• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTRIBUSI LINGKUNGAN SOSIAL SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP PEMBENTUKAN SIKAP NASIONLISME PESERTA DIDIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONTRIBUSI LINGKUNGAN SOSIAL SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP PEMBENTUKAN SIKAP NASIONLISME PESERTA DIDIK."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitiaitian ... 12

E. Hipotesis Penelitian ... 13

F. Kerangka Pemikiran... 14

BAB II KAJIAN TEORETIS A. Landasan Teori ... 17

1. Nasionalisme ... 17

2. Nasionalisme Indonesia ... 20

3. Sikap Nasionalisme Generasi Muda ... 23

4. Kontribusi Lingkungan Sosial terhadap Sikap Nasionalisme .... 28

a. Lingkungan Keluarga ... 28

(2)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian ... 46

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 47

C. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian ... 48

D. Hubungan Antar variabel ... 53

E. Teknik Pengumpulan Data ... 54

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 59

1. Uji validitas dan realibilitas instrument ... 59

2. Uji normalitas data ... 66

3. Uji homogenitas data ... 67

4. Uji linieritas ... 67

5. Uji hipotesis ... 68

G. Alur Penelitian ... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 73

1. Lingkungan Keluarga ... 73

2. Lingkungan Sekolah ... 75

3. Lingkungan Masyarakat... 77

4. Sikap Nasionalisme Peserta Didik ... 79

B. Uji Persyaratan Analisi ... 81

1. Uji Normalitas ... 81

2. Uji Homogenitas ... 84

3. Uji Linieritas ... 85

C. Uji Hipotesis ... 86

(3)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Nasionalisme pada dasarnya menitikberatkan pada semangat, perasaan cinta kepada bangsa dan tanah air yang muncul karena adanya persamaan sikap dan tingkah laku dalam memperjuangkan nasib yang sama. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa Indonesia terdiri dari aneka ragam suku bangsa, ras, agama, dan golongan sosial-ekonomi, maka nasionalisme itu sendiri ada ketika muncul keinginan untuk menyatukan keanekaragaman tersebut. Semangat nasionalisme diwujudkan oleh para pemuda tahun 1928 dalam sumpah yang menyatukan satu tekad bahwa mereka mencintai tanah airnya yaitu Indonesia, sumpah tersebut dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Pada masa perjuangan merebut kemerdekaan, para pemuda dengan suka rela mengorbankan semua yang dimilikinya untuk bertempur melawan penjajah hingga terlontar satu motto yang menggelora dalam hatinya yaitu “Merdeka atau Mati”. Moto dapat memberikan semangat untuk berjuang membela Indonesia.

(5)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

ketidakpastian pelaksanaan hukum, dan yang lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil pernyataan para generasi muda pada tahun 2007 di salah satu media massa (Darmawan dan Momon Sudarma, 2011:1) saat diminta mengungkapkan pendapatnya mengenai bagaimana pandangan mereka mengenai sikap nasionalisme. Jawaban yang diberikan oleh generasi muda pun cukup bervariasi, ada yang menjawab bahwa sikap nasionalisme itu ditunjukkan dengan tidak korupsi (jujur), membantu orang miskin, membela rakyat (tidak mementingkan partai/golongan), dan ada juga yang menjawab bahwa sikap nasionalisme itu dapat ditunjukkan dengan belajar rajin di sekolah.

Berkaitan dengan hal tersebut, Achdian (2010) mengemukakan bahwa

“tantangan internal seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, kepentingan

golongan, dan lainnya dapat mempengaruhi kadar nasionalisme yang sudah

terbentuk sebelumnya”. Fenomena yang kerap lekat dengan keadaan generasi muda khususnya para peserta didik sekolah menengah saat ini adalah sudah tidak lagi menampakkan sikap nasionalisme dalam kehidupan sehari-hari mereka. Contohnya, di sekolah para peserta didik menganggap bahwa menyontek merupakan hal biasa yang tidak akan merugikan bangsa ke depannya, namun sesungghnya tanpa mereka sadari bahwa dengan menyontek kita sudah membiasakan diri untuk bersikap tidak jujur, dan ketika generasi muda yang kelak akan menjadi penerus bangsa sudah terbiasa untuk tidak jujur, maka tidak tertutup kemungkinan kedepannya justru tindakan korupsi akan semakin parah.

(6)

digeluti, serta musik yang disenangi lebih cenderung mengarah ke Barat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Darmawan dan Momon Sudarma (2011:9)

bahwa “selera makan, musik, hingga gaya berpakaian generasi muda Indonesia

sudah american minded”. Tidak salah jika generasi muda ingin mempelajari

budaya negara-negara lain, karena hal tersebut dapat memberikan pengetahuan tersendiri kepada mereka, namun kenyataan yang ada pada generasi muda Indonesia cenderung tidak menggunakan filter agama untuk memandang baik buruk budaya tersebut, mereka beranggapan bahwa jika dapat mengikuti budaya barat berarti mereka telah menjadi generasi modern.

Kenyataan lainnya yaitu generasi muda saat ini dianggap sudah tidak lagi hirau terhadap bahasa Indonesia, seni, budaya, dan juga nilai-nilai lokal yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut merupakan konsekuensi dari derasnya arus globalisasi yang masuk kedalam negara kita, dan bukan hal yang salah ketika generasi muda mempelajari bahasa

asing. Darmawan dan Momon Sudarma (2011:1) menyatakan bahwa “dalam

konteks globalisasi, belajar dan menguasai bahasa asing adalah salah satu peluang

bagi seseorang untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas dirinya”. Namun

(7)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap “generasi muda saat ini lebih menyukai pakaian-pakaian import daripada buatan

dalam negeri dengan alasan lebih bagus kualitas dan gayanya”. Mereka tidak

menyadari bahwa bahan baku pembuatan pakaian tersebut berasal dari Indonesia yang dieksport ke luar negeri, hal tersebut berarti sebenarnya generasi muda tersebut tetap menggunakan produk dalam negeri.

Dalam hal ini lingkungan sosial (keluarga, sekolah, masyarakat) berupaya menanamkan semangat kebangsaan kepada generasi muda secara menyeluruh, bukan hanya mengaku sebagai orang Indonesia, namun dapat menunjukkan sikap cinta dan bangga terhadap bangsanya melalui cara yang sesuai dengan kebutuhan zamannya saat ini. Baik orangtua, guru, maupun masyarakat diharapkan dapat memberikan contoh kongkrit hingga akhirnya tertanam dalam diri generasi muda bagaimana sikap kebangsaan yang sebenarnya. Sikap nasionalisme masa kini tentu saja tidak sama dengan masa di mana Indonesia masih dijajah. Wiriaatmadja

(2011:7) menjelaskan bahwa “generasi yang mewarisi karakter pejuang bukan

hanya yang berperang melawan penjajah, tetapi berjuang melawan musuh-musuh

zamannya seperti kebodohan, kemiskinan, dan ketidakpedulian”, sama halnya

dengan yang dikemukakan oleh Raptor (2009) bahwa:

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menunjukkan rasa cinta terhadap tanah air. Seperti belajar dengan baik dalam menggapai cita-cita untuk mengisi kemerdekaan, atau menunjukkan sikap peduli pada negara dengan tidak acuh pada sekitar, menjaga dan memelihara alam semesta, serta menjaga kekayaan bangsa yang telah sekian lama diperjuangkan dan dibangun oleh para pendahulu kita (para pejuang).

(8)

belajar yang tinggi hingga akhirnya dapat menggunakan ilmu mereka kelak untuk mencerdaskan generasi selanjutnya dibarengi dengan menanamkan nilai-nilai kejujuran, toleransi, disiplin, dan mementingkan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi, serta menghargai orang lain. Wiriaatmadja (2011:6)

menyimpulkan bahwa “semangat patriotisme peserta didik bukanlah mengacungkan kepalan tinju ke udara, melainkan yang mampu menunjukkan sikap-sikap positif seperti jujur, toleran dan empathy”. Sehingga jelaslah tidak cukup hanya dengan mengikuti acara-acara seremonial seperti peringatan kemerdekaan Indonesia setiap tanggal 17 Agustus saja yang dilakukan tanpa makna yang mendalam setiap tahunnya.

(9)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

(10)

bahwa peserta didik belum mampu mengaplikasikan teori yang diperoleh dari sekolah ke dalam perbuatan atau sikap kongkrit pada kehidupan sehari-harinya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia menganggap bahwa sejarah merupakan pelajaran hafalan yang sangat membosankan, dimana isinya tidak lebih dari rangkaian angka tahun dan urutan peristiwa yang harus diingat kemudian diungkap kembali saat menjawab soal-soal

ujian. Anggara (2007:101) mengemukakan bahwa “pembelajaran sejarah seperti

itu dianggap lebih banyak memenuhi hasrat dominan group seperti rezim yang berkuasa, kelompok elit, pengembang kurikulum dan lainnya sehingga mengabaikan peran peserta didik sebagai pelaku sejarah zamannya”.

Jika pembelajaran sejarah di sekolah terus demikian, maka tujuan pembelajaran sejarah tidak akan pernah terpenuhi. Hasan (2008:1)

mengemukakan bahwa “tujuan pendidikan sejarah yaitu untuk mengembangkan

potensi berpikir kronologis dan kritis analitis peserta didik serta dapat memahami

sejarah dengan baik dan benar”. Dijelaskan lebih lanjut oleh Departemen

Pendidikan Nasional (2003:6) mengenai tujuan pembelajaran sejarah di SMA, yaitu:

Pembelajaran sejarah di SMA diharapkan dapat mendorong peserta didik berpikir kritis analitis dalam memanfaatkan pengetahuan tentang masa lampau untuk memahami kehidupan masa kini dan masa yang akan datang; memahami bahwa sejarah merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari; dan dapat mengembangkan kemampuan intelektual dan keterampilan untuk memahami proses perubahan dan keberlanjutan di masyarakat.

(11)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, analisis, sikap serta perilaku yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman sejarah dengan menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya serta mampu membuat keputusan dan mengambil hikmah dari pengalaman-pengalaman tersebut yang kemudian dijadikan tolak ukur dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku. Dalam kesempatan lain, Hasan (1997:140) mengemukakan bahwa:

Sesuai dengan fungsi institusional, peserta didik SMA dapat diarahkan pada kemampuan berpikir kritis, analitis, dan keterampilan prosesual yang didasarkan pada disiplin ilmu sejarah. Mereka mulai dapat diperkenalkan dengan berbagai cara kerja, cara analisis dan juga wawasan keilmuan sejarah. Ini dirasakan sebagai suatu kebutuhan untuk mempersiapkan mereka memasuki pendidikan yang lebih tinggi, yaitu perguruan tinggi. Dalam jenjang pendidikan tersebut, tujuan utama pendidikan sejarah bukan lagi menambah keluasan pengetahuan tentang berbagai peristiwa yang terjadi melainkan mendalami peristiwa tersebut.

(12)

Rasional pembelajaran ilmu pengetahuan sosial pada pendidikan dasar dan menengah ditekankan agar peserta didik dapat mensistematiskan bahan, informasi, atau kemampuan yang telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya agar menjadi lebih bermakna, lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah sosial secara rasional dan bertanggung jawab serta meningkatkan rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungannya sendiri dan antar manusia.

Untuk dapat membentuk peserta didik menjadi individu yang lebih peka dan tanggap terhadap permasalahan sosial secara rasional dan bertanggung jawab serta meningkatkan rasa toleransi mereka terhadap orang lain seperti yang disebutkan pada penjelasan di atas, maka peserta didik perlu dibiasakan dengan masalah-masalah konkrit yang ada di lingkungan sosial mereka. Bukan berarti harus membawa para peserta didik untuk belajar ke tengah-tengah masyarakat, namun bisa dengan cara membawa permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungan sosial sekitar peserta didik ke dalam kelas, yaitu dengan menjadikan lingkungan sosial (keluarga, sekolah dan masyarakat) sebagai sumber pembelajaran di dalam kelas dengan harapan lingkungan sosial tersebut dapat membentuk sikap peserta didik seperti apa yang menjadi tujuan ideal pembelajaran, dan sebagai seorang pendidik, orang tua, masyarakat, seluruh guru pada umumnya dan guru sejarah pada khususnya harus mampu membangun rasa

(13)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

Berdasarkan permasalahan yang ada serta asumsi yang dibuat, maka judul

penelitian yang diambil yaitu “Kontribusi Lingkungan Sosial sebagai Sumber

Pembelajaran Sejarah terhadap Pembentukan Sikap Nasionalisme Peserta didik”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, fokus masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah bagaimana kontribusi lingkungan sosial terhadap sikap nasionalisme peserta didik. Dari fokus masalah tersebut, dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Adapun rumusan masalah yang dimaksud antara lain:

1. Bagaimanakah kontribusi lingkungan keluarga sebagai sumber pembelajaran sejarah terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik SMA di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau?

2. Bagaimanakah kontribusi lingkungan sekolah sebagai sumber pembelajaran sejarah terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik SMA di kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau?

3. Bagaimanakah kontribusi lingkungan masyarakat sebagai sumber pembelajaran sejarah terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik SMA di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau?

(14)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana kontribusi lingkungan sosial sebagai sumber pembelajaran sejarah terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik. Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana kontribusi lingkungan keluarga sebagai sumber pembelajaran sejarah terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik SMA di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

2. Untuk mengetahui bagaimana kontribusi lingkungan sekolah sebagai sumber pembelajaran sejarah terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik SMA di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

3. Untuk mengetahui bagaimana kontribusi lingkungan masyarakat sebagai sumber pembelajaran sejarah terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik SMA di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

(15)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini bersifat teoritis dan praktis. Adapun manfaat-manfaat tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pada dunia pendidikan, khususnya mengenai keragaman/variasi sumber pembelajaran. Selain itu diharapkan juga dapat dimanfaatkan sebagai landasan awal bagi pengembangan penelitian-penelitian sejenis berikutnya.

2. Manfaat praktis

(16)

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan dugaan sementara yang diambil oleh peneliti mengenai rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya, dimana dugaan tersebut diambil berdasarkan teori-teori yang ada. Sebagaimana yang dikatakan

oleh Sugiyono (2007:96) bahwa “hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian dimana rumusan masalah penelitian telah

dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Hipotesis dikatakan sebagai

dugaan atau jawaban sementara karena jawaban yang diberikan hanya didasarkan pada teori yang relevan saja, namun belum dibuktikan oleh fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data sehingga jawaban-jawaban tersebut belum menjadi jawaban yang empiris. Berdasarkan asumsi-asumsi di atas penulis mengajukan beberapa hipotesis yang sesuai dengan rumusan masalah, yaitu sebagai berikut:

1) Lingkungan keluarga sebagai sumber pembelajaran sejarah dapat memberikan kontribusi berarti terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik SMA di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

2) Lingkungan sekolah sebagai sumber pembelajaran sejarah dapat memberikan kontribusi berarti terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik SMA di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

(17)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

4) Lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, secara bersama-sama memberikan kontribusi berarti terhadap sikap nasionalisme peserta didik SMA di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

F. Kerangka Pemikiran

Sikap nasionalisme peserta didik seperti yang dipaparkan sebelumnya di mana bentuknya bukan lagi bersatu untuk berjuang melawan penjajah seperti yang dilakukan oleh para pejuang terdahulu, namun berjuang melawan penjajah di era millenium ketiga ini perlu dilakukan dengan cara menanamkan sikap-sikap seperti kejujuran, disiplin, toleran, peduli dan menghargai orang lain, tidak mudah putus asa (bermental positif), bertanggung jawab, percaya diri, produktif, kreatif, cerdas, mandiri, menjaga dan memelihara lingkungan, memperhatikan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat serta menjadikan agama sebagai landasan dalam berpikir serta filter dalam melakukan segala sesuatu.

Sikap yang disebutkan di atas, akan lebih mudah diterima dan diterapkan oleh peserta didik jika mereka melihat contoh kongkrit dari orang-orang yang berada di sekitar mereka. Sebagaimana yang dikatakan oleh Baron dan Donn

Byrne (2003:123) bahwa “salah satu sumber penting yang jelas-jelas membentuk sikap kita adalah mengadopsi sikap tersebut dari orang lain melalui proses

(18)

terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik karena lingkungan sosial merupakan tempat peserta didik berinteraksi dalam kehidupan sehari-harinya.

Williams, Harkins, dan Karau (2003) dalam Taylor, Letitia A. P, dan David

O. S (2009:365) menjelaskan bahwa “kehadiran orang lain terkadang memperkuat

(19)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

LINGKUNGAN KELUARGA

 Penanaman nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari (bergaul, berpakaian)

 Pola asuh atau cara didik orang tua

 Pola hidup anggota keluarga

 Penanaman nilai-nilai/adab/ tata krama/ etika (dalam berinteraksi dengan orang tua, teman sebaya, dan anggota masyarakat lainnya)

 Hubungan orang tua dengan anak  Hubungan anak dengan anggota

keluarga lainnya

LINGKUNGAN SEKOLAH

 Metode yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar

 Penampilan guru dalam mengajar

 Sikap guru terhadap peserta didik

 Sikap peserta didik terhadap guru (etika)

 Gaya hidup teman-teman sekolah

 Hubungan pesertadidik dengan pesertadidik lainnya

 Penanaman nilai-nilai kedisiplinan dan motivasi

LINGKUNGAN MASYARAKAT

 Nilai-nilai keagamaan yang tertanam dalam masyarakat

 Norma yang berlaku dalam masyarakat

 Sikap dan gaya hidup anggota masyarakat

 Hubungan peserta didik dengan anggota masyarakat (mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial) L I N G K U N G A N S O S I A L SIKAP NASIONALISME

 Menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan

 Memperhatikan dan menghargai

norma/nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat

 Menghargai orang lain (termasuk para pahlawan)

 Jujur

 Cerdas

 Bertanggung jwab

 Mandiri

 Percaya diri

 Produktif

 Kreatif

 Bermental positif

 Peduli terhadap orang lain

 Memiliki motivasi yang tinggi dalam menuntut ilmu

 Peduli atau ramah terhadap lingkungan

 Memiliki disiplindan komitmen yang tinggi terhadap kewajiban

 Menciptakan hubungan sosial yang serasi

 Mampu mengembangkan

aspirasi dan menampilkan diri

Diadopsi dari Baron dan Donn Byrne (2005); Darmawan dan Momon Sudarma (2011); Maryani (2010); dan Wiriaatmadja (2011)

(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi kuantitatif dengan desain survey. Singarimbun dan Sofian Effendi (1995:3) menjelaskan

bahwa “penelitian survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu

populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok”.

Adapun tujuan umum dilakukannya penelitian survey ini yaitu untuk memperoleh gambaran umum sebuah populasi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Fraenkel dan

Norman (2007:398) bahwa “the major purpose of surveys is to describe the

characteristics of a population”, tujuan umum survey yaitu untuk

menggambarkan karakteristik sebuah populasi.

Dalam hal ini, yang ingin diketahui oleh peneliti yaitu tentang bagaimana lingkungan sosial dapat memberikan kontribusi kepada peserta didik mengenai pembentukan sikap nasionalisme mereka. Selain itu, survey dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan keuntungan sebagaimana yang dikatakan oleh Fawler (1988); Babbie (1990); Sudman dan Bradburn (1986); Fink dan Kosecoff (1985) dalam Creswell (2002:113) mengenai beberapa keuntungan yang diperoleh dari

(21)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

selain itu hasil penelitian survey juga dapat dijadikan generalisasi untuk populasi yang besar.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Fraenkel dan Norman (2007:399) mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan penelitian survey ini. Pertama, mengidentifikasi masalah yang akan diteliti. Setelah mengetahui masalah apa yang akan dijadikan fokus dalam penelitian maka langkah selanjutnya yaitu menentukan populasi yang akan dijadikan subjek penelitian. Langkah selanjutnya dalam penelitian survey yang dikemukakan oleh Fraenkel dan Norman (2007:403) yaitu menyiapkan instrumen penelitian.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi yaitu seluruh peserta didik SMA Negeri Program IPS kelas XI di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau, berikut dipaparkan dalam tabel jumlah populasi di bawah ini:

Tabel . 3.1

Jumlah Populasi Peserta didik SMAN di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

No Nama Sekolah

Jumlah Peserta didik

Seluruhnya

Jumlah Peserta didik Program IPS

1 SMA N 1 Bintan 756 120

2 SMA N 2 Bintan 411 108

3 SMA N 3 Bintan 368 64

4 SMA N 4 Bintan 224 80

5 SMA N 5 Bintan 466 94

(22)

Dari jumlah populasi di atas kemudian dipilih subjek yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian dengan menggunakan teknik simple random sampling. Banyak cara yang dapat digunakan dalam menentukan jumlah subjek yang dijadikan sampel, namun karena populasi di atas berasal dari populasi yang bersifat homogen, maka tidak perlu menggunakan cara khusus dalam penentuan jumlah sampel. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Sugiyono (2009:88) bahwa

“jika populasi bersifat homogen, maka tidak perlu menggunakan teknik khusus

dalam penentuan jumlah sampel”. Berdasarkan hal tersebut maka dari seluruh

jumlah peserta didik yang mengambil Program IPS (466 peserta didik) ditetapkan 117 peserta didik (25%) untuk dijadikan sampel yang kemudian dianggap dapat mewakili keadaan atau kondisi populasi.

C. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu Lingkungan Sosial (X), namun dari satu variabel bebas tersebut dibagi menjadi tiga sub-variabel, diantaranya Lingkungan Keluarga (X1), Lingkungan Sekolah (X2), dan Lingkungan Masyarakat (X3) dimana masing-masing sub-variabel diasumsikan memberikan kontribusi positif terhadap sikap nasionalisme peserta didik (Y) yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini. Adapun definisi konseptual dari Lingkungan Keluarga (X1) yang dipaparkan oleh Tirtarahardja (2005) dalam Hartoto (2008:1)

(23)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

Dengan demikian, pola asuh atau cara didik orangtua dalam sebuah keluarga akan sangat mempengaruhi sikap anak di masa yang akan datang.

Definisi konseptual Lingkungan Sekolah (X2) yang diungkapkan oleh

Dewantara (Hartoto, 2008:1) bahwa “lingkungan sekolah merupakan tripusat

pendidikan selain lingkungan keluarga dan masyarakat”. Berbeda dengan

lingkungan keluarga, dalam lingkungan sekolah guru memegang peranan penting dalam pembentukan sikap peserta didik, namun bukan berarti guru menjadi satu-satunya faktor penentu dalam pembentukan sikap peserta didik. Kondisi fisik sekolah dan hubungan peserta didik dengan anggota sekolah lainnya juga turut memberikan kontribusi.

Sama halnya dengan Lingkungan Sekolah, Lingkungan Masyarakat (X3) juga merupakan tripusat pendidikan yang dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan sikap peserta didik. Frederick dalam Sundari (2008:46) menyatakan

bahwa “pengaruh lingkungan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam

suatu masyarakat, dan kebudayaan tersebutlah yang menanamkan garis pengaruh

sikap individu terhadap berbagai masalah”. Dengan demikian, norma yang

berlaku dalam masyarakat, sikap para anggota masyarakat dalam menyikapi suatu masalah, hubungan antar anggota masyarakat akan sangat memberikan pengaruh terhadap pembentukan sikap seseorang yang tergabung dalam komunitas masyarakat tersebut.

(24)

ini bebas dari kebodohan, korupsi, dan hal-hal kekinian lainnya. Sebagaimana

yang dikemukakan oleh Wiriaatmadja (2011:3) bahwa “generasi muda yang tidak

pernah mengalami penderitaan masa penjajahan lebih peduli terhadap masalah-masalah kekinian seperti ledakan penduduk, kerusakan lingkungan, bencana alam,

dan pemanasan global”. Dijelaskan lebih lanjut oleh Wiriaatmadja (2011:6)

mendefinisikan nasionalisme sebagai “sense of belonging terhadap tanah air, merasakan diri sebagai bagian dari tanah air, peduli terhadap masa depan negerinya, membangun solidaritas, dan kesadaran kolektif bermasyarakat bangsa”. Untuk memudahkan penelitian dan agar variabel penelitian dapat lebih operasional, maka dikemukakan beserta indikator-indikator dari masing-masing variabel penelitian tersebut. Berikut disajikan dalam bentuk matriks:

Tabel 3.2 Variabel Penelitian

VARIABEL SUB VARIABEL INDIKATOR

Variabel Independent

Lingkungan Sosial

(X)

Lingkungan Keluarga

X 1

 Penanaman nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari

 Pola asuh atau cara didik orang tua dalam pembentukan jati diri anak

 Hubungan orang tua dengan anak

 Hubungan anak dengan anggota keluarga lainnya

 Penanaman nilai-nilai/adab/ tata krama/ etika

(dalam berinteraksi dengan orang tua, teman sebaya, dan anggota

(25)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap Lanjutan...

Lingkungan Sekolah

X 2

 Metode yang digunakan guru dalam proses belajar-mengajar

 Pemberian pendidikan kebangsaan

 Sportif

 Pengembangan aspek intelektual dan emosi peserta didik dalam dimensi kemanusiaannya

 Sikap peserta didik terhadap guru (etika)

 Gaya hidup teman-teman sekolah

 Hubungan peserta didik dengan peserta didik lainnya

 Penanaman nilai-nilai kedisiplinan dan motivasi

Lingkungan Masyarakat

X 3

 Empati

 Toleransi

 Menghormati perbedaan

 Menghargai sesama dalam kesederajatan

 Kemampuan berinteraksi sosial

(26)

Lanjutan...

Variabel Dependent

Sikap Nasionalisme

(Y)

 Peduli terhadap nasib bangsa

 Mempertahankan identitas atau jati diri sebagai bangsa timur

 Menerima kemajemukan

 Memiliki rasa bangga terhadap bangsa (sense of pride)

 Memiliki rasa keterpautan dan rasa memiliki (sense of belonging)

 Memiliki harga diri, kebersamaan, dan keterkaitan (sense of solidarity)

 Memiliki kesadaran kebangsaan (sense of identity)

 Menghargai orang lain (terutama para pahlawan)

 Jujur

 Cerdas

 Bertanggung jawab

 Mandiri

 Percaya diri

 Produktif (tidak konsumtif)

 Kreatif

 Bermental positif

 Peduli terhadap orang lain

 Memiliki motivasi yang tinggi dalam menuntut ilmu

 Peduli atau ramah terhadap lingkungan

 Memiliki disiplin dan komitmen yang tinggi terhadap kewajiban

 Menciptakan hubungan sosial yang serasi

 Mampu mengambangkan aspirasi dan menampilkan diri

(27)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

X1 Lingkungan

Keluarga

X2 Lingkungan

Sekolah

X3 Lingkungan

Masyarakat

Y Sikap Nasionalisme

Bagan 3.1 Hubungan Antarvariabel D. Hubungan Antarvariabel

Bertolak pada definisi operasional dari masing-masing variabel, maka dapat dirumuskan hubungan antarvariabel guna memperjelas subtansi penelitian seperti tergambar dalam bagan di bawah ini:

berdasarkan bagan hubungan antar variabel tersebut, terlihat keterkaitan antar variabel satu dengan variabel lainnya, yaitu :

1. Variabel X1 memiliki hubungan dengan variabel Y 2. Variabel X2 memiliki hubungan dengan variabel Y 3. Variabel X3 memiliki hubungan dengan variabel Y

(28)

E. Teknik Pengumpulan Data

(29)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

1. Lingkungan Keluarga

Instrumen untuk mengukur kontribusi lingkungan keluarga terhadap sikap nasionalisme peserta didik terdiri dari 15 item soal, dimana masing-masing butir menggunakan skala likert dengan empat kategori (4 untuk kategori Selalu; 3 kategori Sering; 2 kategori Kadang-kadang; 1 kategori Tidak pernah). Berikut disusun dalam tabel di bawah ini:

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Lingkungan Keluarga

Variabel Indikator No Item

Lingkungan Keluarga

X 1

 Penanaman nilai-nilai keagamaan

dalam kehidupan sehari-hari 1,5

 Pola asuh atau cara didik orang tua dalam pembentukan jati diri anak

2, 6, 9, 10, 12

 Hubungan orang tua dengan anak 3, 4, 7, 8

 Hubungan anak dengan anggota

keluarga lainnya 11, 15

 Penanaman nilai-nilai/adab/ tata krama/ etika

(dalam berinteraksi dengan orang tua, teman sebaya, dan anggota masyarakat lainnya)

(30)

2. Lingkungan Sekolah

[image:30.595.122.512.221.673.2]

Instrumen untuk mengukur kontribusi lingkungan sekolah terhadap sikap nasionalisme peserta didik terdiri dari 25 item soal, dimana masing-masing butir menggunakan skala likert dengan empat kategori (4 untuk kategori Selalu; 3 kategori Sering; 2 kategori Kadang-kadang; 1 kategori Tidak pernah). Berikut disusun dalam tabel di bawah ini:

Tabel 3.4

Kisi-kisi Instrumen Lingkungan Sekolah

Variabel Indikator No Item

Lingkungan Sekolah

X 2

 Metode yang digunakan guru dalam

proses belajar-mengajar 1,2,3

 Pemberian pendidikan kebangsaan

5, 6, 7, 9, 10, 13, 14,

16, 18, 21

 Sportif 8

 Pengembangan aspek intelektual dan emosi peserta didik dalam dimensi kemanusiaannya

4, 12, 17, 24

 Sikap peserta didik terhadap guru

(etika) 20, 23

 Gaya hidup teman-teman sekolah 15

 Hubungan peserta didik dengan

peserta didik lainnya 11

 Penanaman nilai-nilai kedisiplinan

(31)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

3. Lingkungan Masyarakat

[image:31.595.121.495.226.582.2]

Instrumen untuk mengukur kontribusi lingkungan masyarakat terhadap sikap nasionalisme peserta didik terdiri dari 15 item soal, dimana masing-masing butir menggunakan skala likert dengan empat kategori (4 untuk kategori Selalu; 3 kategori Sering; 2 kategori Kadang-kadang; 1 kategori Tidak pernah). Berikut disusun dalam tabel di bawah ini:

Tabel 3.5

Kisi-kisi Instrumen Lingkungan Masyarakat

Variabel Indikator No Item

Lingkungan Masyarakat

X 3

 Empati 8

 Toleransi 4, 6

 Menghormati perbedaan 1, 3, 9

 Menghargai sesama dalam

kesederajatan 2, 11

 Kemampuan berinteraksi sosial 5, 7, 12, 13, 14, 15

 Peduli terhadap lingkungan

10

4. Sikap Nasionalisme Peserta didik

(32)
[image:32.595.127.486.104.755.2]

Tabel 3.6

Kisi-kisi Instrumen Sikap Nasionalisme

Variabel Indikator No Item

Sikap Nasionalisme

(Y)

 Peduli terhadap nasib bangsa 11, 25, 32

 Mempertahankan identitas atau jati

diri sebagai bangsa timur 3, 10

 Menerima kemajemukan 15, 16, 27, 36

 Memiliki rasa bangga terhadap

bangsa (sense of pride) 5, 8, 30

 Memiliki rasa keterpautan dan rasa

memiliki (sense of belonging) 9, 21, 31

 Memiliki harga diri, kebersamaan, dan keterkaitan (sense of solidarity)

35, 37, 39, 44, 45

 Memiliki kesadaran kebangsaan (sense of identity)

13, 22, 23

 Menghargai orang lain (terutama

para pahlawan) 33

 Jujur 6

 Cerdas 26

 Bertanggung jawab 7

 Mandiri 17, 45

 Percaya diri 29

 Produktif (tidak konsumtif) 42

 Kreatif 12, 18,

42

 Bermental positif 14, 20, 34, 40, 45

 Peduli terhadap orang lain 19

 Memiliki motivasi yang tinggi

dalam menuntut ilmu 4

 Peduli atau ramah terhadap

lingkungan 1, 2, 24

 Memiliki disiplin dan komitmen

yang tinggi terhadap kewajiban 38

 Menciptakan hubungan sosial yang

(33)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari penyebaran angket/kuesioner diolah dan dianalisis serta diambil kesimpulan yang kemudian dilaporkan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam menganalisis data yaitu memeriksa jumlah kuesioner, memberikan kode berupa nomor pada tiap kuesioner kemudian mentabulasi data yang ada. Setelah itu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas instrumen terlebih dahulu menggunakan bantuan software SPSS 17.

1. Uji validitas dan reliabilitas instrumen

Instrumen yang akan djadikan alat ukur dalam penelitian harus diuji terlebih dahulu validitas dan reliabilitasnya, hal tersebut guna meminimalisir kekeliruan yang mungkin terjadi dalam pengumpulan data yang diperlukan. Somantri dan Sambas Ali Muhidin (2006:47) menyatakan bahwa “uji reliabilitas dan validitas diperlukan sebagai upaya memaksimalkan kualitas alat ukur, agar kecenderungan

keliru dapat diminimalkan”. Validitas itu sendiri dilakukan untuk menilai kualitas

alat ukur, Singarimbun dan Sofian Effendi (1995:124) menjelaskan bahwa

“validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu dapat mengukur apa

yang ingin diukur”, sedangkan uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui

konsistensi instrumen sebagai alat ukur sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Somantri dan Sambas Ali Muhidin (2006:47-48) menjelaskan bahwa

“hasil pengukuran dikatakan dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali

pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama (homogen) diperoleh hasil yang sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek belum

(34)

perbedaan-perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali pengukuran. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur validitas yaitu sebagai berikut:

}

)

(

}{

)

(

{

)

(

2 2 2 2

Y

Y

n

X

X

n

Y

X

XY

n

r

xy

Dimana:

rxy =koefisien korelasi

X = skor tiap item Y = skor total

n = jumlah peserta tes

Saifuddin Azwar (2003) dalam Kusnendi (2009) menyatakan bahwa “item

soal yang memiliki nilai koefisien korelasi ≥ 0.25 atau ≥ 0.30, maka item tersebut

dikatakan valid”. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sugiyono (2009:173) bahwa

“valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang

seharusnya diukur”. Dijelaskan lebih lanjut oleh Sugiyono mengenai kaidah

keputusan nilai korelasi yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan nilai

t-tabel pada taraf nyata sebesar α = 0,05 Setelah dibandingkan. Adapun kaidah yang

dimaksud yaitu sebagai berikut :

1) Jika nilai korelasi yang dihasilkan lebih besar dari harga tabel, maka alat ukur yang digunakan dinyatakan valid.

[image:34.595.121.476.171.425.2]
(35)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

Sedangkan untuk mengukur reliabilitas dilihat dari nilai Cronbach's Alpha (C), menggunakan rumus sebagai berikut:

   

  

   

  

v c k

v c k C

1 

Dimana:

k = jumlah item dalam skala c= rata-rata kovariansi antar-item v = rata-rata variansi skor item

(36)

Tabel 3.7

Validitas Variabel Lingkungan Keluarga (X1)

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple Correlation

Cronbach's Alpha if Item

[image:36.595.112.527.149.592.2]

Deleted item 1 78.15 78.182 .436 . .874 item 2 77.98 77.974 .544 . .872 item 3 78.13 77.035 .572 . .871 item 4 78.05 76.818 .597 . .870 item 5 78.48 75.948 .610 . .869 item 6 78.15 78.131 .441 . .874 item 7 77.88 80.010 .469 . .874 item 8 78.38 74.446 .659 . .867 item 9 78.03 77.410 .643 . .870 item 10 78.10 77.682 .554 . .872 item 11 78.63 74.292 .664 . .867 item 12 78.00 76.103 .674 . .868 item 13 78.68 74.328 .582 . .869 item 14 78.15 77.003 .576 . .871 item 15 78.60 74.913 .510 . .872

Tabel 3.8

Reliabilitas Variabel Lingkungan Keluarga (X1)

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items

(37)

Rinda Wati, 2012

[image:37.595.111.524.153.564.2]

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

Tabel 3.9

Validitas Variabel Lingkungan Sekolah (X2)

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

item 1 69.85 74.233 .556 . .861

item 2 69.55 78.921 .416 . .866

item 3 69.45 79.536 .340 . .868

item 4 69.83 75.481 .480 . .864

item 5 69.40 76.605 .552 . .862

item 6 70.00 79.692 .202 . .872

item 7 69.60 75.221 .558 . .862

item 8 70.85 78.490 .397 . .866

item 9 69.88 74.881 .519 . .863

item 10 71.10 77.836 .387 . .867

item 11 69.35 79.003 .399 . .867

item 12 70.55 75.023 .474 . .864

item 13 70.02 75.153 .503 . .863

item 14 69.55 76.767 .549 . .863

item 15 69.60 74.451 .619 . .860

item 16 70.02 78.384 .276 . .871

item 17 70.20 76.574 .382 . .867

item 18 70.10 78.297 .295 . .870

item 19 70.50 78.359 .394 . .866

item 20 70.27 75.333 .519 . .863

item 21 70.43 76.712 .476 . .864

item 22 69.58 76.558 .502 . .863

item 23 69.73 75.538 .538 . .862

item 24 70.68 78.840 .329 . .868

[image:37.595.190.435.637.723.2]

item 25 70.13 81.394 .118 . .873

Tabel 3.10

Reliabilitas Variabel Lingkungan Sekolah (X2)

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items

(38)

Tabel 3.11

Validitas Variabel Lingkungan Masyarakat (X3)

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

item 1 69.40 78.092 .671 . .853

item 2 70.00 80.359 .460 . .859

item 3 69.53 79.794 .464 . .859

item 4 70.15 76.849 .579 . .855

item 5 69.85 80.079 .473 . .859

item 6 69.80 79.344 .498 . .858

item 7 70.13 80.010 .470 . .859

item 8 69.55 79.997 .436 . .860

item 9 69.33 77.917 .705 . .852

item 10 69.53 78.615 .504 . .858

item 11 69.20 81.292 .475 . .859

item 12 69.65 78.233 .668 . .853

item 13 69.70 78.933 .462 . .859

item 14 69.45 80.459 .523 . .858

[image:38.595.114.525.153.564.2]

item 15 69.55 78.972 .661 . .854

Tabel 3.12

Reliabilitas Variabel Lingkungan Masyarakat (X3)

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items

(39)

Rinda Wati, 2012

[image:39.595.118.525.141.736.2]

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

Tabel 3.13

Validitas Variabel Sikap Nasionalisme Peserta didik (Y)

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

item 1 107.93 123.199 .371 . .894

item 2 108.55 124.459 .309 . .895

item 3 107.68 126.840 .363 . .893

item 4 107.73 121.640 .605 . .889

item 5 108.63 127.317 .213 . .896

item 6 108.13 122.830 .434 . .892

item 7 107.90 123.169 .504 . .891

item 8 108.28 121.333 .569 . .890

item 9 107.63 127.933 .252 . .895

item 10 108.10 125.118 .350 . .894

item 11 107.80 126.933 .308 . .894

item 12 107.78 120.948 .656 . .888

item 13 107.83 123.687 .513 . .891

item 14 107.80 123.395 .611 . .890

item 15 107.88 123.394 .637 . .890

item 16 107.95 127.997 .236 . .895

item 17 107.88 122.676 .598 . .890

item 18 107.93 120.122 .757 . .887

item 19 107.90 128.656 .197 . .896

item 20 108.23 124.435 .423 . .892

item 21 107.65 127.464 .313 . .894

item 22 107.85 125.105 .419 . .893

item 23 108.15 123.105 .379 . .894

item 24 108.10 126.195 .344 . .894

item 25 108.03 127.410 .331 . .894

item 26 108.05 123.997 .445 . .892

item 27 108.30 126.523 .325 . .894

item 28 107.75 122.654 .574 . .890

item 29 107.90 126.092 .361 . .893

item 30 108.10 124.451 .499 . .891

item 31 107.98 123.358 .515 . .891

item 32 108.28 123.794 .468 . .892

item 33 107.98 118.794 .681 . .887

item 34 108.10 132.246 -.065 . .900

item 35 108.28 125.538 .355 . .894

Item 36 107.75 126.092 .611 . .895

(40)

Lanjutan...

Item 38 108.63 120.948 .445 . .892

Item 39 108.13 123.687 .325 . .894

Item 40 107.90 123.395 .574 . .890

Item 41 108.28 123.394 .361 . .893

Item 42 107.63 127.997 .499 . .891

Item 43 108.10 122.676 .515 . .891

Item 44 108.03 120.122 .468 . .892

[image:40.595.113.524.135.477.2]

Item 45 108.05 128.656 .681 . .887

Tabel 3.14

Reliabilitas Variabel Nasionalisme Peserta didik (Y)

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.895 .897 45

(41)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

2. Uji normalitas data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara frekuensi hasil observasi dengan frekuensi harapan (teoretis), Somantri dan Sambas Ali

Muhidin (2006:292) menjelaskan bahwa “jika frekuensi hasil observasi sangat

dekat dengan frekuensi yang diharapkan, maka hal tersebut menunjukkan kesesuaian yang baik, dan kesesuaian yang baik akan membawa kepada

penerimaan hipotesis”. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan

software SPSS v.17 dengan menggunakan uji kolmogorof-Smirnov, dimana kriteria yang digunakan untuk mengukur apakah data tersebut berdistribusi normal atau tidak dengan cara melihat nilai signifikansi yang tertera pada hasil pengolahan.

(42)

1) Menentukan skor terbesar dan skor terkecil yang kemudian dilanjutkan menghitungan Rentangan (R) dengan rumus

2) Menentukan banyaknya kelas interval

3) Menentukan panjang kelas (i) dengan rumus: BK

R i `

4) Menentukan rata-rata dengan rumus

n fx X

i

5) Menentukan simpangan baku dengan rumus

 1

. 2   

n n fx fx n

S i i

6) Membuat daftar frekuensi yang diharapkan dengan langkah sebagai berikut:

o Menentukan batas kelas, yaitu angka skor kiri kelas interval pertama

dikurangi 0,5 dan skor kanan kelas ditambah 0,5.

o Mencari nilai Z-score dengan rumus

S X BK Z  

o Mencari Chi Kuadrat dengan rumus

   k i e e o f f f 1 2 2 

o Kriteria pengujian adalah pada taraf signifikansi α 0,05 dikatakan data

berdistribusi normal jika χ2

hitung≤ χ2tabel, sedangkan jika χ2hitung> χ2tabel

(43)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

3. Uji homogenitas data

Uji homogenitas dilakukan guna mengetahui apakah skore setiap variabel memiliki varians yang homogen atau tidak. Uji homogenitas ini sendiri merupakan salah satu syarat untuk menggunakan statistik parametrik. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sugiyono (2009:150) bahwa “statistik parametris memerlukan terpenuhi beberapa asumsi atau syarat, diantaranya yaitu data yang akan dianalisis harus berdistribusi normal, varians data harus homogen

dan harus memenuhi asumsi linieritas”. Uji homogenitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS v.17, dengan kriteria pengujian jika signifikansi (Sig) yang diperoleh > α (0.05) maka variansi setiap

sampel sama (homogen), namun jika signifikansi (Sig) yang diperoleh < α (0.05)

maka variansi setiap sampel tidak sama (tidak homogen). Jika hasil pengolahan data menunjukkan bahwa variansi data homogen, maka pengujian hipotesis dapat menggunakan statistik parametris.

Jika uji homogenitas dilakukan secara manual, maka langkah-langkah yang diperlukan sebagai berikut:

1) Mencari nilai F dengan menggunakan rumus (Fisher, 1985:23):

) 1

( ) 1 (

2 2

R

R

XY XY

k k n F

   

Vk Vb

(44)

Keterangan

Vb = variansi terbesar Vk = variansi terkecil S = standar deviasi n = jumlah responden R = reliabel

k = variabel

2) Menentukan nilai F daftar dengan mencari nilai

Fα = (n1-1)(n2-1)

3) Menentukan homogenitas dengan kriteria, jika F hitung < Fα (n1-1)(n2-1)

maka kedua variansi tersebut homogen, sedangkan jika F hitung ≥ Fα (n1 -1)(n2-1) maka kedua variansi tidak homogen.

4. Uji linieritas

Salah satu asumsi dari analisis regresi adalah linieritas, yang dimaksud dengan linieritas disini adalah apakah garis regresi antara variabel X dan Y membentuk garis linier atau tidak. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sugiyono

(2008:265) bahwa “jika tidak linier maka analisis regresi tidak dapat dilanjutkan”.

Untuk itulah mengapa sebelum dilakukannya uji hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan uji linieritas.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Sugiyono (2008:274) mengenai kriteria uji linieritas bahwa untuk mengetahui regresi tersebut linier atau tidak, maka dapat dilihat dari nilai Fhitung yang kemudian dibandingkan dengan nilai Ftabel. Adapun

(45)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

konsekuensinya analisis regresi tidak dapat dilanjutkan. Adapun langkah-langkah uji linieritas yaitu:

a) Hitung Jumlah Kuadrat Regresi (JKReg[a]) dengan rumus:

 

n Y JK g a

2 ) ( Re

b) Hitung Jumlah Kuadrat Regresi (JKReg [b/a]) dengan rumus:

         

 

n Y X XY b JKReg(b/a)

c) Hitung Jumlah Kuadrat Residu (JKRes) dengan rumus:

 

 2 Re ( / ) Re ( )

Res Y JK gb a JK ga

JK

d) Hitung Rata-rata Jumlah Kuadrat Regresi (RJKReg[a]) dengan rumus:

) ( Re )

(

Rega

JK

ga

RJK

e) Hitung Rata-rata Jumlah Kuadrat Regresi (RJKReg[b/a]) dengan rumus:

) / ( Re ) / (

Regb a

JK

g b a

RJK

f) Hitung Raa-rata Jumlah Kuadrat Residu (RJKRes) dengan rumus:

2

Re

Re 

n JK

RJK s

s

g) Hitung Jumlah Kuadrat Error (JKE) dengan rumus:

 

          k E n Y Y JK 2 2

h) Hitung Jumlah Kuadrat Tuna Cocok (JKTC) dengan rumus:

E s TC

JK

JK

(46)

i) Hitung Rata-rata Jumlah Kuadrat Tuna Cocok (R JKTC) dengan rumus:

2  

k JK RJK TC

TC

j) Hitung Rata-rata Jumlah Kuadrat Error (RJKE) dengan rumus:

k n

JK

RJK E

E

k) Mencari nilai Fhitung dengan rumus:

E TC hitung

RJK RJK

F

l) Tentukan aturan untuk pengambilan keputusan atau kriteria uji linier; jika Fhitung≤ Ftabel maka Ho diterima (linier).

m) Carilah nilai Ftabel menggunakan tabel F

n) Bandingkan nilai Fhitung dan Ftabel

5. Uji hipotesis a) Analisis korelasi

(47)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

1) Ho Lingkungan keluarga sebagai sumber pembelajaran sejarah tidak memberikan kontribusi berarti terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik SMA di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

Ha Lingkungan keluarga sebagai sumber pembelajaran sejarah dapat memberikan kontribusi berarti terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik SMA di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

2) Ho Lingkungan sekolah sebagai sumber pembelajaran sejaraih tidak memberikan kontribusi berarti terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik SMA di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

Ha Lingkungan sekolah sebagai sumber pembelajaran sejarah memberikan kontribusi berarti terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik SMA di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

(48)

Ha Lingkungan masyarakat sebagai sumber pembelajaran sejarah memberikan kontribusi berarti terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik SMA di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

4) Ho Lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, secara bersama-sama tidak memberikan kontribusi berarti terhadap sikap nasionalisme peserta didik SMA di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

Ha Lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, secara bersama-sama memberikan kontribusi berarti terhadap sikap nasionalisme peserta didik SMA di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

Sugiyono (2008:274) menjelaskan bahwa korelasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

 

 

2 2 2 2 i i i i i i i i

Y

Y

n

X

X

n

Y

X

Y

X

n

r

Untuk mengambil keputusan perlu memperhatikan kaidah yang telah ditetapkan, yaitu jika nilai signifikansi > 0.05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, atau dengan kata lain bahwa variabel independent tidak memberikan kontribusi berarti pada

(49)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

Ha diterima, atau dapat dikatakan bahwa variabel independent memberikan kontribusi terhadap variabel dependent.

b) Analisis regresi

Analisis regresi ganda digunakan oleh peneliti untuk mengetahui bagaimana keadaan variabel dependent jika tiga variabel independent (lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat) dijadikan sebagai prediktor. Adapun persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

3 3 2 2 1

1

X

b

X

b

X

b

a

Y

Uji-t

Uji-t dilakukan untuk menguji signifikansi antar variabel independent dan variabel dependent dengan cara membandingkan nilai t-tabel dan t-hitung. Jika nilai t-hitung ≤ t-tabel maka Ho diterima, namun jika nilai t-hitung > t-tabel maka Ho ditolak atau dapat dikatakan bahwa variabel independent memberikan kontribusi yang berarti terhadap variabel dependent. Adapun rumus yang digunakan untuk mencari t-hitung secara manual yaitu sebagai berikut:

2

1

3

parsial parsial

hitung

r

n

r

t

(50)

Uji-F

Uji-f digunakan untuk mengetahui pengaruh atau kontribusi variabel independent secara serentak atau bersama-sama terhadap variabel dependen, apakah pengaruhnya signifikan atau tidak. Jika nilai F-hitung ≤ F-tabel maka Ho diterima, namun jika nilai Ft-hitung >F-tabel maka Ho ditolak. Adapun rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai F yaitu sebagai berikut (Sugiyono, 2008:286):

2

2

1

1

R

m

m

N

R

F

G. Alur Penelitian

(51)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

Bagan 3.2. Alur Kegiatan Penelitian Persiapan

Penelitian

Studi Lapangan

Studi Kepustakaan

Masalah

Penyusunan Instrumen

Uji Coba Butir Soal

Hasil Revisi Butir Soal

Penentuan Lokasi dan Subjek

Penelitian

Analisis Data Penyusunan

Laporan

Kesimpulan

(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Secara umum dapat disimpulkan bahwa lingkungan sosial baik itu lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkugan masyarakat, sama-sama memiliki peranan penting dan tanggunga jawab terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik. Lingkungan sosial peserta didik yang menerapkan sikap cinta terhadap tanah air dalam kehidupan sehari-hari, baik disadari maupun tidak, dapat membentuk peserta didik menjadi pribadi yang memiliki kecintaan terhadap bangsanya. Adapun kesimpulan secara khusus yang berkenaan dengan rumusan masalah dan hipotesis penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut:

(53)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

Kedua, lingkungan sekolah juga dapat memberikan kontribusi yang berarti bahkan yang terbesar dalam pembentukan sikap nasionalisme peserta didik. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam lingkungan sekolah, guru yang memegang peranan penting terhadap pembentukan sikap peserta didik. Guru yang sadar akan pentingnya nasionalisme, serta mampu menyikapi keragaman budaya yang ada di Indonesia, dapat membentuk peserta didik menjadi pribadi yang mau menjaga kesatuan bagsanya.

Ketiga, lingkungan masyarakat juga turut memberikan kontribusi yang berarti terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik. Walaupun secara keseluruhan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan masyarakat memberikan kontribusi terkecil dalam pembentukan sikap nasionalisme peserta didik, namun lingkungan masyarakat memiliki kewajiban yang sama dalam membentuk peserta didik menjadi generasi penerus bangsa yang memiliki sikap nasionalime yang tinggi terhadap negaranya.

B. Rekomendasi

Adapun rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:

(54)

dimulai dengan hal-hal sederhana seperti mengajarkan anak untuk mandiri, bertanggungjawab, dan menghargai orang lain. Orangtua juga dapat memulai membentuk kecintaan anak terhadap negaranya dengan memperkenalkan anak pada kebuadayaan daerah asal orangtua.

2. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah memberikan kontribusi positif paling besar terhadap pembentukan sikap nasionalisme peserta didik, dan dari hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa guru lah yang memegang peranan penting terhadap pencapaian hal tersebut. Oleh karena itu, maka diharapkan kepada seluruh guru untuk dapat terus meningkatkan pengetahuan dan pemahaman sikap nasionalisme yang mereka miliki, karena sekolah juga merupakan potensi terbesar dalam membimbing peserta didik meneruskan semangat nasionalisme.

(55)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

Indonesia sebagai upaya menumbuhkan kecintaan peserta didik bukan hanya kepada daerahnya melainkan kepada seluruh daerah yang tergabung dalam Indonesia.

4. Mengingat berbagai kelemahan yang ada dalam penelitian ini, peneliti menyarankan kepada para peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengadakan penelitian serupa agar melakukan penelitian terhadap sampel yang lebih besar dan beragam.

.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Abdullah, Taufik. (2001). Nasionalisme dan Sejarah. Bandung: Satya Historika

Amin, A. Riawan. (2008). Indonesia Militan (Intelek, Kompetitif, Regeneratif). Jakarta: PT. Senayan Abadi

Anderson, Benedict. (2008). Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism. Terjemah. Yogyakarta: INSIST Press

Anshari, E. S. (1988). Kebudayaan Islam dalam Perspektif Sejarah: Kumpulan Karangan. Jakarta: Girimukti Pasaki

Baron, Robert A dan Donn Byrne. (2003). Psikologi Sosial. Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Baron, Robert A dan Donn Byrne. (2005). Psikologi Sosial. Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Creswell, John W. (2002). Research Design (Qualitative & Quantitative Approaches). Terjemahan. Jakarta: KIK Press

Davidoff. (1991). Psikologi Suatu Pengantar. Jilid I. Edisi kedua. Jakarta: Erlangga

Dewantara, K. H. (1962). Buku I Pendidikan. Jakarta: Majelis Luhur Taman Peserta didik

Djahiri, A.K. (2001). Buku Ajar I – II – III – IV, LPPM UPI

(57)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

Gordon, T. (1983). Menjadi Orang Tua Efektif. Jakarta: PT Gramedia

Gunarsa, S. (1983). Pengantar Psikologi. Jakarta: Mutiara

Hasan, S.H. (1997).Kurikulum dan Buku Teks Sejarah Dalam perkembangan Teori dan Metodologi dan Orientasi Pendidikan Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan

Hill, Winfred F. (2009). Theories of Learning (Teori-teori Pembelajaran, Konsepsi, Komparasi, dan Signifikansi). Edisi kelima. Bandung. Nusa Media.

Hobsbawn, E. J. (1990). Nasionalisme Menjelang Abad XXI. Terjemah. Yogyakarta: Tiara Wacana

Hurlock, B. (1974). Personality Development. New Delhi: Mc. Graw hill Publishing Co.Ltd

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Kahin, George Mc.Turnan. (1995). Nasionalism and Revolution in Indonesia. Terjemah. Yogyakarta: UNS Press

Kansil. (1986). Aku Pemuda Indonesia Pendidik Politik Generasi Muda. Jakarta: Balai Pustaka

Kartodirjdo, S. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Kohn, Hans. (1965). Nationalism Its Meaning and History. Malabar Florida: Robert E. Krieger Publishing Company

Kohn, Hans. (1984). Nationalism Its Meaning and History. Terjemah. Jakarta: Erlangga

(58)

Priyatno, Duwi. (2009). SPSS Untuk Analisis korelasi, Regresi, dan Multivariate. Yogyakarta: Gava Media

Purwanto, N. (1988). Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: PT Remaja Karya

Renan, Ernest. (1990). What is A Nation?, dalam Nation and Narration. Diedit oleh Homi Bhabha. London: Routledge

Riduwan dan Sunarto. (2007). Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Salkind, Neil J. (2009). Teori-teori Perkembangan Manusia (Sejarah Kemunculan, Konseps Dasari, Analisis Komparatif, dan Aplikasi). Bandung: Nusa Media.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. (1995). Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi. Jakarta: LP3ES.

Somantri, Ating dan Sambas Ali Muhidin. (2006). Aplikasi Statistika dalam Penelitian. Bandung: CV. Pustaka Setia

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. (2009). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suryadinata, Leo. (2010). Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara

Tirtarahardja, U dan S.L. La Sulo. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

(59)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Terhadap Pembentukan Sikap

2. Karya Ilmiah

Anggara, Boyi. (2007). Pembelajaran Sejarah yang berorientasi pada masalah-masalah sosial kontemporer. Makalah di sampaikan dalam seminar nasional Ikatan Himpunan Mahapeserta didik Sejarah Se-Indonesia (IKAHIMSI). Universitas Negeri Semarang.

Darmawan, Cecep dan Momon Sudarma. (2011). Pengembangan Nilai Nasionalisme dan Kesadaran Berkonstitusi di Madrasah. Proceeding International Seminar. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Gunawan, R. (2008). Hubungan Antara Pendidikan Sejarah dan Lingkungan Keluarga Dengan Sikap Nasionalisme Peserta didik. Disertasi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan

Hasan, Said Hamid. (2008). Makalah di sajikan pada seminar IKAHIMSI. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan

Maryani, Enok. (2010). Pengembangan Program Pembelajaran IPS untuk Meningkatkan Kompetensi Keterampilan Sosial. Proceedings The 4th International Conference on Teacher Education. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Sundari. (2009). Hubungan Antara Faktor Guru, Lingkungan dan Peserta didik Dengan Sikap Nasionalisme Dikalangan Pelajar SMA. Disertasi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan

(60)

3. Internet

Achdian, Andi. (2010). Tentang Nasionalisme Indonesia. [Online]. Tersedia: http://els.bappenas.go.id [9 April 2011]

Biro Hubungan Masyarakat Setjen Departemen Pertahanan RI. Nasionalisme Indonesia Harus Berkembang dalam Taman Sari Internasionalisme. [Online]. Tersedia: http://www.dephan.go.id [9 April 2011]

___ (2006). Nasionalisme Indonesia (Bagaimana Bentuknya?). [Online]. Tersedia: http://www.freelists.org [9 April 2011]

Cristopher, G. (1988). The Aesthetic Environment and Student Learning. School Business Affair, 54(1), 26-27. [Online]. Tersedia: http://www.google.com [2 Februari 2011]

Ferreire, MM. (1955). The Caring of Suburban Middle School. Indiana University, Bloomington. [Online]. Tersedia: http://www.ERIC.com [2 Februari 2011]

Hartoto. (2008). Pengertian, Fungsi dan Jenis Lingkungan Pendidikan. [Online]. Tersedia: http://www.google.com [2 Februari 2011]

Hasyim, Ibni. Nasionalisme di Indonesia. [Online]. Tersedia: http://ujank.web.id [9 April 2011]

Humas Kanwil. (2011). Hasil Try Out Peserta didik SMA Kepri. [Online]. Tersedia: http://www.kompas.com. [19 Januari 2011]

Iswara. (2006). Nasionalisme Indonesia dalam “Ancaman”?. [Online]. Tersedia: http://www.pikiran-rakyat.com [9 April 2011]

Jena, Jeremias. (2007). Nasionalisme Indonesia. [Online]. Tersedia: http://jeremiasjena.wordpress.com [9 April 2011]

(61)

Rinda Wati, 2012

Kontribusi Lingkungan Sosial

Gambar

Tabel . 3.1
Tabel 3.2 Variabel Penelitian
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Lingkungan Keluarga
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Lingkungan Sekolah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan alat yang digunakan dalam mengukur tipe kepribadian ekstrovert dan introvert, sesuai dengan pengembangan teori Carl Gustav Jung tentang tipe kepribadian

Kesimpulan penelitian ini adalah atopi mempunyai hubungan yang lebih kuat dengan manifestasi penyakit alergi pada balita, namun riwayat penyakit alergi dalam

Hasil penelitian disimpulkan bahwa, implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Waralaba yang Berbentuk

RR menurut teori seharusnya mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan modal sendiri perusahaan, semakin besar dana yang ditahan maka akan semakin besar tingkat

Sebagai salah satu bentuk cacat kehendak, maka penyalahgunaan keadaan yang dilakukan oleh pihak yang menentukan syarat-syarat dalam perjanjian baku dan mencantumkan

Pada makalah ini, dengan menggunakan aproksimasi Padé untuk delay, masalah kontrol umpan balik disimulasikan dengan menggunakan pengontrol PID sebagai kontrol AQM..

Berdasarkan hasil penelitian di atas bahwa laju reaksi awal yang tinggi dapat diperoleh jika menggunakan katalis-katalis yang memiliki luas permukaan spesifik yang besar,

Pak RF Pak RF berusia 45 tahun sudah bercerai dengan istrinya kira- kira 6 tahun yang lalu, karena istrinya selingkuh dengan orang lain sebab pak RF saat itu belum