• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN TIM KOORDINASI WAJAR DIKDAS DALAM MENINGKATKAN PERANSERTA MASYARAKAT PADA PENYELENGGARAAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DI KOTAMADYA BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBERDAYAAN TIM KOORDINASI WAJAR DIKDAS DALAM MENINGKATKAN PERANSERTA MASYARAKAT PADA PENYELENGGARAAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DI KOTAMADYA BANDUNG."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN TIM KOORDINASI WAJAR DIKDAS DALAM MENINGKATKAN

PERANSERTA MASYARAKAT PADA PENYELENGGARAAN WAJIB

BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DI KOTAMADYA BANDUNG

TESIS

Diadukan Kepada Panitia Ujian Tesis Program Pasca Sardana Institut Keguruan dan Ilrau Pendidikan Bandung

Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Bidang Studi Administrasi Pendidikan

Oleh : H. IIM WASLIMAN

NIM: 959650

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN BANDUNG

(2)

PEMBERDAYAAN TIM KOORDINASI WAJAR DIKDAS DALAM MENINGKATKAN PERANSERTA MASYARAKAT PADA PENYELENGGARAAN WAJIB

BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DI KOTAMADYA BANDUNG

Mengetahui/Menyetuj ui

Pembimbing I Pembimping II

of.Dr.M. Idochi Anwar,M.Pd Tb. Ab%xC Syamsuddin M., MA

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN. BANDUNG

(3)

".. .. Allah akan meninggikan orang-orang

yang beriman diantaramu dan orang-orang

yang diberi ilmu pengetahuan beberapa

derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa

yang kamu kerjakan".

(QS. Al Mudaadilah: 11)

Kupersembahkan Untuk:

Iatriku tercinta Dra. HJ. Euia Yetiy

Putriku teraayang:

1 . Eva Dianawati Waaliman. S.Soa 2. Elvi Noviawati Waaliman

(4)

Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun

di Indonesia sejak pencanangannya pada tahun 1994 sampai saat ini, jika dilihat dari data kuantitatif secara makro menunjukkan adanya peningkatan APK dan APM setiap

tahunnya.

Peningkatan APK dan APM tersebut tidak terlepas da ri dukungan perangkat-perangkat aturan yang ditetapkan,

seperti halnya berkenaan dengan koordinasi

penyeleng-garaanya. Perangkat tersebut secara konseptual sudah me

nunjukkan adanya kepaduan program baik pada tingkat

na-sional maupun pada tingkat wilayah terkecil.

Akan tetapi bila dikaji secara empirls di lapangan,

masih banyak ditemukan persoalan-persoalan. Persoalan yang mendasar salah satu contohnya adalah mekanisme kerja Tim

Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun pada tingkat wilayah.

Koordinasi yang semula diharapkan dapat membantu

penye-lenggara dalam hal ini Departemen Pendidikan dan

Kebudaya-an, kenyataannya masih bersifat serimonial pada acara

ru-tinitas rapat koordinasi yang terjadual, karena dilihat

dari substansi peran dan fungsi keanggotaan Tim Koordinasi

(5)

dari segi kualitas masih jauh dari harapan. Oleh karena

itu dengan penelitian ini diharapkan terungkap bagaimana pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun

di Kotamadya Bandung. Yang dijadikan alasan pada perang-kat organisasi adalah bertolak dari pemikiran bahwa suatu program yang bersifat lintas sektoral. Keberhasilannya tergantung pada bagaimana kesamaan persepsi, dan kepaduan

tindakan dari komponen-komponen terkait melalui proses

koordinasi, komunikasi, baik internal maupun eksternal. Oleh karena itu semestinya Tim Koordinasi sangat strategis

melaksanakan visi, dan misi yang diemban khususnya dalam

penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun.

Studi yang dilaporkan dalam bentuk tesis ini,

men-coba menggali dan mengidentifikasi berbagai persoalan yang

timbul dari dalam organisasi dalam hal ini Tim Koordinasi,

dan selanjutnya mencoba menganalisis potensi, hambatan,

peluang dan ancaman serta perilaku yang ada.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bebera

pa temuan, antara lain ditinjau dari sudut mekanisme kerja

komponen instansi terkait dalam Tim Koordinasi Wajar Dik

das 9 Tahun di kotamadya Bandung belum optimal sesuai

(6)

si teoritis. Dari dimensi interdependensi efektivitas or

ganisasi hampir seluruhnya tidak terpenuhi. Hal tersebut

dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari

indivi-du atau personil yang terkait mewakili instansinya dalam

Tim Koordinasi, maupun faktor dari kelemahan perangkat

atau landasan hukumnya yang dijadikan acuan.

Salah satu upaya dari pihak Ketua Pelaksana Tim

Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun kotamadya Bandung, dengan

prakarsanya melakukan perbaikan kinerja. Salah satu

pen-dekatan pembinaan yakni melalui pengembangan Kolaborasi

Tim Koordinasi, yang dilakukan secara khusus di tiga

ke-camatan yang dianggap perlu mendapat perhatian.

Hasil pengembangan dibandingkan dengan sebelumnya

menunjukkan adanya peningkatan aktivitas, antara lain

ke-mampuan membuat program kerja jangka pendek, berdasarkan

hasil analisis potensi yang rasional dan dapat

diopera-sionalkan. Di samping itu, juga terbentuk pokja-pokja dan

forum komunikasi atafi inisiatif mereka. Walau demikian

partisipasi masyarakat dalam wujud fisik belum menunjukkan

adanya peningkatan karena, masih memerlukan pembinaan

in-tensif.

(7)

Halaman

KATA PENGANTAR i

PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR/BAGAN ix

ABSTRAKSI x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

1. Pertumbuhan Pendidikan Dasar 1 2. Pengelolaan Pendidikan Dasar dan

Per-masalahannya 7

3. Urgensi Pemberdayaan Tim Koordinasi

Wajar Dikdas 9 Tahun 24

B. Fokus Penelitian 26

C. Perumusan Masalah 29

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 31

1. Tujuan Penelitian 31

2. Manfaat Penelitian 32

E. Pendekatan Penelitian 33

F. Paradigma Penelitian 34

G. Sistematika Penulisan Tesis 35

BAB II PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DI KOTA

MADYA BANDUNG

A. Tinjauan Teoritis 37

1. Konsepsi dan Peranan Administrasi Pen

didikan 37

2. Konsepsi Wajib Belajar 45

3. Implementasi Wajar Dikdas 9 Tahun di

Indonesia 48

4. Konsepsi Peranserta Masyarakat 52 5. Pemberdayaan Peranserta Dalam Komite— 57

B. Tinjauan Empiris 64

C. Relevansi Studi Yang Dilakukan 69

(8)

A. Metode Penelitian 72

B. Subjek Penelitian 74

1. Populasi dan Sampel Penelitian 74

2. Data Yang Diperlukan 75

C. Pengumpulan Data 77

1. Teknik Pengumpulan Data 77

2. Instrumen Penelitian 78

D. Langkah-Langkah Penelitian 79

E. Prosedur Analisis Data 80

F. Validasi Temuan Penelitian 81

1. Kredibilitas 82

2. Transfereabilitias 83

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Mekanisme Kerja Komponen-Komponen Ter-kait dalam Tim Koordinasi Wajar Dikdas

Tahun 85

1. Mekanisme Interdependensi Tugas 85 2. Interdependensi Faktor Potensi 91 3. Interdependensi Berkenaan Dengan

Ha-sil Individual 104

4. Keselarasan Aktivitas Dengan Tuntutan

Kelompok Kerja 105

B. Pemberdayaan Peran dan Fungsi Komponen Instansi Terkait, Termasuk Satuan-Satuan Lembaga Pendidikan Dalam Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun di Kotamadya Ban

dung 108

1. Interdependensi Tim Koordinasi Wajar

Dikdas 108

2. Upaya Pemecahan Interdependensi Koor

dinasi Wajar Dikdas 111

C. Hasil Pemberdayaan Peran dan Fungsi Kom ponen Instansi Terkait, Termasuk Satuan-Satuan Lembaga Pendidikan Dalam Tim

Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun di Kota

madya Bandung 124

1. Peningkatan Aktivitas Anggota Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun di

Kotamadya Bandung 124

2. Peningkatan Aktivitas Anggota Tim

Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun di

Tiga Kecamatan 127

3. Analisis SWOT 144

(9)

B. Rekomendasi 156

KEPUSTAKAAN 165

LAMPIRAN

(10)

Halaman

Tabel 1 Perkembangan Jumlah Peserta Didik SD 6 Tahun

dan SLTP Pelita I-V (1969/1970-1993/1994) 3

Tabel 2 Keterkaitan Peraturan Penyelenggaraan Pendidik

an Dasar 9 Tahun 9

Tabel 3 Perkembangan Hasil Penyelenggaraan Wajar Dik das 9 Tahun Periode 1993/1994 Sampai Dengan

1996/1997 12

Tabel 4 Angka Melanjutkan Lulusan SD/MI Tahun 1994/1995 Sampai Dengan 1996/1997 Tingkat Propinsi Jawa

Barat 15

Tabel 5 APK dan APM Usia 13-15 Tahun Jalur Sekolah dan

Jalur Luar Sekolah Tahun 1996/1997 17

Tabel 6 Jumlah Ruang Kelas, Rombel,dan Kekurangan Ruang Kelas SLTP/MTs Tahun 1995/1996 Samapi Dengan

1996/1997 19

Tabel 7 Jumlah Guru Yang Ada dan Yang Dibutuhkan di

Propinsi Jawa Barat 21

Tabel 8 Jumlah Ruang Kelas dan Rombel 1997/1998 94 Tabel 9 Pokok-Pokok Pembahasan dan

Kesimpulan/Rekomen-dasi 148

(11)

Gambar 1. Paradigma Penelitian 34 Gambar 2. Skematik Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun

Tingkat Kotamadya Bandung 51

Gambar 3. Four Kinds of Participation 55

Gambar 4. Fenomena Peranserta 56

Gambar 5. Faktor-Faktor Penentu Kelompok 60

Gambar 6. Reason Why Committee is Atrractive 61

(12)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1 . Pertumbuhan Pendidikan Daaar

Sistem pendidikan suatu bangsa merupakan refleksi

dari kelebihan dan kekurangan budaya masyarakat itu sendi-ri, yang di dalamnya mengandung falsafah, nilai-nilai, politik, adat istiadat dan kebiasaan yang turut mewarnai

kehidupan individu dalam peranan kehidupannya sebagai ang

gota masyarakat. Tilaar (1990:30) mengungkapkan "Pendidik

an harua dilihat aebagai aalah aatu kekuatan aoaial yang ikut memberi bentuk, corak dan arah pada kehidupan maaya-rakat maaa depan". Itulah sebabnya, pendidikan telah di-pandang sebagai salah satu hak asasi dan konstitusional.

Atas dasar itu, maka sistem pendidikan nasional (SPN) juga

mengandung makna hak asasi dan konstitusional.

Undang-Undang Dasar 1945 Bab XII Pasal 31 menegaskan bahwa

(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran; (2) Pemerintah menguaahakan dan menyelenggarakan auatu aiatem pengajaran nasional, yang diatur dengan

undang-undang.

Bertolak dari pandangan di atas, maka pihak Peme

(13)

sejak tahun 1970 dengan bantuan Ford Foundation telah men-dirikan proyek Penilaian Nasional Pendidikan. Proyek ini

bertujuan mengembangkan strategi pembangunan pendidikan, dengan harapan dapat dijadikan suatu pola pelaksanaan pen

didikan yang diselaraskan dengan tujuan pembangunan.

Pada Pelita I pertumbuhan pendidikan dasar yakni

setingkat SD 6 tahun, tercatat 65.589 SD yang tersebar

di seluruh Indonesia. Penyelenggaraan pendidikan SD ter sebut dilaksanakan oleh pemerintah 83% dan selebihnya masyarakat (swasta). Dalam kurun waktu Pelita I jumlah

partisipasi siswa SD rata-rata 0,8 juta, yaitu pada tahun

1969 tercatat 12,8 juta dan pada tahun 1973 meningkat 13,6

juta. Persoalan yang muncul saat itu adalah pada keter-batasan fasilitas, gedung-gedung sekolah hanya sekitar 50%

yang permanen; selain itu, 10 sampai dengan 15% yang

belum memenuhi syarat kesehatan. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk mengambil kebijakan pembangunan fasilitas

(gedung) dan pengangkatan tenaga pendidik (guru) melalui program Inpres. Data dalam Tabel 1 menunjukkan perkem bangan jumlah peserta didik Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah

(14)

PERKEMBANGAN JUMLAH PESERTA DIDIK SD 6 TAHUN DAN SLTP

REPELITA I - V (1969/1970 SAMPAI DENGAN 1993/1994)

PESERTA DIDIK

REPELITA TAHUN

SD 6 TAHUN SLTP 3 TAHUN

I 1969 12.802.415 1.234.795

1970 12.821.618 1.292.230

1971 12.898.147 1.400.873

1972 13.030.548 1.441.556

1973 13.069.456 1.535.701

II 1974/1975 13.707.866 1.691.078

1975/1976 14.280.157 1.900.154

1976/1977 15.550.124 2.136.067 1977/1978 17.265.291 2.339.835 1978/1979 19.074.819 2.982.592 III 1979/1980 21.165.724 2.763.976

1980/1981 22.551.870 3.412.116 1981/1982 23.662.477 3.809.348

1982/1983 24.700.075 4.272.116

1983/1984 25.804.380 4.757.608 IV 1984/1985 26.567.688 5.188.964

1985/1986 26.550.915 5.669.966

1986/1987 26.444.756 6.132.057

1987/1988 26.649.890 6.422.423

1988/1989 26.725.364 6.446.966 V 1989/1990 26.528.590 5.852.507

1990/1991 26.348.376 5.686.118

1991/1992 26.325.701 5.604.515 1992/1993 26.339.995 5.576.400

1993/1994 26.231.700 5.746.300

Sumber: Put?at Informalsi Balitbang Depd.tkbud Jakarta (1996)

Pada pelita II terjadi perluasan dan pemerataan ke

sempatan untuk memperoleh pendidikan. Hal ini sejalan de

ngan pertumbuhan perekonomian, stabilitas politik di dalam

negeri,

dan kepercayaan

luar negeri yang semakin mantap.

(15)

katan perluaaan pendidikan daaar dalam rangka wajib bel

ajar 6 tahun. Sebagai perwujudan program ini adalah peningkatan jumlah guru-guru SD, dan penambahan

gedung-gedung sekolah.

Dalam Pelita IV program pembinaan pendidikan dasar,

diprioritaskan pada perluaaan keaempatan memperoleh pen

didikan di dalam dan di luar sekolah. Program ini

men-cakup penyediaan fasilitas belajar pada tingkat SD bagi

semua anak usia 7-12 tahun, melalui pembinaan SD, SDLB dan

MI (Madrasah Ibtidaiyah), serta penyelenggaraan program

paket A. Pada tahun 1986/1987 anak-anak usia 7-12 tahun

telah dianggap memperoleh pendidikan secara merata di se luruh pelosok Indonesia.

Dalam Pelita V kebijakan pembangunan pendidikan

dasar telah Memberikan keaempatan yang lebih luaa kepada

anak uaia 6 tahun untuk memaauki SD. Hal ini dimungkinkan karena anak usia 7-12 tahun pada dasarnya telah tertampung

di SD. Di samping itu, kebijakan diprioritaskan pula un

tuk memperluas kesempatan memperoleh pendidikan SLTP da

lam rangka merintis Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Ta hun yang dicanangkan pada repelita VI.

(16)

beberapa kemajuan yakni :

a. Pertumbuhan Kuantitas Peserta Didik

Secara kuantitas dalam kurun waktu 25 tahun, terjadi

kenaikan rata-rata jumlah peserta

didik

pada

Sekolah

Dasar 6 tahun mencapai (APK) 48,8%, dan untuk Sekolah

Lanjutan Pertama 3 Tahun

mencapai (APK) 21,49%.

b. Perkembangan Kebijakan Pendidikan

Dalam kurun waktu 25 tahun pembangunan pendidikan

yang

mendapat prioritas yakni, terselenggaranya Wajib Bel

ajar 6 tahun bagi penduduk berusia 7-12 tahun yang mu-lai dicanangkan oleh Presiden RI pada tanggal 2 Mei

1984. Keberhasilan program Wajib belajar 6 tahun adalah

dapat meningkatkan pemerataan kesempatan pendidikan

bagi

anak berusia 7-12 tahun untuk mengikuti pendidik

an dasar 6 tahun. Selain itu dihasilkan suatu kebijak

an nasional yang sangat mendasar yakni lahirnya

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 Tahun 1989. UUSPN tersebut ditindak lanjuti dengan sejumlah

Per-aturan Pemerintah (PP) yang merupakan pedoman

pelak-sanaanya.

Perkembangan di atas merupakan suatu landasan bagi

pengembangan sistem pendidikan nasional pada PJPT II,

(17)

maupon perangkat acuan yakni perundang-undangan, dan per-aturan yang dapat dijadikan landasan konstitusional dapat

meningkat.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 Tahun

1989 menegaskan "pendidikan diselenggarakan melalui jalur

pendidikan sekolah dan luar sekolah". Jalur pendidikan sekolah adalah "Pendidikan yang diselenggarakan di sekolah

melalui kegiatan belajar mengajar yang berjenjang dan

ber-kesinambungan". Sedangkan jalur pendidikan luar sekolah

meliputi "Pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan

ke-luarga dan di lingkungan masyarakat". Dengan demikian

dalam menentukan arah kebijakan pendidikan dasar, telah

dikembangkan melalui dua jalur pendidikan. UUSPN No.2 Ta hun 1989 pasal 13 ayat (2) menyatakan bahwa :

"Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan

sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang me-menuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan

mene-ngah "

Makna dari isi ayat di atas berupa gambaran bahwa pen

didikan dasar merupakan hak asasi manusia baik sebagai

pribadi dalam mengembangkan potensinya, sebagai anggota masyarakat, maupun sebagai warga negara dan anggota umat

(18)

Sejalan dengan perkembangan dan tuntutan masa depan, UUSPN

No.2 Tahun 1989 menegaskan bahwa 'Pendidikan dasar merupa

kan pendidikan yang diselenggarakan selama 6 (enam) tahun di Sekolah Dasar (SD) dan 3 (tiga) tahun di Sekolah lan-jutan Tingkat Pertama (SLTP) atau satuan pendidikan yang

sederajat". Oleh karena itu Pemerintah melalui berbagai

upaya selalu memberikan perhatian terhadap pendidikan da

sar, yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Pada awal

Pelita VI yakni tanggal 2 Mei 1994 Pemerintah melalui

Pre-sien RI telah mencanangkan Wajib Belajar Pendidikan Dasar

9 Tahun (Wajar Dikdas 9 Tahun).

2. Pengelolaan Pendidikan Dasar Dan Permasalahannya

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang

memiliki peranan strategis dan mendasar dalam menghasilkan

manusia yang berkualitas. Pada jenjang pendidikan dasar

inilah kemampuan dan keterampilan dasar dikuasai peserta

didik. Hal ini akan merupakan bekal untuk pendidikannya

lebih lanjut dan untuk menempuh kehidupannya di masyara

kat. Oleh sebab itu diperlukan suatu pendekatan

pengeDo-laan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan,

yang dilandasi oleh konsepsi administrasi pendidikan dan

(19)

Penyelenggaraan pendidikan dasar dituntut mampu

me-ngelola segala potensi sumber daya internal dan eksternal,

yang pada dasarnya meliputi perencanaan, pelaksanaan dan

pengawasan, serta pengaturan sumber-sumber daya yang ada.

Dalam UUSPN

No.2 Tahun 1989 dijelaskan bahwa,

"Penyeleng

garaan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara

orang tua, masyarakat dan pemerintah". Oleh karena itu

untuk mengatur tanggung jawab termaksud, maka telah

di-terbitkan PP.No.39 Tahun 1992, tentang

Peranserta

Masya

rakat Dalam Pendidikan Nasional. Bab II pasal 2 dari PP

tersebut menegaskan bahwa

"Peranserta masyarakat berfungsi

ikut memelihara, menumbuhkan, meningkatkan dan mengembang

kan pendidikan nasional".

Dalam pasal 3 dari PP yang sama

ditegaskan bahwa

"Peranserta masyarakat bertujuan

mendaya-gunakan kemampuan yang ada pada masyarakat bagi pendidikan

untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Namun demikian dalam konteks pengelolaan pendidikan

dasar, masih mempunyai persoalan dasar, yakni

adanya

dua

instansi yang terkait secara hirarkhi struktur kelembagaan khususnya mengenai pendidikan dasar 6 tahun. Hal ini

(20)

adanya pengelolaan sumber-sumber. Walaupun secara distri-busi sangat jelas akan tetapi terkadang timbul tumpang

tindih garapan. Salah satu contoh pengelolaan SDM tenaga kependidikan sering berbeda kepentingan, sehingga dapat mengurangi efektivitas dan efisiensi pelayanan. Sedangkan untuk SLTP pengelolaanya dilaksanakan oleh Departemen Pen

didikan dan Kebudayaan, melalui Kantor Wilayah Depdikbud.

TABEL 2

KETERKAITAN PERATURAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN

Komponen-Komponen PP.No.58/1951 PP. No.28/1990

Penyelenggaraan

Pendidikan SD 6 Th Pusat Daerah Pusat Daerah

1.Tenaga Kependidikan

a. Pengadaan V V

-b. Pendayagunaan V V

-c. Pengembangan V V —

2.Pengadaan Sarana

a. Tanah V - V

b. Gedung V - V

c. Alat Pendidikan V V

-3.Dana V V V

Sumber: Dokumentasi Depdikbud Jakarta (1996)

Selain itu untuk pendidikan dasar 6 tahun, dan SLTP

3 Tahun yang dikelola secara khusus oleh Departemen Agama

R.I, yakni MI dan MTs.

Untuk penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun,

(21)

program yang bersifat nasional keadaannya lebih kompleks. Salah satu pendekatan dalam administrasi adalah perlu

keterpaduan yang didasarkan kepada norma dan keadaan yang berlaku, dalam berbagai dimensi; pemerintah, swasta, peng-usaha, tenaga kerja, pendidik, limuwan, politikus, ulama dan sektor lainnya. Atas dasar itu diperlukan adanya ke

terpaduan pemikiran dan lain sebagainya dalam proses pe-rencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Tanpa adanya sua

tu koordinasi maka administrasi atau manajemen tidak akan

berfungsi dengan baik (Terry, 1962). Oleh karena itu, sa ngat tepat upaya pemerintah mengatur kepentingan tersebut

melalui PP.No.6 Tahun 1988. Salah satu pasalnya

menjelas-kan tentang makna koordinasi, ialah :

Ada tiga macaw koordinasi, yakni koordinasi fungai-onal, koordinasi instanslonal, dan koordinasi

teri-t o r i a l .

Koordinasi fungslonal yaitu koordinasi antara dua atau lebih instanai yang mempunyai program yang berkaitan e r a t .

Koordinasi Instanslonal yaitu koordinasi terhadap be berapa Instansi mengenai satu urusan tertentu yang

bersangkutan.

Koordinasi teritorial yaitu koordinasi terhadap dua atau lebih variabel wilayah dengan program tertentu.

Acuan dasar termaksud merupakan landasan untuk ditindak

(22)

Salah satu wujud pelaksanaan tindak lanjut yaitu Instruksi

Presiden Nomor 1 Tahun 1994 tentang pelaksanaan Wajar Dik

das 9 tahun, yang disusul oleh Keputusan Menteri

Koordina-tor Bidang Kesra No.18/Kep/Menko/Kesra/X/1994. Dalam

keputusan ini disebutkan bahwa "Pelaksanaan koordinasi

Wajar Dikdas 9 Tahun dilaksanakan oleh Tim Koordinasi ".

Tim koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun yang dibentuk

mulai dari tingkat pusat sampai wilayah, terdiri dari ber bagai instansi terkait dengan Departemen Pendidikan se

bagai leading sector. Melaksanakan program, tentunya di perlukan suatu komunikasi, interaksi, serta peranserta

secara teratur dan diperlukan suatu iklim organisasi yang

sehat.

Sebagai gambaran hasil perolehan program Wajar Dik das 9 tahun, sejak perintisan tahun 1993/1994 sampai de ngan 1996/1997, di propinsi Jawa Barat menggunakan salah satu tolok ukur keberhasilan, Yaitu Angka Pertisipasi

penduduk usia 13 sampai 15 tahun di SLTP/sederajat. Hal

ini dikenal sebagai Angka Partisipasi Kasar (APK/GEE) dan Angka Partisipasi Murni (APM/NER). Untuk lebih jelas-nya dari hasil studi pendahuluan dapat diungkapkan

(23)

: Perkembangan Secara Urnum Haiar. Dikdas 9. Tahun

Perkembangan penduduk usia 7-12 dan 13 - 15 tahun berda-sarkan data statistik, dilihat dari populasi, enrolment, dan APK/APM secara umum pada posisi Nasional, Propinsi Jawa Barat

dan Kotamadya Bandung.

TABEL 3

PERKEMBANGAN HASIL PENUNTASAN WAJAR DIKDAS 9 TAHUN

PERIODE 1993/1994 SAMPAI DENGAN 1996/1997

NO KEADAAN TAHUN NASIONAL PROP.JABAR KDY.BANDUNG 1 Populasi Usia 93/94 24.685.932 4.934.984 270.038

7-12 Tahun 94/95 26.167.087 5.634.203 271.836 95/96 27.648.243 6.299.116 273.619 96/97 27.795.543 6.781.462 275.476 13 - 15 Tahun 93/94 13.243.699 2.677.101 158.771 94/95 13.488.289 2.725.359 164.297 95/96 13.499.200 2.754.100 154.304 96/97 13.470.729 2.764.700 158.934 2 Enrolment

7-12 Tahun 94/95 24.075.061 5.566.592 - 162.324 95/96 27.316.646 5.960.236 152.452 96/97 31.417.657 6.032.628 272.170 APK/APM (%) 94/95 92,00/83,44 98,80/67,34 59,71/56,44

95/96 98,98/87,99 94,62/69,99 55,71/51,51

96/97 113,03/89,96 88,95/73,28 98,07/82,21

13-15 Tahun 94/95 5.563.187 1.119.290 111.540 95/96 6.298.726 1.273.623 119.618 96/97 6.937.425 1.363.326 154.304

APK/APM (%) 94/95 58,02/41,50 48,85/39,98 70,23/59,37

95/96 62,65/46,66 55,77/48,31 72,86/58,06

96/97 68,74/50,36 58,83/48,76 77,51/60,06

(24)

Data pada Tabel 3 di atas dapat dideskripsikan se

bagai berikut:

Perkembangan penduduk

usia 7 - 12 dan 13 - 15 tahun dalam

kurun waktu 1993/1994 (Tahun pertama) sampai

dengan

1996/1997. Rata-rata pertumbuhan anak usia 7-12 tahun pa

da tingkat nasional 3,9%, tingkat propinsi 9,07%,

tingkat

kodya 0,99%.

Rata-rata pertumbuhan anak usia 13-15 tahun

pada tingkat nasional 1,68%, tingkat propinsi 3,16%, ting

kat kodya 0,10%. Memperhatikan kondisi tersebut

posisi

propinsi Jawa Barat dalam hal

pertumbuhan penduduk yang

berusia

7-12 tahun dan 13-15

tahun melebihi

tingkat na

sional.

Akan tetapi untuk tingkat kotamadya Bandung posisi

pertumbuhannya baik terhadap propinsi,

maupun nasional,

masih r e l a t i f kecil.

Enrolment dan APK/APM,

pada Tabel 3 di atas

menun

jukkan: APK untuk tingkat nasional tahun

1994/1995-1995/-1996 terjadi kenaikan 4,63%, tahun 1995/1994/1995-1995/-1996 -

1996/1997

naik lagi menjadi 6,09%,

atau rata-rata kenaikan nasional

selama kurun waktu tersebut

5,36%.

Sedangkan APM yang

dicapai pada tahun 1994/1995 - 1995/1996

terjadi kenaikan

5,16%,

tahun 1996/1997

naik 3,70%,

atau

rata-rata

ke

naikan 4,43%.

Pada tingkat propinsi Jawa Barat ternyata APK untuk

tahun 1995/1996 menunjukkan adanya kenaikan

6,92%,

tahun

(25)

Pencapaian APM pada tahun 1994/1995 - 1995/1996 terjadi

kenaikan 8,33 %, tahun 1995/1996 - 1996/1997 naik 0,16%,

atau rata-rata kenaikan 4,25%.

Pada tingkat Kodya menunjukkan APK pada tahun 1994/

1995 - 1995/1996 terjadi kenaikan 2,63%, tahun 1995/1996

-1996/1997 naik 4,65%, atau kenaikan rata-rata 3,64%. Penca

paian APM pada tahun 1994/1995 - 1996/1997 naik 2%, atau

kenaikan rata-rata hanya 0,7%.

Memperhatikan kondisi di atas, jika dibandingkan

dengan APK/APM pada tingkat nasional maka kedua indikator

itu dapat diungkapkan bahwa posisi APK propinsi lebih

rendah dari rata-rata nasional, yaitu 0,37%, sedangkan APM

lebih tinggi 0,45%. Demikian pula posisi APK rata-rata kotamadya Bandung terhadap propinsi lebih rendah dari 1,35%

dan APM rata-rata lebih rendah 3,45%.

Makna dari informasi tersebut ialah upaya penye lenggaraan Wajar Dikdas di tingkat propinsi Jawa Barat masih rendah dibanding tingkat nasional. Demikian juga,

upaya penyelenggaraan Wajar Dikdas yang telah dicapai

kotamadya Bandung dibandingkan sasaran yang harus dicapai masih rendah dan perlu ditingkatkan.

Implikasinya, ditinjau dari manajemen penyeleng

(26)

Tahun di Kodya Bandung itu sangat perlu untuk dilakukan

penyempurnaan.

Kedua: Angka Melanjutkan Sekolah Propinsi Jawa Barat dan

Kntamadva Bandung

Untuk propinsi Jawa Barat tabel 4 menunjukkan bahwa angka melanjutkan lulusan SD/MI ke SMP/MTs pada tahun

1996/1997 mengalami peningkatan sebesar 3,61% dari tahun 1995/1996. Pada tahun 1996/1997 daya serap Kejar Paket B

meningkat

dari

1,55%

menjadi 7,15%.

Bardasarkan

data

empiris ditunjukkan pada Tabel 4, tentang keadaan angka

melanjutkan lulusan SD/MI di propinsi Jawa Barat selama

kurun waktu 1994/1995 sampai dengan 1995/1996. TABEL 4

ANGKA MELANJUTKAN LULUSAN SD/MI TAHUN 1994/1995 1995/1996 DAN 1996/1997 KE SLTP YANG SEDERAJAT

DI PROPINSI JAWA BARAT DAN KOTAMADYA BANDUNG

LULUSAN

SD/MI ANGKA MELANJUTKAN

TAHUN LULUS JUMLAH LULUSAN TAHUN MELAN JUTKAN

JALUR SEKOLAH LUAR SEKOLAH JUMLAH

JUM

LAH %

JUM

LAH % %

Prop: 93/94 94/95 95/96 Kodya: 93/94 94/95 95/96 789.189 799.967 823.864 43.800 41.636 40.251 94/95 95/96 96/97 94/95 95/96 95/96 586.173 600.189 652.775 42.618 40.439 39.069 74,40 75,18 79,23 97,30 97,13 97,06 75.418 13.334 59.269 492 697 743 9,56 1,55 7,19 1,33 1,67 1,85 83,96 76,73 86,43 98,65 98,80 98,91

(27)

Data dalam Tabel di atas menunjukkan bahwa angka

lulusan

SD/MI yang melanjutkan ke

SLTP melalui

jalur sekolah,

mulai tahun 1993/1994 sampai

dengan

1996/1997

rata-rata

4,83%.

Angka melanjutkan jalur luar sekolah,

pada awal

tahun diprogramkan melalui paket B mampu menyerap angka

transisi 9,56%.

Namun pada tahun

1994/1995 mengalami

pe-nurunan yang drastis yakni hanya

1,55% dan

pada tahun

1995/1996 naik menjadi 7,18%.

Data dalam Tabel 4 di atas, menunjukkan bahwa angka

lulusan

SD/MI

ke SLTP sederajat melalui

jalur

sekolah,

pada tahun 1996/1997 mencapai 39,069 atau 97,06%.

Pada

tahun yang sama melalui jalur luar sekolah (Paket B) , 160

siswa atau 0,40%, pondok pesantren mencapai 481 orang atau

1,2% dan kursus mencapai 102 orang atau 0,25%,

sehingga

jumlah melanjutkan di luar sekolah 743 orang atau 1,85%.

Interpretasi, angka melanjutkan lulusan

SD/MI

pada

tingkat propinsi Jawa Barat pada jalur sekolah masih

do-minan dibandingkan dengan jalur luar sekolah.

Demikian

juga di tingkat Kodya Bandung pada jalur

sekolah masih

lebih diminati dibandingkan jalur luar sekolah.

Implikasinya terhadap manajemen

penyelenggaraan

(28)

penyempurnaan, khususya berkenaan dengan optimalisasi

sumber-sumber daya pendidikan.

Ketigai Angka Partisipasi Penduduk Usia 13-15 lahun di

Jalur Sekolah dan Jalur Luar Sekolah

Untuk melihat perkembangan angka partisipasi

penduduk usia 13-15 tahun di jalur sekolah dan jalur luar

sekolah pada tahun 1996/1997, dapat ditunjukkan pada Tabel

5 di bawah ini.

TABEL 5

APK DAN APM USIA 13-15 JALUR SEKOLAH

DAN JALUR LUAR SEKOLAH TAHUN 1996/1997

TINGKAT

KELOMPOK NASIONAL PROPINSI JABAR KODYA BANDUNG APK:

JML PEND.13-15 13.470.729 2.800.128 158.934 - SLTP

- MTs

- SLTP TERBUKA

- PAKET B

7.246.050 1.380.763 121.830 315.755 1.289.965 385.447 19.987 20.503 120.912 5.990 0 658 JAMLAH 9.064.396 67,29% 1.715.902 61,52% 127560 80,26 APM:

- SLTP - MTs

- SLTP TERBUKA - PAKET B

5.619.936 1.069.600 94.109 153.344 1.061.332 305.045 18.711 9.238 91.328 5.138 0 658 JUMLAH 6.936.989 51,50% 1.394.326 49,99% 97.124 |61,11

Sumber: Depdikbud Jakarta (1997)

Data dalam Tabel 5 di atas menunjukkan APK dan APM usia

(29)

sekolah maupun jalur luar sekolah.

Pada tingkat

nasional

tahun 1996/1997 APK mencapai 67,29% dan APM 51,50%.

Pro

pinsi Jawa Barat pada tahun 1996/1997 APK mencapai

61,52%

dan APM 49,99%.

Kotamadya Bandung pada tahun yang

sama

APK mencapai 80,26% dan APM 61,11%.

Keadaan ini

menempat-kan posisi propinsi Jawa Barat

di

bawah

pencapaian

na

sional.

Sebagai bahan perbandingan,

APK - APM

mencapai

11,53% sedangkan nasional mencapai

15,79%,

artinya

per-bedaan antara APK dan APM sebesar 4,26%.

Interpretasi, penyelenggaraan di tingkat Kotamadya

Bandung pencapaian APK maupun APM lebih tinggi

dibanding

kan dengan APK - APM tingkat propinsi, demikian pula di

bandingkan

dengan

APK - APM tingkat

nasional.

Walaupun

untuk jalur sekolah khususnya SMP Terbuka dan

jalur

luar

sekolah belum terinventarisir untuk periode 1996/1997.

Implikasi dari peningkatan ketercapaian APK dan APM

adalah peningkatan layanan dan pengelolaan

sumber-sumber

pendidikan di Kotamadya Bandung.

Keempat: Kondisi Dava Tjampung SLTE di Eroplnai Jasa Eaxat

Pada

tahun ajaran

1996/1997

di

propinsi

Jawa

Barat

tercatat 28.467 ruang kelas (RK).

Menurut data

rata-rata

rasio RK : Marid di propinsi Jawa Barat pada tahun

ajaran

(30)

negeri dan swasta adalah 1.252.548 siswa. Daya tampung ini baru mencapai 81,65% dari jumlah total siswa SLTP/Mts yang jumlahnya 1.534.018 siswa. Secara garis besar dapat

dikatakan bahwa Jawa Barat masih mengalami kekurangan daya

tampung bagi 281.470 siswa atau 6.397 RK.

Pada tahun 1996/1997 di kotamadya Bandung terdapat 2.198 ruang kelas (RK). Menurut data, rata-rata rasio RK:

Murid adalah 1 : 42, total daya tampung SMP/MTs negeri dan swasta adalah 92.316 siswa, daya tampung ini baru mencapai 77,19% dari jumlah total siswa yang mencapai 119.601

siswa. Sebagai bahan perbandingan ditunjukkan pada Tabel

6 berikut ini.

TABEL 6

JUMLAH RUANG KELAS, R0MB0NGAN BELAJAR, DAN KEKURANGAN RUANG KELAS SLTP/MTs TAHUN 1995/1996 DAN 1996/1997

TINGK Prop : 95/96 96/97 Kodaya 95/96

JUMLAH RUANG KELAS JUMLAH ROMBEL

SMPN ISMPS IMTs IJUMLAH SMPN SMPS MTs JUMLAH

11.80 12.57 665 8.380 8.735 1.335 8.170 8.170 178 28.467 29.407 2.198

19.08 9.544 9.013 37.565

dalam proses pengolahan

1.14311.4821219 I 642 Sumber :Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat (1997)

Data dalam Tabel di atas, menyiratkan bahwa angka doble

shift ruang kelas SMP/MTs di Jawa Barat mencapai 1,32.

(31)

SLTP pada tahun 1996/1997 baru mencapai 75,8%.

Pada

tingkat kodya SMP negeri baru mampu memenuhi 24,05% dari

kebutuhan RK, SMP swasta 46,88% dan MTs negeri dan

swasta

6,25%. Dari kondisi ini menunjukkan peran swasta dalam

pelaksanaan Wajar Dikdas 9 Tahun di kotamadya Bandung,

cukup besar.

KeJLimaj. Eeadaan, Gutju, SLIP, di lingkat Propinsi Jam Barak

dan Kotamadva Bandung

Sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 7 pada halaman 21,

guru SMP/MTs negeri dan swasta di propinsi Jawa Barat

73,193 orang.

Angka ini baru mencapai 83,68% dari jumlah

yang dibutuhkan 87,466 orang,

sehingga masih kekurangan

guru sebesar 16,32%.

Di kodya Bandung guru SMP/MTs

negeri

dan

swasta

berjumlah 5.022 orang, jumlah guru SMP

negeri

baru men

capai 86,13% dari yang dibutuhkan,

sedangkan SMP swasta

dan MTs secara umum mencapai 75,15%. Angka ini

meng-gambarkan bahwa sebagian besar guru di

SMP Negeri

dan

Swasta serta MTs bekerja melebihi jumlah jam mengajar.

(32)

TABEL 7

JUMLAH GURU YANG ADA DAN YANG DIBUTUHKAN

DI PROPINSI JAWA BARAT DAN KOTAMADYA BANDUNG

TAHUN AJARAN 1996/1997

TINGKAT SMPN SMPS MTS JUMLAH

Propinsi Yang ada Dibutuhkan Kotamadya Yang ada Dibutuhkan 25.062 44.110 2-297 2.667 24.570 22.266 2.244 3.551 23.561 21.090 481 55! 73.193 87.466 1.614 6.636

Menyimak hasil

informasi sesuai

dengan

studi

penjajagan, meskipun kenaikan rata-rata APK dan APM pada

tingkat kotamadya Bandung melebihi, dari propinsi Jawa

Barat serta nasional, namun angka-angka kenaikan ini masih

perlu ditingkatkan.

Salah satu upaya peningkatan hasil

yaitu mengoptimalkan sumber daya yang ada, termasuk

mem-berdayakan

peranserta masyarakat,

dan semua pihak

lain

yang berkepentingan (stake holders).

Menurut perolehan

informasi

awal,

melalui

studi

penjajagan di lingkungan

Tim Koordinasi

Wajar Dikdas 9 Ta

hun di kotamadya Bandung

khususnya,

ditemukan

beberapa

aspek yang masih menjadi persoalan

yang

dihadapi

antara

lain.

(1) Kondisi Geografis

(33)

terdapat

perbedaan

laju

perkembangan

pembangunan,

antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya. Hal

ini

ditunjukkan

dengan

pertumbuhan

penduduk

yang

tingggi,

sedangkan lahan yang dibutuhkan

untuk

mem-bangun UGB SLTP sulit dicari.

(2) Keadaan Guru

Pelaksanaan Wajar Dikdas 9 Tahun masih dihadapkan pa

da persoalan tenaga kependidikan khususnya guru SLTP,

yaitu :

a. Kurikulum 1994 menekankan

pentingnya

peningkatan

profesionalisme dan kualitas

kerja

guru,

yaitu

dengan batasan jumlah jam wajib mengajar

18 jam

per minggu.

Hal

ini

terkait

dengan

penambahan

tenaga guru yang tentunya sangat

ditentukan

oleh

kemampuan dana;

b. Pola pemerataan penyebaran guru belum tepat, masih

ditemukan sekolah-sekolah di pusat kota mengalami

kelebihan, sedangkan di daerah pengembangan atau

perluasan kota mengalami kekurangan;

c. Masih ditemukan adanya kebutuhan kualifikasi yang sesuai antara mata pelajaran dengan latar belakang

pendidikan guru.

Hal ini belum sesuai dengan tun

(34)

(3) Daya Tampung

Daya tampung khususnya SLTP Negeri masih terbatas,

se-mentara banyak orang tua lebih percaya menyekolahkan

anaknya ke SLTP Negeri.

(4) Pengadaan Lahan UGB

a. Ketidak sesuaian harga lahan UGB SLTP yang

dialoka-sikan APBN dengan harga lahan di perkotaan, sehing

ga sulit untuk mendapatkan lahan yang memadai;

b. Masih rendahnya partisipasi pengembang kawasan

pe-rumahan untuk penyediaan fasilitas sosial, termasuk

sekolah.

(5) Kemampuan Sosial Ekonomi Orang Tua

a. Masih banyaknya orang tua yang berpenghasilan ren

dah sehingga

berpengaruh

terhadap

motivasi untuk

menyekolahkan anak-anaknya;

b. Masih rendahnya aspirasi dan apresiasi orang tua

terhadap pendidikan, khususnya di lingkungan masya

rakat marj inal.

(6) Dukungan Masyarakat dan Dunia Kerja

Secara umum, masyarakat kotamadya Bandung dapat

mera-sakan

perkembangan industri serta

dunia

usaha.

Hal

(35)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannnya dengan upaya mensukseskan Wajar Dikdas 9 Tahun, yaitu:

a. Industri dan dunia usaha belum secara keseluruhan

memberikan penghargaan (kompensasi) kepada karyawan

berkaitan dengan latar belakang pendidikan. Dengan kata lain kurang dipertimbangkan besaran gaji an

tara lulusan SD 6 Tahun dengan lulusan

SLTP/sedera-jat;

b. Industri atau dunia usaha belum maksimal memberikan

pengakuan yang sama terhadap para lulusan SLTP/

sederaj at;

c. Pertumbuhan dan perkembangan sektor industri

se-ringkali menyebabkan penduduk sekitar yang berusia SLTP/sederajat cenderung memilih bekerja daripada

melanjutkan pendidikan SLTP;

d. Pengembangan daerah industri dan pemukiman

sering-kali tidak diimbangi dengan penyediaan fasilitas

pendidikan.

3. Urgensi Pemberdayaan Tim Koordinasi Meningkatkan Peran serta Masyarakat Dalam Wajib Belajar 9 Tahun.

Dari beberapa aspek yang diuraikan di atas, merupa

(36)

kotamadya Bandung.

Persoalan

tersebut banyak faktor

pe-nyebabnya.

Salah satu faktor penyebab antara lain belum

optimalnya peranserta masyarakat.

Peranserta tersebut

di-asumsikan

erat

kaitannya dengan kinerja peran dan fungsi

Tim Koordinasi, baik

secara

internal

maupun

eksteranl.

Internal artinya bagaimana upaya agar dalam

tim terjadi

keterpaduan dalam tindakan (action)

sehingga dihasilkan

kinerja yang optimal sesuai dengan harapan.

Demikian pula

bagaimana Tim Koordinasi Wajar Dikdas memberdayakan peran

serta masyarakat, agar terlibat langsung dalam mendukung

lembaga pendidikan terutama sekolah-sekolah yang ada.

Dalam PP.39 Tahun 1992 terdapat beberapa butir

ke-tentuan tentang peranserta

masyarakat

dalam

pembangunan

pendidikan meliputi: pendirian semua jalur,

jenjang dan

jenis pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah.

Pendidikan jalur sekolah tingkat SD, seperti pendirian SD,

MI.

SD-Kecil,

dan

SD-Kelas-Jarak-Jauh.

Sedangkan pada

tingkat SLTP, seperti pendirian SMP,MTs, Terbuka,

SMP-Kecil, dan SMP-Kelas-Jarak-Jauh.

Pendidikan

Dasar

yang

berupa jalur luar sekolah baik setingkat SD maupun

SLTP

(37)

kursus-kursus dan program Paket A dan Paket B serta Pondok

Pesantren, termasuk masyarakat industri (yang menyediakan

sarana pendidikan di tempat bekerja).

Hakikat peranserta masyarakat mengandung makna yang

luas, artinya tidak hanya masyarakat atau kelompok yang

langsung mendirikan lembaga pendidikan.

Akan tetapi dapat

dilakukan dengan berbagai bentuk seperti; bantuan tenaga

kependidikan untuk pelaksanaan latihan bagi peserta didik,

memberikan bantuan tenaga ahli untuk melaksanakan kegiatan

belajar mengajar dan penelitian serta pengembangan ilmu

pengetahuan di bidang kependidikan.

Dapat juga mendirikan

dan menylenggarakan program pendidikan yang belum di

selenggarakan oleh pemerintah untuk menunjang pendidikan

dan program pembangunan nasional. Selain itu menciptakan

hubungan komunikasi, konsultasi, dan kerjasama antar

pe-nyelenggara pendidikan yang bersangkutan (PP. NO.39 Tahun

1992).

B. Fokus Penelitian

Operasional penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun di kotamadya Bandung, yang ditangani oleh Tim Koordinasi

Wajar Dikdas sesuai dengan peran dan fungsinya sampai saat

(38)

Banyak faktor yang dapat

mempengaruhi

kelancaran

opera-sional Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun. Faktor inter

nal dapat dilihat dari indikator-indikator dalam

pengamat-an empiris pengamat-antara lain :

1. Tingkat kehadiran rapat-rapat Tim Koordinasi Wajar

Dikdas masih terbatas pada pembahasan laporan dari

pi-hak Depdikbud sebagai leading sector.

2. Kurang berjalannya fungsi komponen Tim Koordinasi Wa

jar Dikdas sesuai dengan misi instansi terkait, hal

ini dibuktikan oleh sering terlambatnya informasi yang

seharusnya di terima dengan segera oleh Depdikbud se

bagai leading sector. Sering terjadi pengambil alihan

peran yang semestinya menjadi garapan instansi ter

kait, namun karena tidak berjalan maka ditindaklanjuti

oleh Depdikbud.

3.

Kesejajaran komunikasi dari tim masih ditemukan adanya

kesenjangan, mengingat

instensitas

kerja

penanggung

jawab sebagai kepala pemerintahan yang sangat padat.

Faktor tersebut di atas berimplikasi terhadap kinerja

Tim

Koordinasi Wajar Dikdas, sehingga faktor eksternal agaknya

terabaikan atau kurang tergarap secara mantap. Hal ter

sebut dapat dilihat dari indikator-indikator

dalam

(39)

konsultataif antara Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Ta

hun di kotamadya

Bandung

dengan

lembaga

legislatif

dalam hal ini DPRD TK IT kotamadya Bandung.

2.

Masih belum menampakkan hasil

hubungan

timbal

balik

dalam perencanaan penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 tahun

antara Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun di kota madya Bandung dengan BAPEDA TK II.

3.

Pemahaman peranserta dalam pelaksanaan Wajar Dikdas

9

Tahun dari pihak

masyarakat

luas

masih

bervariasi,

sehingga tingkat kepeduliannya pun bervariasi.

Bertitik tolak dari faktor-faktor yang dijelaskan di atas,

maka sebagai fokus penelitian adalah intern tim koordinasi

Wajar Dikdas 9 Tahun dalam memberdayakan peranserta masya

rakat pada penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun di kota

madya Bandung.

Kondisi di atas, dipandang dari efetivitas dan

optimalisasi

Tim Koordinasi

apabila tidak dilakukan

pem-benahan maka diperkirakan menimbulkan :

a. Terjadi kemandegan program yang telah direnoanakan

secara kolektif,

dan keberhasilan yang

dicapai

tidak

menutup kemungkinan hanya perhitungan

angka-angka

di

atas kertas tanpa diikuti dengan koreksi kolektif.

(40)

bagian dalam penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun terbatas pada mendirikan lembaga pendidikan.

c. Tidak tercapainya target yang dicanangkan seperti

amanat Presiden pada Rakernas Depdikbud Tahun 1996, baik secara kuantitatif maupun kualitatif yakni dapat tercapainya penyelesaian pada tahun 2003/2004.

Berkenaan dengan perkiraan di atas, perlu adanya

suatu pemecahan atau salah satu jalan keluarnya. Studi ini akan mencoba berupaya ke arah mencari cara sebagai upaya

pemberdayaan termaksud yang dipandang efektif dan mengun

tungkan semua pihak. Oleh sebab itu penelitian pember dayaan Tim Koordinasi dalam meningkatkan peranserta

masyarakat dalam penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun dilakukan. Sedangkan peran serta masyarakat eksternal

dari Tim Koordinasi Wajar Dikdas, penulis anjurkan untuk

diadakan penelitian tersendiri oleh pihak lain yang

bermi nat.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan Tatar belakang yang telah diuraikan

tersebut di atas, yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini adalah potensi-potensi masyarakat.

Potensi dapat dipandang dari internal Tim Koordinasi

(41)

masyarakat, dunia usaha/industri),

di Kotamdya Bandung

dapat berperanserta dalam pembangunan nasional khususnya

penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun.

Bagaimana

potensi-potensi itu dapat ditumbuhkembangkan dan diwujudkan dalam

peranserta yang dilandasi konsepsi. Maka rumusan masalah

yang diajukan penulis adalah :

"Bagaimana mekanisme Tim Koordinasi Wajar Dikdas dalam

me-numbuhkan keaadaran dan memberdayakan peranserta

masyara

kat sebagai mitra pemerintah dalam Penyelenggaraan

Wajar

Dikdas 9 Tahun di Kotamadya Bandung ?

Dari rumusan di atas,

lebih

jelasnya dikemukakan

pokok-pokok masalah yang dianalisis meliputi :

1. Bagaimana mekanisme kerja komponen instnasi terkait da

lam Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9

Tahun

di

Kotamadya

Bandung ?

2. Bagaimana memberdayakan peran dan fungsi komponen

ins

tansi terkait, termasuk satuan-satuan lembaga pendidik

an dalam Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun

di

Kota

madya Bandung ?

3. Bagaimana gambaran hasil

pemberdayaan

Tim

Koordinasi

dalam peningkatan peranserta masyarakat pada penyeleng

(42)

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Secara Umum

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran

empirik tentang mekanisme Tim Koordinasi dalam member

dayakan peranserta masyarakat, sebagai mitra pemerintah

dalam penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun di Kota

madya Bandung- Selain itu untuk memperoleh gambaran

tentang SWOT-nya, kemungkinan implikasinya terhadap

upaya pemecahan masalah yang dihadapi dalam peningkatan

pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan dasar.

b. Secara Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk memper oleh gambaran empirik tentang :

1) Mekanisme operasional komponen instansi terkait dalam Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun di kotamadya Bandung.

(43)

3) Hasil pemberdayaan peranserta masayarakat

impli-kasinya terhadap pencapaian APK/APM dibandingkan

dengan rencana penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun di kotamadya Bandung, serta analisis Swot-nya.

2. Manfaat Penelitian

a. Aspek Teoritis

Secara teoritis penelitian diharapkan dapat mem berikan manfaat bagi upaya pengembangan implementasi

ilmu administrasi pendidikan, khususnya pada pengelola

an pendidikan. Selain itu hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat dalam penelitian lebih lanjut terutama berkenaan dengan penyelenggaraan Wajar Dikdas

9 Tahun.

b. Aspek Praktis

Penelitian ini mengenai pemberdayaan peranserta ma

syarakat dalam penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun di

kotamadya Bandung. Hal tersebut dipandang penting un

tuk diteliti, karena sangat erat dengan upaya-upaya perbaikan yang dilakukan oleh Tim Koordinasi Wajar Dik

das. Dengan optimalnya mekanisme kerja Tim Koordinasi

Wajar Dikdas, diharapkan bermanfaat dalam pelaksanaan Wajar Dikdas 9 Tahun di kotamadya Bandung untuk

(44)

E. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini tidak bermaksud untuk mengungkapkan

hubungan antar variabel melalui studi korelasi atau

regre-si untuk menguji hipoteregre-sis tertentu, akan tetapi meneliti

mengenai perilaku manusia dalam organisasi serta interkasi

dengan lingkungan. Oleh karena itu penelitian ini meng

gunakan metode

analisis deskriptif

dengan pendekatan

kua-litatif. Pelaksanaan penentuan sampel dalam penelitian

ini menggunakan

snowball sampling technique

(Bogdan &

Bi-klen, 1982: Meleong, 1990).

Dengan teknik ini

diharapkan

peneliti dapat bervariasi secara memadai,dan dapat

memper-luas informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu, se

hingga dapat dipertentangkan

atau

dapat

diisi

sekedar

adanya kesenjangan informasi yang ditemui.

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data atau

informasi adalah studi dokumentasi, wawancara, dan obser-vasi. Khusus dalam observasi dapat dilakukan melalui dua cara yakni observasi partisipasi langsung. Dari

teknik-teknik itu diharapkan dapat saling mendukung atas data

yang diperoleh dalam penelitian ini.

Langkah-langkah penelitian dilakukan melalui tahap

orientasi, eksplorasi, dan member check. Sedangkan prose dur analisis data hasil eksplorasi yakni, reduksi data,

display data, dan mengambil kesimpulan serta verivikasi

(45)

GBHN

1/

WAJAR DIKDAS 9 TAHUN V 'ENOMENA feografis enaga Guru )aya Tampung -alian UGB !osek Ortu

' e r a n s e r t a

lasyarakat

•ang bervariasi iWOT-Nya

MASALAH

Bagaimana memberdayakan Tim Koordinasi Wajar Dik

das dalam upaya

mening

katkan peranserta masya rakat sebagai mitra pe merintah dalam penye lenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun di Kotamadya Bandung

V TIM KOORDINASI WAJAR DIKDAS

9 TAHUN TK II KOTAMADYA BANDUNG PENANGGUNG JAWAB KOORDINASI KETUA PELAKSANA PENYELENGGARA

SEKRETARIAT

Kelompok Pendataan dan Pemetaan Kelompok Penyuluhan dan Publikasi Kelompok Pemantauan dan Evaluasi Kelompok Penerapan Pola Wajar

MITRA YANG BERPOTENSI (MASYARAKAT) Pengusaha Industri/Per-dagangan/Pengembang

Pe-rumahan/Parawisata dan

Media Massa, LSM, BP3 MUI, MPS dan Tokoh Ma syarakat

> FORUM KOMUNIKASI t PENGELOLAAN DIKDAS 9 TAHUN T JALUR SEKOLAH SD/MI/SLTP/MTS T 1/

JALUR LUAR SEKOLAH PAKET A DAN E

X

Pemerataan Kesempatan Pendidikan Dasar: Keterkaitan Dengan Kebutuhan

Hidup/Ma-syarakat: Kualitas & Efisiensi Proses dan Luaran

(46)

G. Sistematika Penulisan Tesis

Laporan penelitian ini disusun dengan sistematika

sebagai berikut :

Bab I. Pendahuluan meliputi, latar belakang masalah,

pe-rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pendekatan

penelitian, dan sistematika penelitian.

Bab II. Pelaksanaan Kebijakan Penuntasan Penyelenggaraan

Wajar Dikdas 9 Tahun di Lingkungan Kandep Depdikbud Kota madya Bandung. Bagian Pertama: Tinjauan Teoritis. Meli

puti, Konsepsi administrasi pendidikan, Konsepsi wajib

belajar, Implementasi wajar Dikdas di Indonesia, dan Kon

sepsi peransera masyarakat. Bagian kedua : Tinjauan empi

rik, dan Bagian ketiga: Relevansi dengan studi yang di

lakukan.

Bab III. Prosedur penelitian meliputi, metode penelitian, sampel penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data,

langkah-langkah penelitian, prosedur analisis data, dan

validasi temuan penelitian.

Bab IV. Analisis data dan hasil penelitian, meliputi be berapa informasi hasil pengumpulan data sesuai dengan

permasalahan, dan tujuan yang direkayasa pada instrumen

penelitian.

Bab V. Temuan dan pembahasan hasil penelitian, meliputi

(47)

dengan teoritis yang relevan dengan penelitian yang di

lakukan .

Daftar pustaka

(48)

PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Sebagaimana telah dirumuskan pada bab pertama,

penelitian ini tidak bermaksud untuk mengungkapkan hubung

an antar variabel melalui studi korelasi atau regresi

untuk menguji hipotesis tertentu. Rumusan masalah dalam penelitian ini menuntut peneliti untuk melakukan eksplorasi dalam rangka memahami dan menjelaskan masalah yang diteliti melalui komunikasi yang intensif dengan

sumber data.

Dengan kata lain fokus kajian penelitian ini yaitu

perilaku manusia dalam organisasi. Metode yang dianggap tepat untuk penelitian ini adalah metode analisis

deskrip-t i f dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh

informasi tentang status gejala pada saat penelitian di

lakukan. Penelitian ini diarahkan untuk menetapkan sifat

suatu situasi pada waktu penyelidikan itu dilakukan, untuk melukiskan variabel atau kondisi "apa yang ada" dalam

suatu situasi (Winarno,1980; Best,1981; Donald Ary, 1982;

dan Jalaludin Rachmat, 1989). Dalam kepustakaan tersebut

dikemukakan bahwa :

(49)

a. Penelitian deskriptif menuturkan sesuatu secara

sis-tematis tentang data atau karaktersitik populasi ter

tentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat, menganalisis (karena itu metode ini sering disebut

metode analitik) dan menginterpretasikan data yang

ada.

b. Penelitian deskriptif lebih menekankan pada observasi

dan suasana alamiah (natural setting), ia mencari

teo-ri dan menguji teori, (hypothesis-generating) dan bukan (hypothesis-testing), heuristic dan bukan

veri-fikatif, oleh karena itu penelitian deskriptif sangat berguna untuk melahirkan teori-teori tentatif.

c. Terdapat beberapa jenis penelitian deskriptif, antara lain: Studi kasus, survei, studi perkembangan, studi tindak lanjut (follow-up studies), analisis dokumen-ter, analisis kecenderungan (trend analysis), analisis tingkah laku, studi waktu dan gerak (time and motion

study), dan studi korelasional.

Dalam penelitian ini digunakan beberapa jenis pe

nelitian deskriptif, disesuaikan dengan tujuan peneli tian, fokus telaahan, perumusan masalah dan pertanyaan

(50)

B. Subjek Penelitian

Yang dimaksud dengan subyek penelitian dalam hal

ini merujuk kepada populasi, sampel dan sumber data dalam

penelitian ini.

1. Populasi dan Sampel Penelitian

Sudjana (1982:5) mengemukakan bahawa populasi dan sampel pada dasarnya mengacu kepada "totalitas semua nilai yang mungkin, hasil perhitungan ataupun peng-ukuran, kuantitatif maupun kualitatif dari pada karak teristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang leng-kap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya, dinamakan populasi".

Adapun sebagian dari populasi yang diambil dari populasi, baik anggotanya maupun karakteristik yang

ingin dipelajari, dinamakan sampel atau contoh. Sampel dalam penelitian ini bersifat sebagai informan,

yaitu "orang yang dimanfaatkan untuk memberikan infor

masi tentang situasi dan kondisi latar penelitian"

(Moleong 1990:90).

Populasi dan sampel dalam penelitian ini meliputi karakteristik yang dapat memberikan informasi yang

(51)

<?

peran dan fungsi unsur-unsur terkait, termasuk satuan-satuan lembaga pendidikan dalam Tim Koordinasi, serta gambaran hasilnya dan upaya-upaya apa yang seharusnya

dilakukan.

Sampel dalam penelitian ini tidak merupakan sampel

acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sampling).

Sampel bertujuan ini ditandai dengan ciri-ciri berikut

(1) rancangan sampel yang muncul, sampel tidak dapat

ditemukan atau ditarik terlebuh dahulu; (2) penentuan

sampel secara berurutan; (3) penyesuaian berkelanjutan dari sampel; dan (4) pemilihan berakhir jika sudah

terjadi pengulangan (Moleong, 1990).

Penelitian sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik "bola salju" atau snowball sampling technique

(Bogdan & Biklen, 1982; Moleong,1990). Dengan teknik

ini diharapkan peneliti dapat memperoleh informasi yang memadai, dan dapat memperluas informasi yang

telah diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat diper-tentangkan atau dapat diisi adanya kesenjangan

informasi yang ditemui.

Data Yang Diperlukan

Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini

(52)

Wajar Dikdas 9 Tahun di kotamadya Bandung; meliputi mekanisme Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9

Tahun, hasil yang telah diperoleh (APK/APM) pada

tahun-tahun 1993/1994 sampai dengan saat ini,

hambatan-hambatan dan upaya-upaya yang terjadi. b. Data tentang potensi sumber-sumber daya yang ada

dalam Tim Koordinasi serta sumber-sumber daya di

luar Tim Koordinasi khususnya di kotamadya

Bandung.

c. Data tentang mekanisme operasional Tim Koor'dinasi Wajar Dikdas 9 Tahun, meliputi bagaimana proses

perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dilaksana kan, serta bagaimana hasilnya khususnya di kota

madya Bandung.

d. Data tentang bagaimana upaya-upaya yang dilakukan

dalam rangka meningkatkan kinerja Tim Koordinasi

Wajar Dikdas 9 Tahun di kotamadya Bandung.

Data yang diinginkan di atas diambil dari komponen

Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun Kotamadya Bandung,

seperti Ketua Penyelenggara Tim Koordinasi,

sekretariat Tim Koordinasi serta anggota. Demikian

pula tingkat kecamatan diambil unsur-unsur terkait

(53)

SMP/MTs,

negeri

dan

swasta,

jalur

luar

sekolah

(paket B).

Sedangkan

dari

masyarakat

umum

sebagai

mitra, orang tua siswa

(BP3),

dunia usaha/industri,

tokoh masyarakat dan LSM/Orsosmas.

Wilayah penelitian dilaksanakan di

Kotamadya

Ban

dung Propinsi Jawa Barat.

Untuk

tingkat

Kecamatan

difokuskan pada tiga

Kecamatan yaitu

Sukajadi, Ke

camatan Babakan Ciparay,

dan Kecamatan Bandung Kulon,

yang perolehan APK dan APM-nya paling rendah.

C. Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat diperlukan

tek

nik pengumpulan data sesuai dengan

karaktersitik pen

dekatan kualitatif. Teknik yang digunakan untuk

me-ngumpulkan data adalah studi dokumentasi, wawancara,

dan observasi. Khusus observasi dilakukan secara par

tisipasi langsung.

Ketiga teknik itu dimaksudkan

un

tuk mendapatkan data yang saling melengkapi dan

menun-jang.

Studi dokumentasi digunakan untuk melacak berbagai

hal yang berkaitan

dengan

mekanisme

tim

koordinasi

Wajar Dikdas 9 tahun di Kotamadya Bandung, termasuk di

(54)

o

Untuk keperluan pengamatan tindakan-tindakan yang

mencerminkan partisipasi/peranserta dalam mekanisme

koordinasi Wajar Dikdas, serta mitra yang terlibat, dilihat dari dimensi-dimensi partisipasi/peranserta

diperlukan pengamatan secara langsung. Cara ini di-maksudkan untuk mendapatkan data yang cermat, faktual dan sesuai dengan konteksnya.

Instrumen Pengumpul Data

Bogdan dan Biklen (1982:73:74) mengungkapkan bahwa

keberhasilan suatu penelitian naturalistik atau

kuali-tatif tergantung kepada ketelitian dan kelengkapan catatan lapangan (field notes) yang disusun peneliti. Untuk penelitian ini peneliti melengkapi diri dengan

buku catatan, tape i^ecoder dan kamera. Peralatan ter sebut digunakan agar dapat merekam informasi verbal

maupun non verbal selengkap mungkin. Penggunaan per

alatan tersebut dibicarakan terlebih dahulu dengan nara sumber agar tidak mengganggu proses pengumpulan

informasi.

Penulis mencoba merekonstruksi sendiri instrumen

dalam penelitian ini, dan sekaligus melakukan jugment

(55)

D. langkah-Langkah Penelitian

Penelitian dengan pendekatan kualitatif menurut

Bogdan dan Biklen (1982 :42 ) ada tiga tahap : (1) pra la

pangan,

(2) kegiatan lapangan dan (3) analisis

intensif.

Sementara itu Kirk dan Miller

(1986)

mengemukakan

empat

langkah yakni: (1) invensi, (2) temuan, (3) penafsiran dan

(4) eksplanasi.

Sedangkan Nasution (1992 : 33)

mengelom-pokkan dalam (1) tahap orientasi,

(2)

tahap

eksplorasi,

dan (3) tahap member check.

Kendatipun beberapa pendapat ahli

di

atas

ber-beda namun secara garis besar

dapat diklasifikasikan men

jadi tiga tahap sebagai berikut :

Tahap orientasi

merupakan

penelitian

awal

untuk

memperoleh gambaran permasalahan yang lebih

lengkap

guna

memantapkan fokus penelitian.

Setelah

berkonsultasi

de

ngan pembimbing dan

disain

penelitian

telah

disetujui,

penulis mengadakan studi pendahuluan dengan melakukan

se-rangkaian wawancara secara informal, observasi tidak lang

sung dan menyebarkan angket.

Hal ini dilakukan sejak awal

April sampai bulan Mei 1997.

Tahap Eksplorasi

dilakukan penelitian

sebenarnya,

yakni pengumpulan data yang

berkenaan

dengan

fokus

dan

(56)

terpenuhi, secara intensif sejak bulan Mei 1997 hingga bulam Juni 1997 penulis berada di lapangan.

Tahap member check yakni memverifikasi dengan

me-ngecek keabsahan atau validitas data.

Jadi tahap ini

di-maksudkan untuk mengecek kebenaran informasi-informasi yang telah dikumpulkan, agar hasil penelitian dapat

diper-caya. Pengecekan informasi ini dilakukan setiap kali pe

neliti selesai wawancara, yakni dengan mengkonfirmasikan

catatan-catatan hasil wawanca ra. Dalam pelaksanaan wa

wancara juga sedapat mungkin menarik kesimpulan

bersama-sama dengan responden. Hal itu dimaksudkan untuk

me-ngurangi kesalah fahaman dalam menafsirkan informasi yang

disampaikan.

Selain itu catatan lapangan yang telah ditik

(

I

dalam kesempatan lain, hasilnya • dimintakan koreksi dari ]

I

nara sumber yang bersangkutan. Sebagai tindak

lanjut

di-

j

lakukan observasi dan stxidi dokumentasi serta triangulasi !

kepada responden maupun nara sumber lain yang berkompeten. '

Waktu pelaksanaan member check dilakukan seiring dengan i i tahap eksplorasi.

E. Prosedur Analisis Data

Prosedur analisis data atas dasar tiga tahap sesuai

dengan saran Nasution (1982:129-130), yakni (1) Reduksi data, (2) Display data, (3) Mengambil kesimpulan dan

(57)

Reduksi data dilakukan dengan menelaah kembali seluruh catatan lapangan dan studi dokumentasi. Telaah ini

dilakukan untuk menemukan hal-hal yang pokok atau penting,

berkenaan dengan fokus penelitian yakni aktivitas dalam mekanisme tim koordinasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun di Kotamadya Bandung ditinjau dari partisipasi/peranserta

sesuai dengan peran dan fungsi tiap unsur yang terkait.

Display data mensistematiskan pokok-pokok informasi

sesuai dengan tema dan polanya, pola yang nampak ditarik suatu kesimpulan sehingga data yang dikumpulkan mempunyai

makna tertentu.

Untuk menetapkan kesimpulan maka dilakukan

verifikasi. Verifikasi ini dilakukan dengan member check maupun triangulasi. Oleh karena itu proses verifikasi ke simpulan ini berlangsung selama dan sesudah data dikumpul

kan.

F. Validasi Temuan Penelitian

Nasution (1988:144-124) Menegaskan bahwa tingkat

kepercayaan hasil penelitian kualititaf ditentukan oleh tiga kriteria: (a) kredibilitas (validitas internal), (b)

transferabilitas (validitas eksternal), (c) dependabilitas

(58)

1. Kredibilitas

Kredibilitas merupakan salah satu ukuran tentang kebenaran data yang dikumpulkan, dalam penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan kecocokan konsep peneliti dengan konsep yang ada pada responden atau nara sumber.

Untuk mencapai hal tersebut dalam penelitian ini dilakukan

antara lain :

a. Triangulasi, yakni mengecek kebenaran data dengan mem-bandingkan dengan data dari sumber lain. Hasil dari

serangkaian wawancara, pengamatan dan studi dokumentasi

dari mekanisme tim koordinasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun di Kotamadya Bandung, dicek kebenarannya kepada

nara sumber yang dianggap kompeten.

•b. Pembicaraan dengan kolega (peer debriefing). Hal ini peneliti lakukan dengan membahas catatan-catatan lapa

ngan dengan kolega, dan teman sejawat yang mempunyai

kompetensi tertentu.

c. Penggunaan bahan referensi, digunakan untuk mengamankan

berbagai informasi yang didapat dari lapangan. Dalam

kaitan ini penulis memanfaatkan penggunaan tape

recorder untuk merekam hasil wawancara, dan kamera foto.

Dengan cara ini peneliti dapat memperoleh gambaran yang lengkap tentang informasi yang diberikan oleh nara sumber sekaligus dapat memahami konteks pembicaraannya.

(59)

d. Mengadakan member check, yakni setiap akhir wawancara atau pembahasan satu topik diusahakan untuk

menyimpul-kan secara bersama, sehingga perbedaan persepsi dalam

suatu masalah dapat dihindarkan. Disamping itu peneli

ti melakukan konfirmasi dengan nara sumber terhadap

laporan hasil wawancara, sehingga apabila ada

kekeliru-an dapat diperbaiki atau bila ada kekurangan dapat

ditambah dengan informasi baru. Dengan demikian data

yang diperoleh sesuai dengan yang dimaksudkan oleh nara

sumber.

2. Transferabilitas

Apabila dihubungkan dengan penelitian kuantitatif, kriteria ini disebut dengan validitas eksternal, yakni sejauh manakah hasil penelitian dapat diterapkan atau

digunakan di tempat dan dalam situasi lain.

Transferabilitas hasil penelitian baru ada jika

pemakai melihat ada situasi yang identik dengan

permasalahan ditempatnya, meskipun diakui bahwa tidak

ada situasi yang sama persis pada tempat dan kondisi

yang lain.

3. Dependabilitas dan Konfirmabilitas

Dependabilitas dan konfirmabilitas adalah salah

satu kriteria kebenaran dalam penelitian kualitatif

(60)

kuantitatif, yakni mengupas tentang konsistensi hasil penelitian. Hal ini sebagai kriteria untuk menguji

apa-kah penelitian ini dapat diulang atau dilakukan di

tempat yang lain dengan temuan hasil penelitian yang

sama. Adapun konfirmabilitas berkenaan dengan

objek-tivitas hasil penelitian.

Agar kebenaran dan objektivitas hasil penelitian

dapat

dipertanggungjawabkan,

dapat

dilakukan

dengan

cara "audit trial", yakni dengan melakukan pemeriksaan

ulang sekaligus dilakukan

konfirmasi untuk

meyakinkan

bahwa hal-hal yang dilaporkan dapat dipercaya dan

sesuai dengan situasi yang nyata serta apa adanya.

Untuk memenuhi kriteria tersebut, maka peneliti melaku

kan upaya-upaya:

a. Data mentah yang diperoleh melalui wawancara, obser vasi maupun studi dokumentasi direkapitulasi dalam

laporan lapangan yang lengkap dan cermat;

b. Data mentah disusun dalam hasil analisis dengan cara menyeleksi, kemudian merangkum atau menyusunnya

kem-bali dalam bentuk deskripsi yang lebih sistematis;

c. Membuat hasil sintesa data berupa kesesuaian tema dengan tujuan penelitian, penafsiran dan kesimpulan;

d. Melaporkan seluruh proses penelitian sejak pra su

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu perlu dibangun suatu sistem yang mengarahkan Puskesmas, Klinik Pratama, dan Tempat Prak k Mandiri Dokter/ Dokter Gigi untuk melakukan pengukuran,

Permasalah yang terjadi tersebut salah satunya dapat diatasi dengan pembangunan website yang meliputi pemberian informasi mengenai produk yang di jual, promo yang sedang

Adalah suatu area atau fasilitas yang mampu menjadi tempat melepas kepenatan, area rekreasi juga merupakan suatu fasilitas yang menyediakan permainan dan hiburan

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui komposisi tanaman di lahan HKm Desa Margosari dan mengetahui apakah hasil tanaman

Hasil pengamatan umur 35 hari setelah penyetekan menunjukkan bahwa; 1) terdapat pengaruh pemberian IBA terhadap waktu membuka daun, jumlah setek. Akan tetapi

Artinya ayah lebih me- miliki peluang memilih preferensi latar belakang keluarga calon pasangan hidup anak perempuan- nya dibandingkan preferensi karakteristik

Rasa malu terbentuk karena hasil evaluasi individu yang menilai bahwa perasaannya yang diperoleh dari pengalaman emosionalnya terjadi tidak sesuai dengan standard

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kredibilitas pendamping (keahlian, kepercayaan dan dinamisme) dalam penyuluhan dan bimbingan sosial anak jalanan di kota Bandung,