PEMBERDAYAAN TIM KOORDINASI WAJAR DIKDAS DALAM MENINGKATKAN
PERANSERTA MASYARAKAT PADA PENYELENGGARAAN WAJIB
BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DI KOTAMADYA BANDUNG
TESIS
Diadukan Kepada Panitia Ujian Tesis Program Pasca Sardana Institut Keguruan dan Ilrau Pendidikan Bandung
Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Bidang Studi Administrasi Pendidikan
Oleh : H. IIM WASLIMAN
NIM: 959650
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN BANDUNG
PEMBERDAYAAN TIM KOORDINASI WAJAR DIKDAS DALAM MENINGKATKAN PERANSERTA MASYARAKAT PADA PENYELENGGARAAN WAJIB
BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DI KOTAMADYA BANDUNG
Mengetahui/Menyetuj ui
Pembimbing I Pembimping II
of.Dr.M. Idochi Anwar,M.Pd Tb. Ab%xC Syamsuddin M., MA
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN. BANDUNG
".. .. Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman diantaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan".
(QS. Al Mudaadilah: 11)
Kupersembahkan Untuk:
Iatriku tercinta Dra. HJ. Euia Yetiy
Putriku teraayang:
1 . Eva Dianawati Waaliman. S.Soa 2. Elvi Noviawati Waaliman
Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun
di Indonesia sejak pencanangannya pada tahun 1994 sampai saat ini, jika dilihat dari data kuantitatif secara makro menunjukkan adanya peningkatan APK dan APM setiap
tahunnya.
Peningkatan APK dan APM tersebut tidak terlepas da ri dukungan perangkat-perangkat aturan yang ditetapkan,
seperti halnya berkenaan dengan koordinasi
penyeleng-garaanya. Perangkat tersebut secara konseptual sudah me
nunjukkan adanya kepaduan program baik pada tingkat
na-sional maupun pada tingkat wilayah terkecil.
Akan tetapi bila dikaji secara empirls di lapangan,
masih banyak ditemukan persoalan-persoalan. Persoalan yang mendasar salah satu contohnya adalah mekanisme kerja Tim
Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun pada tingkat wilayah.
Koordinasi yang semula diharapkan dapat membantu
penye-lenggara dalam hal ini Departemen Pendidikan dan
Kebudaya-an, kenyataannya masih bersifat serimonial pada acara
ru-tinitas rapat koordinasi yang terjadual, karena dilihat
dari substansi peran dan fungsi keanggotaan Tim Koordinasi
dari segi kualitas masih jauh dari harapan. Oleh karena
itu dengan penelitian ini diharapkan terungkap bagaimana pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun
di Kotamadya Bandung. Yang dijadikan alasan pada perang-kat organisasi adalah bertolak dari pemikiran bahwa suatu program yang bersifat lintas sektoral. Keberhasilannya tergantung pada bagaimana kesamaan persepsi, dan kepaduan
tindakan dari komponen-komponen terkait melalui proses
koordinasi, komunikasi, baik internal maupun eksternal. Oleh karena itu semestinya Tim Koordinasi sangat strategis
melaksanakan visi, dan misi yang diemban khususnya dalam
penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun.
Studi yang dilaporkan dalam bentuk tesis ini,
men-coba menggali dan mengidentifikasi berbagai persoalan yang
timbul dari dalam organisasi dalam hal ini Tim Koordinasi,
dan selanjutnya mencoba menganalisis potensi, hambatan,
peluang dan ancaman serta perilaku yang ada.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bebera
pa temuan, antara lain ditinjau dari sudut mekanisme kerja
komponen instansi terkait dalam Tim Koordinasi Wajar Dik
das 9 Tahun di kotamadya Bandung belum optimal sesuai
si teoritis. Dari dimensi interdependensi efektivitas or
ganisasi hampir seluruhnya tidak terpenuhi. Hal tersebut
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari
indivi-du atau personil yang terkait mewakili instansinya dalam
Tim Koordinasi, maupun faktor dari kelemahan perangkat
atau landasan hukumnya yang dijadikan acuan.
Salah satu upaya dari pihak Ketua Pelaksana Tim
Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun kotamadya Bandung, dengan
prakarsanya melakukan perbaikan kinerja. Salah satu
pen-dekatan pembinaan yakni melalui pengembangan Kolaborasi
Tim Koordinasi, yang dilakukan secara khusus di tiga
ke-camatan yang dianggap perlu mendapat perhatian.
Hasil pengembangan dibandingkan dengan sebelumnya
menunjukkan adanya peningkatan aktivitas, antara lain
ke-mampuan membuat program kerja jangka pendek, berdasarkan
hasil analisis potensi yang rasional dan dapat
diopera-sionalkan. Di samping itu, juga terbentuk pokja-pokja dan
forum komunikasi atafi inisiatif mereka. Walau demikian
partisipasi masyarakat dalam wujud fisik belum menunjukkan
adanya peningkatan karena, masih memerlukan pembinaan
in-tensif.
Halaman
KATA PENGANTAR i
PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR/BAGAN ix
ABSTRAKSI x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
1. Pertumbuhan Pendidikan Dasar 1 2. Pengelolaan Pendidikan Dasar dan
Per-masalahannya 7
3. Urgensi Pemberdayaan Tim Koordinasi
Wajar Dikdas 9 Tahun 24
B. Fokus Penelitian 26
C. Perumusan Masalah 29
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 31
1. Tujuan Penelitian 31
2. Manfaat Penelitian 32
E. Pendekatan Penelitian 33
F. Paradigma Penelitian 34
G. Sistematika Penulisan Tesis 35
BAB II PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DI KOTA
MADYA BANDUNG
A. Tinjauan Teoritis 37
1. Konsepsi dan Peranan Administrasi Pen
didikan 37
2. Konsepsi Wajib Belajar 45
3. Implementasi Wajar Dikdas 9 Tahun di
Indonesia 48
4. Konsepsi Peranserta Masyarakat 52 5. Pemberdayaan Peranserta Dalam Komite— 57
B. Tinjauan Empiris 64
C. Relevansi Studi Yang Dilakukan 69
A. Metode Penelitian 72
B. Subjek Penelitian 74
1. Populasi dan Sampel Penelitian 74
2. Data Yang Diperlukan 75
C. Pengumpulan Data 77
1. Teknik Pengumpulan Data 77
2. Instrumen Penelitian 78
D. Langkah-Langkah Penelitian 79
E. Prosedur Analisis Data 80
F. Validasi Temuan Penelitian 81
1. Kredibilitas 82
2. Transfereabilitias 83
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Mekanisme Kerja Komponen-Komponen Ter-kait dalam Tim Koordinasi Wajar Dikdas
Tahun 85
1. Mekanisme Interdependensi Tugas 85 2. Interdependensi Faktor Potensi 91 3. Interdependensi Berkenaan Dengan
Ha-sil Individual 104
4. Keselarasan Aktivitas Dengan Tuntutan
Kelompok Kerja 105
B. Pemberdayaan Peran dan Fungsi Komponen Instansi Terkait, Termasuk Satuan-Satuan Lembaga Pendidikan Dalam Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun di Kotamadya Ban
dung 108
1. Interdependensi Tim Koordinasi Wajar
Dikdas 108
2. Upaya Pemecahan Interdependensi Koor
dinasi Wajar Dikdas 111
C. Hasil Pemberdayaan Peran dan Fungsi Kom ponen Instansi Terkait, Termasuk Satuan-Satuan Lembaga Pendidikan Dalam Tim
Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun di Kota
madya Bandung 124
1. Peningkatan Aktivitas Anggota Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun di
Kotamadya Bandung 124
2. Peningkatan Aktivitas Anggota Tim
Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun di
Tiga Kecamatan 127
3. Analisis SWOT 144
B. Rekomendasi 156
KEPUSTAKAAN 165
LAMPIRAN
Halaman
Tabel 1 Perkembangan Jumlah Peserta Didik SD 6 Tahun
dan SLTP Pelita I-V (1969/1970-1993/1994) 3
Tabel 2 Keterkaitan Peraturan Penyelenggaraan Pendidik
an Dasar 9 Tahun 9
Tabel 3 Perkembangan Hasil Penyelenggaraan Wajar Dik das 9 Tahun Periode 1993/1994 Sampai Dengan
1996/1997 12
Tabel 4 Angka Melanjutkan Lulusan SD/MI Tahun 1994/1995 Sampai Dengan 1996/1997 Tingkat Propinsi Jawa
Barat 15
Tabel 5 APK dan APM Usia 13-15 Tahun Jalur Sekolah dan
Jalur Luar Sekolah Tahun 1996/1997 17
Tabel 6 Jumlah Ruang Kelas, Rombel,dan Kekurangan Ruang Kelas SLTP/MTs Tahun 1995/1996 Samapi Dengan
1996/1997 19
Tabel 7 Jumlah Guru Yang Ada dan Yang Dibutuhkan di
Propinsi Jawa Barat 21
Tabel 8 Jumlah Ruang Kelas dan Rombel 1997/1998 94 Tabel 9 Pokok-Pokok Pembahasan dan
Kesimpulan/Rekomen-dasi 148
Gambar 1. Paradigma Penelitian 34 Gambar 2. Skematik Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun
Tingkat Kotamadya Bandung 51
Gambar 3. Four Kinds of Participation 55
Gambar 4. Fenomena Peranserta 56
Gambar 5. Faktor-Faktor Penentu Kelompok 60
Gambar 6. Reason Why Committee is Atrractive 61
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1 . Pertumbuhan Pendidikan Daaar
Sistem pendidikan suatu bangsa merupakan refleksi
dari kelebihan dan kekurangan budaya masyarakat itu sendi-ri, yang di dalamnya mengandung falsafah, nilai-nilai, politik, adat istiadat dan kebiasaan yang turut mewarnai
kehidupan individu dalam peranan kehidupannya sebagai ang
gota masyarakat. Tilaar (1990:30) mengungkapkan "Pendidik
an harua dilihat aebagai aalah aatu kekuatan aoaial yang ikut memberi bentuk, corak dan arah pada kehidupan maaya-rakat maaa depan". Itulah sebabnya, pendidikan telah di-pandang sebagai salah satu hak asasi dan konstitusional.
Atas dasar itu, maka sistem pendidikan nasional (SPN) juga
mengandung makna hak asasi dan konstitusional.
Undang-Undang Dasar 1945 Bab XII Pasal 31 menegaskan bahwa
(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran; (2) Pemerintah menguaahakan dan menyelenggarakan auatu aiatem pengajaran nasional, yang diatur dengan
undang-undang.
Bertolak dari pandangan di atas, maka pihak Peme
sejak tahun 1970 dengan bantuan Ford Foundation telah men-dirikan proyek Penilaian Nasional Pendidikan. Proyek ini
bertujuan mengembangkan strategi pembangunan pendidikan, dengan harapan dapat dijadikan suatu pola pelaksanaan pen
didikan yang diselaraskan dengan tujuan pembangunan.
Pada Pelita I pertumbuhan pendidikan dasar yakni
setingkat SD 6 tahun, tercatat 65.589 SD yang tersebar
di seluruh Indonesia. Penyelenggaraan pendidikan SD ter sebut dilaksanakan oleh pemerintah 83% dan selebihnya masyarakat (swasta). Dalam kurun waktu Pelita I jumlah
partisipasi siswa SD rata-rata 0,8 juta, yaitu pada tahun
1969 tercatat 12,8 juta dan pada tahun 1973 meningkat 13,6
juta. Persoalan yang muncul saat itu adalah pada keter-batasan fasilitas, gedung-gedung sekolah hanya sekitar 50%
yang permanen; selain itu, 10 sampai dengan 15% yang
belum memenuhi syarat kesehatan. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk mengambil kebijakan pembangunan fasilitas
(gedung) dan pengangkatan tenaga pendidik (guru) melalui program Inpres. Data dalam Tabel 1 menunjukkan perkem bangan jumlah peserta didik Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah
PERKEMBANGAN JUMLAH PESERTA DIDIK SD 6 TAHUN DAN SLTP
REPELITA I - V (1969/1970 SAMPAI DENGAN 1993/1994)
PESERTA DIDIKREPELITA TAHUN
SD 6 TAHUN SLTP 3 TAHUN
I 1969 12.802.415 1.234.795
1970 12.821.618 1.292.230
1971 12.898.147 1.400.873
1972 13.030.548 1.441.556
1973 13.069.456 1.535.701
II 1974/1975 13.707.866 1.691.078
1975/1976 14.280.157 1.900.154
1976/1977 15.550.124 2.136.067 1977/1978 17.265.291 2.339.835 1978/1979 19.074.819 2.982.592 III 1979/1980 21.165.724 2.763.976
1980/1981 22.551.870 3.412.116 1981/1982 23.662.477 3.809.348
1982/1983 24.700.075 4.272.116
1983/1984 25.804.380 4.757.608 IV 1984/1985 26.567.688 5.188.964
1985/1986 26.550.915 5.669.966
1986/1987 26.444.756 6.132.057
1987/1988 26.649.890 6.422.423
1988/1989 26.725.364 6.446.966 V 1989/1990 26.528.590 5.852.507
1990/1991 26.348.376 5.686.118
1991/1992 26.325.701 5.604.515 1992/1993 26.339.995 5.576.400
1993/1994 26.231.700 5.746.300
Sumber: Put?at Informalsi Balitbang Depd.tkbud Jakarta (1996)
Pada pelita II terjadi perluasan dan pemerataan ke
sempatan untuk memperoleh pendidikan. Hal ini sejalan de
ngan pertumbuhan perekonomian, stabilitas politik di dalam
negeri,
dan kepercayaan
luar negeri yang semakin mantap.
katan perluaaan pendidikan daaar dalam rangka wajib bel
ajar 6 tahun. Sebagai perwujudan program ini adalah peningkatan jumlah guru-guru SD, dan penambahan
gedung-gedung sekolah.
Dalam Pelita IV program pembinaan pendidikan dasar,
diprioritaskan pada perluaaan keaempatan memperoleh pen
didikan di dalam dan di luar sekolah. Program ini
men-cakup penyediaan fasilitas belajar pada tingkat SD bagi
semua anak usia 7-12 tahun, melalui pembinaan SD, SDLB dan
MI (Madrasah Ibtidaiyah), serta penyelenggaraan program
paket A. Pada tahun 1986/1987 anak-anak usia 7-12 tahun
telah dianggap memperoleh pendidikan secara merata di se luruh pelosok Indonesia.
Dalam Pelita V kebijakan pembangunan pendidikan
dasar telah Memberikan keaempatan yang lebih luaa kepada
anak uaia 6 tahun untuk memaauki SD. Hal ini dimungkinkan karena anak usia 7-12 tahun pada dasarnya telah tertampung
di SD. Di samping itu, kebijakan diprioritaskan pula un
tuk memperluas kesempatan memperoleh pendidikan SLTP da
lam rangka merintis Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Ta hun yang dicanangkan pada repelita VI.
beberapa kemajuan yakni :
a. Pertumbuhan Kuantitas Peserta Didik
Secara kuantitas dalam kurun waktu 25 tahun, terjadi
kenaikan rata-rata jumlah peserta
didik
pada
Sekolah
Dasar 6 tahun mencapai (APK) 48,8%, dan untuk Sekolah
Lanjutan Pertama 3 Tahun
mencapai (APK) 21,49%.
b. Perkembangan Kebijakan Pendidikan
Dalam kurun waktu 25 tahun pembangunan pendidikan
yang
mendapat prioritas yakni, terselenggaranya Wajib Bel
ajar 6 tahun bagi penduduk berusia 7-12 tahun yang mu-lai dicanangkan oleh Presiden RI pada tanggal 2 Mei
1984. Keberhasilan program Wajib belajar 6 tahun adalah
dapat meningkatkan pemerataan kesempatan pendidikan
bagi
anak berusia 7-12 tahun untuk mengikuti pendidik
an dasar 6 tahun. Selain itu dihasilkan suatu kebijak
an nasional yang sangat mendasar yakni lahirnya
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 Tahun 1989. UUSPN tersebut ditindak lanjuti dengan sejumlah
Per-aturan Pemerintah (PP) yang merupakan pedoman
pelak-sanaanya.
Perkembangan di atas merupakan suatu landasan bagi
pengembangan sistem pendidikan nasional pada PJPT II,
maupon perangkat acuan yakni perundang-undangan, dan per-aturan yang dapat dijadikan landasan konstitusional dapat
meningkat.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 Tahun
1989 menegaskan "pendidikan diselenggarakan melalui jalur
pendidikan sekolah dan luar sekolah". Jalur pendidikan sekolah adalah "Pendidikan yang diselenggarakan di sekolah
melalui kegiatan belajar mengajar yang berjenjang dan
ber-kesinambungan". Sedangkan jalur pendidikan luar sekolah
meliputi "Pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan
ke-luarga dan di lingkungan masyarakat". Dengan demikian
dalam menentukan arah kebijakan pendidikan dasar, telah
dikembangkan melalui dua jalur pendidikan. UUSPN No.2 Ta hun 1989 pasal 13 ayat (2) menyatakan bahwa :
"Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan
sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang me-menuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan
mene-ngah "
Makna dari isi ayat di atas berupa gambaran bahwa pen
didikan dasar merupakan hak asasi manusia baik sebagai
pribadi dalam mengembangkan potensinya, sebagai anggota masyarakat, maupun sebagai warga negara dan anggota umat
Sejalan dengan perkembangan dan tuntutan masa depan, UUSPN
No.2 Tahun 1989 menegaskan bahwa 'Pendidikan dasar merupa
kan pendidikan yang diselenggarakan selama 6 (enam) tahun di Sekolah Dasar (SD) dan 3 (tiga) tahun di Sekolah lan-jutan Tingkat Pertama (SLTP) atau satuan pendidikan yang
sederajat". Oleh karena itu Pemerintah melalui berbagai
upaya selalu memberikan perhatian terhadap pendidikan da
sar, yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Pada awal
Pelita VI yakni tanggal 2 Mei 1994 Pemerintah melalui
Pre-sien RI telah mencanangkan Wajib Belajar Pendidikan Dasar
9 Tahun (Wajar Dikdas 9 Tahun).
2. Pengelolaan Pendidikan Dasar Dan Permasalahannya
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
memiliki peranan strategis dan mendasar dalam menghasilkan
manusia yang berkualitas. Pada jenjang pendidikan dasar
inilah kemampuan dan keterampilan dasar dikuasai peserta
didik. Hal ini akan merupakan bekal untuk pendidikannya
lebih lanjut dan untuk menempuh kehidupannya di masyara
kat. Oleh sebab itu diperlukan suatu pendekatan
pengeDo-laan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan,
yang dilandasi oleh konsepsi administrasi pendidikan dan
Penyelenggaraan pendidikan dasar dituntut mampu
me-ngelola segala potensi sumber daya internal dan eksternal,
yang pada dasarnya meliputi perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan, serta pengaturan sumber-sumber daya yang ada.
Dalam UUSPN
No.2 Tahun 1989 dijelaskan bahwa,
"Penyeleng
garaan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara
orang tua, masyarakat dan pemerintah". Oleh karena itu
untuk mengatur tanggung jawab termaksud, maka telah
di-terbitkan PP.No.39 Tahun 1992, tentang
Peranserta
Masya
rakat Dalam Pendidikan Nasional. Bab II pasal 2 dari PP
tersebut menegaskan bahwa
"Peranserta masyarakat berfungsi
ikut memelihara, menumbuhkan, meningkatkan dan mengembang
kan pendidikan nasional".
Dalam pasal 3 dari PP yang sama
ditegaskan bahwa
"Peranserta masyarakat bertujuan
mendaya-gunakan kemampuan yang ada pada masyarakat bagi pendidikan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Namun demikian dalam konteks pengelolaan pendidikan
dasar, masih mempunyai persoalan dasar, yakni
adanya
dua
instansi yang terkait secara hirarkhi struktur kelembagaan khususnya mengenai pendidikan dasar 6 tahun. Hal ini
adanya pengelolaan sumber-sumber. Walaupun secara distri-busi sangat jelas akan tetapi terkadang timbul tumpang
tindih garapan. Salah satu contoh pengelolaan SDM tenaga kependidikan sering berbeda kepentingan, sehingga dapat mengurangi efektivitas dan efisiensi pelayanan. Sedangkan untuk SLTP pengelolaanya dilaksanakan oleh Departemen Pen
didikan dan Kebudayaan, melalui Kantor Wilayah Depdikbud.
TABEL 2
KETERKAITAN PERATURAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN
Komponen-Komponen PP.No.58/1951 PP. No.28/1990
Penyelenggaraan
Pendidikan SD 6 Th Pusat Daerah Pusat Daerah
1.Tenaga Kependidikan
a. Pengadaan V V
-b. Pendayagunaan V V
-c. Pengembangan V V —
2.Pengadaan Sarana
a. Tanah V - V
b. Gedung V - V
c. Alat Pendidikan V V
-3.Dana V V V
Sumber: Dokumentasi Depdikbud Jakarta (1996)
Selain itu untuk pendidikan dasar 6 tahun, dan SLTP
3 Tahun yang dikelola secara khusus oleh Departemen Agama
R.I, yakni MI dan MTs.
Untuk penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun,
program yang bersifat nasional keadaannya lebih kompleks. Salah satu pendekatan dalam administrasi adalah perlu
keterpaduan yang didasarkan kepada norma dan keadaan yang berlaku, dalam berbagai dimensi; pemerintah, swasta, peng-usaha, tenaga kerja, pendidik, limuwan, politikus, ulama dan sektor lainnya. Atas dasar itu diperlukan adanya ke
terpaduan pemikiran dan lain sebagainya dalam proses pe-rencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Tanpa adanya sua
tu koordinasi maka administrasi atau manajemen tidak akan
berfungsi dengan baik (Terry, 1962). Oleh karena itu, sa ngat tepat upaya pemerintah mengatur kepentingan tersebut
melalui PP.No.6 Tahun 1988. Salah satu pasalnya
menjelas-kan tentang makna koordinasi, ialah :
Ada tiga macaw koordinasi, yakni koordinasi fungai-onal, koordinasi instanslonal, dan koordinasi
teri-t o r i a l .
Koordinasi fungslonal yaitu koordinasi antara dua atau lebih instanai yang mempunyai program yang berkaitan e r a t .
Koordinasi Instanslonal yaitu koordinasi terhadap be berapa Instansi mengenai satu urusan tertentu yang
bersangkutan.
Koordinasi teritorial yaitu koordinasi terhadap dua atau lebih variabel wilayah dengan program tertentu.
Acuan dasar termaksud merupakan landasan untuk ditindak
Salah satu wujud pelaksanaan tindak lanjut yaitu Instruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 1994 tentang pelaksanaan Wajar Dik
das 9 tahun, yang disusul oleh Keputusan Menteri
Koordina-tor Bidang Kesra No.18/Kep/Menko/Kesra/X/1994. Dalam
keputusan ini disebutkan bahwa "Pelaksanaan koordinasi
Wajar Dikdas 9 Tahun dilaksanakan oleh Tim Koordinasi ".
Tim koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun yang dibentuk
mulai dari tingkat pusat sampai wilayah, terdiri dari ber bagai instansi terkait dengan Departemen Pendidikan se
bagai leading sector. Melaksanakan program, tentunya di perlukan suatu komunikasi, interaksi, serta peranserta
secara teratur dan diperlukan suatu iklim organisasi yang
sehat.
Sebagai gambaran hasil perolehan program Wajar Dik das 9 tahun, sejak perintisan tahun 1993/1994 sampai de ngan 1996/1997, di propinsi Jawa Barat menggunakan salah satu tolok ukur keberhasilan, Yaitu Angka Pertisipasi
penduduk usia 13 sampai 15 tahun di SLTP/sederajat. Hal
ini dikenal sebagai Angka Partisipasi Kasar (APK/GEE) dan Angka Partisipasi Murni (APM/NER). Untuk lebih jelas-nya dari hasil studi pendahuluan dapat diungkapkan
: Perkembangan Secara Urnum Haiar. Dikdas 9. Tahun
Perkembangan penduduk usia 7-12 dan 13 - 15 tahun berda-sarkan data statistik, dilihat dari populasi, enrolment, dan APK/APM secara umum pada posisi Nasional, Propinsi Jawa Barat
dan Kotamadya Bandung.
TABEL 3
PERKEMBANGAN HASIL PENUNTASAN WAJAR DIKDAS 9 TAHUN
PERIODE 1993/1994 SAMPAI DENGAN 1996/1997
NO KEADAAN TAHUN NASIONAL PROP.JABAR KDY.BANDUNG 1 Populasi Usia 93/94 24.685.932 4.934.984 270.038
7-12 Tahun 94/95 26.167.087 5.634.203 271.836 95/96 27.648.243 6.299.116 273.619 96/97 27.795.543 6.781.462 275.476 13 - 15 Tahun 93/94 13.243.699 2.677.101 158.771 94/95 13.488.289 2.725.359 164.297 95/96 13.499.200 2.754.100 154.304 96/97 13.470.729 2.764.700 158.934 2 Enrolment
7-12 Tahun 94/95 24.075.061 5.566.592 - 162.324 95/96 27.316.646 5.960.236 152.452 96/97 31.417.657 6.032.628 272.170 APK/APM (%) 94/95 92,00/83,44 98,80/67,34 59,71/56,44
95/96 98,98/87,99 94,62/69,99 55,71/51,51
96/97 113,03/89,96 88,95/73,28 98,07/82,21
13-15 Tahun 94/95 5.563.187 1.119.290 111.540 95/96 6.298.726 1.273.623 119.618 96/97 6.937.425 1.363.326 154.304
APK/APM (%) 94/95 58,02/41,50 48,85/39,98 70,23/59,37
95/96 62,65/46,66 55,77/48,31 72,86/58,06
96/97 68,74/50,36 58,83/48,76 77,51/60,06
Data pada Tabel 3 di atas dapat dideskripsikan se
bagai berikut:
Perkembangan penduduk
usia 7 - 12 dan 13 - 15 tahun dalam
kurun waktu 1993/1994 (Tahun pertama) sampai
dengan
1996/1997. Rata-rata pertumbuhan anak usia 7-12 tahun pa
da tingkat nasional 3,9%, tingkat propinsi 9,07%,
tingkat
kodya 0,99%.
Rata-rata pertumbuhan anak usia 13-15 tahun
pada tingkat nasional 1,68%, tingkat propinsi 3,16%, ting
kat kodya 0,10%. Memperhatikan kondisi tersebut
posisi
propinsi Jawa Barat dalam hal
pertumbuhan penduduk yang
berusia
7-12 tahun dan 13-15
tahun melebihi
tingkat na
sional.
Akan tetapi untuk tingkat kotamadya Bandung posisi
pertumbuhannya baik terhadap propinsi,
maupun nasional,
masih r e l a t i f kecil.
Enrolment dan APK/APM,
pada Tabel 3 di atas
menun
jukkan: APK untuk tingkat nasional tahun
1994/1995-1995/-1996 terjadi kenaikan 4,63%, tahun 1995/1994/1995-1995/-1996 -
1996/1997
naik lagi menjadi 6,09%,
atau rata-rata kenaikan nasional
selama kurun waktu tersebut
5,36%.
Sedangkan APM yang
dicapai pada tahun 1994/1995 - 1995/1996
terjadi kenaikan
5,16%,
tahun 1996/1997
naik 3,70%,
atau
rata-rata
ke
naikan 4,43%.
Pada tingkat propinsi Jawa Barat ternyata APK untuk
tahun 1995/1996 menunjukkan adanya kenaikan
6,92%,
tahun
Pencapaian APM pada tahun 1994/1995 - 1995/1996 terjadi
kenaikan 8,33 %, tahun 1995/1996 - 1996/1997 naik 0,16%,
atau rata-rata kenaikan 4,25%.
Pada tingkat Kodya menunjukkan APK pada tahun 1994/
1995 - 1995/1996 terjadi kenaikan 2,63%, tahun 1995/1996
-1996/1997 naik 4,65%, atau kenaikan rata-rata 3,64%. Penca
paian APM pada tahun 1994/1995 - 1996/1997 naik 2%, atau
kenaikan rata-rata hanya 0,7%.
Memperhatikan kondisi di atas, jika dibandingkan
dengan APK/APM pada tingkat nasional maka kedua indikator
itu dapat diungkapkan bahwa posisi APK propinsi lebih
rendah dari rata-rata nasional, yaitu 0,37%, sedangkan APM
lebih tinggi 0,45%. Demikian pula posisi APK rata-rata kotamadya Bandung terhadap propinsi lebih rendah dari 1,35%
dan APM rata-rata lebih rendah 3,45%.
Makna dari informasi tersebut ialah upaya penye lenggaraan Wajar Dikdas di tingkat propinsi Jawa Barat masih rendah dibanding tingkat nasional. Demikian juga,
upaya penyelenggaraan Wajar Dikdas yang telah dicapai
kotamadya Bandung dibandingkan sasaran yang harus dicapai masih rendah dan perlu ditingkatkan.
Implikasinya, ditinjau dari manajemen penyeleng
Tahun di Kodya Bandung itu sangat perlu untuk dilakukan
penyempurnaan.
Kedua: Angka Melanjutkan Sekolah Propinsi Jawa Barat dan
Kntamadva Bandung
Untuk propinsi Jawa Barat tabel 4 menunjukkan bahwa angka melanjutkan lulusan SD/MI ke SMP/MTs pada tahun
1996/1997 mengalami peningkatan sebesar 3,61% dari tahun 1995/1996. Pada tahun 1996/1997 daya serap Kejar Paket B
meningkat
dari
1,55%
menjadi 7,15%.
Bardasarkan
data
empiris ditunjukkan pada Tabel 4, tentang keadaan angka
melanjutkan lulusan SD/MI di propinsi Jawa Barat selama
kurun waktu 1994/1995 sampai dengan 1995/1996. TABEL 4
ANGKA MELANJUTKAN LULUSAN SD/MI TAHUN 1994/1995 1995/1996 DAN 1996/1997 KE SLTP YANG SEDERAJAT
DI PROPINSI JAWA BARAT DAN KOTAMADYA BANDUNG
LULUSAN
SD/MI ANGKA MELANJUTKAN
TAHUN LULUS JUMLAH LULUSAN TAHUN MELAN JUTKAN
JALUR SEKOLAH LUAR SEKOLAH JUMLAH
JUM
LAH %
JUM
LAH % %
Prop: 93/94 94/95 95/96 Kodya: 93/94 94/95 95/96 789.189 799.967 823.864 43.800 41.636 40.251 94/95 95/96 96/97 94/95 95/96 95/96 586.173 600.189 652.775 42.618 40.439 39.069 74,40 75,18 79,23 97,30 97,13 97,06 75.418 13.334 59.269 492 697 743 9,56 1,55 7,19 1,33 1,67 1,85 83,96 76,73 86,43 98,65 98,80 98,91
Data dalam Tabel di atas menunjukkan bahwa angka
lulusan
SD/MI yang melanjutkan ke
SLTP melalui
jalur sekolah,
mulai tahun 1993/1994 sampai
dengan
1996/1997
rata-rata
4,83%.
Angka melanjutkan jalur luar sekolah,
pada awal
tahun diprogramkan melalui paket B mampu menyerap angka
transisi 9,56%.
Namun pada tahun
1994/1995 mengalami
pe-nurunan yang drastis yakni hanya
1,55% dan
pada tahun
1995/1996 naik menjadi 7,18%.
Data dalam Tabel 4 di atas, menunjukkan bahwa angka
lulusan
SD/MI
ke SLTP sederajat melalui
jalur
sekolah,
pada tahun 1996/1997 mencapai 39,069 atau 97,06%.
Pada
tahun yang sama melalui jalur luar sekolah (Paket B) , 160
siswa atau 0,40%, pondok pesantren mencapai 481 orang atau
1,2% dan kursus mencapai 102 orang atau 0,25%,
sehingga
jumlah melanjutkan di luar sekolah 743 orang atau 1,85%.
Interpretasi, angka melanjutkan lulusan
SD/MI
pada
tingkat propinsi Jawa Barat pada jalur sekolah masih
do-minan dibandingkan dengan jalur luar sekolah.
Demikian
juga di tingkat Kodya Bandung pada jalur
sekolah masih
lebih diminati dibandingkan jalur luar sekolah.
Implikasinya terhadap manajemen
penyelenggaraan
penyempurnaan, khususya berkenaan dengan optimalisasi
sumber-sumber daya pendidikan.
Ketigai Angka Partisipasi Penduduk Usia 13-15 lahun di
Jalur Sekolah dan Jalur Luar Sekolah
Untuk melihat perkembangan angka partisipasi
penduduk usia 13-15 tahun di jalur sekolah dan jalur luar
sekolah pada tahun 1996/1997, dapat ditunjukkan pada Tabel
5 di bawah ini.
TABEL 5
APK DAN APM USIA 13-15 JALUR SEKOLAH
DAN JALUR LUAR SEKOLAH TAHUN 1996/1997
TINGKAT
KELOMPOK NASIONAL PROPINSI JABAR KODYA BANDUNG APK:
JML PEND.13-15 13.470.729 2.800.128 158.934 - SLTP
- MTs
- SLTP TERBUKA
- PAKET B
7.246.050 1.380.763 121.830 315.755 1.289.965 385.447 19.987 20.503 120.912 5.990 0 658 JAMLAH 9.064.396 67,29% 1.715.902 61,52% 127560 80,26 APM:
- SLTP - MTs
- SLTP TERBUKA - PAKET B
5.619.936 1.069.600 94.109 153.344 1.061.332 305.045 18.711 9.238 91.328 5.138 0 658 JUMLAH 6.936.989 51,50% 1.394.326 49,99% 97.124 |61,11
Sumber: Depdikbud Jakarta (1997)
Data dalam Tabel 5 di atas menunjukkan APK dan APM usia
sekolah maupun jalur luar sekolah.
Pada tingkat
nasional
tahun 1996/1997 APK mencapai 67,29% dan APM 51,50%.
Pro
pinsi Jawa Barat pada tahun 1996/1997 APK mencapai
61,52%
dan APM 49,99%.
Kotamadya Bandung pada tahun yang
sama
APK mencapai 80,26% dan APM 61,11%.
Keadaan ini
menempat-kan posisi propinsi Jawa Barat
di
bawah
pencapaian
na
sional.
Sebagai bahan perbandingan,
APK - APM
mencapai
11,53% sedangkan nasional mencapai
15,79%,
artinya
per-bedaan antara APK dan APM sebesar 4,26%.
Interpretasi, penyelenggaraan di tingkat Kotamadya
Bandung pencapaian APK maupun APM lebih tinggi
dibanding
kan dengan APK - APM tingkat propinsi, demikian pula di
bandingkan
dengan
APK - APM tingkat
nasional.
Walaupun
untuk jalur sekolah khususnya SMP Terbuka dan
jalur
luar
sekolah belum terinventarisir untuk periode 1996/1997.
Implikasi dari peningkatan ketercapaian APK dan APM
adalah peningkatan layanan dan pengelolaan
sumber-sumber
pendidikan di Kotamadya Bandung.
Keempat: Kondisi Dava Tjampung SLTE di Eroplnai Jasa Eaxat
Pada
tahun ajaran
1996/1997
di
propinsi
Jawa
Barat
tercatat 28.467 ruang kelas (RK).
Menurut data
rata-rata
rasio RK : Marid di propinsi Jawa Barat pada tahun
ajaran
negeri dan swasta adalah 1.252.548 siswa. Daya tampung ini baru mencapai 81,65% dari jumlah total siswa SLTP/Mts yang jumlahnya 1.534.018 siswa. Secara garis besar dapat
dikatakan bahwa Jawa Barat masih mengalami kekurangan daya
tampung bagi 281.470 siswa atau 6.397 RK.
Pada tahun 1996/1997 di kotamadya Bandung terdapat 2.198 ruang kelas (RK). Menurut data, rata-rata rasio RK:
Murid adalah 1 : 42, total daya tampung SMP/MTs negeri dan swasta adalah 92.316 siswa, daya tampung ini baru mencapai 77,19% dari jumlah total siswa yang mencapai 119.601
siswa. Sebagai bahan perbandingan ditunjukkan pada Tabel
6 berikut ini.
TABEL 6
JUMLAH RUANG KELAS, R0MB0NGAN BELAJAR, DAN KEKURANGAN RUANG KELAS SLTP/MTs TAHUN 1995/1996 DAN 1996/1997
TINGK Prop : 95/96 96/97 Kodaya 95/96
JUMLAH RUANG KELAS JUMLAH ROMBEL
SMPN ISMPS IMTs IJUMLAH SMPN SMPS MTs JUMLAH
11.80 12.57 665 8.380 8.735 1.335 8.170 8.170 178 28.467 29.407 2.198
19.08 9.544 9.013 37.565
dalam proses pengolahan
1.14311.4821219 I 642 Sumber :Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat (1997)
Data dalam Tabel di atas, menyiratkan bahwa angka doble
shift ruang kelas SMP/MTs di Jawa Barat mencapai 1,32.
SLTP pada tahun 1996/1997 baru mencapai 75,8%.
Pada
tingkat kodya SMP negeri baru mampu memenuhi 24,05% dari
kebutuhan RK, SMP swasta 46,88% dan MTs negeri dan
swasta
6,25%. Dari kondisi ini menunjukkan peran swasta dalam
pelaksanaan Wajar Dikdas 9 Tahun di kotamadya Bandung,
cukup besar.
KeJLimaj. Eeadaan, Gutju, SLIP, di lingkat Propinsi Jam Barak
dan Kotamadva Bandung
Sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 7 pada halaman 21,
guru SMP/MTs negeri dan swasta di propinsi Jawa Barat
73,193 orang.
Angka ini baru mencapai 83,68% dari jumlah
yang dibutuhkan 87,466 orang,
sehingga masih kekurangan
guru sebesar 16,32%.
Di kodya Bandung guru SMP/MTs
negeri
dan
swasta
berjumlah 5.022 orang, jumlah guru SMP
negeri
baru men
capai 86,13% dari yang dibutuhkan,
sedangkan SMP swasta
dan MTs secara umum mencapai 75,15%. Angka ini
meng-gambarkan bahwa sebagian besar guru di
SMP Negeri
dan
Swasta serta MTs bekerja melebihi jumlah jam mengajar.
TABEL 7
JUMLAH GURU YANG ADA DAN YANG DIBUTUHKAN
DI PROPINSI JAWA BARAT DAN KOTAMADYA BANDUNG
TAHUN AJARAN 1996/1997
TINGKAT SMPN SMPS MTS JUMLAH
Propinsi Yang ada Dibutuhkan Kotamadya Yang ada Dibutuhkan 25.062 44.110 2-297 2.667 24.570 22.266 2.244 3.551 23.561 21.090 481 55! 73.193 87.466 1.614 6.636
Menyimak hasil
informasi sesuai
dengan
studi
penjajagan, meskipun kenaikan rata-rata APK dan APM pada
tingkat kotamadya Bandung melebihi, dari propinsi Jawa
Barat serta nasional, namun angka-angka kenaikan ini masih
perlu ditingkatkan.
Salah satu upaya peningkatan hasil
yaitu mengoptimalkan sumber daya yang ada, termasuk
mem-berdayakan
peranserta masyarakat,
dan semua pihak
lain
yang berkepentingan (stake holders).
Menurut perolehan
informasi
awal,
melalui
studi
penjajagan di lingkungan
Tim Koordinasi
Wajar Dikdas 9 Ta
hun di kotamadya Bandung
khususnya,
ditemukan
beberapa
aspek yang masih menjadi persoalan
yang
dihadapi
antara
lain.
(1) Kondisi Geografis
terdapat
perbedaan
laju
perkembangan
pembangunan,
antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya. Hal
ini
ditunjukkan
dengan
pertumbuhan
penduduk
yang
tingggi,
sedangkan lahan yang dibutuhkan
untuk
mem-bangun UGB SLTP sulit dicari.
(2) Keadaan Guru
Pelaksanaan Wajar Dikdas 9 Tahun masih dihadapkan pa
da persoalan tenaga kependidikan khususnya guru SLTP,
yaitu :
a. Kurikulum 1994 menekankan
pentingnya
peningkatan
profesionalisme dan kualitas
kerja
guru,
yaitu
dengan batasan jumlah jam wajib mengajar
18 jam
per minggu.
Hal
ini
terkait
dengan
penambahan
tenaga guru yang tentunya sangat
ditentukan
oleh
kemampuan dana;
b. Pola pemerataan penyebaran guru belum tepat, masih
ditemukan sekolah-sekolah di pusat kota mengalami
kelebihan, sedangkan di daerah pengembangan atau
perluasan kota mengalami kekurangan;
c. Masih ditemukan adanya kebutuhan kualifikasi yang sesuai antara mata pelajaran dengan latar belakang
pendidikan guru.
Hal ini belum sesuai dengan tun
(3) Daya Tampung
Daya tampung khususnya SLTP Negeri masih terbatas,
se-mentara banyak orang tua lebih percaya menyekolahkan
anaknya ke SLTP Negeri.
(4) Pengadaan Lahan UGB
a. Ketidak sesuaian harga lahan UGB SLTP yang
dialoka-sikan APBN dengan harga lahan di perkotaan, sehing
ga sulit untuk mendapatkan lahan yang memadai;
b. Masih rendahnya partisipasi pengembang kawasan
pe-rumahan untuk penyediaan fasilitas sosial, termasuk
sekolah.
(5) Kemampuan Sosial Ekonomi Orang Tua
a. Masih banyaknya orang tua yang berpenghasilan ren
dah sehingga
berpengaruh
terhadap
motivasi untuk
menyekolahkan anak-anaknya;
b. Masih rendahnya aspirasi dan apresiasi orang tua
terhadap pendidikan, khususnya di lingkungan masya
rakat marj inal.
(6) Dukungan Masyarakat dan Dunia Kerja
Secara umum, masyarakat kotamadya Bandung dapat
mera-sakan
perkembangan industri serta
dunia
usaha.
Hal
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannnya dengan upaya mensukseskan Wajar Dikdas 9 Tahun, yaitu:
a. Industri dan dunia usaha belum secara keseluruhan
memberikan penghargaan (kompensasi) kepada karyawan
berkaitan dengan latar belakang pendidikan. Dengan kata lain kurang dipertimbangkan besaran gaji an
tara lulusan SD 6 Tahun dengan lulusan
SLTP/sedera-jat;
b. Industri atau dunia usaha belum maksimal memberikan
pengakuan yang sama terhadap para lulusan SLTP/
sederaj at;
c. Pertumbuhan dan perkembangan sektor industri
se-ringkali menyebabkan penduduk sekitar yang berusia SLTP/sederajat cenderung memilih bekerja daripada
melanjutkan pendidikan SLTP;
d. Pengembangan daerah industri dan pemukiman
sering-kali tidak diimbangi dengan penyediaan fasilitas
pendidikan.
3. Urgensi Pemberdayaan Tim Koordinasi Meningkatkan Peran serta Masyarakat Dalam Wajib Belajar 9 Tahun.
Dari beberapa aspek yang diuraikan di atas, merupa
kotamadya Bandung.
Persoalan
tersebut banyak faktor
pe-nyebabnya.
Salah satu faktor penyebab antara lain belum
optimalnya peranserta masyarakat.
Peranserta tersebut
di-asumsikan
erat
kaitannya dengan kinerja peran dan fungsi
Tim Koordinasi, baik
secara
internal
maupun
eksteranl.
Internal artinya bagaimana upaya agar dalam
tim terjadi
keterpaduan dalam tindakan (action)
sehingga dihasilkan
kinerja yang optimal sesuai dengan harapan.
Demikian pula
bagaimana Tim Koordinasi Wajar Dikdas memberdayakan peran
serta masyarakat, agar terlibat langsung dalam mendukung
lembaga pendidikan terutama sekolah-sekolah yang ada.
Dalam PP.39 Tahun 1992 terdapat beberapa butir
ke-tentuan tentang peranserta
masyarakat
dalam
pembangunan
pendidikan meliputi: pendirian semua jalur,
jenjang dan
jenis pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah.
Pendidikan jalur sekolah tingkat SD, seperti pendirian SD,
MI.
SD-Kecil,
dan
SD-Kelas-Jarak-Jauh.
Sedangkan pada
tingkat SLTP, seperti pendirian SMP,MTs, Terbuka,
SMP-Kecil, dan SMP-Kelas-Jarak-Jauh.
Pendidikan
Dasar
yang
berupa jalur luar sekolah baik setingkat SD maupun
SLTP
kursus-kursus dan program Paket A dan Paket B serta Pondok
Pesantren, termasuk masyarakat industri (yang menyediakan
sarana pendidikan di tempat bekerja).
Hakikat peranserta masyarakat mengandung makna yang
luas, artinya tidak hanya masyarakat atau kelompok yang
langsung mendirikan lembaga pendidikan.
Akan tetapi dapat
dilakukan dengan berbagai bentuk seperti; bantuan tenaga
kependidikan untuk pelaksanaan latihan bagi peserta didik,
memberikan bantuan tenaga ahli untuk melaksanakan kegiatan
belajar mengajar dan penelitian serta pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang kependidikan.
Dapat juga mendirikan
dan menylenggarakan program pendidikan yang belum di
selenggarakan oleh pemerintah untuk menunjang pendidikan
dan program pembangunan nasional. Selain itu menciptakan
hubungan komunikasi, konsultasi, dan kerjasama antar
pe-nyelenggara pendidikan yang bersangkutan (PP. NO.39 Tahun
1992).
B. Fokus Penelitian
Operasional penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun di kotamadya Bandung, yang ditangani oleh Tim Koordinasi
Wajar Dikdas sesuai dengan peran dan fungsinya sampai saat
Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi
kelancaran
opera-sional Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun. Faktor inter
nal dapat dilihat dari indikator-indikator dalam
pengamat-an empiris pengamat-antara lain :
1. Tingkat kehadiran rapat-rapat Tim Koordinasi Wajar
Dikdas masih terbatas pada pembahasan laporan dari
pi-hak Depdikbud sebagai leading sector.
2. Kurang berjalannya fungsi komponen Tim Koordinasi Wa
jar Dikdas sesuai dengan misi instansi terkait, hal
ini dibuktikan oleh sering terlambatnya informasi yang
seharusnya di terima dengan segera oleh Depdikbud se
bagai leading sector. Sering terjadi pengambil alihan
peran yang semestinya menjadi garapan instansi ter
kait, namun karena tidak berjalan maka ditindaklanjuti
oleh Depdikbud.3.
Kesejajaran komunikasi dari tim masih ditemukan adanya
kesenjangan, mengingat
instensitas
kerja
penanggung
jawab sebagai kepala pemerintahan yang sangat padat.
Faktor tersebut di atas berimplikasi terhadap kinerja
Tim
Koordinasi Wajar Dikdas, sehingga faktor eksternal agaknya
terabaikan atau kurang tergarap secara mantap. Hal ter
sebut dapat dilihat dari indikator-indikator
dalam
konsultataif antara Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Ta
hun di kotamadya
Bandung
dengan
lembaga
legislatif
dalam hal ini DPRD TK IT kotamadya Bandung.
2.
Masih belum menampakkan hasil
hubungan
timbal
balik
dalam perencanaan penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 tahun
antara Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun di kota madya Bandung dengan BAPEDA TK II.
3.
Pemahaman peranserta dalam pelaksanaan Wajar Dikdas
9
Tahun dari pihak
masyarakat
luas
masih
bervariasi,
sehingga tingkat kepeduliannya pun bervariasi.
Bertitik tolak dari faktor-faktor yang dijelaskan di atas,
maka sebagai fokus penelitian adalah intern tim koordinasi
Wajar Dikdas 9 Tahun dalam memberdayakan peranserta masya
rakat pada penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun di kota
madya Bandung.
Kondisi di atas, dipandang dari efetivitas dan
optimalisasi
Tim Koordinasi
apabila tidak dilakukan
pem-benahan maka diperkirakan menimbulkan :
a. Terjadi kemandegan program yang telah direnoanakan
secara kolektif,
dan keberhasilan yang
dicapai
tidak
menutup kemungkinan hanya perhitungan
angka-angka
di
atas kertas tanpa diikuti dengan koreksi kolektif.
bagian dalam penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun terbatas pada mendirikan lembaga pendidikan.
c. Tidak tercapainya target yang dicanangkan seperti
amanat Presiden pada Rakernas Depdikbud Tahun 1996, baik secara kuantitatif maupun kualitatif yakni dapat tercapainya penyelesaian pada tahun 2003/2004.
Berkenaan dengan perkiraan di atas, perlu adanya
suatu pemecahan atau salah satu jalan keluarnya. Studi ini akan mencoba berupaya ke arah mencari cara sebagai upaya
pemberdayaan termaksud yang dipandang efektif dan mengun
tungkan semua pihak. Oleh sebab itu penelitian pember dayaan Tim Koordinasi dalam meningkatkan peranserta
masyarakat dalam penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun dilakukan. Sedangkan peran serta masyarakat eksternal
dari Tim Koordinasi Wajar Dikdas, penulis anjurkan untuk
diadakan penelitian tersendiri oleh pihak lain yang
bermi nat.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan Tatar belakang yang telah diuraikan
tersebut di atas, yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini adalah potensi-potensi masyarakat.
Potensi dapat dipandang dari internal Tim Koordinasi
masyarakat, dunia usaha/industri),
di Kotamdya Bandung
dapat berperanserta dalam pembangunan nasional khususnya
penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun.
Bagaimana
potensi-potensi itu dapat ditumbuhkembangkan dan diwujudkan dalam
peranserta yang dilandasi konsepsi. Maka rumusan masalah
yang diajukan penulis adalah :
"Bagaimana mekanisme Tim Koordinasi Wajar Dikdas dalam
me-numbuhkan keaadaran dan memberdayakan peranserta
masyara
kat sebagai mitra pemerintah dalam Penyelenggaraan
Wajar
Dikdas 9 Tahun di Kotamadya Bandung ?
Dari rumusan di atas,
lebih
jelasnya dikemukakan
pokok-pokok masalah yang dianalisis meliputi :
1. Bagaimana mekanisme kerja komponen instnasi terkait da
lam Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9
Tahun
di
Kotamadya
Bandung ?
2. Bagaimana memberdayakan peran dan fungsi komponen
ins
tansi terkait, termasuk satuan-satuan lembaga pendidik
an dalam Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun
di
Kota
madya Bandung ?
3. Bagaimana gambaran hasil
pemberdayaan
Tim
Koordinasi
dalam peningkatan peranserta masyarakat pada penyeleng
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Secara Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran
empirik tentang mekanisme Tim Koordinasi dalam member
dayakan peranserta masyarakat, sebagai mitra pemerintah
dalam penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun di Kota
madya Bandung- Selain itu untuk memperoleh gambaran
tentang SWOT-nya, kemungkinan implikasinya terhadap
upaya pemecahan masalah yang dihadapi dalam peningkatan
pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan dasar.
b. Secara Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk memper oleh gambaran empirik tentang :
1) Mekanisme operasional komponen instansi terkait dalam Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun di kotamadya Bandung.
3) Hasil pemberdayaan peranserta masayarakat
impli-kasinya terhadap pencapaian APK/APM dibandingkan
dengan rencana penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun di kotamadya Bandung, serta analisis Swot-nya.
2. Manfaat Penelitian
a. Aspek Teoritis
Secara teoritis penelitian diharapkan dapat mem berikan manfaat bagi upaya pengembangan implementasi
ilmu administrasi pendidikan, khususnya pada pengelola
an pendidikan. Selain itu hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat dalam penelitian lebih lanjut terutama berkenaan dengan penyelenggaraan Wajar Dikdas
9 Tahun.
b. Aspek Praktis
Penelitian ini mengenai pemberdayaan peranserta ma
syarakat dalam penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun di
kotamadya Bandung. Hal tersebut dipandang penting un
tuk diteliti, karena sangat erat dengan upaya-upaya perbaikan yang dilakukan oleh Tim Koordinasi Wajar Dik
das. Dengan optimalnya mekanisme kerja Tim Koordinasi
Wajar Dikdas, diharapkan bermanfaat dalam pelaksanaan Wajar Dikdas 9 Tahun di kotamadya Bandung untuk
E. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini tidak bermaksud untuk mengungkapkan
hubungan antar variabel melalui studi korelasi atau
regre-si untuk menguji hipoteregre-sis tertentu, akan tetapi meneliti
mengenai perilaku manusia dalam organisasi serta interkasi
dengan lingkungan. Oleh karena itu penelitian ini meng
gunakan metode
analisis deskriptif
dengan pendekatan
kua-litatif. Pelaksanaan penentuan sampel dalam penelitian
ini menggunakan
snowball sampling technique
(Bogdan &
Bi-klen, 1982: Meleong, 1990).
Dengan teknik ini
diharapkan
peneliti dapat bervariasi secara memadai,dan dapat
memper-luas informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu, se
hingga dapat dipertentangkan
atau
dapat
diisi
sekedar
adanya kesenjangan informasi yang ditemui.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data atau
informasi adalah studi dokumentasi, wawancara, dan obser-vasi. Khusus dalam observasi dapat dilakukan melalui dua cara yakni observasi partisipasi langsung. Dari
teknik-teknik itu diharapkan dapat saling mendukung atas data
yang diperoleh dalam penelitian ini.
Langkah-langkah penelitian dilakukan melalui tahap
orientasi, eksplorasi, dan member check. Sedangkan prose dur analisis data hasil eksplorasi yakni, reduksi data,
display data, dan mengambil kesimpulan serta verivikasi
GBHN
1/
WAJAR DIKDAS 9 TAHUN V 'ENOMENA feografis enaga Guru )aya Tampung -alian UGB !osek Ortu' e r a n s e r t a
lasyarakat
•ang bervariasi iWOT-Nya
MASALAH
Bagaimana memberdayakan Tim Koordinasi Wajar Dik
das dalam upaya
mening
katkan peranserta masya rakat sebagai mitra pe merintah dalam penye lenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun di Kotamadya Bandung
V TIM KOORDINASI WAJAR DIKDAS
9 TAHUN TK II KOTAMADYA BANDUNG PENANGGUNG JAWAB KOORDINASI KETUA PELAKSANA PENYELENGGARA
SEKRETARIAT
Kelompok Pendataan dan Pemetaan Kelompok Penyuluhan dan Publikasi Kelompok Pemantauan dan Evaluasi Kelompok Penerapan Pola Wajar
MITRA YANG BERPOTENSI (MASYARAKAT) Pengusaha Industri/Per-dagangan/Pengembang
Pe-rumahan/Parawisata dan
Media Massa, LSM, BP3 MUI, MPS dan Tokoh Ma syarakat
> FORUM KOMUNIKASI t PENGELOLAAN DIKDAS 9 TAHUN T JALUR SEKOLAH SD/MI/SLTP/MTS T 1/
JALUR LUAR SEKOLAH PAKET A DAN E
X
Pemerataan Kesempatan Pendidikan Dasar: Keterkaitan Dengan Kebutuhan
Hidup/Ma-syarakat: Kualitas & Efisiensi Proses dan Luaran
G. Sistematika Penulisan Tesis
Laporan penelitian ini disusun dengan sistematika
sebagai berikut :
Bab I. Pendahuluan meliputi, latar belakang masalah,
pe-rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pendekatan
penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab II. Pelaksanaan Kebijakan Penuntasan Penyelenggaraan
Wajar Dikdas 9 Tahun di Lingkungan Kandep Depdikbud Kota madya Bandung. Bagian Pertama: Tinjauan Teoritis. Meli
puti, Konsepsi administrasi pendidikan, Konsepsi wajib
belajar, Implementasi wajar Dikdas di Indonesia, dan Kon
sepsi peransera masyarakat. Bagian kedua : Tinjauan empi
rik, dan Bagian ketiga: Relevansi dengan studi yang di
lakukan.
Bab III. Prosedur penelitian meliputi, metode penelitian, sampel penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data,
langkah-langkah penelitian, prosedur analisis data, dan
validasi temuan penelitian.
Bab IV. Analisis data dan hasil penelitian, meliputi be berapa informasi hasil pengumpulan data sesuai dengan
permasalahan, dan tujuan yang direkayasa pada instrumen
penelitian.
Bab V. Temuan dan pembahasan hasil penelitian, meliputi
dengan teoritis yang relevan dengan penelitian yang di
lakukan .
Daftar pustaka
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Sebagaimana telah dirumuskan pada bab pertama,
penelitian ini tidak bermaksud untuk mengungkapkan hubung
an antar variabel melalui studi korelasi atau regresi
untuk menguji hipotesis tertentu. Rumusan masalah dalam penelitian ini menuntut peneliti untuk melakukan eksplorasi dalam rangka memahami dan menjelaskan masalah yang diteliti melalui komunikasi yang intensif dengan
sumber data.
Dengan kata lain fokus kajian penelitian ini yaitu
perilaku manusia dalam organisasi. Metode yang dianggap tepat untuk penelitian ini adalah metode analisis
deskrip-t i f dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh
informasi tentang status gejala pada saat penelitian di
lakukan. Penelitian ini diarahkan untuk menetapkan sifat
suatu situasi pada waktu penyelidikan itu dilakukan, untuk melukiskan variabel atau kondisi "apa yang ada" dalam
suatu situasi (Winarno,1980; Best,1981; Donald Ary, 1982;
dan Jalaludin Rachmat, 1989). Dalam kepustakaan tersebut
dikemukakan bahwa :
a. Penelitian deskriptif menuturkan sesuatu secara
sis-tematis tentang data atau karaktersitik populasi ter
tentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat, menganalisis (karena itu metode ini sering disebut
metode analitik) dan menginterpretasikan data yang
ada.
b. Penelitian deskriptif lebih menekankan pada observasi
dan suasana alamiah (natural setting), ia mencari
teo-ri dan menguji teori, (hypothesis-generating) dan bukan (hypothesis-testing), heuristic dan bukan
veri-fikatif, oleh karena itu penelitian deskriptif sangat berguna untuk melahirkan teori-teori tentatif.
c. Terdapat beberapa jenis penelitian deskriptif, antara lain: Studi kasus, survei, studi perkembangan, studi tindak lanjut (follow-up studies), analisis dokumen-ter, analisis kecenderungan (trend analysis), analisis tingkah laku, studi waktu dan gerak (time and motion
study), dan studi korelasional.
Dalam penelitian ini digunakan beberapa jenis pe
nelitian deskriptif, disesuaikan dengan tujuan peneli tian, fokus telaahan, perumusan masalah dan pertanyaan
B. Subjek Penelitian
Yang dimaksud dengan subyek penelitian dalam hal
ini merujuk kepada populasi, sampel dan sumber data dalam
penelitian ini.
1. Populasi dan Sampel Penelitian
Sudjana (1982:5) mengemukakan bahawa populasi dan sampel pada dasarnya mengacu kepada "totalitas semua nilai yang mungkin, hasil perhitungan ataupun peng-ukuran, kuantitatif maupun kualitatif dari pada karak teristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang leng-kap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya, dinamakan populasi".
Adapun sebagian dari populasi yang diambil dari populasi, baik anggotanya maupun karakteristik yang
ingin dipelajari, dinamakan sampel atau contoh. Sampel dalam penelitian ini bersifat sebagai informan,
yaitu "orang yang dimanfaatkan untuk memberikan infor
masi tentang situasi dan kondisi latar penelitian"
(Moleong 1990:90).
Populasi dan sampel dalam penelitian ini meliputi karakteristik yang dapat memberikan informasi yang
<?
peran dan fungsi unsur-unsur terkait, termasuk satuan-satuan lembaga pendidikan dalam Tim Koordinasi, serta gambaran hasilnya dan upaya-upaya apa yang seharusnya
dilakukan.
Sampel dalam penelitian ini tidak merupakan sampel
acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sampling).
Sampel bertujuan ini ditandai dengan ciri-ciri berikut
(1) rancangan sampel yang muncul, sampel tidak dapat
ditemukan atau ditarik terlebuh dahulu; (2) penentuan
sampel secara berurutan; (3) penyesuaian berkelanjutan dari sampel; dan (4) pemilihan berakhir jika sudah
terjadi pengulangan (Moleong, 1990).
Penelitian sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik "bola salju" atau snowball sampling technique
(Bogdan & Biklen, 1982; Moleong,1990). Dengan teknik
ini diharapkan peneliti dapat memperoleh informasi yang memadai, dan dapat memperluas informasi yang
telah diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat diper-tentangkan atau dapat diisi adanya kesenjangan
informasi yang ditemui.
Data Yang Diperlukan
Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini
Wajar Dikdas 9 Tahun di kotamadya Bandung; meliputi mekanisme Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9
Tahun, hasil yang telah diperoleh (APK/APM) pada
tahun-tahun 1993/1994 sampai dengan saat ini,
hambatan-hambatan dan upaya-upaya yang terjadi. b. Data tentang potensi sumber-sumber daya yang ada
dalam Tim Koordinasi serta sumber-sumber daya di
luar Tim Koordinasi khususnya di kotamadya
Bandung.
c. Data tentang mekanisme operasional Tim Koor'dinasi Wajar Dikdas 9 Tahun, meliputi bagaimana proses
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dilaksana kan, serta bagaimana hasilnya khususnya di kota
madya Bandung.
d. Data tentang bagaimana upaya-upaya yang dilakukan
dalam rangka meningkatkan kinerja Tim Koordinasi
Wajar Dikdas 9 Tahun di kotamadya Bandung.
Data yang diinginkan di atas diambil dari komponen
Tim Koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun Kotamadya Bandung,
seperti Ketua Penyelenggara Tim Koordinasi,
sekretariat Tim Koordinasi serta anggota. Demikian
pula tingkat kecamatan diambil unsur-unsur terkait
SMP/MTs,
negeri
dan
swasta,
jalur
luar
sekolah
(paket B).
Sedangkan
dari
masyarakat
umum
sebagai
mitra, orang tua siswa
(BP3),
dunia usaha/industri,
tokoh masyarakat dan LSM/Orsosmas.
Wilayah penelitian dilaksanakan di
Kotamadya
Ban
dung Propinsi Jawa Barat.
Untuk
tingkat
Kecamatan
difokuskan pada tiga
Kecamatan yaitu
Sukajadi, Ke
camatan Babakan Ciparay,
dan Kecamatan Bandung Kulon,
yang perolehan APK dan APM-nya paling rendah.
C. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang akurat diperlukan
tek
nik pengumpulan data sesuai dengan
karaktersitik pen
dekatan kualitatif. Teknik yang digunakan untuk
me-ngumpulkan data adalah studi dokumentasi, wawancara,
dan observasi. Khusus observasi dilakukan secara par
tisipasi langsung.
Ketiga teknik itu dimaksudkan
un
tuk mendapatkan data yang saling melengkapi dan
menun-jang.
Studi dokumentasi digunakan untuk melacak berbagai
hal yang berkaitan
dengan
mekanisme
tim
koordinasi
Wajar Dikdas 9 tahun di Kotamadya Bandung, termasuk di
o
Untuk keperluan pengamatan tindakan-tindakan yang
mencerminkan partisipasi/peranserta dalam mekanisme
koordinasi Wajar Dikdas, serta mitra yang terlibat, dilihat dari dimensi-dimensi partisipasi/peranserta
diperlukan pengamatan secara langsung. Cara ini di-maksudkan untuk mendapatkan data yang cermat, faktual dan sesuai dengan konteksnya.
Instrumen Pengumpul Data
Bogdan dan Biklen (1982:73:74) mengungkapkan bahwa
keberhasilan suatu penelitian naturalistik atau
kuali-tatif tergantung kepada ketelitian dan kelengkapan catatan lapangan (field notes) yang disusun peneliti. Untuk penelitian ini peneliti melengkapi diri dengan
buku catatan, tape i^ecoder dan kamera. Peralatan ter sebut digunakan agar dapat merekam informasi verbal
maupun non verbal selengkap mungkin. Penggunaan per
alatan tersebut dibicarakan terlebih dahulu dengan nara sumber agar tidak mengganggu proses pengumpulan
informasi.
Penulis mencoba merekonstruksi sendiri instrumen
dalam penelitian ini, dan sekaligus melakukan jugment
D. langkah-Langkah Penelitian
Penelitian dengan pendekatan kualitatif menurut
Bogdan dan Biklen (1982 :42 ) ada tiga tahap : (1) pra la
pangan,
(2) kegiatan lapangan dan (3) analisis
intensif.
Sementara itu Kirk dan Miller
(1986)
mengemukakan
empat
langkah yakni: (1) invensi, (2) temuan, (3) penafsiran dan
(4) eksplanasi.
Sedangkan Nasution (1992 : 33)
mengelom-pokkan dalam (1) tahap orientasi,
(2)
tahap
eksplorasi,
dan (3) tahap member check.
Kendatipun beberapa pendapat ahli
di
atas
ber-beda namun secara garis besar
dapat diklasifikasikan men
jadi tiga tahap sebagai berikut :
Tahap orientasi
merupakan
penelitian
awal
untuk
memperoleh gambaran permasalahan yang lebih
lengkap
guna
memantapkan fokus penelitian.
Setelah
berkonsultasi
de
ngan pembimbing dan
disain
penelitian
telah
disetujui,
penulis mengadakan studi pendahuluan dengan melakukan
se-rangkaian wawancara secara informal, observasi tidak lang
sung dan menyebarkan angket.
Hal ini dilakukan sejak awal
April sampai bulan Mei 1997.
Tahap Eksplorasi
dilakukan penelitian
sebenarnya,
yakni pengumpulan data yang
berkenaan
dengan
fokus
dan
terpenuhi, secara intensif sejak bulan Mei 1997 hingga bulam Juni 1997 penulis berada di lapangan.
Tahap member check yakni memverifikasi dengan
me-ngecek keabsahan atau validitas data.
Jadi tahap ini
di-maksudkan untuk mengecek kebenaran informasi-informasi yang telah dikumpulkan, agar hasil penelitian dapat
diper-caya. Pengecekan informasi ini dilakukan setiap kali pe
neliti selesai wawancara, yakni dengan mengkonfirmasikan
catatan-catatan hasil wawanca ra. Dalam pelaksanaan wa
wancara juga sedapat mungkin menarik kesimpulan
bersama-sama dengan responden. Hal itu dimaksudkan untuk
me-ngurangi kesalah fahaman dalam menafsirkan informasi yang
disampaikan.
Selain itu catatan lapangan yang telah ditik
(
I
dalam kesempatan lain, hasilnya • dimintakan koreksi dari ]
I
nara sumber yang bersangkutan. Sebagai tindak
lanjut
di-
j
lakukan observasi dan stxidi dokumentasi serta triangulasi !
kepada responden maupun nara sumber lain yang berkompeten. '
Waktu pelaksanaan member check dilakukan seiring dengan i i tahap eksplorasi.
E. Prosedur Analisis Data
Prosedur analisis data atas dasar tiga tahap sesuai
dengan saran Nasution (1982:129-130), yakni (1) Reduksi data, (2) Display data, (3) Mengambil kesimpulan dan
Reduksi data dilakukan dengan menelaah kembali seluruh catatan lapangan dan studi dokumentasi. Telaah ini
dilakukan untuk menemukan hal-hal yang pokok atau penting,
berkenaan dengan fokus penelitian yakni aktivitas dalam mekanisme tim koordinasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun di Kotamadya Bandung ditinjau dari partisipasi/peranserta
sesuai dengan peran dan fungsi tiap unsur yang terkait.
Display data mensistematiskan pokok-pokok informasi
sesuai dengan tema dan polanya, pola yang nampak ditarik suatu kesimpulan sehingga data yang dikumpulkan mempunyai
makna tertentu.
Untuk menetapkan kesimpulan maka dilakukan
verifikasi. Verifikasi ini dilakukan dengan member check maupun triangulasi. Oleh karena itu proses verifikasi ke simpulan ini berlangsung selama dan sesudah data dikumpul
kan.
F. Validasi Temuan Penelitian
Nasution (1988:144-124) Menegaskan bahwa tingkat
kepercayaan hasil penelitian kualititaf ditentukan oleh tiga kriteria: (a) kredibilitas (validitas internal), (b)
transferabilitas (validitas eksternal), (c) dependabilitas
1. Kredibilitas
Kredibilitas merupakan salah satu ukuran tentang kebenaran data yang dikumpulkan, dalam penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan kecocokan konsep peneliti dengan konsep yang ada pada responden atau nara sumber.
Untuk mencapai hal tersebut dalam penelitian ini dilakukan
antara lain :
a. Triangulasi, yakni mengecek kebenaran data dengan mem-bandingkan dengan data dari sumber lain. Hasil dari
serangkaian wawancara, pengamatan dan studi dokumentasi
dari mekanisme tim koordinasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun di Kotamadya Bandung, dicek kebenarannya kepada
nara sumber yang dianggap kompeten.
•b. Pembicaraan dengan kolega (peer debriefing). Hal ini peneliti lakukan dengan membahas catatan-catatan lapa
ngan dengan kolega, dan teman sejawat yang mempunyai
kompetensi tertentu.
c. Penggunaan bahan referensi, digunakan untuk mengamankan
berbagai informasi yang didapat dari lapangan. Dalam
kaitan ini penulis memanfaatkan penggunaan tape
recorder untuk merekam hasil wawancara, dan kamera foto.
Dengan cara ini peneliti dapat memperoleh gambaran yang lengkap tentang informasi yang diberikan oleh nara sumber sekaligus dapat memahami konteks pembicaraannya.
d. Mengadakan member check, yakni setiap akhir wawancara atau pembahasan satu topik diusahakan untuk
menyimpul-kan secara bersama, sehingga perbedaan persepsi dalam
suatu masalah dapat dihindarkan. Disamping itu peneli
ti melakukan konfirmasi dengan nara sumber terhadap
laporan hasil wawancara, sehingga apabila ada
kekeliru-an dapat diperbaiki atau bila ada kekurangan dapat
ditambah dengan informasi baru. Dengan demikian data
yang diperoleh sesuai dengan yang dimaksudkan oleh nara
sumber.
2. Transferabilitas
Apabila dihubungkan dengan penelitian kuantitatif, kriteria ini disebut dengan validitas eksternal, yakni sejauh manakah hasil penelitian dapat diterapkan atau
digunakan di tempat dan dalam situasi lain.
Transferabilitas hasil penelitian baru ada jika
pemakai melihat ada situasi yang identik dengan
permasalahan ditempatnya, meskipun diakui bahwa tidak
ada situasi yang sama persis pada tempat dan kondisi
yang lain.
3. Dependabilitas dan Konfirmabilitas
Dependabilitas dan konfirmabilitas adalah salah
satu kriteria kebenaran dalam penelitian kualitatif
kuantitatif, yakni mengupas tentang konsistensi hasil penelitian. Hal ini sebagai kriteria untuk menguji
apa-kah penelitian ini dapat diulang atau dilakukan di
tempat yang lain dengan temuan hasil penelitian yang
sama. Adapun konfirmabilitas berkenaan dengan
objek-tivitas hasil penelitian.
Agar kebenaran dan objektivitas hasil penelitian
dapat
dipertanggungjawabkan,
dapat
dilakukan
dengan
cara "audit trial", yakni dengan melakukan pemeriksaan
ulang sekaligus dilakukan
konfirmasi untuk
meyakinkan
bahwa hal-hal yang dilaporkan dapat dipercaya dan
sesuai dengan situasi yang nyata serta apa adanya.
Untuk memenuhi kriteria tersebut, maka peneliti melaku
kan upaya-upaya:
a. Data mentah yang diperoleh melalui wawancara, obser vasi maupun studi dokumentasi direkapitulasi dalam
laporan lapangan yang lengkap dan cermat;
b. Data mentah disusun dalam hasil analisis dengan cara menyeleksi, kemudian merangkum atau menyusunnya
kem-bali dalam bentuk deskripsi yang lebih sistematis;
c. Membuat hasil sintesa data berupa kesesuaian tema dengan tujuan penelitian, penafsiran dan kesimpulan;
d. Melaporkan seluruh proses penelitian sejak pra su