• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENGUKURAN MELALUI METODE DEMONSTRASI DAN PRAKTIK LANGSUNG PADA ANAK KELOMPOK B1 TKIT AR RAHMAAN PRAMBANAN SLEMAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN PENGUKURAN MELALUI METODE DEMONSTRASI DAN PRAKTIK LANGSUNG PADA ANAK KELOMPOK B1 TKIT AR RAHMAAN PRAMBANAN SLEMAN."

Copied!
225
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENGUKURAN MELALUI METODE DEMONSTRASI DAN PRAKTIK LANGSUNG PADA ANAK KELOMPOK B1 TKIT AR RAHMAAN PRAMBANAN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : Afrenia Wulandari NIM 12111241033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIK ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

“Kecerdasan bukanlah tolak ukur dalam kesuksesan, tetapi dengan kecerdasan

kita bisa menggapai kesuksesan”

“Kesuksesan tidak diukur dari sebuah kekayaan, melainkan kesuksesan dapat

diukur dari sebuah pencapaian yang kita inginkan”

(6)

vi

PERSEMBAHAN Karya Tulis ini Ku Persembahkan untuk :

1. Ayahku tercinta, Bapak Suharto dan Ibuku tercinta, Ibu Sri Endang

Prihatiningsih yang telah memberikan banyak dukungan dan segala kasih

sayang.

2. Prodi PG PAUD Universitas Negeri Yogyakarta

(7)

vii

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENGUKURAN MELALUI METODE DEMONSTRASI DAN PRAKTIK LANGSUNG PADA ANAK KELOMPOK B1 TKIT AR RAHMAAN PRAMBANAN SLEMAN

Oleh

Afrenia Wulandari NIM 12111241033

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik langsung pada kelompok B1 TKIT AR-Rahmaan Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemampuan pengukuran yang masih rendah dan belum adanya penggunaan metode demonstrasi dan praktik dalam kegiatan pengukuran sehingga kemampuan pengukuran belum optimal.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Proses penelitian dilaksanakan 2 Siklus yaitu Siklus I dan Siklus II pada bulan Juli-Agustus 2016. Subjek penelitian adalah anak kelompok B1 TKIT AR-Rahmaan yang berjumlah 23 anak terdiri dari 13 anak laki-laki dan 10 anak perempuan. Objek penelitian adalah kemampuan konsep pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik langsung. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan dokumentasi, sedangkan teknik analisis data menggunakan deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan kemampuan pengukuran sebesar 57,6% pada siklus I menjadi 88,9% pada Siklus II. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam meningkatkan kemampuan pengukuran sebagai berikut: 1). Adanya pendemonstrasian cara, langkah dan penggunaan alat pengukuran yang jelas dari guru. 2). Pemberian kesempatan praktik langsung pada anak sebesar-besarnya. 3) Penggunaan alat peraga yang sesuai dengan materi pengukuran. Dengan demikian disimpulkan bahwa metode demonstrasi dan praktik langsung dapat meningkatkan kemampuan pengukuran pada anak kelompok B TKIT AR Rahmaan.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan hidayah

dan inayah-Nya sehingga penyusun skripsi dengan judul “Peningkatan

Kemampuan Pengukuran Melalui Metode Demonstrasi Dan Praktik Langsung

Pada Anak Kelompok B1 TKIT AR Rahmaan Prambanan Sleman” dapat

terselesaikan. Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Negeri Yogyakarta sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan

berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

memberikan ijin untuk melakukan penelitian pada skripsi ini.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini yang telah memberikan ijin dalam

pelaksanaan penelitian serta memberikan motivasi pada penyusunan skripsi

ini.

3. Ibu Dra. Sudaryanti, M.Pd, selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia

memberikan pengarahan, bimbingan, dan masukan kepada penulis dalam

penulisan skripsi ini.

4. Ibu Nur Cholimah, M.Pd, selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan pengarahan, bimbingan, dan masukan kepada penulis dalam

penulisan skripsi ini.

5. Ibu Nurul Eta Kusuma, S.Pd. AUD, selaku Kepala TKIT AR RAHMAAN

Prambanan yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk mengadakan

(9)
(10)

x B. Identifkasi Masalah ... C. Batasan Masalah... D. Rumusan Masalah... E. Tujuan Penelitian... F. Manfaat Penelitian... G. Definisi Operasional...

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kemampuan Pengukuran anak Usia Dini

1. Pengertian Kemampuan... 2. Pengertian Pengukuran Anak Usia Dini... 3. Satuan Ukuran Baku dan Tidak Baku... 4. Alat Ukur... 5. Jenis–Jenis Pengukuran...

(11)

xi

B. Metode Demonstrasi

1. Pengertian Metode Demonstrasi... 2. Manfaat Metode Demonstrasi... 3. Kelebihan Metode Demonstrasi... C. Metode Praktik Langsung

1. Pengertian Metode Praktik Langsung... 2. Manfaat Metode Praktik Langsung... 3. Kelebihan Metode Praktik Langsung... D. Hakekat Anak Usia Dini

1. Pengertian Anak Usia Dini... E. Aspek Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

1. Pengertian Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini... 2. Tahapan Perkembangan kognitif Anak Usia Dini... 3. Karakteristik Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun... 4. Tujuan Peningkatan Perkembangan Kognitif... 5. Indikator Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun... F. Matematika Anak Usia Dini

1. Pengenalan Matematika Anak Usia Dini... G. Penelitian yang Relevan...

H. Kerangka Pikir... I. Hipotesis Tindakan...

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian... B. Setting Penelitian... C. Subjek dan Objek Penelitian... D. Model Penelitian... E. Rancangan Pelaksanaan Tindakan... F. Teknik Pengumpulan Data... G. Instrumen Pengumpulan Data... H. Teknik Analisis Data...

(12)

xii

I. Indikator Keberhasilan...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data Penelitian... 2. Deskripsi Kondisi awal Anak Sebelum Tindakan... 3. Pelaksanaan Pra Tindakan... 4. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Siklus I... 5. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Siklus II... B. Pembahasan... C. Keterbatasan Penelitian...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...

47

48 48 49 53 74 95 102

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1. Kisi-kisi Lembar Observasi Kemampuan Pengukuran... 43 Tabel 2. Rubrik Penilaian Instrumen Kemampuan mengukur... 43 Tabel 3. Hasil Pengamatan Kemampuan Kemampuan Pengukuran

Pada Siklus I... 67 Tabel 4. Hasil Pengamatan Kemampuan Pengukuran

Pada Siklus I... 90 Tabel 5. Perbandingan Kemampuan Pengukuran Panjang

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Alur PTK Kemmis & Taggart... 39

Gambar 2. Data Observasi Pra Tindakan Kemampuan Pengukuran... 51

Gambar 3. Data Observasi Pra Tindakan Setiap Anak pada Kemampuan Pengukuran... 51

Gambar 4. Data Perbandingan Observasi Kemampuan Pengukuran Pra Tindakan dan Siklus I... 68

Gambar 5. Data Observasi Kemampuan Pengukuran Panjang Siklus I... 69

Gambar 6. Data Observasi kemampuan pengukuran berat siklus I... 70

Gambar 7. Data Observasi kemampuan pengukuran volume siklus I... 71

Gambar 8. Data Kumulatif Perbandingan Hasil Observasi Kemampuan Pengukuran Siklus I ... 91

Gambar 9. Data Observasi kemampuan Pengukuran Panjang Siklus II... 92

Gambar 10. Data Observasi Kemampuan Pengukuran Berat Siklus II... 92

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

1. Surat Keterangan Penelitian... 109

2. Instrumen Penelitian... 113

3. RKH penelitian... 116

4. Rekapitulasi Data Penelitian... 169

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang mendasar bagi kehidupan

manusia. Dalam Undang–Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun

2003 menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha yang direncanakan

guna mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik

dapat mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan di Indonesia dimulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan

dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan anak usia dini

merupakan modal dasar yang akan menjadi landasan penting bagi perkembangan

anak selanjutnya. Berdasarkan Undang–Undang No 20 Tahun 2003, Pasal 1 butir

14 tentang sistem pendidikan nasional, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

adalah suatu upaya pembinaan yang ditunjukan bagi anak sejak lahir sampai

dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan

pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani

agar anak dapat memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Menurut NAEYC (National Association for The Education Young Children) dalam Sujiono (2009: 6), anak usia dini atau early childhood adalah anak yang berada pada usia nol hingga delapan tahun. Sedangkan menurut Subdirektorat

(17)

2

anak usia 0-6 tahun, yakni hingga anak menyelesaikan masa Taman Kanak-Kanak

(Undang - undang Sisdiknas tahun 2003)

Anak usia 0-8 tahun adalah masa the golden age atau masa keemasan, dimana pada usia ini anak dapat menyerap segala informasi mencapai 80%.

Menurut berbagai penelitian di bidang neurologi terbukti bahwa 50% kecerdasan

anak terbentuk dalam kurun waktu 4 tahun pertama. Setelah anak berusia 8 tahun

perkembangan otaknya mencapai 80% dan pada usia 18 tahun mencapai 100%

(Slamet Suyanto, 2005: 6). Anak pada masa ini memiliki potensi yang besar

dalam mengoptimalkan berbagai aspek perkembangan seperti aspek kognitif,

bahasa, sosial emosional, fisik motorik dan nilai agama serta moral. Sehingga

diperlukan adanya pemberian stimulasi agar anak dapat tumbuh dan berkembang

secara optimal.

Salah satu aspek terpenting dari beberapa aspek perkembangan pada anak

usia dini adalah aspek perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif pada anak

usia dini berkembang sangat pesat dimana pada masa ini anak memiliki rasa ingi

tahu yang sangat tinggi dan memiliki keinginan besar untuk mencoba hal–hal

baru. Menurut Jean Piaget dalam Slamet Suyanto (2005: 53), tahap perkembangan

kognitif anak usia dini yaitu sensori motorik (usia lahir-2 tahun), pra-operasional

(usia 2-7 tahun), operasi operasi berpikir konkret (usia 7-11 tahun), dan operasi

operasi berfikir formal (usia 11–Dewasa).

Berdasarkan pada uraian tahapan perkembangan yang dikemukakan piaget

tersebut berarti anak usia Taman Kanak-kanak berada dalam tahapan

(18)

3

simbolis berkaitan dengan kemampuan seorang anak untuk membayangkan

tentang suatu objek atau benda secara mental, tanpa kehadiran suatu benda secara

konkret (Dwi Yulianti, 2010: 10).

Salah satu pembelajaran yang dapat merangsang aspek perkembangan

kognitif pada anak usia Taman Kanak-Kanak yaitu melalui pembelajaran

matematika. Menurut Slamet Suyanto (2008: 47), pembelajaran matematika untuk

anak usia Taman Kanak-kanak sudah sering dilaksanakan dengan tujuan bukan

sekedar untuk berhitung tetapi untuk mengembangkan berbagai aspek

perkembangan anak, terutama aspek kognitif. Di samping itu, matematika juga

berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan anak, khususnya kecerdasan yang

oleh gardner disebut logico mathematics yaitu kecerdasan berpikir secara logis

dan matematis.

Menurut Slamet Suyanto (2005: 162) konsep matematika anak usia dini

meliputi hal hal sebagai berikut 1 ) memilih, membandingkan dan mengurutkan,

2) klasifikasi, 3) menghitung, 4) angka, 5) pengukuran, 6) geometri, 7) membuat

grafik, 8) pola, 9) problem solving. Diantara beberapa konsep yang telah diuraikan di atas salah satu konsep yang perlu dikembangkan dalam pendidikan anak usia

dini adalah konsep pengukuran.

Pembelajaran tentang konsep pengukuran sangat diperlukan karena konsep

pengukuran panjang, massa dan volume sangat berkaitan erat dalam kehidupan

sehari hari anak. Anak memerlukan pengalaman dalam mengukur benda-benda

yang ada di sekitarnya agar anak dapat mengetahui konsep tentang ukuran

(19)

4

pengukuran yang di berikan kepada anak hendaknya disesuaikan dengan tahap

perkembangannya. Tidak hanya melalui pemberian tugas pada lembar kerja anak

tetapi juga harus melalui praktik langsung menggunakan benda benda nyata (riil) serta menggunakan alat ukur yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak.

Soli Abimanyu,dkk (2008: 5) menyatakan bahwa kegiatan pengukuran

merupakan kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis.

Anak membandingkan suatu besaran yang diukur dengan alat ukur. Pengukuran

pada anak usia dini dilakukan secara bertahap, pada awalnya dikenalkan dengan

kegiatan membandingkan panjang, besar, berat, dan lain-lain. Kemudian dengan

benda-benda di sekitarnya, lalu mulai diperkenalkan dengan ukuran seperti meter,

gram, liter, dan lain-lain yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan

kemampuan anak.

Melalui observasi dan wawancara yang dilakukan di TKIT AR RAHMAAN

Prambanan Sleman tentang kemampuan pengukuran pada kelompok B1

memperoleh hasil dari 23 anak di dalam kelas tersebut hanya terdapat 7 anak yang

mampu melakukan kegiatan pengukuran. Sehingga didapatkan bahwa 16 anak

belum mampu dalam kemampuan pengukuran (data dapat di lihat pada lampiran).

Pembelajaran pengukuran di TKIT AR RAHMAAN masih kurang optimal karena

penggunaan media yang kurang sesuai dengan materi sehingga motivasi anak

dalam mengikuti pembelajaran menurun, kurangnya penjelasan dari guru terhadap

materi yang akan disampaikan, perhatian guru kurang menyeluruh sehingga

banyak anak yang kurang memperhatikan kemudian ramai sendiri saat

(20)

5

tidak adanya keterlibatan anak dalam pembelajaran sehingga anak menjadi kurang

aktif dan metode yang digunakan kurang tepat dengan materi yang akan

disampaikan seperti kemampuan pengukuran hanya menggunakan metode

pemberian tugas saja.

Penggunaan metode yang tepat mampu meningkatkan kemampuan

pengukuran pada anak. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan

dalam kemampuan pengukuran ialah metode demonstrasi dan praktik langsung.

Pada TKIT AR-Rahmaan belum menggunakan metode demonstrasi dan praktik

langsung dalam kegiatan pengukuran. Metode demonstrasi merupakan cara untuk

menunjukan dan menjelaskan cara–cara mengerjakan sesuatu. Dengan metode ini

menurut Dwi Yulianti (2010: 38) guru dapat meningkatkan pemahaman melalui

pengelihatan dan pendengaran, anak dapat diminta untuk memperhatikan dan

mendengarkan baik baik semua penjelasan guru sehingga anak lebih paham

tentang cara mengerjakan sesuatu.

Seperti halnya yang diungkapkan oleh Anita (2005: 185) bahwa metode

demonstrasi merupakan metode yang efektif untuk membantu anak mencari jawaban atas pernyataan “bagaimana caranya?”, “apa bahannya?”, “cara mana

yang paling sesuai?”, “apakah benar atau tidak?” dengan metode demonstrasi

terdapat proses mencoba sesuatu dan mengamati proses serta hasilnya. Sedangkan

metode praktik akan menyempurnakan metode demonstrasi dimana metode ini

merupakan suatu metode dengan memberikan materi pendidikan baik

(21)

6

menjadi jelas dan mudah sekaligus dapat mempraktikkan materi yang dimaksud

(Fathurrahman, 2007: 64)

Terkait dengan hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya maka kegiatan

pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan mengukur hendaknya

menggunakan metode yang sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan.

Kemampuan pengukuran pada anak memerlukan pengalaman dalam mengukur

benda-benda yang ada di sekitarnya sehingga perlu adanya kegiatan mengukur

secara praktik langsung menggunakan sebuah alat ukur yang nyata (riil) akan lebih mudah diterapkan anak dalam menentukan sebuah ukuran, serta penggunaan

metode demonstrasi yang jelas akan menambah pengetahuan anak tentang cara,

langkah dan penggunaan alat dalam pengukuran.

Berdasarkan beberapa uraian dari hasil observasi dan wawancara, maka

peneliti mempunyai keinginan untuk meningkatkan kemampuan pengukuran di

kelompok B1 TKIT AR RAHMAAN Prambanan Sleman melalui metode

demonstrasi praktik langsung. Melihat beberapa paparan di atas penulis mengambil judul “Peningkatan Kemampuan Pengukuran Melalui Metode

(22)

7 B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pra tindakan di Kelompok B1

TKIT AR RAHMAAN Prambanan Sleman beberapa anak belum mampu

dalam kegiatan pengukuran.

2. Kurangnya penjelasan dari guru terhadap materi yang akan disampaikan.

3. Kurang terlibatnya anak dalam kegiatan pembelajaran sehingga anak menjadi

kurang aktif.

4. Perhatian guru terhadap anak kurang, sehingga anak ramai sendiri.

5. Penggunaan media pembelajaran kurang sesuai dengan materi, dapat

menurunkan motivasi belajar anak.

6. Penggunaan metode pembelajaran yang belum tepat.

7. Kegiatan yang monoton membuat anak cepat bosan.

8. Belum dilaksanakannya kegiatan pengukuran menggunakan metode

demonstrasi dan praktik langsung.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan di atas dengan melihat

keterbatasan peneliti, maka peneliti hanya membatasi penelitian ini pada

peningkatan kemampuan pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik

(23)

8 D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang dan identifikasi masalah, maka topik

yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatan kemampuan

pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik langsung pada kelompok B1

TKIT AR RAHMAAN Prambanan Sleman ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti mempunyai tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini. Tujuan tersebut adalah untuk meningkatkan

kemampuan pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik langsung pada

anak kelompok B1 TKIT AR RAHMAAN Prambanan Sleman’’

F. Manfaat Penelitian

Penelitian tentang peningkatan kemampuan pengukuran ini diharapkan dapat

memberi manfaat antara lain :

1. Bagi Anak

a. Kemampuan pengukuran anak akan meningkat.

b. Dengan menggunakan metode pembelajaran demonstrasi dan praktik

langsung menggunakan alat ukur konkret menjadikan anak lebih

memahami konsep pengukuran dan berperan aktif dalam pembelajaran.

2. Bagi Guru

a. Dengan kemampuan pengukuran menggunakan alat ukur yang konkret

dapat menambah referensi media yang digunakan agar lebih bervariatif.

b. Bisa memberikan tambahan pengetahuan metode melalui demonstrasi dan

(24)

9

3. Bagi Sekolah (Kepala Sekolah)

Dapat meningkatkan sarana prasarana yang dapat menunjang kegiatan

belajar mengajar seperti kegiatan kemampuan pengukuran.

4. Bagi peneliti

Dengan adanya penelitian ini dapat menambah dan mengembangkan ilmu

pengetahuan mengenai pembelajaran di PAUD. Khususnya tentang konsep

pengukuran pada anak usia dini.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari kemungkinan meluasnya penafsiran terhadap

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka perlu disimpulkan

beberapa definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai

berikut:

1. Kemampuan Pengukuran

Kegiatan pengukuran merupakan kegiatan penentuan angka terhadap suatu

obyek secara sistematis. Anak membandingkan suatu besaran yang diukur dengan

alat ukur. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil tiga jenis pengukuran, yaitu

pengukuran panjang, volume, dan berat. Berikut penjelasan dari ketiga

pengukuran tersebut:

Adapun kemampuan pengukuran yang akan ditingkatkan oleh peneliti adalah

sebagai berikut :

b. Pengukuran panjang adalah kegiatan mengukur dengan tepat dan mampu

(25)

10

c. Pengukuran massa atau berat adalah kegiatan mengukur dengan tepat dan

mampu menentukan ukuran berat suatu objek

d. Pengukuran volume atau isi adalah kegiatan mengukur dengan tepat dan

menentukan ukuran volume suatu objek.

2. Metode Demonstrasi dan Praktik Langsung

Penggunaan metode yang tepat akan mampu meningkatkan kempampuan

anak dalam pengukuran. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan

ialah metode demonstrasi dan praktik langsung. Metode demonstrasi merupakan

cara untuk menunjukan dan menjelaskan cara–cara mengerjakan sesuatu. Dengan

metode ini guru dapat meningkatkan kemampuan anak melalui pengelihatan dan

pendengaran, anak dapat diminta untuk memperhatikan dan mendengarkan baik

baik semua penjelasan guru sehingga anak lebih paham tentang cara mengerjakan

sesuatu. Sedangkan metode praktik langsung merupakan metode yang melibatkan

anak secara langsung dalam kegiatan pembelajaran sehingga anak dapat

mempraktikan apa yang telah didemonstrasikan oleh guru kemudian anak bisa

memperoleh pengalaman.

Anak belajar dengan cara melakukan akan memberi peluang sebesar 90%

berhasil. Salah satu metode belajar yang memberi peluang itu yaitu metode

demonstrasi dan praktik langsung. Dengan kedua metode ini anak diminta untuk

menunjukan apa yang telah diketahuinya dan mencari jawaban atas pertanyaan “bagaimana caranya ? Apa Bahannya ? Cara mana yang sesuai ? Apakah benar

atau tidak ?”. Sehingga guru dan anak akan memperlihatkan suatu proses dengan

(26)

11

Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan peningkatan

kemampuan pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik langsung adalah

anak akan mempelajari tentang kemampuan pengukuran melalui kegiatan

penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis dengan cara guru

mendemonstrasikan secara jelas materi yang akan dipelajari anak dari segi

prosesnya, prosedur atau langkah–langkah apa saja yang akan dilakukan anak dan

pengenalan bahan serta alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran,

kemudian anak melakukan pengukuran secara praktik agar dapat memperoleh

pengalaman mengukur secara langsung. Pengukuran ini dibatasi pada pengukuran

(27)

12 BAB II KAJIAN TEORI

A.KEMAMPUAN PENGUKURAN ANAK USIA DINI

1. Pengertian Kemampuan

Kemampuan atau abilities ialah bakat yang melekat pada seseorang untuk melakukan suatu kegiatan secara fisik atau mental yang ia peroleh sejak lahir,

belajar, dan dari pengalaman (Soehardi, 2003: 24). Menurut kamus besar bahasa

indonesia (Hasan Alwi, 2002: 88) kemampuan berasal dari kata mampu yang

pertama kuasa (bisa sanggup) melakukan sesuatu dan kedua berada. Kemampuan

sendiri mempunyai arti kesanggupan, kecakapan, kekuatan, kekayaan. Sedangkan

Anggiat M.Sinaga dan Sri Hadiati (2001: 34) mendefenisikan kemampuan sebagai

suatu dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan

pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah

suatu kegiatan fisik atau mental berupa kesanggupan, kecakapan, kekuatan,

kekayaan yang dilakukan sesorang berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan.

2. Pengertian Pengukuran Anak Usia Dini

Dalam kehidupan sehari hari sering kita jumpai hal–hal yang berkaitan

dengan pengukuran baik pengukuran panjang, berat, dan volume. Sehingga

pengenalan konsep pengukuran hendaknya dikenalkan kepada anak sejak usia

dini. Agar dalam kehidupan pada tahapan selanjutnya anak sudah mampu

memahami sebuah konsep pengukuran seperti mengenal konsep panjang, berat,

dan volume dengan mudah. Bob Foster (2004: 2), menyatakan bahwa pengukuran

(28)

13

satuan yang lain yang dipakai sebagai sebuah patokan. Besaran merupakan

sesuatu yang dapat diukur, misalnya panjang, waktu, massa, dan lain-lain,

sedangkan satuan adalah nilai dari suatu besaran misalnya, meter, sekon,

kilogram, dan lain-lain.

Adapun beberapa definisi pengukuran anak usia dini yaitu menurut Bob

Harjanto (2011: 79) anak dapat mengukur sejak usia dini jika guru menggunakan ukuran tidak baku, misalnya “sekian sendok” atau beberapa langkah”. Ukuran

baku seperti sentimeter atau kilogram tidak diperkenalkan oleh guru disekolah

sampai mereka memperoleh banyak pengalaman mengukur dengan satuan

informal seperti pensil dan jepit-jepit kertas. Dengan bertambah besarnya anak

dan guru dapat menyebut satu-satuan baku bilamana kesempatan itu muncul.

Definisi selanjutnya menurut Lestari (2011: 20), anak belajar pengukuran

dari berbagai kesempatan melalui kegiatan yang membutuhkan kreativitas. Tahap

awal anak tidak menggunakan alat, tetapi mengenalkan konsep lebih panjang,

lebih pendek, lebih ringan, cepat, dan lebih lambat. Tahap berikutnya, anak diajak

menggunakan alat ukur bukan baku, seperti pita, sepatu, dan lain lain. Pada tahap

lebih tinggi lagi, anak diajak menggunakan jam dinding, penggaris, skala,

termometer. Dari beberapa pendapat di atas juga senada dengan pendapat Slamet

Suyanto (2005: 158) yang menyatakan bahwa anak dapat mengukur ukuran suatu

benda dengan berbagai cara, dimulai dari ukuran non baku menuju ukuran yang

baku.

Rosalind Charlesworth dan Karen K. Lind (1990: 218) dalam buku yang

(29)

14

keterampilan matematika yang sangat berguna. Pengukuran melibatkan dengan

pemberian bilangan pada suatu benda sehingga dapat dibandingkan dalam sifat

atau atribut yang sama. Penggunaan angka dapat digunakan untuk menyatakan

beberapa sifat atau atribut seperti volume, berat, panjang dan temperature. Satuan

baku seperti gelas ukur, liter, kilometer, meter, pon, gram, dan derajat dapat

menyatakan suatu ukuran dengan pasti.

Rosalind Charlesworth dan Karen K. Lind (1990: 218) juga menyebutkan

bahwa konsep pengukuran berkembang melalui 5 tahap. Tahap pertama,

merupakan tahap bermain, pada tahap ini anak meniru anak-anak yang lebih tua

dan orang dewasa. Anak bermain tentang pengukuran menggunakan penggaris,

gelas ukur atau sendok takar, seperti kegiatan orang lain yang mereka lihat. Anak

menuangkan pasir, air, beras dan kacang-kacangan dari satu wadah ke wadah lain

menunjukkan bahwa volume memiliki banyak bentuk atau sifat. Anak

mengangkat dan memindahkan suatu benda sebagai pembelajaran mengenai berat.

Anak mencatat bahwa seseorang yang lebih besar darinya mampu melakukan

lebih banyak hal darinya, dari hal ini anak belajar mengenai tinggi. Anak belajar

bahwa lengannya yang pendek tidak selalu dapat meraih benda-benda yang

diinginkannya, dari hal ini anak belajar mengenai panjang. Ketika anak memilih

minuman panas atau dingin, air panas atau dingin untuk mandi, anak belajar

mengenai suhu.

Tahap yang kedua, dalam perkembangan konsep adalah membandingkan.

Hal ini berlangsung pada tahap praoperasional. Anak selalu memandingkan lebih

(30)

15

serta lebih panas dan lebih dingin. Tahap ketiga, muncul pada akhir tahap

praoperasional dan pada awal operasional konkret adalah anak belajar untuk

menggunakan satuan yang sewenang-wenang. Pada tahap ini, anak akan

menggunakan segala hal yang dimilikinya sebagai satuan dalam mengukur. Anak

akan mencoba untuk mencari sesuatu dengan satuan sewenang-wenang.

Anak belajar mengenali konsep yang dia perlukan untuk memahami satuan

baku. konsep ukuran dimulai pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini akan

mulai memahami dan menggunakan satuan baku. Pada tahap ke empat, anak

memasuki kelas awal sekolah dasar, anak mulai memahami akan kebutuhan

ukuran baku dan menuju pada tahap lima yaitu anak sudah menggunakan ukuran

baku.

Melalui pembelajaran kemampuan pengukuran untuk anak usia dini.

Diharapkan perkembangan kognitif anak dapat terstimulasi. Seperti yang

tercantum dalam peraturan pemerintah nomor 58 tahun 2009 dinyatakan bahwa

dalam perkembangan anak usia 5-6 tahun terdapat kemampuan kognitif yang

harus dikembangkan, meliputi kemampuan pengetahuan umum, sains, konsep

bentuk, warna, ukuran, pola dan konsep bilangan,lambang bilangan dan huruf.

Hal tersebut Senada dengan Piaget dalam Sujiono (2009: 60) yang

menjelaskan bahwa perkembangan kognitif terjadi ketika anak sudah membangun

pengetahuan melalui eksplorasi aktif dan penyelidikan pada lingkungan fisik dan

sosial di lingkungan sekitar. Salah satu pengembangan aspek kognitif adalah

(31)

16

dengan mengukur, menimbang, mengurutkan, mengklasifikasikan, memilih, dan

membandingkan.

Dari beberapa definisi pengukuran di atas dapat disimpulkan bahwa

pengukuran anak usia dini adalah merupakan suatu kegiatan pemberian bilangan

pada suatu benda dengan sebuah patokan. Anak dapat memahami, mempelajari

dan mencari tahu tentang suatu objek pengukuran melalui sebuah pengalaman

konkret. Pengukuran pada anak usia dini dilakukan mula-mula dengan pengenalan

tentang lebih panjang atau pendek, lebih banyak atau sedikit kemudian dikenalkan

dengan pengukuran menggunakan alat ukur yang tidak baku dan apabila anak

sudah mampu dilanjutkan menggunakan alat ukur yang baku.

3. Satuan Ukuran Baku dan Tidak Baku

Satuan yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan anak tentang

pengukuran adalah satuan ukuran yang baku dan tidak baku. Sesuai dengan

pendapat Sudaryanti (2006: 13) bahwa untuk mengenalkan pengukuran

pertama-tama anak dikenalkan dengan alat ukur yang tidak baku. Setelah anak paham

tentang pengukuran non baku atau tidak baku, kenalkan anak pada pengukuran

baku atau baku. Adapun yang dimaksud satuan baku dan tidak baku ialah sebagai

berikut,

a. Satuan Ukuran Tidak Baku

Satuan atau alat ukur tidak baku adalah satuan yang ditetapkan sebagai satuan

ilmiah yang memililki beberapa kelemahan karena mempunyai sifat ukuran yang

dapat berubah–ubah. Satuan tidak baku seperti menggunakan jengkal, depa,

(32)

17

adalah satuan apabila digunakan oleh orang yang berbeda dapat menghasilkan

hasil pengukuran yang berbeda. Contoh: mengukur panjang meja menggunakan

kilan (panjang/jarak antara ujung ibu jari dengan kelingking). Hasil pengukuran

orang dewasa akan lain dibandingkan dengan hasil pengukuran anak kecil.

b. Satuan Ukuran Baku

Satuan baku yaitu pengukuran yang satuannya sudah ditetapkan dan tidak

dapat berubah–ubah. Satuan baku merupakan satuan yang telah diakui dan

disepakati pemakaiannya secara internasional atau disebut dengan satuan

internasiaonal (SI) seperti halnya, meter, centimeter, liter, gram, kilogram dan

sebagainya. (Memet Mulyadi: 2012). Satuan baku adalah satuan yang apabila

digunakan oleh siapa pun akan menghasilkan hasil pengukuran yang sama.

Contoh: mengukur meja yang panjangnya satu meter menggunakan meteran.

Siapapun yang mengukur akan memperoleh hasil pengukuran panjang satu meter.

Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa satuan ukur

memiliki dua kategori yaitu tidak baku dan baku. Dimana satuan ukur tidak baku

merupakan satuan ukur yang memiliki kelemahan mempunyai sifat ukuran yang

berubah-ubah sedangkan satuan ukur baku adalah satuan yang telah diakui secara

internasional dan bersifat tetap.

4. Alat Ukur

Alat ukur adalah sesuatu yang digunakan untuk mengukur sesuatu besaran.

Berbagai macam alat ukur memiliki tingkat ketelitian tertentu. Hal ini tergantung

(33)

18

alat ukur maka semakin tinggi ketelitian alat ukur tersebut (Memet Mulyadi,

2012).

a. Alat Ukur Panjang

Alat ukur baku panjang misalnya penggaris dan meteran, mistar adalah salah

satu ukur panjang yang secara umum dikenal oleh anak. Pada pembacaan

skala, kedudukan mata pengamat harus tegak lurus dengan skala yang dibaca.

Kemudian alat ukur tidak baku seperti depa, jengkal, kaki, hasta, telapak

tangan dan sebagainya.

b. Alat Ukur Berat

Alat ukur baku yang digunakan untuk mengukur berat suatu benda salah

satunya adalah neraca atau timbangan. Timbangan ada yang berupa

timbangan jungkat- jungkit, timbangan digital dan timbangan jarum. Untuk

alat ukur tidak baku seperti timbangan buatan yang dibuat oleh guru.

c. Alat Ukur Volume

Alat yang digunakan untuk mengukur isi (volume) antara lain gelas ukur dan

sendok ukur. Kemudian untuk alat tidak baku seperti gelas biasa, gayung,

ember dan sebagainya.

Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa alat ukur memiliki

tingkat ketelitian tertentu. Semakin kecil satuan ukurnya akan semakin tinggi

ketelitiannya. Alat ukur yang digunakan unuk pengukuran anak usia dini bersifat

tidak baku dan baku. Dapat juga dibuat oleh guru seperti penggaris buatan dan

(34)

19 5. Jenis–Jenis Pengukuran

Dari beberapa jenis pengukuran peneliti mengambil tiga jenis pengukuran,

yaitu pengukuran panjang, volume, dan massa. Hal tersebut dikarenakan ketiga

pengukuran tersebut merupakan kemampuan yang harus dikembangkan pada anak

TK kelompok B seperti yang tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini.

Berikut penjelasan dari ketiga pengukuran tersebut:

a. Pengukuran Panjang

Panjang merupakan suatu besaran pokok yang digunakan untuk mengukur

jarak dari satu titik ke titik di ujung lain (Okky indra, 2008: 6). Satuan yang

digunakan untuk menyatakan panjang adalah meter. Dan alat ukur baku untuk

mengukur panjang adalah mistar, rol meter, jangka sorong, dan mikrometer skrup

(Abdul Khalim, dkk 2004: 11).

b. Pengukuran Volume

Walle (2008: 129), menerangkan bahwa volume adalah istilah untuk ukuran

benda tiga dimensi, istilah volume digunakan untuk menunjuk ke kapasiatas

wadah tapi juga dapat digunakan untuk ukuran bangun ruang. Sedangkan menurut

Okky indra (2008: 26) volume adalah jumlah luas yang bisa ditempati pada

bangun ruang. Alat ukur baku untuk mengukur volume bisa dengan menggunakan

gelas ukur.

c. Pengukuran Massa atau Berat

Massa dan berat merupakan 2 hal yang berbeda massa adalah jumlah zat

(35)

20

sedangkan berat adalah ukuran tarikan atau gaya gravitasi pada sebuah benda

(Walle, 2008: 131). Sejalan dengan Abdul Khalim, dkk (2004: 11-15), yang

menyatakan massa suatu benda adalah banyaknya zat yang dikandung oleh benda

tersebut. Tetapi untuk anak TK jangan diberi konsep massa dan berat, tetapi

cukup dengan berat saja meskipun yang benar adalah massa (Slamet Suyanto,

2005: 77).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengukuran

ini peneliti hanya akan melakukan penelitian tentang pengukuran panjang, berat

dan volume saja.

B. METODE DEMONSTRASI

1. Pengertian Metode Demonstrasi

Menurut Moeslichatoen (2004: 27), Metode demonstrasi berarti

menunjukan, mengerjakan, dan menjelaskan. Jadi dalam demonstrasi kita

menunjukan dan menjelaskan cara–cara mengerjakan sesuatu. Melalui

demonstrasi diharapkan anak dapat mengenal langkah–langkah pelaksanaan.

Moeslichatoen (2004: 113) memperjelas bahwa dengan kegiatan demonstrasi,

guru dapat meningkat pemahaman anak melalui pengelihatan dan pendengaran.

Anak diminta untuk memperhatikan dan mendengarkan baik baik semua

keterangan guru sehingga ia lebih paham tentang cara mengerjakan sesuatu.

Dengan demikian selajutnya anak dapat meniru bagaimana caranya melakukan hal

tersebut seperti yang dicontohkan oleh guru.

Menurut Sujiono (2008: 7). Metode demonstasi adalah cara memperagakan

(36)

21

Guru dituntut mendemonstrasikan sesuatu harus jelas, alat peraga harus

dipersiapkan terlebih dahulu, agar pada saat mendemonstrasikan sesuatu tidak

terhambat atau terganggu. Kemudian menurut Mukhtar Latif dkk (2013: 114)

pembelajaran melalui metode demonstrasi adalah suatu perolehan pengalaman

belajar yang dirancang secara khusus untuk menunjukan, mengerjakan, dan

menjelaskan suatu objek atau proses dari suatu peristiwa yang dilakukan.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi

adalah metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara menunjukan,

mengerjakan, dan menjelaskan tentang suatu proses kegiatan secara lebih detail.

2. Manfaat Metode Demonstasi

Menurut Moeslichatoen (2004: 113), metode demonstrasi dapat dipergunakan

untuk memenuhi dua fungsi. Pertama, dapat dipergunakan untuk memberikan

ilustrasi dalam menjelaskan informasi kepada anak. Bagi anak melihat bagaimana

sesuatu peristiwa berlangsung, lebih menarik, dan merangsang perhatian, serta

lebih menantang daripada hanya mendengar penjelasan guru. Kedua, metode

demonstrasi dapat membantu meningkatkan daya pikir anak TK terutama daya

pikir anak dalam peningkatan kemampuan mengenal, mengingat, berpikir

konvergen, dan berpikir evaluatif.

3. Kelebihan Metode Demonstrasi

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008: 211) adapun kelebihan dari metode

demonstrasi adalah sebagai berikut,

a. Perhatian anak dapat dipusatkan pada hal-hal yang dianggap penting oleh

(37)

22

perhatian anak pun lebih mudah dipusatkan kepada proses belajar mengajar

dan tidak kepada yang lainya.

b. Dapat membimbing anak ke arah berpikir yang sama dalam satu saluran

pikiran yang sama.

c. Ekonomis dalam jam pelajaran di sekolah dan ekonomis dalam waktu yang

panjang dapat diperlihatkan melalui demonstrasi dengan waktu yang pendek.

d. Dapat mengurangi kesalahan-kesalahan bila dibandingkan dengan hanya

membaca atau mendengarkan, karena murid mendapatkan gambaran yang

jelas dari hasil pengamatannya.

e. Karena gerakan dan proses dipertunjukan maka tidak memerlukan

keterangan-keterangan yang banyak.

f. Beberapa persoalan yang menimbulkan petanyaan atau keraguan dapat

diperjelas waktu proses demonstrasi.

Sedangkan menurut Muhyidin (2014: 89) kelebihan metode demonstrasi

adalah sebagai berikut,

a. Proses pembelajaran lebih menarik

b. Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau

kerja suatu benda

c. Memudahkan berbagai jenis penjelasan

d. Kesalahan–kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui

pengamatan dari contoh konkret, dengan cara menghadirkan objek

(38)

23

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan metode

demonstrasi adalah Metode ini memberikan kejelasan suatu informasi kepada

anak dengan cara lebih menarik, dan merangsang perhatian, serta dapat membantu

meningkatkan daya pikir anak dalam memahami sesuatu.

C. METODE PRAKTIK LANGSUNG

1. Pengertian Metode Praktik Langsung

Praktik langsung, atau hands–on learning, adalah istilah yang umum dalam pembelajaran sains. Praktik langsung merupakan pengalaman pendidikan yang

melibatkan anak secara aktif dalam manipulasi objek untuk menambah

pengetahuan atau pengalaman (Haury & Rillero, 1994). Meinhard (Haury &

Rillero, 1994) mengemukakan bahwa kegiatan praktik langsung adalah kegiatan

menggunakan objek, berupa makhluk hidup maupun benda mati, yang tersedia

secara langsung untuk penelitian.

Flick (Haury & Rillero, 1994) mengemukakan dua pandangan umum tentang

praktik langsung, yaitu pengertian secara luas dan sempit. Pertama, praktik

langsung secara luas dimaknai sebagai sebuah filosofi tentang cara dan waktu

penggunaan berbagai macam stategi pengajaran yang diperlukan untuk mengatur

keberagaman kelas. Kedua, praktik langsung secara sempit dimaknai sebagai

strategi instruksi spesifik, yaitu saat anak terlibat aktif dalam memanipulasi

material (Haury & Rillero, 1994).

Sedangkan menurut Fatthurrahman (2007: 64) praktik langsung merupakan

(39)

24

benda, seperti diperagakan dengan harapan anak didik menjadi jelas dan mudah

sekaligus dapat mempraktikkan materi yang dimaksud.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran

praktik langsung adalah metode dimana anak dapat terlibat secara langsung dalam

sebuah pembelajaran melalui pemberian materi kemudian diperagakan

menggunakan suatu alat atau benda.

2. Manfaat Metode Praktik Langsung

Manfaat penggunaan metode praktik langsung menurut Niffa (2014) adalah

sebagai berikut:

a. Anak akan lebih mengaplikasikan materi yang disampaikan oleh guru.

b. Anak mampu membuktikan dan mempercayai sebuah teori setelah ia

melakukan praktik.

c. Anak menjadi tidak bingung dengan teori yang disampaikan.

d. Anak langsung dihadapkan dengan permasalahan yang nyata.

e. Keterampilan anak meningkat

3. Kelebihan Metode Praktik Langsung

a. Kelebihan metode praktik langsung menurut Juono (2013)

1) Diperolehnya perubahan perilaku psikomotor bentuk keterampilan.

2) Mempermudah dan memperdalam pemahaman tentang berbagai teori

yang terkait dengan praktek.

3) Meningkatkan motivasi dan gairah untuk semangat belajar

4) Melatih koordinasi otak, mata, tangan dan kaki

(40)

25

b. Kelebihan metode praktik langsung menurut Anisa (2011)

1) Pembelajaran lebih bermakna sebab secara langsung dapat mempelajari

dan memecahkan masalah secara langsung

2) Metode ini sangat sesuai dengan model pembelajaran kontruktivisme yang

sedang dikembangkan dalam pembelajaran saat ini, yaitu merangsang anak

untuk berpikir dalam memecahkan masalah

3) Siswa lebih mudah mengerti dan memahami

4) Siswa bisa lebih langsung mempraktikkan setelah mendapat teori

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan metode

praktik langsung adalah dapat meningkatkan pemahaman dari sebuah teori,

meningkatkan keterampilan motorik dan membantu pemecahan masalah secara

langsung dalam suatu kegiatan melalui kegiatan praktik yang dilakukan.

D. HAKEKAT ANAK USIA DINI 1. Pengertian Anak Usia Dini

Terdapat beberapa definisi tentang anak usia dini. Definisi yang pertama

yaitu menurut NAEYC (National Association for The Education of Young

Children) dalam Soemantri Padmonodewo (2003: 43), Anak usia dini adalah anak

yang berada pada rentang usia 0–8 tahun, yang tercakup dalam program

pendidikan di Taman Penitipan Anak, penitipan anak pada keluarga, pendidikan

prasekolah baik itu swasta ataupun negeri, TK, dan SD. Sedangkan, menurut

UndangUndang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal

1 Butir 14 yang menyatakan bahwa anak usia dini merupakan masa dimana

(41)

26

sejalan dengan Direktorat PAUD (2002: 8) yang menyatakkan bahwa Anak usia

dini adalah anak usia 0-6 tahun, yang merupakan masa pertumbuhan dan

perkembangan sangat berpengaruh pada kehidupan selanjutnya, anak usia dini

juga diartikan sebagai anak prasekolah.

Definisi selanjutnya menurut Mansur (2005: 88) anak usia dini adalah

kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang

bersifat unik. Mereka memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang khusus

sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Definisi tersebut

senada dengan Dwi yulianti (2010: 7) yang menyatakan bahwa anak usia dini

yang berada pada rentan usia 0-6 tahun merupakan anak yang sedang

membutuhkan pendidikan untuk menstimulasi semua aspek perkembangannya,

baik perkembangan fisik maupun psikis yang meliputi perkembangan kognitif,

bahasa, motorik, dan sosial emosional.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa anak usia dini

dalam peraturan pendidikan di indonesia adalah anak yang berada pada rentang

usia 0–6 tahun sedangkan dalam peraturan internasional anak usia dini berada

dalam rentan usia 0–8 tahun. Anak usia dini adalah anak yang sedang dalam

tahapan perkembangan dan pertumbuhan yang pesat sehingga diperlukan adanya

stimulasi agar pertumbuhan serta pekembangannya dapat optimal. Pemberian

stimulasi tersebut dapat diberikan pendidikan dalam lingkungan keluarga, PAUD

jalur non formal seperti tempat penitipan anak (TPA) atau kelompok bermain

(42)

27

E. ASPEK PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA DINI

1. Pengertian Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

Menurut Gagne dalam Jamaris (2006: 18), kognitif adalah proses yang terjadi

secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu manusia sedang berfikir.

Kemampuan kognitif ini berkembang secara bertahap, sejalan dengan

perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang berada di pusat susunan syaraf.

Sedangkan menurut Piaget dalam Slamet Suyanto (2005 : 94) menyatakan bahwa

perubahan perilaku akibat belajar merupakan hasil dari perkembangan kognitif

anak yaitu kemampuan anak untuk berpikir tentang lingkungan sekitarnya.

Kemampuan berfikir ini dipengaruhi oleh dua hal yaitu maturasi (proses menjadi

dewasa) dan kesiapan (readines).

Dan menurut Vygotsky dalam Ernawulan (2005: 32), kemampuan kognitif

anak terbagi atas kemampuan memperhatikan, mengamati, mengingat dan

berpikir konvergen. Kemampuan memperhatikan pada anak diawali dengan

keberfungsian panca indera anak. Anak memperhatikan sesuatu obyek yang nyata

dengan menggunakan mata dan telingannya.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan

kognitif anak usia dini adalah suatu proses perkembangan kecerdasan intelektual

melalui cara berpikir, memperhatikan, mengamati menggunakan panca inderanya.

Perkembangannya terjadi secara bertahap sejalan dengan perkembangan fisik dan

(43)

28

2. Tahapan Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

Piaget (Slamet Suyanto, 2005: 53) membagi tahapan perkembangan kognitif

berdasarkan umur. Piaget membagi ke dalam empat tahap, yaitu: sensori-motor,

pra-operasional, konkret-operasional, dan formal-operasional. Sedangkan anak

usia dini masuk dalam tahapan sensori-motor, pra-operasional. Adapun

penjelasan tahapan perkembangan kognitif anak usia dini sebagai berikut,

a. Sensorimotor (0-2 tahun)

Pada tahap ini anak lebih banyak menggunakan gerak refleks dan inderanya

untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Kelak hasil pengalaman

berinteraksi dengan lingkungan ini amat berguna untuk berpikir lebih lanjut.

b. Pra opersional (2-7 tahun)

Pada tahap ini anak mulai menunjukkan proses berpikir yang lebih jelas. Ia

mulai mengenali beberapa simbol dan tanda termasuk bahasa dan gambar.

Anak menunjukkan kemampuannya melakukan permainan symbolis

(symbolic play ataupretend play).

Sesuai dengan pendapat piaget dalam Erna wulan ( 2005: 37) anak usia TK B

masuk dalam periode pra operasional. Dikatakan pra operasional karena pada

tahap ini anak belum memahami pengertian operasional yaitu proses interaksi

suatu aktivitas mental, dimana prosesnya bisa kembali pada titik awal berfikir

secara logis. Manipulasi simbol merupakan karakteristik esensial dari tahapan ini.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Tahapan

perkembangan anak usia 5–6 Tahun atau anak kelompok TK B masuk dalam

(44)

29

berfikir yang lebih jelas dari tahapan sebelumnya dan anak juga sudah mampu

mengenali beberapa simbol.

3. Karakteristik Perkembangan Kognitif anak usia 5–6 Tahun

Anak usia dini memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda, salah

satunya dalam perkembangan kognitifnya. Berdasarkan tahapan perkembangan

menurut Jean Piaget dalam Santrock (2007: 252), anak Taman Kanak-Kanak

kelompok B berada pada rentan usia 5–6 tahun sehingga masuk pada tahapan pra-

operasional. Tahapan dimana dalam masa masa tersebut mulai terbentuk konsep

yang stabil, pemikiran mental mulai terbentuk, bersifat egosentris, dan keyakinan

magis mulai terkonstruksi.

Sedangkan menurut Jamaris (2006: 26), karakteristik kemampuan kognitif

anak usia 5-6 tahun adalah sebagai berikut,

a. Sudah dapat memahami jumlah dan ukuran

b. Tertarik dengan huruf dan angka. Ada yang sudah mampu menulisnya atau

menyalinnya,serta menghitungnya.

c. Telah mengenal sebagian warna.

d. Mulai mengerti tentang waktu, kapan harus pergi ke sekolah dan pulang dari

sekolah, nama–nama hari dalam satu minggu.

e. Mengenal bidang dan bergerak sesuai dengan bidang yang dimilikinya.

f. Pada akhir usia 6 tahun, anak sudah mulai mampu membaca,menulis dan

berhitung.

Menurut Wolfinger dalam Slamet Suyanto (2005: 4) bahwa cara berpikir

(45)

30

pengetahuan atau konsep-konsep abstrak. Pada tahap ini anak belajar terbaik

melalui kehadiran benda-benda. Obyek permanen (object permanency) sudah mulai berkembang. Anak juga dapat belajar mengingat benda-benda, jumlah dan

ciri-cirinya meskipun bendanya sudah tidak berada dihadapannya.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik kognitif

anak usia 5-6 tahun masuk pada tahapan pra- operasional dan cara berpikir sudah

masuk kepada pengalaman menggunakan benda-benda konkret.

4. Tujuan Peningkatan Perkembangan Kognitif

Pengembangan kognitif bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir

anak supaya dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat menemukan

bermacam-macam alternatif pemecahan masalah, membantu anak untuk mengembangkan

kemapuan logika matematikanya dan 3 pengetahuan akan ruang dan waktu, serta

mempunyai kemampuan untuk memilah-milah, mengelompokkan serta

mempersiapkan pengembangan kemampuan berpikir teliti (Diknas, 2003: 8).

5. Indikator Perkembangan Kognitif Anak Usia 5–6 Tahun a. Belajar dan Pemecahan Masalah

1) Menunjukkan aktivitas yang bersifat eksploratif dan menyelidik (seperti :

apa yang terjadi ketika air ditumpahkan).

2) Memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari dengan

cara yang fleksibel dan diterima sosial.

3) Menerapkan pengetahuan atau pengalaman dalam konteks yang baru.

4) Sikap kreatif dalam menyelesaikan masalah (ide, gagasan di luar

(46)

31

b. Berpikir Logis

1) Mengenal perbedaan berdasarkan ukuran: “lebih dari”; “kurang dari”; dan “paling/ter”.

2) Menunjukkan inisiatif dalam memilih tema permainan (seperti: ”ayo kita

bermain pura-pura seperti burung”).

3) Menyusun perencanaan kegiatan yang akan dilakukan.

4) Mengenal sebab-akibat tentang lingkungannya (angin bertiup

menyebabkan daun bergerak, air dapat menyebabkan sesuatu menjadi

basah).

5) Mengklasifikasikan benda berdasarkan warna, bentuk, dan ukuran (3

variasi).

6) Mengklasifikasikan benda yang lebih banyak ke dalam kelompok yang

sama atau kelompok yang sejenis, atau kelompok berpasangan yang lebih

dari 2 variasi.

7) Mengenal pola ABCD-ABCD.

8) Mengurutkan benda berdasarkan ukuran dari paling kecil ke paling besar

atau sebaliknya.

c. Berpikir Simbolik

1) Menyebutkan lambang bilangan 1-10.

2) Menggunakan lambang bilangan untuk menghitung.

3) Mencocokkan bilangan dengan lambang bilangan.

(47)

32

5) Merepresentasikan berbagai macam benda dalam bentuk gambar atau

tulisan (ada benda pensil yang diikuti tulisan dan gambar pensil).

F. MATEMATIKA ANAK USIA DINI

1. Pengenalan Matematika Anak Usia Dini

Menurut pendapat Slamet Suyanto (2005: 56), matematika atau berhitung

sangat penting dalam kehidupan setiap hari, bahkan setiap menit kita

menggunakan matematika. Belanja, menghitung benda, waktu, tempat, jarak, dan

kecepatan merupakan fungsi matematika. Memahami grafik, tabel, cara juga

fungsi matematika. Mengukur panjang, berat, dan volume juga merupakan fungsi

matematika. Dengan kata lain matematika sangat penting bagi kehidupan kita.

Pengetahuan tentang matematika sebenarnya sudah bisa diperkenalkan pada

anak sejak usia dini (usia lahir-6 tahun). Pada anak-anak usia di bawah tiga tahun,

konsep matematika ditemukan setiap hari melalui pengalaman bermainnya

(Lestari 2011: 7). Diperjelas dengan pendapat piaget dalam Slamet suyanto (2005:

56) , yang menyatakan bahwa pengenalan matematika sebaiknya dilakukan

dengan melalui penggunaan benda–benda konkret dan pembiasaan penggunaan

matematika agar anak dapat memahami matematika seperti menghitungm

bilangan dan operasi bilangan.

Kemudian, menurut standar NCTM (National Council of Teacher

Mathematics) dalam Slamet Suyanto (2005: 57) standar matematika untuk Anak

usia Taman Kanak Kanak ada 13 macam, yaitu: (1) matematika sebagai

pemecahan masalah; (2) matematika sebagai cara berkomunikasi; (3) matematika

(48)

33

mengenal bilangan dan angka; (7) konsep keseluruhan dan sebagainya; (8)

menghitung semua dan sebagian; (9) mengenal ruang dan jarak; (10) pengukuran;

(11) statistik dan probabilitas; (12) pecahan dan desimal; (13) pola dan relasi.

Hal tersebut sejalan dengan kurikulum TK dan RA dalam Sofia Hartati

(2005: 21) yang mengklasifikasikan karakteristik perkembangan anak usia 5-6

tahun secara intelektual telah mampu melakukan banyak hal diantaranya: (1)

menyebut dan membilang 1-20; (2) mengenal lambang bilangan; (3)

menghubungkan konsep dengan bilangan; (4) mengenal konsep sama, lebih

banyak, lebih sedikit; (5) mengenal penjumlahan dengan benda-benda; (6)

mengenal waktu dengan menggunakan jam; dan (7) mengenal alat-alat untuk

mengukur.

Jadi kesimpulan dari beberapa paparan di atas adalah pengenalan matematika

sangat diperlukan dalam kehidupan sehari–hari anak. Pengenalan konsep

matematika sejak dalam usia dini akan membantu perkembangan anak

selanjutnya pada tahapan yang lebih tinggi. Karena pada masa ini merupakan

masa yang sangat strategis untuk mengenalkan sebuah konsep matematika.

Pengenalan beberapa konsep matematika dapat dilakukan melalui berbagai cara

salah satunya bermain. Tedapat 13 standar matematika untuk jenjang Taman

Kanak Kanak. Salah satunya adalah pengembangan konsep matematika untuk

anak usia dini melalui pengukuran.

G. Penelitian yang Relevan

(49)

34

dengan hasil sebagai berikut, Untuk pengukuran panjang, meningkat menjadi

83,33%. Untuk kemampuan pengukuran volume, meningkat menjadi 86,11%.

Selanjutnya untuk kemampuan pengukuran massa, meningkat menjadi 83,33%.

Sehingga metode pengukuran dengan problem solving dapat meningkatkan

pemahaman anak dalam kemampuan pengukuran.

Peningkatan Kemampuan Pengukuran (Measurement) Melalui Pendekatan

Inkuiri Terbimbing Pada Anak Kelompok B2 Tk Suryodiningratan Mantrijeron

Yogyakarta oleh Nur Hanifah Herowati dengan hasil sebagai berikut, Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pengukuran panjang dapat mencapai

indikator keberhasilan sebesar 85%, kemampuan pengukuran massa mengalami

capaian 81%, dan kemampuan pengukuran volume mengalami capaian sebesar

83%. Hal ini diketahui dari meningkatnya kemampuan menggunakan alat ukur

baik non baku maupun baku serta menyebutkan ukurannya. Dengan demikian

pendekatan inkuiri terbimbing dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan

pengukuran anak.

H. Kerangka Pikir

Anak usia dini adalah anak yang sedang dalam tahapan perkembangan dan

petumbuhan yang pesat sehingga perlu dioptimalkan dalam setiap aspek

perkembangan, salah satunya aspek kognitif yaitu suatu proses perkembangan

kecerdasan melalui cara berfikir. Upaya peningkatan aspek kognitif bisa melalui

pembelajaran matematika. Sesuai dengan NCTM dalam slamet suyanto (2005:52)

standar matematika untuk Anak usia Taman Kanak Kanak ada 13 macam, yaitu:

(50)

35

berkomunikasi; (3) matematika sebagai cara berfikir; (4) hubungan matematis; (5)

estimasi (perkiraan); (6) mengenal bilangan dan angka; (7) konsep keseluruhan

dan sebagainya; (8) menghitung semua dan sebagian; (9) mengenal ruang dan

jarak; (10) pengukuran; (11) statistik dan probabilitas; (12) pecahan dan desimal;

(13) pola dan relasi.

Proses pembelajaran di TKIT AR RAHMAAN masih perlu untuk dilakukan

perbaikan khususnya dalam pembelajaran matematika tentang kemampuan

pengukuran. Pembelajaran tentang pengukuran sangat diperlukan anak dalam

kehidupan sehari–hari. Kemampuan pengukuran adalah suatu kegiatan pemberian

bilangan pada suatu benda dengan sebuah patokan. Anak dapat memahami,

mempelajari dan mencari tahu tentang suatu objek pengukuran melalui sebuah

pengalaman konkret. Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan penelitian

tentang pengukuran panjang, berat dan volume. Penggunaan metode yang tepat

akan mendukung dalam pembelajaran pengukuran. Sehingga, peneliti akan

menggunakan metode demonstrasi dan praktik langsung, dimana metode ini

diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pengukuran untuk anak usia dini.

Metode demonstrasi anak dapat menunjukan cara mengukur, mengetahui

langkah–langkah mengukur dan mampu menggunakan alat ukur dengan benar.

Sehingga anak dapat dengan mudah mempelajari konsep pengukuran. Kemudian

dengan menggunakan metode praktik anak dapat terlibat langsung dalam kegiatan

pengukuran melalui sebuah pengalaman memperagakan kegiatan mengukur

menggunakan alat ukur dan benda konkret. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas

(51)

36

demonstrasi dan praktik langsung dapat meningkatkan kemampuan pengukuran

pada anak kelompok B1 TKIT AR RAHMAAN Prambanan, Sleman.

I. Hipotesis Tindakan

Kemampuan pengukuran dapat ditingkatkan melalui metode demonstrasi dan

praktik langsung pada anak kelompok B1 TKIT AR RAHMAAN, Prambanan,

(52)

37 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 1) penelitian tindakan kelas (classroom action research) merupakan penelitan eksperimen yang berkelanjutan. Apabila dilihat dari istilahnya, penelitian tindakan kelas bertujuan untuk menyelesaikan

masalah melalui suatu perbuatan nyata, bukan hanya mencermati fenomena

tertentu kemudian mendeskripsikan apa yang terjadi dengan fenomena yang

bersangkutan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatan kemampuan

pengukuran anak kelompok B TKIT AR RAHMAAN melalui metode

demonstrasi dan praktik langsung.

Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas

Kolaboratif (Collaborative Classroom Action Research). Menurut Suharsimi Arikunto, dkk (2006: 17), kerjasama antara guru dan peneliti sangat penting dalam

pelaksanaan tindakan ini. Dengan bekerjasama, maka antara peneliti dan guru

dapat menggali dan mengkaji permasalahan nyata yang dihadapi di dalam kelas

tindakan. Cara ini dikatakan ideal karena dapat mengurangi unsur subjektivitas

pengamat, karena pengamatan yang diarahkan pada diri sendiri biasanya kurang

teliti dibanding dengan pengamatan yang dilakukan di luar diri sendiri.Penelitian

ini dilakukan secara kolaboratif, yaitu dengan adanya keterlibatan dan kerjasama

dari guru dalam pelaksanan penelitian. Dalam penelitian, guru bertindak sebagai

pelaksana pembelajaran dan peneliti bertugas untuk mengamati jalannya kegiatan

(53)

38

Oleh karena itu, penelitian tindakan yang baik adalah apabila penelitian

tersebut dilakukan secara kolaborasi, yaitu guru yang melakukan tindakan dan

peneliti sebagai pengamat tindakan tersebut.

B. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di TKIT AR RAHMAAN Prambanan, Sleman

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2016, Tahun ajaran

2016/2017

C. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi Subjek dari Penelitian Tindakan Kelas ini

adalah semua anak Kelompok B TKIT AR RAHMAAN Prambanan, Sleman.

Dengan jumlah anak 23 anak terdiri dari 13 laki–laki dan 10 perempuan.

Sedangkan objek yang akan diteliti adalah peningkatan kemampuan pengukuran

melalui metode demonstrasi.

D. Model Penelitian

Model penelitian yang dilakukan pada penelitian ini merupakan

pengembangan model Kemmis dan Mc Taggart, yaitu model spiral yang artinya

Siklus pembelajaran yang dilakukan secara berulang dan berkelanjutan, jadi

semakin lama kemampuannya semakin meningkat, di mana dalam pelaksanaan

penelitian tindakan kelas meliputi perencanaan, tindakan dan pengamatan, dan

(54)

39

Gambar 1.

Alur PTK Model Kemmis & Mc Taggart (Suharsimi, 2006: 93).

Keterangan Gambar :

Siklus 1 :

a. Perencanaan (Plan)

b. Tindakan dan Observasi (Act & Observe) c. Refleksi (Reflect)

Kemmis dan McTaggart mengatakan bahwa penelitian tindakan adalah suatu

Siklus spiral yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan

(observasi), dan refleksi, yang selanjutnya mungkin diikuti dengan Siklus spiral

berikutnya.

E. Rancangan Pelaksanaan Tindakan

Alur pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai

berikut, perencanaan tindakan, pelaksanaan dan pengamatan tindakan, refleksi

terhadap tindakan yang telah dilakukan. Berikut uraian alur tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Pra Tindakan

Pra Tindakan yang dimaksudkan adalah kegiatan yang dilakukan oleh peneliti

(55)

40

mengetahui gambaran awal tentang Kelompok B di TKIT AR RAHMAAN

Prambanan, Sleman mengenai kondisi dan situasi.

2. Perencanaan (Planning)

a. Melakukan identifikasi masalah yang ada di kelas. Setelah peneliti melakukan

diskusi dengan kepala sekolah dan guru kelas, selanjutnya peneliti

mengidentifikasi beberapa masalah yang dialami oleh guru kelas dalam

melaksanakan pembelajaran di kelas B.

b. Peneliti berkolaborasi dengan guru untuk merencanakan tindakan perbaikan

proses pembelajaran pengukuran yaitu dengan menggunakan metode

demonstrasi.

c. Peneliti dan guru kelas menentukan waktu pelaksanaan penelitian dan

membuat Rencana Pembelajaran Harian (RKH) yang sesuai dengan kegiatan

yang akan dijadikan penelitian. Berikutnya menyusun dan mempersiapakan

lembar observasi dan alat pendokumentasian kegiatan pembelajaran. Peneliti

dan guru kelas juga mempersiapkan LKA, media pembelajaran, peralatan dan

tempat yang digunakan dalam penelitian.

3. Pelaksanaan Rencana Tindakan Siklus I

a). Tahap pelaksanaan

Setelah peneliti bersama guru mempersiapkan materi, media dan RKH,

selanjutnya yang akan dilakukan adalah pelaksanaan tindakan. Peneliti

(56)

41

b). Tahap pengamatan

Observasi dilakukan oleh peneliti sesuai dengan instrumen yang dibuat.

Sedangkan guru kelas berperan sebagai pelaksana penelitian. Pada tahap ini

peneliti mengamati proses pembelajaran,dan aktivitas guru serta anak-anak

ketika KBM berlangsung.

c). Tahap Evaluasi

Pada tahap ini, evaluasi dilakukan dengan menggunakan tanya jawab yang

diberikan kepada anak tentang hal-hal yang berkaitan dengan apa yang telah

dilakukan anak pada pembelajaran pengukuran.

d). Tahap Refleksi I

Setelah di adakan tindakan dan pengamatan, tindakan pertama ini peneliti

bersama guru melakukan refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran.

Apabila ternyata masih ditemukan beberapa masalah dalam pelaksanaan

tindakan dan belum mencapai target, maka akan dilakukan tindakan

berikutnya, yaitu pada Siklus ke II dengan tujuan untuk memperbaiki

pembelajaran.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah tentang kemampuan

pengukuran khususnya Kelompok B di TKIT AR RAHMAAN. Penelitian

Tindakan Kelas ini menggunakan teknik observasi dan dokumentasi.

1. Observasi

Observasi merupakan teknik monitoring dengan melakukan

Gambar

Gambar 1. Alur PTK Model Kemmis & Mc Taggart (Suharsimi, 2006: 93).
Tabel 1. Kisi-kisi Lembar Observasi Kemampuan Pengukuran.
Gambar 2 Data Kumulatif Observasi Pra Tindakan Kemampuan Pengukuran
Gambar 4 Data Perbandingan Observasi Kemampuan Pengukuran Pra Tindakan dan Siklus I
+7

Referensi

Dokumen terkait