• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Simulator Penyandian dan Pengawasandian pada Sistem Komunikasi Berbasis Perangkat Lunak Visual C

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Simulator Penyandian dan Pengawasandian pada Sistem Komunikasi Berbasis Perangkat Lunak Visual C"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

1

PEDOMAN PENGGUNAAN SIMULATOR PENYANDIAN DAN PENGAWASANDIAN

SISTEM KOMUNIKASI BERBASIS PERANGKAT LUNAK VISUAL C#

Simulator penyandian dan pengawasandian ini dirancang untuk meyimulasikan 10 jenis penyandian dan pengawasandian yaitu sebagai berikut Huffman Code, Arithmetic Code,Parity Check Code, Longitudinal Redudancy Code,Cyclic Redundacy Check Code, Checksum Code, Bose Chaudhuri Hocqueqhem Code, Hamming Code, Reed Salomon Code, dan Convolution Code.

1. Tampilan Umum Sistem

Simulator modulasi digital ini dirancang menggunakan perangkat lunak Visual C# 2012. Tampilan simulator ini dibuat dengan menggunakan GUI (Graphical User Interface), supaya sistem yang dirancang terlihat lebih menarik dan mudah untuk dioperasikan. Simulator penyandian dan pengawasandian ini memberikan pilihan kepada pengguna untuk memilih jenis penyandian dan pengawasandian yang ingin disimulasikan .

2. Panduan Penggunaan Sistem

Simulator penyandian dan pengawasandian menggunakan perangkat lunak Visual C# akan menampilkan hasil proses penyandian dan pengawasandian.

(2)

2

Gambar 2.1. Tampilan Utama Penyandian dan Pengawasandian.

2.1.Simulator Penyandian dan Pengawasandian Huffman Code Dasar Teori

Huffman termasuk ke dalam kelas algoritma yang menggunakan metode statik . Metode statik adalah metode yang selalu menggunakan peta kode yang sama. Metode ini memiliki dua tahapan: tahap pertama untuk menghitung probabilitas kemunculan tiap simbol dan menentukan peta kodenya, dan tahap kedua untuk mengubah masukan menjadi kumpulan kode yang akan ditransmisikan.

Prosedur pembentukan kode Huffman adalah sebagai berikut.

1. Mengurutkan simbol-simbol sumber mulai dari yang memiliki probabilitas terbesar hingga terkecil.

2. Menjumlahkan probabilitas dua simbol pada urutan terbawah (yaitu, dua simbol dengan probabilitas terkecil), dan kemudian mengurutkan kembali nilai-nilai yang dihasilkan. prosedur ini diulangi hingga hanya terdapat dua probabilitas yang dijumlahkan sampai 1.

3. Selanjutnya dilakukan penyandian, probabilitas yang terkecil pertama diberi kode '1' dan probabilitas terkecil kedua diberi kode '0'.

(3)

3 Rerata Informasi atau Entropi

Sistem-sistem komunikasi umumnya mentransmisikan serangkaian karakter yang berasal dari sumber informasi. Oleh sebab itu, lebih penting untuk mengetahui rerata jumlah informasi yang dihasilkan oleh sebuah sumber informasi, daripada jumlah informasi yang dikandung oleh sebuah karakter tunggal. Entropi dinyatakan oleh Persamaan (2.1).

Panjang Rata-Rata dan Efisiensi Kode

Panjang sebuah kode biner adalah banyaknya digit biner (bit) di dalam kode

(4)

4

Gambar 2.2. Tampilan Simulator Penyandian Huffman Code. Petunjuk Penggunaan

1. Memasukkan kata bermakna untuk penyandian dan pengawasandian (tidak boleh lebih dari 10 karakter yang berbeda ) dan memasukkan jumlah bit error ( tidak boleh melebihi jumlah karakter masukan yang berbeda). Misalnya kata masukan adalah NAMA, jumlah bit error: 1.

2. Menekan tombol untuk melakukan proses penyandian, selanjutnya akan diperoleh hasil seperti pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 merupakan hasil probabilitas tiap karakter.

(5)

5

Gambar 2.3. Tampilan Simulator Penyandian Huffman Code.

3. Menekan tombol untuk melakukan proses penyandian, selanjutnya akan diperoleh hasil seperti pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 merupakan gambar proses pembentukan pohon Huffman.

Gambar 2.4. Tampilan Simulator Penyandian Huffman Code.

4. Menekan tombol terus menerus sampai total probabilitas tiap karakter paling atas bernilai 1, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 merupakan hasil pohon Huffman. Anda dapat membaca keterangan dalam setiap proses penyandian.

ENCODER

(6)

6

Gambar 2.5. Tampilan Simulator Penyandian Huffman Code.

5. Menekan tombol untuk melakukan proses pengawasandian, akan diperoleh hasil seperti Gambar 2.6. Gambar 2.6 merupakan hasil pengawasandian Huffman Code yang menunjukkan hasil panjang rata-rata, efisiensi, dan nilai entropi Huffman Code.

(7)

7

6. Menekan tombol untuk kembali ke menu utama.

2.2. Simulator Penyandian dan Pengawasandian Arithmetic Code. Dasar Teori

Pada umumnya, algoritma kompresi data melakukan penggantian satu atau lebih karakter masukan dengan kode tertentu. Berbeda dengan cara tersebut, Arithmetic Coding menggantikan satu deretan karakter masukan dengan sebuah bilangan floating point. Keluaran arithmetic coding ini adalah satu angka yang lebih kecil dari 1 dan lebih besar atau sama dengan 0. Angka ini secara unik dapat diawasandikan sehingga menghasilkan deretan karakter yang dipakai untuk menghasilkan angka tersebut. Untuk menghasilkan angka keluaran tersebut, tiap karakter yang akan disandikan diberi satu set nilai probabilitas.

Prosedur pembentukan Arithmetic Code: Langkah pertama: Mencari probabilitas tiap karakter.

Langkah kedua: Setelah probabilitas tiap karakter diketahui. Tiap karakter akan diberikan rentang tertentu yang nilainya berkisar di antara 0 dan 1, sesuai dengan probabilitas yang ada. Dalam hal ini, penentuan rentang harus urut dari karakter masukan.

Langkah ketiga: Membuat diagram Arithmetic. Langkah keempat: menyesuaikan urutan masukan.

(8)

8

Gambar 2.7. Tampilan Simulator Penyandian Arithmetic Code. Petunjuk Penggunaan

1. Memasukkan kata bermakna untuk penyandian dan pengawasandian (tidak boleh lebih dari 10 karakter yang berbeda ) dan memasukkan jumlah bit error ( tidak boleh melebihi jumlah karakter masukan yang berbeda). Misalnya kata masukan adalah NAMA, jumlah bit error: 1.

2. Menekan tombol untuk melakukan proses penyandian, kemudian akan diperoleh hasil seperti tampilan pada Gambar 2.8. Gambar 2.8 merupakan hasil interval probabilitas tiap karakter.

3. Menekan tombol terus menerus sampai interval probabilitas 1 seperti pada Gambar 2.9.

ENCODER

(9)

9

Gambar 2.8. Tampilan Simulator Penyandian Arithmetic Code.

Gambar 2.9. Tampilan Simulator Penyandian Arithmetic Code.

4. Menekan tombol untuk melakukan proses penyandian, akan diperoleh tampilan pada Gambar 2.10. Gambar 2.10 merupakan gambar proses pembentukan diagram Arithmetic.

(10)

10

Gambar 2.10. Tampilan Simulator Penyandian Arithmetic Code.

5. Menekan tombol terus menerus sampai semua karakter terbentuk, seperti tampilan pada Gambar 2.11. Gambar 2.11 merupakan hasil diagram Arithmetic.Anda dapat membaca keterangan dalam setiap proses penyandian.

(11)

11

6. Menekan tombol untuk melakukan proses pengawasandian, akan diperoleh hasil seperti Gambar 2.12. Gambar 2.12 merupakan gambar hasil tabel Encoder.

Gambar 2.12. Tampilan Simulator Penyandian Arithmetic Code.

7. Menekan tombol untuk melanjutkan proses pengawasandian, akan diperoleh hasil seperti Gambar 2.13. Gambar 2.13 merupakan hasil perhitungan untuk pengawasandian Arithmetic.

Gambar 2.13. Tampilan Simulator Pengawasandian Arithmetic Code. DECODER

(12)

12

8. Menekan tombol terus menerus sampai semua karakter tersandikan akan diperoleh hasil seperti Gambar 2.14. Gambar 2.14 merupakan hasil perhitungan untuk pengawasandian Arithmetic. Anda dapat membaca keterangan dalam setiap pengawasandian.

Gambar 2.14. Tampilan Simulator Pengawasandian Arithmetic Code.

9. Menekan tombol untuk kembali ke menu utama.

2.3Simulator Penyandian dan Pengawasandian Parity Check Code Dasar Teori

Parity Check Code adalah penyandian menggunakan penambahan satu atau lebih bit untuk membuat total jumlah 1 bit menjadi genap (parity genap) atau gasal (parity gasal). Jika jumlah bit gasal (termasuk bit parity) berubah pada waktu pengiriman, maka bit parity menjadi tidak benar dan mengindikasikan adanya kesalahan pada waktu pengiriman. Oleh karena itu, bit parity merupakan kode pendeteksi kesalahan (error detecting code), dan bukan merupakan kode pengoreksi kesalahan (error correcting code) karena tidak ada cara untuk menentukan bit mana yang keliru. Data harus

(13)

13

diabaikan seluruhnya dan mengulangi lagi transmisi dari awal. Pada media transmisi yang terganggu, transmisi yang berhasil akan membutuhkan banyak waktu atau tidak berhasil sama sekali. Bit ekstra disebut parity redundant bit.

Gambar 2.15. Tampilan Simulator Penyandian Parity Check Code. Petunjuk Penggunaan

1. Memilih jenis Parity Check nya, (pilih Parity Genap atau Parity Gasal).

2. Memasukkan kata bermakna untuk penyandian dan pengawasandian (tidak ada ketentuan) dan memasukkan jumlah bit error ( tidak boleh melebihi 4 x jumlah penyandian sampai mendapatkan hasil penyandian seperti pada Gambar 2.17. Anda dapat membaca keterangan dalam setiap proses penyandian.

ENCODER

(14)

14

Gambar 2.16. Tampilan Simulator Penyandian Parity Check Code.

Gambar 2.17. Tampilan Simulator Penyandian Parity Check Code.

5. Menekan tombol untuk melakukan proses pengawasandian, maka akan diperoleh hasil seperti pada Gambar 2.18. Gambar 2.18 adalah gambar data yang dikirim.

(15)

15

Gambar 2.18. Tampilan Simulator Penyandian Parity Check Code.

6. Menekan tombol terus menerus untuk melanjutkan proses pengawasandian sampai didapatkan hasil pengawasandian seperti pada Gambar 2.19. Anda dapat membaca keterangan dalam setiap pengawasandian.

Gambar 2.19. Tampilan Simulator Pengawasandian Parity Check Code.

7. Menekan tombol untuk kembali ke tampilan utama.

DECODER

(16)

16

2.4Simulator Penyandian dan Pengawasandian Longitudinal Redundancy Check Dasar Teori

Longitudinal Redundancy Check (LRC) merupakan pengembangan Parity Check Code yang mempunyai kemampuan deteksi error yang lebih efisien. Pada data

Longitudinal Redundancy Check (LRC) dibagi menjadi sejumlah blok.

Bit-bit paritas yang diletakan pada setiap karakter berfungsi sebagai LRC. Pada teknik ini, satu blok bit diatur dalam bentuk baris dan kolom. LRC menggunakan paritas genap untuk tiap kolomnya

Jika dibandingkan Parity Check Code, LRC bisa mendeteksi junlah kesalahan tidak hanya gasal saja tetapi bisa genap. Tetapi pada LRC memiliki kelemahan juga yaitu jika jumlah kesalahannya 2 dan pada bit ke n dan n+8, maka tidak terdeteksi error. Karena LRCnya terdeteksi sama.

Gambar 2.20. Tampilan Simulator Penyandian Longitudinal Redundancy Check. Petunjuk Penggunaan

(17)

17

2. Menekan tombol untuk melakukan proses penyandian,maka akan diperoleh seperti pada Gambar 2.21. Gambar 2.21 merupakan kata masukan diubah menjadi biner.

3. Menekan tombol terus menerus sampai mendapatkan hasil LRCnya seperti tampilan Gambar 2.22. Anda dapat membaca keterangan dalam setiap proses penyandian.

Gambar 2.21. Tampilan Simulator Penyandian Longitudinal Redundancy Check.

Gambar 2.22. Tampilan Simulator Penyandian Longitudinal Redundancy Check. ENCODER

(18)

18

4. Menekan tombol untuk melakukan proses pengawasandian. Kemudian diperoleh tampilan seperti pada Gambar 2.23. Gambar 2.23 merupakan gambar data yang dikirim.

5. Menekan tombol terus menerus untuk melanjutkan proses pengawasandian sampai mendapatkan hasil pengawasandian seperti hasil Gambar 2.24. Anda dapat membaca keterangan dalam setiap proses penyandian.

Gambar 2.23. Tampilan Simulator Pengawasandian Longitudinal Redundancy Check.

Gambar 2.24. Tampilan Simulator Pengawasandian Longitudinal Redundancy Check. DECODER

(19)

19

6. Menekan tombol untuk kembali ke menu utama

2.5Simulator Penyandian dan Pengawasandian Cyclic Redundancy Code Dasar Teori

Cyclic RedundancyCheck (CRC) adalah teknik untuk mendeteksi kesalahan dalam data digital, tetapi tidak dapat mengoreksi ketika kesalahan terdeteksi. Hal ini digunakan terutama dalam transmisi data. Penerima memeriksa bit pengecek CRC yang sama dengan yang dikirim, untuk mendeteksi terjadinya kesalahan.

CRC mempunyai kelebihan dibandingkan dengan parity check code dan LRC ,yaitu hasil koreksinya lebih akurat dan juga mempunyai bit redundant yang sedikit jika dibandingkan LRC (jika bit pembaginya kurang dari 8 bit).

Gambar 2.25. Simulator Penyandian Cyclic Redundancy Code. Petunjuk Penggunaan

1. Memasukkan kata bermakna A. Jumlah bit error 1. Dan pembaginya 101. Karena proses penyandian dan pengawasandiannya cukup panjang maka masukkan kata bermakna disini contohnya 1 huruf saja.

2. Menekan tombol untuk melakukan proses penyandian, kemudian diperoleh hasil seperti tampilan pada Gambar 2.26. Gambar 2.26 merupakan

KEMBALI KE MENU UTAMA

(20)

20

gambar data yang dikirim yang ditambahi ‘0’ sebanyak 2 bit. Karena pembaginya 3 bit maka bit tambahannya jadi 2 bit. (bit tambahan= bit pembagi -1).

3. Menekan tombol terus menerus sampai mendapatkan hasil sisa CRC nya seperti pada Gambar 2.27. Anda dapat membaca keterangan dalam setiap proses penyandian.

Gambar 2.26. Simulator Penyandian Cyclic Redundancy Code.

(21)

21

4. Menekan tombol untuk melakukan proses pengawasandian. Sisa CRC ini digunakan untuk proses pengawasandian untuk mengecek error. Kemudian diperoleh hasil seperti pada Gambar 2.28.

5. Menekan tombol terus menerus untuk melanjutkan proses pengawasandian sampai mendapatkan hasil CRCnya dan hasil pengecekan error

seperti pada Gambar 2.29.

Gambar 2.28. Simulator Pengawasandian Cyclic Redundancy Code.

Gambar 2.29. Simulator Pengawasandian Cyclic Redundancy Code. 6. Tekan untuk kembali ke tampilan utama.

DECODER

DECODER

(22)

22

2.6Simulator Penyandian dan Pengawasandian Checksum Code Dasar Teori

Checksum Code adalah penyandian yang sering dipakai dalam komunikasi data

untuk mendeteksi error dengan cara menembahkan bit. Metode pendeteksian error yang digunakan oleh protokol-protokol dengan lapisan lebih tinggi disebut checksum. Checksum didasarkan pada konsep redundancy bit. Pengirim menggunakan generator checksum dan penerima menggunakan pengecek checksum. Generator checksum membagi kembali data menjadi segmen-segmen yang sama pada bit n, segmen-segmen ini ditambahkan bersama-sama. Segmen yang ditambahkan disebut checksum field yang ditambahkan pada akhir data asli sebagai bit redudancy. Pengirim mengirim data ditambah checksum.

Checksum Code, jika dibandingkan dengan parity check code, LRC, dan CRC, mempunyai kelebihan yaitu cara pendeteksiannya lebih sederhana dibandingkan CRC, dan hasil pendeteksiannya a juga lebih akurat dibandingkan parity check code dan LRC.

Gambar 2.30. Simulator Penyandian Checksum Code.

(23)

23

1. Memasukkan kata bermakna NAMA. Jumlah bit error 1.

2. Menekan tombol untuk melakukan proses penyandian, kemudian akan diperoleh hasil seperti tampilan pada Gambar 2.31. Gambar 2.31 merupakan gambar kata masukan diubah menjadi biner.

3. Menekan tombol terus menerus untuk melanjutkan proses penyandian sampai mendapatkan hasil penyandian dan pengecekan jika data yang dikirim dan data yang diterima sama seperti tampilan Gambar 2.32.

Gambar 2.31. Simulator Penyandian Checksum Code.

Gambar 2.32. Simulator Penyandian Checksum Code. ENCODER

(24)

24

4. Menekan tombol untuk melakukan proses pengawasandian, maka akan diperoleh tampilan pada Gambar 2.33. Gambar 2.33 merupakan gambar urutan bit yang mengalami error.

5. Menekan tombol terus menerus sampai mendapatkan hasil pengawasandian dan pengecekan data yang dikirim dan diterima seperti hasil pada

Gambar 2.34.

Gambar 2.33. Simulator Pengawasandian Checksum Code.

Gambar 2.34. Simulator Pengawasandian Checksum Code.

6. Menekan tombol untuk kembali ke menu utama. DECODER

DECODER

(25)

25

2.7 Simulator Penyandian dan Pengawasandian Hamming Code Dasar Teori

Metode hamming code bekerja dengan menyisipkan beberapa check bit ke data. Jumlah check bit yang disisipkan tergantung pada panjang data. Rumus untuk menghitung jumlah check bit yang akan disisipkan ke dalam data adalah: data 2n bit, c = (n+1) bit, dengan c adalah jumlah check bit yang disisipkan.

Tabel 2.1. Hubungan antara Data dan Bit Redudancy

Angka data bit

Gambar 2.35. Posisi Bit Redudancy pada Kode Hamming

 Pada kode Hamming, setiap bitr adalah parity bit untuk satu kombinasi data bit :

o r 1 adalah parity bit untuk satu kombinasi data bit, yaitu:

m1 m2 m3 r 8 m4 m5 m6 r 4 m7 r 2 r 1 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

(26)

26 r 1 : bit 1, 3, 5, 7, 9, 11

o r 2 adalah parity bit untuk satu kombinasi data bit, yaitu: r 2 : bit 2, 3, 6, 7, 10, 11

o r 4 adalah parity bit untuk satu kombinasi data bit, yaitu: r 4 : bit 4, 5, 6, 7

o r 8 adalah parity bit untuk satu kombinasi data bit, yaitu: r 8 : bit 8, 9, 10, 11

Gambar 2.36. Simulator Menu Penyandian dan Pengawasandian Hamming Code. Petunjuk Penggunaan

1. Simulator penyandian dan pengawasandian Hamming Code dibagi 2 bagian yaitu Hamming Code dalam 1 baris dan Hamming Code per karakter seperti tampilan Gambar 2.36.

2. Menekan tombol akan diperoleh hasil seperti tampilan Gambar 2.37.

(27)

27

Gambar 2.37. Simulator Penyandian Hamming Code dalam 1 Baris. 3. Memasukkan kata bermakna NA dan Jumlah bit error 1.

4. Menekan untuk melakukan proses penyandian, kemudian diperoleh hasil seperti tampilan seperti pada Gambar 2.38.

Gambar 2.38. Simulator Penyandian Hamming Code dalam 1 Baris. 5. Menekan tombol terus menerus sampai kode Hamming terbentuk

seperti tampilan pada Gambar 2.39. ENCODER

(28)

28

Gambar 2.39. Simulator Penyandian Hamming Code dalam 1 Baris.

6. Menekan tombol untuk melakukan proses pengawasandian, kemudian akan diperoleh hasil seperti tampilan pada Gambar 2.40. Decoder ini untuk mencari error pada bit keberapa dan memperbaikinya.

Gambar 2.40. Simulator Pengawasandian Hamming Code dalam 1 Baris.

7. Menekan tombol terus menerus untuk melanjutkan proses pengawasandian sampai menemukan error seperti pada gambar 2.41. Anda dapat

membaca keterangan dalam setiap proses pengawasandian. DECODER

(29)

29

Gambar 2.41. Simulator Pengawasandian Hamming Code dalam 1 Baris. 8. Menekan untuk kembali ke tampilan utama.

9. Menekan tombol untuk penggunaan Hamming Code per karakter.

10.Memasukan kata bermakna,misalnya NAMA dan masukkan jumlah bit error misalnya 1 seperti pada Gambar 2.42. Tapi dalam simulator ini hanya memproses 3 karakter terdepan saja karena faktor tempat. Jadi hanya memproses karakter N, A,dan M saja.

Gambar 2.42. Simulator Penyandian Hamming Code dalam per karakter. KEMBALI

(30)

30

11.Menekan tombol untuk melakukan proses penyandian, maka akan diperoleh tampilan seperti pada Gambar 2.43. Gambar 2.43 merupakan karakter pertama yang diubah menjadi biner.

Gambar 2.43. Simulator Penyandian Hamming Code per Karakter.

12.Menekan tombol terus menerus sampai kode Hamming terbentuk seperti pada Gambar 2.44. Gambar 2.44 merupakan gambar hasil encoder karakter pertama (N).

ENCODER

(31)

31

Gambar 2.44. Simulator Penyandian Hamming Code per Karakter.

13.Menekan tombol untuk melakukan proses pengawasandian akan tampil seperti Gambar 2.45. Gambar 2.45 merupakan gambar data yang diterima.

Gambar 2.45. Simulator Pengawasandian Hamming Code per Karakter. 14.Menekan tombol terus menerus sampai menemukan error pada bit

seperti pada Gambar 2.46.

Gambar 2.46. Simulator Pengawasandian Hamming Code dalam per karakter. 15. Jika ingin melakukan pengkodean pada karakter ke-2 maka silakan menekan

tombol jika tidak, maka bisa menekan tombol adadadad ke tampilan utama. Jika menekan

DECODER

DECODER

Pengkodean karakter ke 2

(32)

32

prosesnya sama seperti pengkodean karakter 1 tapi yang diproses adalah karakter A.

2.8 Simulator Penyandian dan Pengawasandian BCH Code Dasar Teori

Bose, Chaudhuri, and Hocquenghem (BCH) code merupakan sebuah metode error correction yang dibangun pada bidang finite (terbatas). Kode ini merupakan pengembangan dari Hamming code untuk multiple error correction. Kode BCH merupakan Cyclic codes dengan beberapa karakter tersusun dari m-bit yang berurutan, dengan m adalah bilangan bulat positif yang lebih besar dari 2. Pada binary BCH code terdapat beberapa parameter sebagai berikut:

Panjang blok : n = 2m - 1 Panjang bit informasi : k

Jumlah biterror maksimal : t

Checkbit :c=m*t

(33)

33

Gambar 2.47. Simulator Penyandian dan Pengawasandian BCH Code. Petunjuk Penggunaan

1. Memasukkan kata bermakna A. Jumlah bit error 1.

2. Menekan tombol akan diperoleh hasil seperti tampilan Gambar 2.37.

Gambar 2.48. Simulator Penyandian BCH Code.

3. Menekan untuk melakukan proses pengawasandian, kemudian diperoleh hasil seperti tampilan seperti pada Gambar 2.38.

Gambar 2.49. Simulator Pengawasandian BCH Code dalam 1 Baris. DECODER

(34)

34

4. Menekan tombol untuk menunjukan contoh yang lebih sederhana terbentuk seperti tampilan pada Gambar 2.50.

Gambar 2.50. Simulator Penyandian Hamming Code dalam 1 Baris.

5. Menekan tombol untuk melihat proses pengawasandian untuk contoh yang sederhana, kemudian akan diperoleh hasil seperti tampilan pada Gambar 2.51.

Gambar 2.51. Simulator Pengawasandian BCH Code.

7. Menekan tombol untuk kembali ke menu utama.

2.9Simulator Penyandian dan Pengawasandian Convolution Code Dasar Teori

LANJUT

LANJUT

(35)

35

Kode-kode konvolusional sangat praktis. Beberapa metode yang berbeda bahkan dapat digunakan untuk menjabarkan proses penyandian konvolusional, diantaranya diagram koneksi, polinom koneksi, diagram keadaan (state diagram). Diagram pohon (tree diagram), dan diagram teralis (trellis diagram). Pada simulator ini memperlihatkan sebuah penyandi konvolusional (2,1,2) sederhana denga n =2,k=1,dan m=2.

Gambar 2.52. Penyandian dan Pengawasandian Convolution Code. Petunjuk Penggunaan

1. Memasukkan kata bermakna A. Jumlah bit error 1.

(36)

36

Gambar 2.53. Simulator Penyandian Convolution Code.

3. Menekan terus menerus untuk melakukan proses penyandian, kemudian diperoleh hasil seperti tampilan seperti pada Gambar 2.54.

Gambar 2.54. Simulator Penyandian Convolution Code.

4. Menekan tombol untuk melanjutkan ke proses pengawasandian terbentuk seperti tampilan pada Gambar 2.50.

ENCODER

(37)

37

Gambar 2.55. Simulator Pengawasandian Convolution Code . 8. Menekan tombol untuk kembali ke menu utama.

2.10 Simulator Penyandian dan Pengawasandian Reed Salomon Code Dasar Teori

Sebuah kode Reed Solomon ditulis dalam bentuk RS(n,k) dengan n adalah panjang blok atau panjang kode yang terdiri dari susunan beberapa karakter, sedangkan k adalah panjang informasi atau jumlah karakter data yang akan dikodekan. Panjang block code ini dinyatakan oleh n = 2m-1 dengan m adalah jumlah bit per karakter sedangkan jumlah karakter parity yang harus ditambahkan untuk mengoreksi sejumlah error sebanyak n-k = 2t dengan t adalah jumlah karakter error yangmampu dikoreksi. Petunjuk Penggunaan

1. Dalam simulator Reed Salomon Code menggunakan contoh sederhana .

2. Menekan tombol untuk melakukan proses penyandian akan diperoleh hasil seperti tampilan Gambar 2.56.

KEMBALI KE MENU UTAMA

(38)

38

Gambar 2.56. Simulator Penyandian Reed Salomon Code.

3. Menekan terus menerus untuk melakukan proses pengawasandian, kemudian diperoleh hasil seperti tampilan seperti pada Gambar 2.57.

Gambar 2.57. Simulator Pengawasandian Reed Salomon Code.

4. Menekan tombol untuk kembali ke menu utama.

DECODER

Gambar

Gambar 2.3. Tampilan Simulator Penyandian Huffman Code.
Gambar 2.5. Tampilan Simulator Penyandian Huffman Code.
Gambar 2.10. Tampilan Simulator Penyandian Arithmetic Code.
Gambar 2.12. Tampilan Simulator Penyandian Arithmetic Code.
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Permohonan ujian susulan ditujukan kepada Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Pertanian UNSOED dengan dilampiri surat keterangan/Surat Tugas masing-masing rangkap

Artinya bahwa hilangnya pengetahuan tentang hakikat alam semesta dalam kehidupan manusia, yang telah dianulir oleh rasionalitas yang kemudian menjadi akar dari krisis

struktur.. Kea St penduk yang prestas sistem bangun bangun struktu pada b P pancan mengg konstru 5.4. Ko U diguna keseha bangun P menye yang peranc peranc peranc ksibilitas b

Untuk sub saya yaitu supervisor saya membawahi beberapa marketing kalau di perbankan itu namanya Account Oficcer, dalam pemberian kredit ujung tombaknya yaitu Account Officer tugas

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas

Sasaran yang efektif dinyatakan secara spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, berorientasi pada hasil dan dalam batasan waktu tertentu yg dinyatakan dalam akronim SMART :.. 

Vegetation index NDVI, as well as different biophysical parameters (LAI and fAPAR) derived from satellite data and WOFOST crop growth model are considered as predictors of winter