1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan
manusia yang memikirkan bagaimana menjalani kehidupan sebagai upaya
mempertahankan hidup manusia dalam mengemban tugas sebagai makhluk
ciptaan Tuhan. Pendidikan hendaknya mampu mendukung upaya menjalani
kehidupan tersebut. Pendidikan hendaknya juga mampu mengembangkan potensi
siswa, sehingga mereka mampu menghadapi dan memecahkan problema
kehidupan yang ada saat ini dan akan datang. Hal ini sejalan dengan
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 dalam Bab I yakni:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Konsep pendidikan di atas akan semakin penting ketika seseorang harus
memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja. Pernyataan ini didukung
Djahiri (1996:3) bahwa pendidikan merupakan upaya yang terorganisir, berencana
dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) ke arah membina
manusia/peserta didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya. Dengan
demikian pendidikan sebagai upaya pengembangan potensi siswa harus dilakukan
dalam usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan jelas, ada tahapannya dan ada
Salah satu masalah yang dihadapi Pendidikan adalah lemahnya kualitas
proses pembelajaran. Proses pembelajaran masih menekankan pada fakta dan
informasi, di kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghapal, lebih
mementingkan isi daripada proses, menganggap apa yang diketahui dapat
diamalkan siswa serta siswa kurang diarahkan kepada pembelajaran yang
menghubungkan dirinya dengan kehidupan sehari-hari. Tugas, metode, bahan
pelajaran disajikan secara keseluruhan, keberhasilan belajar ditentukan guru,
siswa kurang dilibatkan dalam pemecahan masalah, materi pelajaran tidak
mengaitkan isu-isu yang kontemporer. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa
kompetensi tenaga guru kita yang masih lemah, sarana prasarana yang minim,
materi dan sumber belajar yang kurang, kondisi lingkungan belajar yang tidak
baik, metode mengajar yang konvensional, faktor psikologi siswa yang kurang
diperhatikan serta latar belakang sosial budaya dan ekonomi guru yang kurang.
Bagaimana dengan Pendidikan Kewarganegaraan? Sejak
diimplementasikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan (persekolahan
maupun perguruan tinggi), Pendidikan Kewarganegaraan menghadapi berbagai
kendala dan keterbatasan. Kendala dan keterbatasan tersebut adalah: (1) masukan
instrumental (instrumental input) terutama yang berkaitan dengan kualitas
guru/dosen serta keterbatasan fasilitas dan sumber belajar, serta (2) masukan
lingkungan (environmental input) terutama yang berkaitan dengan kondisi dan
situasi kehidupan politik negara yang kurang demokratis. Dengan demikian,
pelaksanaanPendidikan Kewarganegaraan tidak mengarah pada misi sebagaimana
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada jenjang persekolahan
akan mampu membentuk karakter jika dilakukan secara kontekstual, bukan
tekstual. Bukan suatu rahasia lagi, bahwa pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan selama ini lebih menitikberatkan pada tekstual daripada
kontekstual dan diberikan secara indoktrinasi, sehingga pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan hanya terjadi informasi dan komunikasi satu arah, siswa pasif
dan hanya mendengarkan apa yang diceramahkan oleh guru, akibatnya siswa
hanya memperoleh materi yang sifatnya hafalan saja dengan mengorbankan
pengembangan critical thinking, yang tidak banyak memberikan kesempatan pada
siswa untuk mengemukakan gagasan atau pikiran-pikirannya.Dengan demikian,
pendekatan pembelajaran seperti itu akan sulit untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan termasuk dalam rangka
mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Selama ini proses belajar-mengajar Pendidikan Kewarganegaraan lebih
berorientasi pada pengembangan kognitif siswa, ini pun masih bersifat kognitif
rendah, padahal karakter Pendidikan Kewarganegaraan ini lebih terfokus pada
aspek afektif dan psikomotor. Akibatnya guru hanya banyak memberikan materi
pembelajaran yang sifatnya hafalan. Sementara aspek afektif tidak tersentuh
apalagi psikomotor. Oleh karena itu, tidak heran apabila perilaku siswa tidak
berubah ke arah yang diharapkan, begitu juga kemampuan berpikir kritis siswa
kurang tampak. Apabila fenomena seperti itu yang ada, maka dapat dikatakan
potensi siswa sebagai makhluk berpikir. Berkaitan dengan hal tersebut, menurut
Djahiri (2002:93) bahwa:
”salah satu pembaharuan dalam Pendidikan Kewarganegaraan ialah pola/strategi pembelajarannya, yang mana siswa bukan hanya belajar tentang hal ihwal (materi pembelajaran) Pendidikan Kewarganegaraan melainkan juga belajar ber-Pendidikan Kewarganegaraan atau praktik, dilatih uji coba dan mahir serta mampu membakukan diri, bersikap perilaku sebagaimana isi pesan Pendidikan Kewarganegaraan”.
Jadi, dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan itu bukan hanya
memberikan informasi yang bersifat kognitif semata, tetapi harus menitik
beratkan pada aspek afektif dan psikomotor. Hal ini yang sampai sekarang belum
mampu dilaksanakan oleh guru secara optimal, sehingga pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan hampir tidak ada bedanya dengan pembelajaran mata pelajaran
lainnya, padahal Pendidikan Kewarganegaraan ini mempunyai karakter berbeda
dangan mata pelajaran lain, akibatnya kualitas Pendidikan Kewarganegaraan
hanya dilihat dari segi kemampuan kognitif siswa semata.
Dalam standar isi dinyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada dua tujuan utama. Pertama,
pembentukan warga negara Indonesia yang memahami dan mampu melaksanakan
hak-hak dan kewajibannya. Kedua, pengembangan warganegara Indonesia yang
cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945. Pendidikan
Kewarganegaraan mengemban kualitas warga negara yang mencakup “ spiritual
development, sense of individual responsibility, and reflective and automous
personality”(Lee, 1999 dalam Winataputra dan Budimansyah, 2007: 3), serta misi
Kewarganegaraan ini dituntut untuk mengembangkan kurikulum dan
pembelajaran yang berorientasi pada konsep “contextualized multiple
intelligence" dalam nuansa lokal, nasional dan global”(Cheng, 1999 dalam
Winataputra dan Budimansyah, 2007: 3).
Berdasarkan karakter di atas pada abad ke 21 ini Pendidikan
Kewarganegaraan dituntut untuk membentuk manusia yang unggul. Manusia
yang unggul secara intelektual, anggun secara moral, kompeten menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi serta memiliki komitmen tinggi untuk berbagai peran
sosial yang akhirnya menjadi warga negara yang multidimensional. Menurut
Cogan (1998: 2-3) warga Negara yang multidimensional memiliki lima atribut
pokok yaitu:…”a sense of identity; the enjoyment of certains right; the fufilment
of corresponding obligations; a degree of interest and involvement in public
affairs; and an acceptance of basic social values”. Pengertian dari pendapat
Cogan ini, hendaknya Pendidikan Kewarganegaraan mengembangkan warga
negara yang memiliki lima ciri utama yaitu: jati diri, kebebasan untuk memiliki
hak tertentu, pemenuhan kewajiban-kewajiban terkait, tingkat minat dan
keterlibatan dalam urusan publik dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan.
Pendidikan Kewarganegaraan dalam menghadapi era globalisasi ini juga
hendaknya mengembangkan kompetensi kewarganegaraan (civic competence).
Aspek-aspek kompetensi kewarganegaraan meliputi pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skills),
Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) di Indonesia dalam
kecendrungan globalisasi ini ditempatkan sebagai salah satu bidang kajian yang
mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melaui koridor
“value-based education”. Kerangka sistemik Pendidikan Kewarganegaraan ini
menurut Budimansyah (2008a: 180) dibangun atas paradigma sebagai berikut:
(1)Secara kurikuler bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab; (2) Secara teoritik memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif dan psikomotor (Civic Knowledge, Civic Disposition, dan Civic Skills) yang bersifat konfluen atau saling dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara; (3)Secara programatikmenekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep dan nilai, konsep moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis dan bela Negara.
Dengan demikian perlu dicarikan solusi, sehingga memasuki abad ke 21
atau global ini mampu menjadi manusia yang berkualitas sesuai visi dan misi
Pendidikan Kewarganegaraan. Manusia yang mampu berhadapan dengan
kompetisi global yang tidak hanya menguasai tehnologi tetapi juga keunggulan
seperti mampu berkomunikasi, berdiplomasi, dan mengajukan argumentasi yang
bisa diterima. Untuk bekal ini harus dipersiapkan sedini mungkin dengan selalu
melatih dan menumbuhkan kemauan berpikir kritis, kreatif dan inovatif.
Asumsinya dengan kemampuan di atas akan terwujud apabila diikuti iklim
penyelenggaraan belajar yang kondisif, yang mana proses belajarnya ada
perasaan senang terbuka, dan tanpa ada rasa takut, serta tekanan dari guru dan
murid lainnya. Penyelenggaraan belajar ini sesuai dengan Tujuan Pendidikan
Nasional yang dirumuskan dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003, Pasal 3
yang mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuahn Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Khusus Pendidikan Kewarganegaraan, di dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun
2003 tersebut ditegaskan bahwa materi kajian Pendidikan Kewarganegaraan wajib
termuat baik dalam kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah maupun
kurikulum Pendidikan Tinggi (pasal 37). Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan
kewarganegaraan yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajiban untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (BSNP, 2006). Mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah
yang diberikan selama 2 jam pelajaran per minggu bertujuan agara peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan tehnologi informasi dan komunikasi.
Berdasarkan kemampuan ini, maka proses pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan seharusnya diarahkan pada pembelajaran yang memiliki
kemampuan penguasaan, pengetahuan, keterampilan, pengembangan sikap dan
kemampuan sikap berpikir kreatif dan inovatif dalam memecahkan berbagai
masalah yang timbul balik politik, ekonomi, sosial budaya baik individu maupun
sebagai anggota kelompok masyarakat.
Berpikir, memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru
merupakan kegiatan yang kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang
lainnya, karena suatu masalah tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak
masalah memerlukan pemecahan baru melalui berpikir kreatif. Munandar
(2009:31) mengemukakan alasan kemampuan berpikir kreatif pada diri siswa
perlu dikembangkan: pertama, dengan berkreasi maka orang dapat mewujudkan
dirinya (selfactualization), dan ini merupakan kebutuhan setiap manusia untuk
mewujudkannya. Kedua, sekalipun setiap orang memandang bahwa kemampuan
berpikir kreatif itu perlu dikembangkan, namun perhatian terhadap pengembangan
kemampuan berpikir kreatif itu belum memadai khususnya dalam pendidikan
formal. Ketiga, bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat tapi juga
memberikan kepuasaan tersendiri. Keempat, kreativitaslah yang memungkinkan
manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk hal ini, manusia
menyadari bagaimana para pendahulu yang kreatif telah banyak menolong dalam
Berpikir kreatif tidak akan lepas dari kreativitas. Menurut Suryadi
(2001:7) kreativitas merupakan kemampuan seorang untuk melahirkan sesuatu
yang baik, berupa gagasan maupun karya yang relatif berbeda dari apa yang ada
sebelumnya, juga merupakan suatu kemampuan yang bersifat spontan, terjadi
karena adanya arahan yang bersifat internal, dan keberadaannya tidak dapat
diprediksi. Torrance (1969) menjelaskan bahwa kreativitas adalah sebagai proses
dalam memahami sebuah masalah, mencari solusi-solusi yang mungkin menarik
hipotesis, menguji dan mengevaluasi, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada
orang lain.
Pandangan Costa (2006 dalam Munandar, 1999: 88) berpikir kreatif dapat
menumbuhkan, disiplin diri dan berlatih penuh, meliputi aktivitas mental : 1)
mengajukan pertanyaan, 2) mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak
lazim dengan pemikiran yang terbuka, 3) membangun keterkaitan, khususnya di
antara hal-hal yang berbeda, 4) menghubungkan-hubungkan berbagai hal yang
bebas, 5) menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru
dan berbeda, 6) mendengarkan intuisi. Pandangan tentang pengertian dari berpikir
kreatif ini semua berpendapat sejalan walau pengungkapannya berbeda-beda.
Penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif berhubungan
erat dengan cara mengajar. Dalam suasana yang tidak tertekan, yang mana belajar
atas prakarsa sendiri, guru menaruh kepercayaan terhadap kemampuan anak
untuk berpikir dan berani mengemukakan gagasan baru ketika siswa diberi
kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhannya, dalam suasana
(Munandar,2009:12). Jadi untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif
siswa, perlu adanya suasana pembelajaran yang diciptakan secara kondusif untuk
pengembangan kemampuan berpikir kreatif tersebut.
Pembelajaran yang berpusat pada guru membuat siswa kehilangan hampir
setiap kesempatan untuk kreatif. Pembelajaran ini membuat siswa sangat
bergantung pada guru yang akhirnya tidak memiliki kemandirian dalam belajar
dan tidak memberi ruang berinteraksi dengan teman sekelasnya yang membuat
siswa menjadi individualistis. Peran guru sangat penting dalam membangun
kecakapan intelektual siswa seperti dikemukakan oleh Sapriya (2009:71) bahwa
“kemampuan intelektual dianggap sebagai suatu proses berpikir kritis yang
dikembangkan oleh guru kelas”. Begitu pentingnya guru dalam membangun
kemampuan berpikir siswanya, karena kemampuan berpikir kritis ini mampu
berkembang menjadi manusia yang kreatif. Oleh sebab itu sebagai pembina guru
harus mempunyai strategi untuk memotivasi dan mengembangkan kemampuan
berpikir siswa. Strategi pembelajaran ini harus dengan model pembelajaran yang
tepat dan mampu memberikan dampak terhadap dominasi siswa yang kreatif,
aktif, inovatif dan suasana menyenangkan. Djahiri (CICED, 1999: 6)
mengemukakan strategi pembelajaran yang hendaknya dilakukan guru adalah
sebagai berikut:
Sehubungan dengan masalah-masalah ini, maka diperlukan inovasi dalam
pembelajaran yang memungkinkan siswa mengembangkan kemampuan berpikir
kreatifnya. Strategi pembelajaran itu dioperasionalkan melalui berbagai metode
seperti ceramah bervariasi, Tanya jawab, diskusi, pemecahan masalah
(problemsolving), bermain peran, silmulasi, inkuiri, VCT, portofolio dan
sebagainya. Pembelajaran inovatif yang relevan dengan keterlibatan dan peran
aktif siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif adalah
pendekatan pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri.
Inkuiri yang dalam bahasa Inggris dari kata Inquire yang berarti
menanyakan, meminta keterangan, atau penyelidikan. Menurut Jutmini (2006:70),
hakikat inkuiri adalah merencanakan siswa untuk terlibat dalam berpikir. Berpikir
adalah kegiatan manusia yang intensif dan menyenangkan, karena dapat menata
keteraturan inteletual, menciptakan gagasan baru dan menyarankan solusi-solusi
baru. Dengan demikian model inkuiri ini dapat dikembangkan sebagai upaya
pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa.
Penggunaan model pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya (2009, 199-201)
terdapat beberapa prinsip yaitu, (1) berorientasi pada pengembangan intelektual;
(2) prinsip interaksi; (3) prinsip bertanya; (4) prinsip belajar untuk berpikir; dan
(5) prinsip keterbukaan. Menurut Sapriya (2009: 69-70), banyak ahli
menggunakan model pembelajaran inkuiri sebagai salah satu upaya
pengembangan khususnya kurikulum di sekolah-sekolah Australia dan Amerika
Serikat. Model pembelajaran inkuiri ini dikatakan sebagai salah satu cara untuk
lebih terpusat pada kebutuhan siswa (student-centered instruction) daripada
kepada guru (teacher-centered intruction) dan sebagai alternatif untuk
mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam belajar.
Menurut Gulo dalam Trianto (2007:135) model pembelajaran inkuiri
berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistimatis, kritis, logis,
analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh
percaya diri. Menurut Sanjaya (2009: 196) Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI)
adalah rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada poses berpikir
secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari
suatu masalah yang dipertanyakan. Menurut Piaget dalam Putrayasa (2003: 2)
model pembelajaran inkuiri merupakan salah satu pembelajaran yang
berlandaskan teori konstruksivistik sebagai upaya mempersiapkan situasi bagi
anak untuk melakukan eksperimen sendiri. Kemudian Wilson dalam Putrayasa
(2003: 3) menyatakan bahwa model inkuiri adalah sebuah model proses
pembelajaran yang merupakan suatu cara mengajar murid-murid bagaimana
belajar dengan menggunakan ketrampilan proses, sikap dan pengetahuan berpikir
rasional. Lebih lanjut Trowbridge (Putrayasa,2003: 4) mengatakan bahwa esensis
dari pengajaran inkuiri adalah menata lingkungan atau suasana belajar yang
berfokus pada siswa dengan memberikan bimbingan secukupnya.
Adapun langkah-langkah strategi pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya
(2009:201) yaitu; (1) Orientasi; (2) merumuskan masalah; (3) mengajukan
kesimpulan. Model pembelajaran inkuiri ini terdapat beberapa prinsip yang harus
diperhatikan oleh setiap guru (Sanjaya, 2009: 199), yaitu:
1)Berorientasi pada pengembangan Intelektual; model pembelajaran inkuiri selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar
2)Prinsip intraksi; prinsip ini menempatkan guru bukan hanya sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
3)Prinsip bertanya; berupa kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan.
4)Prinsip belajar untuk berpikir; pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal
5)Prinsip keterbukaan; yaitu suatu proses mencoba berbagai kemungkinan
Keunggulan metode inkuiri menurut Djahiri (1996:58) yaitu: (1)
meningkatkan ketrampilan dan kualitas hasil belajar; (2) menuntun siswa akrab
dengan kehidupan nyata; (3) melakukan kemahiran analisis dan argumentasi
rasional/berlandas; (4) mensosialisasikan siswa; (5) mendayagunakan aneka
sumber dan lingkungan belajar. Dengan demikian model pembelajaran inkuiri ini,
materi tidak disajikan begitu saja oleh guru, tetapi siswa menemukan sendiri dan
pengalaman terhadap konsep-konsep yang direncanakan guru.
Pentingnya pengembangan kemampuan berpikir kreatif bagi siswa,
mengajak guru untuk melakukan inovasi dalam melaksanakan pembelajaran.
Model pembelajaran inkuiri diharapkan dapat menjadikan pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan lebih menantang kemampuan berpikir kreatif dan
mengembangkan potensi siswa. Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan
penelitian pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan
Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa di SMA Negeri I
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka penulis
mengajukan rumusan masalah pokok penelitian ini, yaitu: “Bagaimana pengaruh
model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa?
Agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus pada pokok permasalahan,
maka masalah pokok tersebut penulis jabarkan dalam beberapa sub-sub masalah
sebagai berikut:
1) Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol pada pengukuran awal (pre-test)?
2) Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol pada pengukuran akhir (post-test)?
3) Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan
Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa?
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka variabel dan definisi operasional
dalam penelitian ini;
1)Variabel Penelitian
Variable X : model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan
Model ini pada dasarnya salah satu usaha dari guru untuk merangsang siswa
berpikir melalui berbagai bentuk pertanyaan serta adanya suatu proses pemecahan
mencari sesuatu secara kritis, analitis, argumentatif didukung data dan fakta.
Dengan demikian, siswa diberi kesempatan untuk dapat mengembangkan potensi
dirinya dengan lebih aktif dalam setiap kegiatan diskusi, Tanya jawab, mencari
info dengan melakukan penyelidikan terhadap berbagai data.
Variabel Y: pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa. Meliputi:
ketrampilan berpikir lancar (fluency), luwes (flexibility), orisinil (originality), dan
memerinci (elaboration).
Gambaran pola hubungan antar variabel penelitian dapat di lihat pada
gambar berikut ini :
Gambar1.1 Hubungan variabel bebas dan terikat
X : Model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan
Y: Kemampuan berpikir kreatif siswa
Dalam penelitian ini terdapat 2 Variabel, yaitu variabel bebas (X) model
pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan dan Variabel Terikat
(Y) kemampuan berpikir kreatif siswa. Dalam hal ini definisi operasionalnya;
1). Model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan
Model pembelajaran inkuiri adalah model untuk merangsang siswa
berpikir melalui berbagai bentuk pertanyaan serta adanya suatu proses pemecahan
masalah. Di samping itu, inkuiri metode mengajar menelaah sesuatu yang bersifat
mencari sesuatu secara kritis, analitis, argumentatif didukung data dan fakta.
Dengan demikian, siswa diberi kesempatan untuk dapat mengembangkan potensi
dirinya dengan lebih aktif dalam setiap kegiatan diskusi, tanya jawab, mencari
info dengan melakukan penyelidikan terhadap berbagai data.
2). Kemampuan berpikir kreatif siswa
Pandangan Costa (2006 dalam Munandar; 1999: 88) berpikir kreatif dapat
menumbuhkan, disiplin diri dan berlatih penuh, meliputi aktivitas mental : 1)
mengajukan pertanyaan, 2) mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak
lazim dengan pemikiran yang terbuka, 3) membangun keterkaitan, khususnya
diantara hal-hal yang berbeda, 4) memhubungkan-hubungkan berbagai hal yang
bebas, 5) menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru
dan berbeda, 6) mendengarkan intusi. Pandangan tentang pengertian dari berpikir
kreatif ini semua berpendapat sejalan walau pengungkapannya berbeda-beda.
Ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif sesuai apa yang dikemukakan oleh
Munandar (1999:88) yaitu: (1) Ketrampilan berpikir lancar (fluency) dengan ciri;
a) mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau pertanyaan;
b) memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal;c)selalu
memikrkan lebih dari satu jawaban. (2) Ketrampilan berpikir luwes (flexibility)
dengan cirri: a) Menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang lebih
bervariasi, b) Dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, c)
Mencari banyak alternative atau arah ang berbeda-beda, d) Mampu mengubah
(originally) dengan ciri; a)Mampu mengungkapkan hal yang baru dan unik, b)
Memikirkan car yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, c) Mampu membuat
kondisi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsure-unsur. (4) Ketrampilan
memerinci (elaboration) dengan cirri: a) Mampu memperkaya dan
mengembangkan suatu gagasan atau produk, b) Menambah atau memerinci secara
detail dari suatu obyek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
Tabel 1.1
- Pembelajaran PKn terkait dengan konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa
- Mendorong siswa untuk merumuskan masalah sendiri - Memberikan kesempatan siswa
untuk memberikan jawaban sementara sebagai perkiraan kemungkinan dari suatu masalah yang akan dikaji
- Mendorong siswa menemukan sendiri pengetahuan dari berbagai sumber
- Mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan - Mendorong siswa untuk
mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis
masalah dalam kehidupan. - Menjawab dengan sejumlah
jawaban jika ada pertanyaan - Lancar dalam mengungkapkan
gagasan-gagasannya
- Dapat dengan cepat melihat kesalahan atau kekurangan dari suatu obyek atau situasi - memberikan suatu pertimbangan
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini secara umum adalah untuk memperoleh gambaran
mengenai: Pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan
Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Sedangkan tujuan
khususnya adalah menggali, mengkaji, dan mengorganisasikan
informasi-argumentatif dan menguji hipotesis serta mengungkap:
1. Ada tidaknya perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol pada pengukuran awal (pre-test).
2. Ada tidaknya perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelas
eksperimenn dan kelas kontrol pada pengukuran akhir (post-test).
3. Ada tidaknya pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan
Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa?
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat secara teoritis
dan praktis.
1. Secara Teoritis
Bermanfaat bagi pengembangan ilmu Pendidikan Kewarganegaraan untuk
mengetahui pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan
2. Secara Praktis
a. Memberikan masukan kepada guru, sebagai peningkatan profesionalismenya
terutama dalam penerapan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan
Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa, yang mana
tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi
pembelajaran semata, tetapi lebih dari itu, guru harus berupaya membangun
kreativitas siswa.
b. Memberi pemahaman dasar kepada siswa bahwa model pembelajaran inkuiri akan dapat membantu siswa terhadap kemampuan berpikir kreatif untuk
kehidupan mereka sehari-hari.
c. Menambah wawasan penelitian bagi peneliti dalam memahami strategi dalam
mengaplikasikan model pembelajaran inkuiri untuk dijadikan sebagai
masukan dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga pembelajaran yang
peneliti lakukan menjadi lebih bermakna (meaningful learning)
E. Asumsi Penelitian
1. Model Pembelajaran Inkuiri menjadi kebutuhan bagi siswa karena; (1)
menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang menekankan kepada
aktivitas siswa secara maksimal, (2) seluruh aktivitas yang dilakukan siswa
diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang
dipertanyakan, sehingga dapat ditumbuhkan sikap percaya diri (selfbelief). (3)
kemampuan berpikir secara sistimatis, logis, kritis, kreatif atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.
2. Berpikir kreatif berangkat dari asumsi berpikir itu sendiri, bahwa berpikir
merupakan kegiatan manusia yang intensif dan menyenangkan, karena dapat
menata keteraturan inteletual, menciptakan gagasan baru dan menyarankan
solusi-solusi baru,
3. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran secara kurikuler
dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik
mampu: (a) berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan; (b) berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, serta antu korupsi; (c) berkembang secara positif dan demokratis
untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia
agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; (d) berinteraksi
dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memanfaatkan tehnologi informasi dan komunikasi.
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian yang penulis tetapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Tidak terdapat perbedaan kemampuan kreatif siswa antara kelas eksperimen
dan kelas control pada pengukuran awal (pre-test).
2. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelas eksperimen
3. Terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan
Kewarganegaraan terhadap hasil pengembangan kemampuan berpikir kreatif
siswa.
G. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan
desain penelitian Quasi- Experimental yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruhmodel pembelajaraninkuiri melalui terhadap kemampuan berpikir kreatif
siswa. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-equivalent control
group pre-test post-test design (Campbell dan Stanley, 1963:47).Dalam desain ini
kedua kelompok tidak dipilih secara random. Dengan desain ini sampel dibagi
dalam 2 kelompok yaitu satu kelompok dengan eksperimen dan satu kelompok
lagi dengan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen mendapat pembelajaran
dengan model pembelajaran inkuiri, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan
pembelajaran dengan model konvensional. Terhadap dua kelompok dilakukan
pre-test – post-test untuk melihat pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam
mengembangkan berpikir kreatif siswa
1. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas XIdi SMA Negeri 1 Kota
Tangerang, yang terdiri dari 6 kelas jurusan Science dan I kelas jurusan Sosial
dengan jumlah siswa 224 orang. Sampel penelitian diambil dua kelas yang tidak
IPA 1 sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 32 orang siswa dan kelas XI
IPA 2 sebagai kelompok kontrol dengan jumlah 32 orang siswa.
2. Tehnik pengumpulan data/Instrumen Penelitian dengan instrumen:
- Tes Uraian; untuk melihat kemampuan berpikir kreatif siswa.
- Non tes/ Tes Performance/Self Evaluation; untuk melihat kreativitas
siswa dalam Pembelajaran
- Angket; untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap penggunaan model
pembelajaran inkuiri dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif
siswa dengan SSHA (Survey of Study Habits and Attituddengan skala:
Selalu, Sering, Kadang – kadang, Jarang,Tidak Pernah
3. Tehnik Analisis Data
Penelitian ini dalam model kelompok eksperimen dan kelompok control,
dengan design pretest-posttest control group design. Analisis ini terdapat dua kali
analisis, pertama, menguji perbedaan awal kemampuan berpikir kreatif siswa
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Analisis kedua menguji
hipotesis yang diajukan. Dalam hal ini diajukan hipotesis ‘adanya pengaruh
positif pembelajaran model inkuiri terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa’
dengan demikian Analisis terhadap data dilakukan analisis ‘uji beda’ dengan
81
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Dan Alur Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi-
Experimental. Dalam penelitian, yang menjadi fokus adalah pengaruh model
pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap kemampuan
berpikir kreatif siswa. Penelitian bermaksud melihat hubungan sebab akibat.
Variabel bebas model pembelajaran inkuri dalam Pendidikan Kewarganegaraan,
sedangkan variabel terikatnya kemampuan berpikir kreatif siswa. Metode yang
digunakan adalah penelitian Quasi-Experimental (Best, 1982). Tujuan penelitian
eksperimen semu (Quasi eksperimen) adalah untuk memperoleh informasi yang
merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen
yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol
dan/atau memanipulasi semua variabel yang relevan (Suryabrata,2006:92).
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan
desain penelitian Quasi- Experimental yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa. Desain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah non-equivalent control group pre-test post-test design (Campbell dan
Stanley, 1963:47).Dalam desain ini kedua kelompok tidak dipilih secara random.
Dengan desain ini sampel dibagi dalam 2 kelompok yaitu satu kelompok dengan
Kelompok eksperimen mendapatkan model pembelajaran inkuiri dalam
Pendidikan Kewarganegaraan sedangkan kelompok kontrol mendapatkan
pembelajaran dengan model konvensional. Terhadap dua kelompok dilakukan
pre-test – post-test untuk melihat pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam
Pendidikan Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa seperti
yang digambarkan di bawah ini :
Tabel 3.1
Rancangan Penelitian dengan Kelompok Kontrol dan kelompok Eksperimen
KELOMPOK Pre- test Treatment Post- test
Eksperimen O X O
Kontrol O - O
Keterangan :
O : Tes awal (pre-test) dan tes akhir siswa (post-test)
X :Perlakuan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan
Alur penelitian diawali dengan studi literatur, mengkaji kurikulum
Pendidikan Kewarganegaraan SMA, buku paket kelas XI mencari materi yang
relevan dengan upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa untuk
dijadikan sumber dalam penyusunan instrumen berupa tes, angket dan bahan ajar.
Kemudian dilakukan validasi tes pada siswa SMA kelas XI yang sudah
mendapatkan materi tersebut. Validasi tes dilakukan untuk menganalisis
Penerapan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan
dilakukan pada satu kelas yang telah ditentukan sebelumnya. Tahap ini dimulai
dengan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa, kemudian diberikan
perlakuan berupa penerapan model pembelajaran inkuiri dan diakhiri dengan
posttest. Selanjutnya siswa diminta mengisi angket untuk mengetahui kemampuan
berpikir kreatif mereka dan tanggapan terhadap pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dengan model pembelajaran inkuiri. Langkah akhir diadakan
pengolahan dan analisis data untuk menyususn laporan. Alur penelitian ini
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Studi literatur tentang :
1) Buku Pelajaran Pkn Kelas XI
2) Kurikulum Pkn 2006 dan Kompetensi siswa 3) Model Pembelajaran Inkuiri
Merumuskan masalah dan menentukan tujuan penelitian
Penyusunan instrument
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas XI di SMA Negeri 1
Kota Tangerang, yang terdiri dari 6 kelas jurusan IPA dengan jumlah siswa 192
orang dan 1 kelas jurusan IPS dengan jumlah siswa 32 orang. Peneliti
menggunakan Purposive sampling untuk memilih kelas kontrol dan eksperimen.
Dari 6 kelas jurusan science yang ada, dipilihlah kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2
untuk menjadi kelas penelitian, dasar pemilihan kedua kelas tersebut ialah
kesamaan nilai rata-rata kelas hasil ujian semester ganjil 2010/2011. Kelas XI IPA
1 yang akan diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran
inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan dengan jumlah siswa 32 orang dan
kelas XI IPA 2 yang tidak diberi perlakuan atau dengan menggunakan model
pembelajaran yang konvensional dengan jumlah siswa 32 orang.
C. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut :
1) Tahapan persiapan
Persiapan yang dilakukan dalam penelitian meliputi :
1) Melakukan studi pendahuluan yang meliputi kajian teori tentang konsep
sengketa hubungan Internasional dan Hukum Internasional dengan model
pembelajaran inkuri dalam Pendidikan Kewarganegaraan
2) Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian.
3) Melakukan validasi instrumen.
2) Pelaksanaan
1) Melakukan uji coba tes, mengadakan pre testpada kelompok eksperimen
dan control untuk mengetahui pemahaman konsep awal siswa tentang
sengketa hubungan internasional dan hukum internasional.
2) Memperkenalkan dan menerapkan pembelajaran konsep sengketa hubungan
internasional dan hukum internasional dan model pembelajaran inkuiri
dalam Pendidikan Kewarganegaraan pada kelas eksperimen dan
pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
3) Memberikan post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk
mengetahui pemahaman konsep sengketa hubungan internasional dan
hukum internasional dengan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan
Kewarganegaraan setelah mendapat perlakuan.
4) Menyebarkan angket tanggapan siswa terhadap penggunaan model
pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan
3) Pengolahan dan Analisis Data
Menghitung daya gain yang dinormalisasi pemahaman konsep untuk kelas
kontrol dan eksperimen, melakukan uji normalitas data gain yang dinormalisasi,
melakukan uji homogenitas varians, melakukan uji kesamaan dua rata-rata, serta
D. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Upaya memperjelas konsep dari variabel yang diteliti sehingga
penafsirannya jelas, maka rumusan definisi operasional dari variabel penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Model Pembelajar Inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan (Variabel X)
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan model pembelajaran inkuiri
dalam Pendidikan Kewarganegaraan, adalah model pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Pembelajaran PKn dengan langkah orientasi
2) Pembelajaran PKn dengan langkah merumuskan masalah
3) Pembelajaran PKn dengan langkah mengajukan hipotesis
4) Pembelajaran PKn dengan langkah mengumpulkan data
5) Pembelajaran PKn dengan langkah menguji hipotesis
6) Pembelajaran PKn dengan langkah merumuskan kesimpulan
2. Kemampuan Berpikir Kreatif siswa (Variabel Y)
Dalam penelitian ini kemampuan berpikir kreatif adalah sebagai
kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah
berdasarkan data atau informasi yang tersedia, dimana penekanannya adalah pada
kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban. Kemampuan berpikir kreatif
dilakukan dengan melalui beberapa tahapan yaitu tahap persiapan, inkubasi,
a. Kelancaran yang ditandai dengan banyaknya gagasan kreatif yang
dikemukakan untuk mengatasi permasalahan sengketa hubungan internasional
dan hukum internasional
b. Keluwesan yang ditandai dengan adanya pengembangan gagasan dan
mudahnya berpindah dari satu reaksi ke reaksi lain pada permasalah sengketa
hubungan dan hukum internasional. Keluwesan diukur dengan melihat jawaban
tes siswa yaitu apakah hanya mengemukakan gagasan saja, dapat mentransfer
pemikiran pada materi yang dibahas dari satu reaksi ke reaksi yang lain sampai
dengan imajinasi siswa dalam melakaukan dalam melakukan pemecahan
masalah
c. Orisinalitas yang ditandai dengan sejauh mana isi konten menunjukkan
keaslian dan keunikan pemikiran pada permasalahan yang dibahas.
d.Elaborasi yang ditandai dengan adanya kerincian gagasan serta kemampuan
siswa dalam memodifikasi reaksi yang diberikan dengan reaksi yang lainnya
pada permasalahan yang dibahas.
E. Instrumen Pengumpulan Data 1. Strategi Pengembangan Instrumen
Instrumen merupakan pengukuran yang kredibel harus memenuhi syarat
validitas dan realibilitas. Suatu instrumen memenuhi syarat validitas jika dapat
mengukur apa yang seharusnya diukur. Sementara realibilitas menunjuk pada
konsisten, akurasi dan stabilitas nilai skala pengukuran (Komalasari, 2008).
Berdasarkan hal itu, maka strategi pengembangan instrumen dilakukan
a. Melakukan analisis deduktif, yaitu mengembangkan instrumen berdasarkan
teori model pembelajaran berbasis inkuiri (inquiry based learning) dan
kemampuan berpikir kreatif siswa yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.
Hal ini untuk memenuhi validitas isi(content validity), yaitu bahwa item-item
instrumen mencerminkan domain konsep dan variabel yang akan diteliti. Untuk
itu maka dibuat kisi-kisi instrumen. Penelitian yang digunakan untuk
mengukur variabel model pembelajaran inkuiri dalam PKn berbasis inkuiri
(Variabel X) adalah angket skala SSHA (Survey of Study Habits and
Attitudes) dengan skala berikut : 5= Selalu; 4= Sering; 3 = Kadang-kadang; 2=
Jarang; 1= Tidak pernah. Sedangkan untuk mengukur variabel kemampuan berpikir
kreatif siswa (Variabel Y) menggunakan tes uraian dan mengukur kemampuan
berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran menggunakan non tes berupa tes
performance/self evaluation dengan skala SSHA (Survey of Study Habits and
Attitudes) dengan skala berikut : 5= Selalu; 4= Sering; 3= Kadang-kadang; =
Jarang; 1= Tidak pernah. Tes uraian yang dikembanggkan untuk mengetahui
kemampuan siswa dalam berpikir kreatif berkaitan dengan materi Hukum Internasional
dan Sengketa Internasional. sebelum digunakan untuk mengumpulkan data, dilakukan
uji validitas isi (content validity) kepada tiga orang guru PKn. Pemilihan guru tersebut
dilakukan dengan alasan guru tersebut telah cukup lama mengajar PKn, memiliki latar
belakang PKn dan telah lulus Sertifikasi sehingga guru tersebut dianggap telah cukup
ahli dalam pembelajaran PKn.
b. Melakukan analisis penyebaran instrumen uji coba yang kemudian dianalisis
kepada 31 siswa kelas 11 IPA-4 SMAN 1 TAngerang yang telah terlebih
dahulu mempelajari konsep Hal ini dilakukan untuk melakukan pengujian
validitas yaitu menguji tingkat keandalan atau kesahihan suatu alai ukur. Validitas
dilakukan melalui internal atau konstruk (construct validity). Validitas konstruk
berkaitan dengan tingkatan skala instrumen yang hares mencerminkan dan berperan
sebagai konsep yang sedang diukur.induktif, dengan mengumpulkan data terlebih
dahulu melaui
c. Bersamaan dengan langkah kedua dan melalui data angket hasil uji coba yang sama,
dengan teknik analisis yang sama pula, dilakukan pengujian validitas ekstemal atau
criteria (criteria validity). Validitas eksternal menyangkut tingkatan skala
instrumen yang mampu mempredikasi variabel yang dirancang sebagai
kriteria. Item dinyatakan valid jika koefisien signifikansi pada table
correlations < taraf kepercayaan yang ditetapkan sebesar 0,05 (p value <0,05).
Jika sebaliknya yang terjadi, yaitu p value >0, 05, maka item dinyatakan tidak
valid.
d. Melakukan pengujian reliabilitas instrumen. Uji ini dilakukan untuk
mengukur sejauhmana pengukuran dapat dipercaya dan sejauh mana skor hasil
pengukuran terbebas dari kekeliruan ukur (measurement error). Dengan demikian
reliabilitas adalah kepercayaan hasil suatu pengkuran yang konsisten bila
dilakukan pada waktu yang berbeda terhadap responden, sehingga instrumen
penelitian dianggap dapat dipercaya, handal dan ajeg. Pengujian dilakukan
perhitungan > 0,7 , maka instrumen dinyatakan reliabel (Kaplan dan Saccuzzo,
1993).
e. Melakukan pengujian Daya Beda. Untuk tes uraian mengukur kemampuan
berpikir kreatif siswa dilakukan analisa daya pembeda, analisis ini dilakukan
untuk mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui
kesangggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu
(berpengetahuan tinggi) dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah.
Artinya, bila soal diberikan kepada anak yang mampu, hasilnya menunjukkan
hasil yang tinggi, dan bila diberikan kepada anak yang kurang, hasilnya akan
rendah (Sudjana, 1990: 141). Perhitungan daya beda pada setiap butir soal
uaraian digunakan rumus:
DP= atau DP =
(Suherman dan Sukjaya, 1990 ) Keterangan:
DP = Daya Pembeda
M = skore maksimal setiap soal
= jumlah skore seluruh siswa kelompok atas
= jumlah skore seluruh siswa kelompok bawah
= jumlah siswa kelompok atas
= jumlah siswa kelompok bawah
Kategori interpretasi daya beda menurut Suherman dan Sukjaya (1990)
adalah :
DP ≤ 0,00 : sangat jelek 0,00 < DP ≤ 0,20 : jelek
f. Melakukan pengujian tingkat kesukaran. Untuk tes uraian mengukur
kemampuan berpikir kreatif siswa dilakukan analisa tingkat kesukaran. Analis ini
dilakukan untuk mengukur tingkat kesukaran tiap butir soal dihitung dengan
rumus:
TK =
atau DP = (Suherman dan Sukjaya, 1990 ) Keterangan:
TK = Tingkat Kesukaran M = skore maksimal setiap soal
= jumlah skore seluruh siswa kelompok atas
= jumlah skore seluruh siswa kelompok bawah
= jumlah siswa kelompok atas
= jumlah siswa kelompok bawah
Kategori interpretasi daya beda menurut Suherman dan Sukjaya (1990) adalah :
TK ≤ 0,00 : terlalu sukar 0,00 < TK ≤ 0,30 : sukar 0,30 < TK ≤ 0,70 : sedang
0,70 < TK ≤ 1,00 : mudah TK = 1,00 : terlalu mudah
2. Hasil pengujian Validitas, Reliabilitas, Daya Beda dan Tingkat Kesukaran a. Uji Validitas
1) Variabel X
Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan korelasi PASW 18
(perhitungan selengkapnya lihat lampiran 2. Berdasarkan hasil analisis
sebagaimana terlihat pada tabel di atas, hanya item pernyataan item 1, 2, 3, 4, dan
5 yang tidak valid (lebih kecil dari koefisien korelasi/r tabel). Validitas item nilai
4 yang tidak valid (lebih kecil jika dibandingkan dengan r tabel). Dengan
demikian item 5 sampai 36 atau total 31 item pernyataan dinyatakan valid (sohih)
untuk mengukur variabel yang diteliti.
2) Variabel Y
Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan korelasi PASW 18
(perhitungan selengkapnya lihat lampiran 3), Berdasarkan hasil analisis validitas
item instrument Y diperoleh hasil hanya item 1, 2, 3, dan 4 yang tidak valid,
karena koefisien korelasinya lebih kecil dari r table N= 24 yaitu 0,388 pada taraf
signifikansi 5%. Dengan demikian item pernyataan 5 s.d. 24 atau 21 item
dinyatakan valid (sahih) untuk digunakan sebagai alat pengambilan data
penelitian.
b. Uji Reliabilitas
1) Variabel X
Hasil analisis reliabilitas instrument variabel X menggunakan PASW 18
diperoleh hasil sebagaimana dijelaskan dalam tebel berikut:
Tabel: 3.2 Reliabilitas Instrumen X
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.984 .983 36
Koefisien Reliabilitas sangat tinggi yaitu: 0,984. Ini menunjukkan
koefisien korelasi p value hasil perhitungan ≥ 0,70 berarti instrumen dinyatakan
2) Variabel Y
Hasil analisis reliabilitas instrumen variabel Y menggunakan
PASW 18 diperoleh hasil sebagaimana dijelaskan dalam tebel berikut:
Tabel: 3.3 Reliabilitas Instrumen Y
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.968 .961 24
Koefisien Reliabilitas sangat tinggi yaitu: 0,968. Ini menunjukkan
koefisien korelasi p value hasil perhitungan ≥ 0,70 berarti instrumen dinyatakan
reliabel, dengan demikian instrumen terpercaya untuk pengambilan data
penelitian.
c. Uji Daya Beda
Berdasarkan hasil uji daya beda terhadap pertanyaan uraian pengukuran
Tabel 3.4 Hasil Uji Daya Beda
Kriteria Jumlah pertanyaaan Prosentasi Nomor
Pertanyaan
Sangat Jelek - -
Jelek 1 12,5 1.3
Cukup - -
Baik 6 75 1.1, 1.2, 1.4, 2.1,
2.3, 2.4
Sangat Baik 1 12,5 2.2
Dengan demikian ada 1 pertanyaan yang harus diperbaiki, dan 6
pertanyaan dianggap baik dan 1 pertanyaan sangat baik yang perlu dipertahankan.
d. Uji Tingkat kesukaran
Berdasarkan hasil uji tingkat kesukaran terhadap tes uraian pertanyaan
Tabel 3.5
Hasil Uji Tingkat Kesukaran Kriteria Jumlah
pertanyaan
Persentasi Nomor pertanyaan
Sukar 1 12,5 2.3
Sedang 4 50 1.2, 1.4, 2.1, 2.2, 2.4
Mudah 3 37,5 1.1, 1.3
Sebagian besar soal berada pada kategori sedang yaitu 62,5 %. Kategori
sukar dan mudah hampir sama, hanya dibedakan satu soal. Analisis lebih lanjut
terhadap kondisi diatas berdasarkan masukan analisis isi dari pembimbing dan
teman sejawat.
F. Teknik Analisis Data
Setelah penelitian diperoleh data. Data tersebut merupakan data mentah
yang harus diolah agar dapat memberikan gambaran nyata mengenai
permasalahan yang diteliti dan memberikan arah untuk mengkajian lebih lanjut.
Sebelumnya terlebih dahulu diadakan uji persyaratan data:
1.Uji normalitas kelompok data menggunakan uji 1-Sampel K-S
2. Uji Linearitas dengan menggunakan uji Durbin Watson
Setelah teruji, bahwa kelompok data itu berdistribusi normal dan
homogen, kemudian kelompok data itu dianalisis dengan t-test hal ini untuk
mengetahui menguji hipotesis sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya.
parametrik sebagai berikut:
1. Menyeleksi data
Menyeleksi data agar dapat diolah lebih lanjut, yaitu dengan memeriksa
jawaban responden sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
2. Menentukan bobot nilai
Penentuan bobot nilai untuk setiap kemungkinan jawaban pada setiap item
variabel penelitian dengan menggunakan skala penilaian yang telah
ditentukan, kemudian menentukan skornya.
3. Pemberian koding
Untuk setiap jawaban pada angket selanjutnya skor tersebut dijumlahkan.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan jawaban responden
secara umum terhadap setiap variabel penelitian .
Rumus:
P = ×100%
Χ Χ
id
Dengan keterangan:
P = Prosentase skor rata-rata yang dicari
X = Skor rata-rata setiap variabel
id
Χ = Skor rata-rata ideal setiap variabel
4. Melakukan analisis secara deskriptif, untuk mengetahui kecenderungan data.
Dari analisis ini dapat diketahui rata-rata median, standar deviasi, dan varians
5. Pemeriksaan distribusi populasi data sampel
Pengujian distribusi populasi dari data sampel bertujuan untuk mengetahui
sebaran dari populasi data sampel yang diperoleh, apakah data sampel berasal
populasi yang berdistribusi normal atau distribusi teoritis lainnya. Hal ini
sangat berpengaruh terhadap pemilihan uji statistik yang dipergunakan
apakah prametrik atau nonparametrik. Dalam penelitian ini, data sampel yang
diperoleh diasumsikan berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Oleh
karena itu, pengujian atas asumsi tersebut dilakukan dengan uji kecocokan
atau lebih dikenal sebagai uji kolmogorov-smirnov. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan bantuan software statistik SPSS.
6. Uji homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji variansi data gain yang
dinormalisasi dua kelompok dengan rumus:
F =S² besar S² kecil Kriteria (Sudjana, 1996):
Pada taraf signifikansi α, variansi sampel dikatakan homogen jika: F ( Ftab
denganFtabel = F1/2α,(v1,v2).
7. Uji t-test berkorelasi (related) atau dengan rancangan desain quasi ekperimen
dengan kelompok kontrol pada taraf signifikan α = 0,05.
8. Uji-r digunakan untuk melihat korelasi antara data dua kelompok yang diteliti.
pengaruh atau signifikansi dan diteminasi (derajat keberartian) pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen.
Kriteria pengujian adalah sebagai berikut :
1) Jika untuk antar baris rh>rt, maka ada perbedaan signifikan.
2) Jika untuk antar kelompok rh>rt, maka ada perbedaan signifikan.
Rumus statistik yang digunakan untuk membuktikan perbedaan
kemampuan siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuiri dan yang tidak
dalam pembelajarn PKn adalah sebagain berikut:
x̅ - x̅
t = √
S12 + S22 - 2r S1S2
√n1 √n2
Dimana:
x̅ : Rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar menggunakan model inkuiri.
x̅ Rata-rata kemampuan kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar tidak menggunakan model inkuiri.
S1 : Simpangan baku kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar
menggunakan model inkuiri.
S2 : Simpangan baku kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar
tidak menggunakan model inkuiri.
S12 : Varians kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar
menggunakan model inkuiri.
S22 : Varians kemampuan kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar
G. Hipotesis Statistik
1. H0 : kemampuan berpikir kreatif siswa tidak menggunakan model inkuiri lebih
kecil atau sama dengan kemampuan berpikir kreatif menggunakan model tradisional.
Ha : kemampuan berpikir kreatif siswa menggunakan model inkuiri lebih besar atau sama dengan kemampuan berpikir kreatif menggunakan model tradisional. 2. H0 : µ1≤µ2
Ha : µ1≥ µ2
Keterangan : H0 : hipotesis nol
Ha : hipotesis analisis
µ1 : rata-rata nilai kemampuan berpikir kreatif siswa menggunakan
model inkuiri
µ2 : rata-rata nilai kemampuan berpikir kreatif siswa tidak menggunakan
model inkuiri
H. Skenario Penelitian Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Kemampuan Kreatif Siswa
Langkah-langkah yang digunakan peneliti dalam melaksanakan eksperimen
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Peneliti melaksanakan tahap pra penelitian
Memberikan penjelasan kepada kepada teman sejawat yaitu guru PKn (Bu
Rina Octara, Bu Astri) dan semua teman (Bu tina, De Mardianto, P Gani dan
Giri) yang terlibat dalam penelitian ini mengenai kegiatan pembelajaran yang
akan dilakukan baik untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Penjelasan
diterapkan di kelas eksperimen dan langkah-langkah pembelajaran yang akan
dilaksanakan dalam pembelajaran pada standar kompetensi Hukum Internasional
dan Sengketa Internasional. Penjelasan dalam menggunakan model pembelajaran
inkuiri, agar pada saat diterapkan dalam pembelajaran mereka telah cukup
menguasai langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan. Selain itu,
memberikan penjelasan mengenai tahap-tahap berpikir kreatif dan kemampuan
berpikir kreatif yang akan diukur dalam penelitian.
Peneliti memberikan penjelasan kepada siswa di kelas eksperimen yaitu
kelas XI IPA-2 mengnai pembelajaran yang akan diterapkan dalam pembelajaran
PKn serta mempersiapkan hal-hal yan berhubungan dengan penelitian seperti
pembagian kelompok belajar dan memotivasi siswa untuk mencari dan membawa
artikel Sengketa Internasional serta menunjuk dua orang siswa khusus mencari
untuk dipresentasikan tentang Penjara Guatonamo. Penjelasan mengenai
pembelajaran yang akan dilakukan tanpa memberitahu siswa bahwa mereka
menjadi objek penelitian
Setelah melakukan tahap pra penelitian, dilakukan pretest atau tes awal dikelas
eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan soal tes uraian dan angket
selfevaluation untuk mengetahui gambaran mengenai kemampuan berpikir kreatif
siswa sebelum diberi perlakuan. Tes awal untuk kedua kelas ini dilaksanakan
padanhari yang sama yaitu hari selasa selama 90 menit atau 1 kali pertemuan
2. Melaksanakan penelitian dikelas eksperimen maupun kelas kontrol.
Pelaksanaan penelitian di kedua kelas dilakukan oleh peneliti, sedangkan
rekan yang membantu selama pelaksanaan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan
sesuai dengan jadwal mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang telah
ditetatpkan sekolah, sehingga tidak mengganggu suasana pembelajaran di sekolah.
Pada kelas eksperimen, pelaksanaan pembelajaran selama 90 menit (2x45 menit)
melalui langkah-langkah model pembelajaran inkuiri yang dimulai dari kegiatan
awal, kegiatan inti sampai dengan kegiatan akhir selama tiga kali pertemuan.
- Orientasi.
Pada kegiatan awal guru, pembelajaran dimulai dengan mengucapkan
salam pembuka, diikuti dengan apersepsi dan memotivasi siswa dalam
melaksanakan pembelajaran, dan menjelaskan tujuan pembelajaran.
pertemuan ini sebagai langkah orientasi
- Merumuskan Masalah dan Hipotesis.
Kegiatan Inti yang dilaksanakan dengan tiga kali pertemuan. Pertemuan
pertama dimulai dengan memahami Hukum Internasional dengan cara
guru mendengarkan lagunya Michael Heart berjudul We Will Not Go
Down. Lagu ini siswa harus bisa menghubungkannya dengan materi
sebelumnya yaitu Hubungan Internasional dan asas Hubungan
Internasional, karena materi ini dasar memahami konsep pada pertemuan
kedua. Kedua memahami konsep Hukum Internasional dengan kerja
kelompok dan Pertemuan ketiga dengan topik Sengketa Internasional.
Lagu tersebut siswa diharapkan mampu merumuskan masalah dan
berhipotesis tentang pentingnya Hubungan dan Hukum Internasional
- Mengumpulkan Data dan Menguji Hipotesis.
Memahami konsep Hukum Internasional dengan dibentuk 4 kelompok,
dimana pada kelompok 4 diharapkan akhirnya mampu menghasilkan
sebuah konsep Hukum Internasional sesuai dengan pikiran mereka
sendiri. Pertemuan ketiga dengan topik Sengketa Internasional dimulai
dari tahap pemilihan topik dengan cara siswa sendiri memilih masalah
Sengketa Internasional yang mereka Download dari internet lalu dibentuk
kelompok. Pada tahap pembelajaran kelompok, guru mengorganisasikan
siswa untuk merencanakan prosedur kerja model pembelajaran inkuiri.
Siswa menentukan rumusan masalah, hipotesisnya, mengumpulkan data
sebagai bahan jawaban yang dapat diterima untuk menguji hipotesis,
setelah itu siswa harus menyimpulkan kerja kelompoknya dengan
presentasi sebagai upaya merumuskan kesimpulan. Pada saat presentasi,
yang melaporkan hasil kerja kelompoknya adalah perwakilan kelompok
yang dilengkapi oleh anggota kelompok lainnya. Guru membantu siswa
selama kerja kelompok dan presentasi .
- Merumuskan Kesimpulan
Kegiatan akhir pada pembelajaran yaitu guru memberikan penguatan
tentang materi yang telah dibahas, diikuti dengan memberikan
kesempatan pada siswa untuk bertanya yang kemudian ditutup dengan
cara bersama-sama menyimpulkan materi yang telah dibahas. Di kelas
kontrol pembelajaran dilaksanakan juga selama 90 menit (2x45 menit)
dilakukan meliputi kegiatan awal sama seperti dikelas eksperimen.
Kegiatan inti guru menyajikan materi pelajaran seperti didalam buku
paket, dan kegiatan akhir guru memerikan penguatan atas materi yang
telah disajikan sebelumnya dan memberikan kesempatan pada siswa
untuk bertanya akhirnya ditutup dengan kesimpulan.
Melaksanakan tes akhir atau posttest untuk mengetahui kemampuan
berpikir kreatif siswa setelah diberi perlakuan untuk kelas eksperimen dan
yang tanpa diberi perlakuan untuk kelas kontrol. Tes akhir ini dilakukan
pada hari yang sama untuk kedua kelas pada jam pelajaran yang ditetapkan
hari Selasa untuk 1 kali pertemuan.
3. Pada pertemuan akhir setelah pembelajaran di kelas Eksperimen dilakukan,
siswa diberi angket. Di kelas eksperimen menggunakan 2 macam angket, satu
angket untuk mendapatkan gambaran mengenai tanggapan siswa tentang
penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dan angket kedua angket berupa self evaluation atau tes
performance untuk melihat kemampuan berpikir kreatif siswa dalam
160 BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pengujian terhadap hipotesis yang dilakukan oleh
peneliti serta hasil pembahasan yang didapat, secara umum dapat disimpulkan
bahwa penggunaan model pembelajaran inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan
berpikir kreatif siswa pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA
Negeri I Tangerang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi
penggunaan model pembelajaran inkuiri, semakin efektif untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa pada pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Kenyataan tersebut dapat dilihat dari peningkatan yang terjadi
setiap indikator kemampuan berpikir kreatif yang meliputi kelancaran, keluwesan,
originalitas, dan elaborasi.
Secara khusus, kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Hasil uji hipotesis ada perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara
kelas eksperimen dan kelas control pada pengukuran awal (pre- test) tetapi
tidak berpengaruh secara nyata. Hasil uji hipotesis tersebut menunjukkan
bahwa kemampuan dasar siswa dalam berpikir kreatif sebelum perlakuan
antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama
2. Hasil pengujian hipotesis kedua membuktikan bahwa terdapat perbedaan
kemampuan berpikir kreatif antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol