangan
menurut Jean Piaget dalam Santrock (2007: 252), anak Taman Kanak-Kanak
kelompok B berada pada rentan usia 5–6 tahun sehingga masuk pada tahapan pra-
operasional. Tahapan dimana dalam masa masa tersebut mulai terbentuk konsep
yang stabil, pemikiran mental mulai terbentuk, bersifat egosentris, dan keyakinan
magis mulai terkonstruksi.
Sedangkan menurut Jamaris (2006: 26), karakteristik kemampuan kognitif
anak usia 5-6 tahun adalah sebagai berikut,
a. Sudah dapat memahami jumlah dan ukuran
b. Tertarik dengan huruf dan angka. Ada yang sudah mampu menulisnya atau
menyalinnya,serta menghitungnya.
c. Telah mengenal sebagian warna.
d. Mulai mengerti tentang waktu, kapan harus pergi ke sekolah dan pulang dari
sekolah, nama–nama hari dalam satu minggu.
e. Mengenal bidang dan bergerak sesuai dengan bidang yang dimilikinya.
f. Pada akhir usia 6 tahun, anak sudah mulai mampu membaca,menulis dan
berhitung.
Menurut Wolfinger dalam Slamet Suyanto (2005: 4) bahwa cara berpikir
30
pengetahuan atau konsep-konsep abstrak. Pada tahap ini anak belajar terbaik
melalui kehadiran benda-benda. Obyek permanen (object permanency) sudah mulai berkembang. Anak juga dapat belajar mengingat benda-benda, jumlah dan
ciri-cirinya meskipun bendanya sudah tidak berada dihadapannya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik kognitif
anak usia 5-6 tahun masuk pada tahapan pra- operasional dan cara berpikir sudah
masuk kepada pengalaman menggunakan benda-benda konkret.
4. Tujuan Peningkatan Perkembangan Kognitif
Pengembangan kognitif bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir
anak supaya dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat menemukan
bermacam-macam alternatif pemecahan masalah, membantu anak untuk mengembangkan
kemapuan logika matematikanya dan 3 pengetahuan akan ruang dan waktu, serta
mempunyai kemampuan untuk memilah-milah, mengelompokkan serta
mempersiapkan pengembangan kemampuan berpikir teliti (Diknas, 2003: 8).
5. Indikator Perkembangan Kognitif Anak Usia 5–6 Tahun a. Belajar dan Pemecahan Masalah
1) Menunjukkan aktivitas yang bersifat eksploratif dan menyelidik (seperti :
apa yang terjadi ketika air ditumpahkan).
2) Memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari dengan
cara yang fleksibel dan diterima sosial.
3) Menerapkan pengetahuan atau pengalaman dalam konteks yang baru.
4) Sikap kreatif dalam menyelesaikan masalah (ide, gagasan di luar
31
b. Berpikir Logis
1) Mengenal perbedaan berdasarkan ukuran: “lebih dari”; “kurang dari”; dan “paling/ter”.
2) Menunjukkan inisiatif dalam memilih tema permainan (seperti: ”ayo kita
bermain pura-pura seperti burung”).
3) Menyusun perencanaan kegiatan yang akan dilakukan.
4) Mengenal sebab-akibat tentang lingkungannya (angin bertiup
menyebabkan daun bergerak, air dapat menyebabkan sesuatu menjadi
basah).
5) Mengklasifikasikan benda berdasarkan warna, bentuk, dan ukuran (3
variasi).
6) Mengklasifikasikan benda yang lebih banyak ke dalam kelompok yang
sama atau kelompok yang sejenis, atau kelompok berpasangan yang lebih
dari 2 variasi.
7) Mengenal pola ABCD-ABCD.
8) Mengurutkan benda berdasarkan ukuran dari paling kecil ke paling besar
atau sebaliknya.
c. Berpikir Simbolik
1) Menyebutkan lambang bilangan 1-10.
2) Menggunakan lambang bilangan untuk menghitung.
3) Mencocokkan bilangan dengan lambang bilangan.
32
5) Merepresentasikan berbagai macam benda dalam bentuk gambar atau
tulisan (ada benda pensil yang diikuti tulisan dan gambar pensil).
F. MATEMATIKA ANAK USIA DINI
1. Pengenalan Matematika Anak Usia Dini
Menurut pendapat Slamet Suyanto (2005: 56), matematika atau berhitung
sangat penting dalam kehidupan setiap hari, bahkan setiap menit kita
menggunakan matematika. Belanja, menghitung benda, waktu, tempat, jarak, dan
kecepatan merupakan fungsi matematika. Memahami grafik, tabel, cara juga
fungsi matematika. Mengukur panjang, berat, dan volume juga merupakan fungsi
matematika. Dengan kata lain matematika sangat penting bagi kehidupan kita.
Pengetahuan tentang matematika sebenarnya sudah bisa diperkenalkan pada
anak sejak usia dini (usia lahir-6 tahun). Pada anak-anak usia di bawah tiga tahun,
konsep matematika ditemukan setiap hari melalui pengalaman bermainnya
(Lestari 2011: 7). Diperjelas dengan pendapat piaget dalam Slamet suyanto (2005:
56) , yang menyatakan bahwa pengenalan matematika sebaiknya dilakukan
dengan melalui penggunaan benda–benda konkret dan pembiasaan penggunaan
matematika agar anak dapat memahami matematika seperti menghitungm
bilangan dan operasi bilangan.
Kemudian, menurut standar NCTM (National Council of Teacher
Mathematics) dalam Slamet Suyanto (2005: 57) standar matematika untuk Anak
usia Taman Kanak Kanak ada 13 macam, yaitu: (1) matematika sebagai
pemecahan masalah; (2) matematika sebagai cara berkomunikasi; (3) matematika
33
mengenal bilangan dan angka; (7) konsep keseluruhan dan sebagainya; (8)
menghitung semua dan sebagian; (9) mengenal ruang dan jarak; (10) pengukuran;
(11) statistik dan probabilitas; (12) pecahan dan desimal; (13) pola dan relasi.
Hal tersebut sejalan dengan kurikulum TK dan RA dalam Sofia Hartati
(2005: 21) yang mengklasifikasikan karakteristik perkembangan anak usia 5-6
tahun secara intelektual telah mampu melakukan banyak hal diantaranya: (1)
menyebut dan membilang 1-20; (2) mengenal lambang bilangan; (3)
menghubungkan konsep dengan bilangan; (4) mengenal konsep sama, lebih
banyak, lebih sedikit; (5) mengenal penjumlahan dengan benda-benda; (6)
mengenal waktu dengan menggunakan jam; dan (7) mengenal alat-alat untuk
mengukur.
Jadi kesimpulan dari beberapa paparan di atas adalah pengenalan matematika
sangat diperlukan dalam kehidupan sehari–hari anak. Pengenalan konsep
matematika sejak dalam usia dini akan membantu perkembangan anak
selanjutnya pada tahapan yang lebih tinggi. Karena pada masa ini merupakan
masa yang sangat strategis untuk mengenalkan sebuah konsep matematika.
Pengenalan beberapa konsep matematika dapat dilakukan melalui berbagai cara
salah satunya bermain. Tedapat 13 standar matematika untuk jenjang Taman
Kanak Kanak. Salah satunya adalah pengembangan konsep matematika untuk
anak usia dini melalui pengukuran.
G. Penelitian yang Relevan
34
dengan hasil sebagai berikut, Untuk pengukuran panjang, meningkat menjadi
83,33%. Untuk kemampuan pengukuran volume, meningkat menjadi 86,11%.
Selanjutnya untuk kemampuan pengukuran massa, meningkat menjadi 83,33%.
Sehingga metode pengukuran dengan problem solving dapat meningkatkan
pemahaman anak dalam kemampuan pengukuran.
Peningkatan Kemampuan Pengukuran (Measurement) Melalui Pendekatan
Inkuiri Terbimbing Pada Anak Kelompok B2 Tk Suryodiningratan Mantrijeron
Yogyakarta oleh Nur Hanifah Herowati dengan hasil sebagai berikut, Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pengukuran panjang dapat mencapai
indikator keberhasilan sebesar 85%, kemampuan pengukuran massa mengalami
capaian 81%, dan kemampuan pengukuran volume mengalami capaian sebesar
83%. Hal ini diketahui dari meningkatnya kemampuan menggunakan alat ukur
baik non baku maupun baku serta menyebutkan ukurannya. Dengan demikian
pendekatan inkuiri terbimbing dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
pengukuran anak.
H. Kerangka Pikir
Anak usia dini adalah anak yang sedang dalam tahapan perkembangan dan
petumbuhan yang pesat sehingga perlu dioptimalkan dalam setiap aspek
perkembangan, salah satunya aspek kognitif yaitu suatu proses perkembangan
kecerdasan melalui cara berfikir. Upaya peningkatan aspek kognitif bisa melalui
pembelajaran matematika. Sesuai dengan NCTM dalam slamet suyanto (2005:52)
standar matematika untuk Anak usia Taman Kanak Kanak ada 13 macam, yaitu:
35
berkomunikasi; (3) matematika sebagai cara berfikir; (4) hubungan matematis; (5)
estimasi (perkiraan); (6) mengenal bilangan dan angka; (7) konsep keseluruhan
dan sebagainya; (8) menghitung semua dan sebagian; (9) mengenal ruang dan
jarak; (10) pengukuran; (11) statistik dan probabilitas; (12) pecahan dan desimal;
(13) pola dan relasi.
Proses pembelajaran di TKIT AR RAHMAAN masih perlu untuk dilakukan
perbaikan khususnya dalam pembelajaran matematika tentang kemampuan
pengukuran. Pembelajaran tentang pengukuran sangat diperlukan anak dalam
kehidupan sehari–hari. Kemampuan pengukuran adalah suatu kegiatan pemberian
bilangan pada suatu benda dengan sebuah patokan. Anak dapat memahami,
mempelajari dan mencari tahu tentang suatu objek pengukuran melalui sebuah
pengalaman konkret. Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan penelitian
tentang pengukuran panjang, berat dan volume. Penggunaan metode yang tepat
akan mendukung dalam pembelajaran pengukuran. Sehingga, peneliti akan
menggunakan metode demonstrasi dan praktik langsung, dimana metode ini
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pengukuran untuk anak usia dini.
Metode demonstrasi anak dapat menunjukan cara mengukur, mengetahui
langkah–langkah mengukur dan mampu menggunakan alat ukur dengan benar.
Sehingga anak dapat dengan mudah mempelajari konsep pengukuran. Kemudian
dengan menggunakan metode praktik anak dapat terlibat langsung dalam kegiatan
pengukuran melalui sebuah pengalaman memperagakan kegiatan mengukur
menggunakan alat ukur dan benda konkret. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas
36
demonstrasi dan praktik langsung dapat meningkatkan kemampuan pengukuran
pada anak kelompok B1 TKIT AR RAHMAAN Prambanan, Sleman.
I. Hipotesis Tindakan
Kemampuan pengukuran dapat ditingkatkan melalui metode demonstrasi dan
praktik langsung pada anak kelompok B1 TKIT AR RAHMAAN, Prambanan,
37 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 1) penelitian tindakan kelas (classroom action research) merupakan penelitan eksperimen yang berkelanjutan. Apabila dilihat dari istilahnya, penelitian tindakan kelas bertujuan untuk menyelesaikan
masalah melalui suatu perbuatan nyata, bukan hanya mencermati fenomena
tertentu kemudian mendeskripsikan apa yang terjadi dengan fenomena yang
bersangkutan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatan kemampuan
pengukuran anak kelompok B TKIT AR RAHMAAN melalui metode
demonstrasi dan praktik langsung.
Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas
Kolaboratif (Collaborative Classroom Action Research). Menurut Suharsimi Arikunto, dkk (2006: 17), kerjasama antara guru dan peneliti sangat penting dalam
pelaksanaan tindakan ini. Dengan bekerjasama, maka antara peneliti dan guru
dapat menggali dan mengkaji permasalahan nyata yang dihadapi di dalam kelas
tindakan. Cara ini dikatakan ideal karena dapat mengurangi unsur subjektivitas
pengamat, karena pengamatan yang diarahkan pada diri sendiri biasanya kurang
teliti dibanding dengan pengamatan yang dilakukan di luar diri sendiri.Penelitian
ini dilakukan secara kolaboratif, yaitu dengan adanya keterlibatan dan kerjasama
dari guru dalam pelaksanan penelitian. Dalam penelitian, guru bertindak sebagai
pelaksana pembelajaran dan peneliti bertugas untuk mengamati jalannya kegiatan
38
Oleh karena itu, penelitian tindakan yang baik adalah apabila penelitian
tersebut dilakukan secara kolaborasi, yaitu guru yang melakukan tindakan dan
peneliti sebagai pengamat tindakan tersebut.
B. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di TKIT AR RAHMAAN Prambanan, Sleman
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2016, Tahun ajaran
2016/2017
C. Subjek dan Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi Subjek dari Penelitian Tindakan Kelas ini
adalah semua anak Kelompok B TKIT AR RAHMAAN Prambanan, Sleman.
Dengan jumlah anak 23 anak terdiri dari 13 laki–laki dan 10 perempuan.
Sedangkan objek yang akan diteliti adalah peningkatan kemampuan pengukuran
melalui metode demonstrasi.
D. Model Penelitian
Model penelitian yang dilakukan pada penelitian ini merupakan
pengembangan model Kemmis dan Mc Taggart, yaitu model spiral yang artinya
Siklus pembelajaran yang dilakukan secara berulang dan berkelanjutan, jadi
semakin lama kemampuannya semakin meningkat, di mana dalam pelaksanaan
penelitian tindakan kelas meliputi perencanaan, tindakan dan pengamatan, dan
39
Gambar 1.
Alur PTK Model Kemmis & Mc Taggart (Suharsimi, 2006: 93).
Keterangan Gambar :
Siklus 1 :
a. Perencanaan (Plan)
b. Tindakan dan Observasi (Act & Observe) c. Refleksi (Reflect)
Kemmis dan McTaggart mengatakan bahwa penelitian tindakan adalah suatu
Siklus spiral yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan
(observasi), dan refleksi, yang selanjutnya mungkin diikuti dengan Siklus spiral
berikutnya.
E. Rancangan Pelaksanaan Tindakan
Alur pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai
berikut, perencanaan tindakan, pelaksanaan dan pengamatan tindakan, refleksi
terhadap tindakan yang telah dilakukan. Berikut uraian alur tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Pra Tindakan
Pra Tindakan yang dimaksudkan adalah kegiatan yang dilakukan oleh peneliti
40
mengetahui gambaran awal tentang Kelompok B di TKIT AR RAHMAAN
Prambanan, Sleman mengenai kondisi dan situasi.
2. Perencanaan (Planning)
a. Melakukan identifikasi masalah yang ada di kelas. Setelah peneliti melakukan
diskusi dengan kepala sekolah dan guru kelas, selanjutnya peneliti
mengidentifikasi beberapa masalah yang dialami oleh guru kelas dalam
melaksanakan pembelajaran di kelas B.
b. Peneliti berkolaborasi dengan guru untuk merencanakan tindakan perbaikan
proses pembelajaran pengukuran yaitu dengan menggunakan metode
demonstrasi.
c. Peneliti dan guru kelas menentukan waktu pelaksanaan penelitian dan
membuat Rencana Pembelajaran Harian (RKH) yang sesuai dengan kegiatan
yang akan dijadikan penelitian. Berikutnya menyusun dan mempersiapakan
lembar observasi dan alat pendokumentasian kegiatan pembelajaran. Peneliti
dan guru kelas juga mempersiapkan LKA, media pembelajaran, peralatan dan
tempat yang digunakan dalam penelitian.
3. Pelaksanaan Rencana Tindakan Siklus I
a). Tahap pelaksanaan
Setelah peneliti bersama guru mempersiapkan materi, media dan RKH,
selanjutnya yang akan dilakukan adalah pelaksanaan tindakan. Peneliti
41
b). Tahap pengamatan
Observasi dilakukan oleh peneliti sesuai dengan instrumen yang dibuat.
Sedangkan guru kelas berperan sebagai pelaksana penelitian. Pada tahap ini
peneliti mengamati proses pembelajaran,dan aktivitas guru serta anak-anak
ketika KBM berlangsung.
c). Tahap Evaluasi
Pada tahap ini, evaluasi dilakukan dengan menggunakan tanya jawab yang
diberikan kepada anak tentang hal-hal yang berkaitan dengan apa yang telah
dilakukan anak pada pembelajaran pengukuran.
d). Tahap Refleksi I
Setelah di adakan tindakan dan pengamatan, tindakan pertama ini peneliti
bersama guru melakukan refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran.
Apabila ternyata masih ditemukan beberapa masalah dalam pelaksanaan
tindakan dan belum mencapai target, maka akan dilakukan tindakan
berikutnya, yaitu pada Siklus ke II dengan tujuan untuk memperbaiki
pembelajaran.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah tentang kemampuan
pengukuran khususnya Kelompok B di TKIT AR RAHMAAN. Penelitian
Tindakan Kelas ini menggunakan teknik observasi dan dokumentasi.
1. Observasi
Observasi merupakan teknik monitoring dengan melakukan