• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA : Penelitian Quasi-Experimental di SMAN I Tangerang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA : Penelitian Quasi-Experimental di SMAN I Tangerang."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan

manusia yang memikirkan bagaimana menjalani kehidupan sebagai upaya

mempertahankan hidup manusia dalam mengemban tugas sebagai makhluk

ciptaan Tuhan. Pendidikan hendaknya mampu mendukung upaya menjalani

kehidupan tersebut. Pendidikan hendaknya juga mampu mengembangkan potensi

siswa, sehingga mereka mampu menghadapi dan memecahkan problema

kehidupan yang ada saat ini dan akan datang. Hal ini sejalan dengan

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 dalam Bab I yakni:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Konsep pendidikan di atas akan semakin penting ketika seseorang harus

memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja. Pernyataan ini didukung

Djahiri (1996:3) bahwa pendidikan merupakan upaya yang terorganisir, berencana

dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) ke arah membina

manusia/peserta didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya. Dengan

demikian pendidikan sebagai upaya pengembangan potensi siswa harus dilakukan

dalam usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan jelas, ada tahapannya dan ada

(2)

Salah satu masalah yang dihadapi Pendidikan adalah lemahnya kualitas

proses pembelajaran. Proses pembelajaran masih menekankan pada fakta dan

informasi, di kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghapal, lebih

mementingkan isi daripada proses, menganggap apa yang diketahui dapat

diamalkan siswa serta siswa kurang diarahkan kepada pembelajaran yang

menghubungkan dirinya dengan kehidupan sehari-hari. Tugas, metode, bahan

pelajaran disajikan secara keseluruhan, keberhasilan belajar ditentukan guru,

siswa kurang dilibatkan dalam pemecahan masalah, materi pelajaran tidak

mengaitkan isu-isu yang kontemporer. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa

kompetensi tenaga guru kita yang masih lemah, sarana prasarana yang minim,

materi dan sumber belajar yang kurang, kondisi lingkungan belajar yang tidak

baik, metode mengajar yang konvensional, faktor psikologi siswa yang kurang

diperhatikan serta latar belakang sosial budaya dan ekonomi guru yang kurang.

Bagaimana dengan Pendidikan Kewarganegaraan? Sejak

diimplementasikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan (persekolahan

maupun perguruan tinggi), Pendidikan Kewarganegaraan menghadapi berbagai

kendala dan keterbatasan. Kendala dan keterbatasan tersebut adalah: (1) masukan

instrumental (instrumental input) terutama yang berkaitan dengan kualitas

guru/dosen serta keterbatasan fasilitas dan sumber belajar, serta (2) masukan

lingkungan (environmental input) terutama yang berkaitan dengan kondisi dan

situasi kehidupan politik negara yang kurang demokratis. Dengan demikian,

pelaksanaanPendidikan Kewarganegaraan tidak mengarah pada misi sebagaimana

(3)

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada jenjang persekolahan

akan mampu membentuk karakter jika dilakukan secara kontekstual, bukan

tekstual. Bukan suatu rahasia lagi, bahwa pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan selama ini lebih menitikberatkan pada tekstual daripada

kontekstual dan diberikan secara indoktrinasi, sehingga pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan hanya terjadi informasi dan komunikasi satu arah, siswa pasif

dan hanya mendengarkan apa yang diceramahkan oleh guru, akibatnya siswa

hanya memperoleh materi yang sifatnya hafalan saja dengan mengorbankan

pengembangan critical thinking, yang tidak banyak memberikan kesempatan pada

siswa untuk mengemukakan gagasan atau pikiran-pikirannya.Dengan demikian,

pendekatan pembelajaran seperti itu akan sulit untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan termasuk dalam rangka

mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Selama ini proses belajar-mengajar Pendidikan Kewarganegaraan lebih

berorientasi pada pengembangan kognitif siswa, ini pun masih bersifat kognitif

rendah, padahal karakter Pendidikan Kewarganegaraan ini lebih terfokus pada

aspek afektif dan psikomotor. Akibatnya guru hanya banyak memberikan materi

pembelajaran yang sifatnya hafalan. Sementara aspek afektif tidak tersentuh

apalagi psikomotor. Oleh karena itu, tidak heran apabila perilaku siswa tidak

berubah ke arah yang diharapkan, begitu juga kemampuan berpikir kritis siswa

kurang tampak. Apabila fenomena seperti itu yang ada, maka dapat dikatakan

(4)

potensi siswa sebagai makhluk berpikir. Berkaitan dengan hal tersebut, menurut

Djahiri (2002:93) bahwa:

”salah satu pembaharuan dalam Pendidikan Kewarganegaraan ialah pola/strategi pembelajarannya, yang mana siswa bukan hanya belajar tentang hal ihwal (materi pembelajaran) Pendidikan Kewarganegaraan melainkan juga belajar ber-Pendidikan Kewarganegaraan atau praktik, dilatih uji coba dan mahir serta mampu membakukan diri, bersikap perilaku sebagaimana isi pesan Pendidikan Kewarganegaraan”.

Jadi, dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan itu bukan hanya

memberikan informasi yang bersifat kognitif semata, tetapi harus menitik

beratkan pada aspek afektif dan psikomotor. Hal ini yang sampai sekarang belum

mampu dilaksanakan oleh guru secara optimal, sehingga pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan hampir tidak ada bedanya dengan pembelajaran mata pelajaran

lainnya, padahal Pendidikan Kewarganegaraan ini mempunyai karakter berbeda

dangan mata pelajaran lain, akibatnya kualitas Pendidikan Kewarganegaraan

hanya dilihat dari segi kemampuan kognitif siswa semata.

Dalam standar isi dinyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada dua tujuan utama. Pertama,

pembentukan warga negara Indonesia yang memahami dan mampu melaksanakan

hak-hak dan kewajibannya. Kedua, pengembangan warganegara Indonesia yang

cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945. Pendidikan

Kewarganegaraan mengemban kualitas warga negara yang mencakup “ spiritual

development, sense of individual responsibility, and reflective and automous

personality”(Lee, 1999 dalam Winataputra dan Budimansyah, 2007: 3), serta misi

(5)

Kewarganegaraan ini dituntut untuk mengembangkan kurikulum dan

pembelajaran yang berorientasi pada konsep “contextualized multiple

intelligence" dalam nuansa lokal, nasional dan global”(Cheng, 1999 dalam

Winataputra dan Budimansyah, 2007: 3).

Berdasarkan karakter di atas pada abad ke 21 ini Pendidikan

Kewarganegaraan dituntut untuk membentuk manusia yang unggul. Manusia

yang unggul secara intelektual, anggun secara moral, kompeten menguasai ilmu

pengetahuan dan teknologi serta memiliki komitmen tinggi untuk berbagai peran

sosial yang akhirnya menjadi warga negara yang multidimensional. Menurut

Cogan (1998: 2-3) warga Negara yang multidimensional memiliki lima atribut

pokok yaitu:…”a sense of identity; the enjoyment of certains right; the fufilment

of corresponding obligations; a degree of interest and involvement in public

affairs; and an acceptance of basic social values”. Pengertian dari pendapat

Cogan ini, hendaknya Pendidikan Kewarganegaraan mengembangkan warga

negara yang memiliki lima ciri utama yaitu: jati diri, kebebasan untuk memiliki

hak tertentu, pemenuhan kewajiban-kewajiban terkait, tingkat minat dan

keterlibatan dalam urusan publik dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan.

Pendidikan Kewarganegaraan dalam menghadapi era globalisasi ini juga

hendaknya mengembangkan kompetensi kewarganegaraan (civic competence).

Aspek-aspek kompetensi kewarganegaraan meliputi pengetahuan

kewarganegaraan (civic knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skills),

(6)

Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) di Indonesia dalam

kecendrungan globalisasi ini ditempatkan sebagai salah satu bidang kajian yang

mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melaui koridor

“value-based education”. Kerangka sistemik Pendidikan Kewarganegaraan ini

menurut Budimansyah (2008a: 180) dibangun atas paradigma sebagai berikut:

(1)Secara kurikuler bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab; (2) Secara teoritik memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif dan psikomotor (Civic Knowledge, Civic Disposition, dan Civic Skills) yang bersifat konfluen atau saling dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara; (3)Secara programatikmenekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep dan nilai, konsep moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis dan bela Negara.

Dengan demikian perlu dicarikan solusi, sehingga memasuki abad ke 21

atau global ini mampu menjadi manusia yang berkualitas sesuai visi dan misi

Pendidikan Kewarganegaraan. Manusia yang mampu berhadapan dengan

kompetisi global yang tidak hanya menguasai tehnologi tetapi juga keunggulan

seperti mampu berkomunikasi, berdiplomasi, dan mengajukan argumentasi yang

bisa diterima. Untuk bekal ini harus dipersiapkan sedini mungkin dengan selalu

melatih dan menumbuhkan kemauan berpikir kritis, kreatif dan inovatif.

Asumsinya dengan kemampuan di atas akan terwujud apabila diikuti iklim

penyelenggaraan belajar yang kondisif, yang mana proses belajarnya ada

(7)

perasaan senang terbuka, dan tanpa ada rasa takut, serta tekanan dari guru dan

murid lainnya. Penyelenggaraan belajar ini sesuai dengan Tujuan Pendidikan

Nasional yang dirumuskan dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003, Pasal 3

yang mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada Tuahn Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.

Khusus Pendidikan Kewarganegaraan, di dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun

2003 tersebut ditegaskan bahwa materi kajian Pendidikan Kewarganegaraan wajib

termuat baik dalam kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah maupun

kurikulum Pendidikan Tinggi (pasal 37). Pendidikan Kewarganegaraan

merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan

kewarganegaraan yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan

kewajiban untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil dan

berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (BSNP, 2006). Mata

pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah

yang diberikan selama 2 jam pelajaran per minggu bertujuan agara peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi.

(8)

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan tehnologi informasi dan komunikasi.

Berdasarkan kemampuan ini, maka proses pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan seharusnya diarahkan pada pembelajaran yang memiliki

kemampuan penguasaan, pengetahuan, keterampilan, pengembangan sikap dan

kemampuan sikap berpikir kreatif dan inovatif dalam memecahkan berbagai

masalah yang timbul balik politik, ekonomi, sosial budaya baik individu maupun

sebagai anggota kelompok masyarakat.

Berpikir, memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru

merupakan kegiatan yang kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang

lainnya, karena suatu masalah tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak

masalah memerlukan pemecahan baru melalui berpikir kreatif. Munandar

(2009:31) mengemukakan alasan kemampuan berpikir kreatif pada diri siswa

perlu dikembangkan: pertama, dengan berkreasi maka orang dapat mewujudkan

dirinya (selfactualization), dan ini merupakan kebutuhan setiap manusia untuk

mewujudkannya. Kedua, sekalipun setiap orang memandang bahwa kemampuan

berpikir kreatif itu perlu dikembangkan, namun perhatian terhadap pengembangan

kemampuan berpikir kreatif itu belum memadai khususnya dalam pendidikan

formal. Ketiga, bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat tapi juga

memberikan kepuasaan tersendiri. Keempat, kreativitaslah yang memungkinkan

manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk hal ini, manusia

menyadari bagaimana para pendahulu yang kreatif telah banyak menolong dalam

(9)

Berpikir kreatif tidak akan lepas dari kreativitas. Menurut Suryadi

(2001:7) kreativitas merupakan kemampuan seorang untuk melahirkan sesuatu

yang baik, berupa gagasan maupun karya yang relatif berbeda dari apa yang ada

sebelumnya, juga merupakan suatu kemampuan yang bersifat spontan, terjadi

karena adanya arahan yang bersifat internal, dan keberadaannya tidak dapat

diprediksi. Torrance (1969) menjelaskan bahwa kreativitas adalah sebagai proses

dalam memahami sebuah masalah, mencari solusi-solusi yang mungkin menarik

hipotesis, menguji dan mengevaluasi, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada

orang lain.

Pandangan Costa (2006 dalam Munandar, 1999: 88) berpikir kreatif dapat

menumbuhkan, disiplin diri dan berlatih penuh, meliputi aktivitas mental : 1)

mengajukan pertanyaan, 2) mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak

lazim dengan pemikiran yang terbuka, 3) membangun keterkaitan, khususnya di

antara hal-hal yang berbeda, 4) menghubungkan-hubungkan berbagai hal yang

bebas, 5) menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru

dan berbeda, 6) mendengarkan intuisi. Pandangan tentang pengertian dari berpikir

kreatif ini semua berpendapat sejalan walau pengungkapannya berbeda-beda.

Penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif berhubungan

erat dengan cara mengajar. Dalam suasana yang tidak tertekan, yang mana belajar

atas prakarsa sendiri, guru menaruh kepercayaan terhadap kemampuan anak

untuk berpikir dan berani mengemukakan gagasan baru ketika siswa diberi

kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhannya, dalam suasana

(10)

(Munandar,2009:12). Jadi untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif

siswa, perlu adanya suasana pembelajaran yang diciptakan secara kondusif untuk

pengembangan kemampuan berpikir kreatif tersebut.

Pembelajaran yang berpusat pada guru membuat siswa kehilangan hampir

setiap kesempatan untuk kreatif. Pembelajaran ini membuat siswa sangat

bergantung pada guru yang akhirnya tidak memiliki kemandirian dalam belajar

dan tidak memberi ruang berinteraksi dengan teman sekelasnya yang membuat

siswa menjadi individualistis. Peran guru sangat penting dalam membangun

kecakapan intelektual siswa seperti dikemukakan oleh Sapriya (2009:71) bahwa

“kemampuan intelektual dianggap sebagai suatu proses berpikir kritis yang

dikembangkan oleh guru kelas”. Begitu pentingnya guru dalam membangun

kemampuan berpikir siswanya, karena kemampuan berpikir kritis ini mampu

berkembang menjadi manusia yang kreatif. Oleh sebab itu sebagai pembina guru

harus mempunyai strategi untuk memotivasi dan mengembangkan kemampuan

berpikir siswa. Strategi pembelajaran ini harus dengan model pembelajaran yang

tepat dan mampu memberikan dampak terhadap dominasi siswa yang kreatif,

aktif, inovatif dan suasana menyenangkan. Djahiri (CICED, 1999: 6)

mengemukakan strategi pembelajaran yang hendaknya dilakukan guru adalah

sebagai berikut:

(11)

Sehubungan dengan masalah-masalah ini, maka diperlukan inovasi dalam

pembelajaran yang memungkinkan siswa mengembangkan kemampuan berpikir

kreatifnya. Strategi pembelajaran itu dioperasionalkan melalui berbagai metode

seperti ceramah bervariasi, Tanya jawab, diskusi, pemecahan masalah

(problemsolving), bermain peran, silmulasi, inkuiri, VCT, portofolio dan

sebagainya. Pembelajaran inovatif yang relevan dengan keterlibatan dan peran

aktif siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif adalah

pendekatan pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri.

Inkuiri yang dalam bahasa Inggris dari kata Inquire yang berarti

menanyakan, meminta keterangan, atau penyelidikan. Menurut Jutmini (2006:70),

hakikat inkuiri adalah merencanakan siswa untuk terlibat dalam berpikir. Berpikir

adalah kegiatan manusia yang intensif dan menyenangkan, karena dapat menata

keteraturan inteletual, menciptakan gagasan baru dan menyarankan solusi-solusi

baru. Dengan demikian model inkuiri ini dapat dikembangkan sebagai upaya

pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Penggunaan model pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya (2009, 199-201)

terdapat beberapa prinsip yaitu, (1) berorientasi pada pengembangan intelektual;

(2) prinsip interaksi; (3) prinsip bertanya; (4) prinsip belajar untuk berpikir; dan

(5) prinsip keterbukaan. Menurut Sapriya (2009: 69-70), banyak ahli

menggunakan model pembelajaran inkuiri sebagai salah satu upaya

pengembangan khususnya kurikulum di sekolah-sekolah Australia dan Amerika

Serikat. Model pembelajaran inkuiri ini dikatakan sebagai salah satu cara untuk

(12)

lebih terpusat pada kebutuhan siswa (student-centered instruction) daripada

kepada guru (teacher-centered intruction) dan sebagai alternatif untuk

mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam belajar.

Menurut Gulo dalam Trianto (2007:135) model pembelajaran inkuiri

berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh

kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistimatis, kritis, logis,

analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh

percaya diri. Menurut Sanjaya (2009: 196) Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI)

adalah rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada poses berpikir

secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari

suatu masalah yang dipertanyakan. Menurut Piaget dalam Putrayasa (2003: 2)

model pembelajaran inkuiri merupakan salah satu pembelajaran yang

berlandaskan teori konstruksivistik sebagai upaya mempersiapkan situasi bagi

anak untuk melakukan eksperimen sendiri. Kemudian Wilson dalam Putrayasa

(2003: 3) menyatakan bahwa model inkuiri adalah sebuah model proses

pembelajaran yang merupakan suatu cara mengajar murid-murid bagaimana

belajar dengan menggunakan ketrampilan proses, sikap dan pengetahuan berpikir

rasional. Lebih lanjut Trowbridge (Putrayasa,2003: 4) mengatakan bahwa esensis

dari pengajaran inkuiri adalah menata lingkungan atau suasana belajar yang

berfokus pada siswa dengan memberikan bimbingan secukupnya.

Adapun langkah-langkah strategi pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya

(2009:201) yaitu; (1) Orientasi; (2) merumuskan masalah; (3) mengajukan

(13)

kesimpulan. Model pembelajaran inkuiri ini terdapat beberapa prinsip yang harus

diperhatikan oleh setiap guru (Sanjaya, 2009: 199), yaitu:

1)Berorientasi pada pengembangan Intelektual; model pembelajaran inkuiri selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar

2)Prinsip intraksi; prinsip ini menempatkan guru bukan hanya sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.

3)Prinsip bertanya; berupa kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan.

4)Prinsip belajar untuk berpikir; pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal

5)Prinsip keterbukaan; yaitu suatu proses mencoba berbagai kemungkinan

Keunggulan metode inkuiri menurut Djahiri (1996:58) yaitu: (1)

meningkatkan ketrampilan dan kualitas hasil belajar; (2) menuntun siswa akrab

dengan kehidupan nyata; (3) melakukan kemahiran analisis dan argumentasi

rasional/berlandas; (4) mensosialisasikan siswa; (5) mendayagunakan aneka

sumber dan lingkungan belajar. Dengan demikian model pembelajaran inkuiri ini,

materi tidak disajikan begitu saja oleh guru, tetapi siswa menemukan sendiri dan

pengalaman terhadap konsep-konsep yang direncanakan guru.

Pentingnya pengembangan kemampuan berpikir kreatif bagi siswa,

mengajak guru untuk melakukan inovasi dalam melaksanakan pembelajaran.

Model pembelajaran inkuiri diharapkan dapat menjadikan pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan lebih menantang kemampuan berpikir kreatif dan

mengembangkan potensi siswa. Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan

penelitian pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan

Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa di SMA Negeri I

(14)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka penulis

mengajukan rumusan masalah pokok penelitian ini, yaitu: “Bagaimana pengaruh

model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap

kemampuan berpikir kreatif siswa?

Agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus pada pokok permasalahan,

maka masalah pokok tersebut penulis jabarkan dalam beberapa sub-sub masalah

sebagai berikut:

1) Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelas

eksperimen dan kelas kontrol pada pengukuran awal (pre-test)?

2) Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelas

eksperimen dan kelas kontrol pada pengukuran akhir (post-test)?

3) Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan

Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa?

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka variabel dan definisi operasional

dalam penelitian ini;

1)Variabel Penelitian

Variable X : model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan

Model ini pada dasarnya salah satu usaha dari guru untuk merangsang siswa

berpikir melalui berbagai bentuk pertanyaan serta adanya suatu proses pemecahan

(15)

mencari sesuatu secara kritis, analitis, argumentatif didukung data dan fakta.

Dengan demikian, siswa diberi kesempatan untuk dapat mengembangkan potensi

dirinya dengan lebih aktif dalam setiap kegiatan diskusi, Tanya jawab, mencari

info dengan melakukan penyelidikan terhadap berbagai data.

Variabel Y: pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa. Meliputi:

ketrampilan berpikir lancar (fluency), luwes (flexibility), orisinil (originality), dan

memerinci (elaboration).

Gambaran pola hubungan antar variabel penelitian dapat di lihat pada

gambar berikut ini :

Gambar1.1 Hubungan variabel bebas dan terikat

X : Model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan

Y: Kemampuan berpikir kreatif siswa

Dalam penelitian ini terdapat 2 Variabel, yaitu variabel bebas (X) model

pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan dan Variabel Terikat

(Y) kemampuan berpikir kreatif siswa. Dalam hal ini definisi operasionalnya;

1). Model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan

Model pembelajaran inkuiri adalah model untuk merangsang siswa

berpikir melalui berbagai bentuk pertanyaan serta adanya suatu proses pemecahan

(16)

masalah. Di samping itu, inkuiri metode mengajar menelaah sesuatu yang bersifat

mencari sesuatu secara kritis, analitis, argumentatif didukung data dan fakta.

Dengan demikian, siswa diberi kesempatan untuk dapat mengembangkan potensi

dirinya dengan lebih aktif dalam setiap kegiatan diskusi, tanya jawab, mencari

info dengan melakukan penyelidikan terhadap berbagai data.

2). Kemampuan berpikir kreatif siswa

Pandangan Costa (2006 dalam Munandar; 1999: 88) berpikir kreatif dapat

menumbuhkan, disiplin diri dan berlatih penuh, meliputi aktivitas mental : 1)

mengajukan pertanyaan, 2) mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak

lazim dengan pemikiran yang terbuka, 3) membangun keterkaitan, khususnya

diantara hal-hal yang berbeda, 4) memhubungkan-hubungkan berbagai hal yang

bebas, 5) menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru

dan berbeda, 6) mendengarkan intusi. Pandangan tentang pengertian dari berpikir

kreatif ini semua berpendapat sejalan walau pengungkapannya berbeda-beda.

Ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif sesuai apa yang dikemukakan oleh

Munandar (1999:88) yaitu: (1) Ketrampilan berpikir lancar (fluency) dengan ciri;

a) mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau pertanyaan;

b) memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal;c)selalu

memikrkan lebih dari satu jawaban. (2) Ketrampilan berpikir luwes (flexibility)

dengan cirri: a) Menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang lebih

bervariasi, b) Dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, c)

Mencari banyak alternative atau arah ang berbeda-beda, d) Mampu mengubah

(17)

(originally) dengan ciri; a)Mampu mengungkapkan hal yang baru dan unik, b)

Memikirkan car yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, c) Mampu membuat

kondisi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsure-unsur. (4) Ketrampilan

memerinci (elaboration) dengan cirri: a) Mampu memperkaya dan

mengembangkan suatu gagasan atau produk, b) Menambah atau memerinci secara

detail dari suatu obyek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.

Tabel 1.1

- Pembelajaran PKn terkait dengan konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa

- Mendorong siswa untuk merumuskan masalah sendiri - Memberikan kesempatan siswa

untuk memberikan jawaban sementara sebagai perkiraan kemungkinan dari suatu masalah yang akan dikaji

- Mendorong siswa menemukan sendiri pengetahuan dari berbagai sumber

- Mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan - Mendorong siswa untuk

mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis

(18)

masalah dalam kehidupan. - Menjawab dengan sejumlah

jawaban jika ada pertanyaan - Lancar dalam mengungkapkan

gagasan-gagasannya

- Dapat dengan cepat melihat kesalahan atau kekurangan dari suatu obyek atau situasi - memberikan suatu pertimbangan

(19)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini secara umum adalah untuk memperoleh gambaran

mengenai: Pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan

Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Sedangkan tujuan

khususnya adalah menggali, mengkaji, dan mengorganisasikan

informasi-argumentatif dan menguji hipotesis serta mengungkap:

1. Ada tidaknya perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelas

eksperimen dan kelas kontrol pada pengukuran awal (pre-test).

2. Ada tidaknya perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelas

eksperimenn dan kelas kontrol pada pengukuran akhir (post-test).

3. Ada tidaknya pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan

Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa?

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat secara teoritis

dan praktis.

1. Secara Teoritis

Bermanfaat bagi pengembangan ilmu Pendidikan Kewarganegaraan untuk

mengetahui pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan

(20)

2. Secara Praktis

a. Memberikan masukan kepada guru, sebagai peningkatan profesionalismenya

terutama dalam penerapan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan

Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa, yang mana

tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi

pembelajaran semata, tetapi lebih dari itu, guru harus berupaya membangun

kreativitas siswa.

b. Memberi pemahaman dasar kepada siswa bahwa model pembelajaran inkuiri akan dapat membantu siswa terhadap kemampuan berpikir kreatif untuk

kehidupan mereka sehari-hari.

c. Menambah wawasan penelitian bagi peneliti dalam memahami strategi dalam

mengaplikasikan model pembelajaran inkuiri untuk dijadikan sebagai

masukan dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga pembelajaran yang

peneliti lakukan menjadi lebih bermakna (meaningful learning)

E. Asumsi Penelitian

1. Model Pembelajaran Inkuiri menjadi kebutuhan bagi siswa karena; (1)

menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang menekankan kepada

aktivitas siswa secara maksimal, (2) seluruh aktivitas yang dilakukan siswa

diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang

dipertanyakan, sehingga dapat ditumbuhkan sikap percaya diri (selfbelief). (3)

(21)

kemampuan berpikir secara sistimatis, logis, kritis, kreatif atau

mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.

2. Berpikir kreatif berangkat dari asumsi berpikir itu sendiri, bahwa berpikir

merupakan kegiatan manusia yang intensif dan menyenangkan, karena dapat

menata keteraturan inteletual, menciptakan gagasan baru dan menyarankan

solusi-solusi baru,

3. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran secara kurikuler

dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik

mampu: (a) berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu

kewarganegaraan; (b) berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan

bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara, serta antu korupsi; (c) berkembang secara positif dan demokratis

untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia

agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; (d) berinteraksi

dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak

langsung dengan memanfaatkan tehnologi informasi dan komunikasi.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang penulis tetapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Tidak terdapat perbedaan kemampuan kreatif siswa antara kelas eksperimen

dan kelas control pada pengukuran awal (pre-test).

2. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelas eksperimen

(22)

3. Terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan

Kewarganegaraan terhadap hasil pengembangan kemampuan berpikir kreatif

siswa.

G. Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan

desain penelitian Quasi- Experimental yang bertujuan untuk mengetahui

pengaruhmodel pembelajaraninkuiri melalui terhadap kemampuan berpikir kreatif

siswa. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-equivalent control

group pre-test post-test design (Campbell dan Stanley, 1963:47).Dalam desain ini

kedua kelompok tidak dipilih secara random. Dengan desain ini sampel dibagi

dalam 2 kelompok yaitu satu kelompok dengan eksperimen dan satu kelompok

lagi dengan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen mendapat pembelajaran

dengan model pembelajaran inkuiri, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan

pembelajaran dengan model konvensional. Terhadap dua kelompok dilakukan

pre-test – post-test untuk melihat pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam

mengembangkan berpikir kreatif siswa

1. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas XIdi SMA Negeri 1 Kota

Tangerang, yang terdiri dari 6 kelas jurusan Science dan I kelas jurusan Sosial

dengan jumlah siswa 224 orang. Sampel penelitian diambil dua kelas yang tidak

(23)

IPA 1 sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 32 orang siswa dan kelas XI

IPA 2 sebagai kelompok kontrol dengan jumlah 32 orang siswa.

2. Tehnik pengumpulan data/Instrumen Penelitian dengan instrumen:

- Tes Uraian; untuk melihat kemampuan berpikir kreatif siswa.

- Non tes/ Tes Performance/Self Evaluation; untuk melihat kreativitas

siswa dalam Pembelajaran

- Angket; untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap penggunaan model

pembelajaran inkuiri dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif

siswa dengan SSHA (Survey of Study Habits and Attituddengan skala:

Selalu, Sering, Kadang – kadang, Jarang,Tidak Pernah

3. Tehnik Analisis Data

Penelitian ini dalam model kelompok eksperimen dan kelompok control,

dengan design pretest-posttest control group design. Analisis ini terdapat dua kali

analisis, pertama, menguji perbedaan awal kemampuan berpikir kreatif siswa

antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Analisis kedua menguji

hipotesis yang diajukan. Dalam hal ini diajukan hipotesis ‘adanya pengaruh

positif pembelajaran model inkuiri terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa’

dengan demikian Analisis terhadap data dilakukan analisis ‘uji beda’ dengan

(24)
(25)
(26)

81

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Dan Alur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi-

Experimental. Dalam penelitian, yang menjadi fokus adalah pengaruh model

pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap kemampuan

berpikir kreatif siswa. Penelitian bermaksud melihat hubungan sebab akibat.

Variabel bebas model pembelajaran inkuri dalam Pendidikan Kewarganegaraan,

sedangkan variabel terikatnya kemampuan berpikir kreatif siswa. Metode yang

digunakan adalah penelitian Quasi-Experimental (Best, 1982). Tujuan penelitian

eksperimen semu (Quasi eksperimen) adalah untuk memperoleh informasi yang

merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen

yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol

dan/atau memanipulasi semua variabel yang relevan (Suryabrata,2006:92).

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan

desain penelitian Quasi- Experimental yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh

model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap

kemampuan berpikir kreatif siswa. Desain yang digunakan dalam penelitian ini

adalah non-equivalent control group pre-test post-test design (Campbell dan

Stanley, 1963:47).Dalam desain ini kedua kelompok tidak dipilih secara random.

Dengan desain ini sampel dibagi dalam 2 kelompok yaitu satu kelompok dengan

(27)

Kelompok eksperimen mendapatkan model pembelajaran inkuiri dalam

Pendidikan Kewarganegaraan sedangkan kelompok kontrol mendapatkan

pembelajaran dengan model konvensional. Terhadap dua kelompok dilakukan

pre-test – post-test untuk melihat pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam

Pendidikan Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa seperti

yang digambarkan di bawah ini :

Tabel 3.1

Rancangan Penelitian dengan Kelompok Kontrol dan kelompok Eksperimen

KELOMPOK Pre- test Treatment Post- test

Eksperimen O X O

Kontrol O - O

Keterangan :

O : Tes awal (pre-test) dan tes akhir siswa (post-test)

X :Perlakuan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan

Alur penelitian diawali dengan studi literatur, mengkaji kurikulum

Pendidikan Kewarganegaraan SMA, buku paket kelas XI mencari materi yang

relevan dengan upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa untuk

dijadikan sumber dalam penyusunan instrumen berupa tes, angket dan bahan ajar.

Kemudian dilakukan validasi tes pada siswa SMA kelas XI yang sudah

mendapatkan materi tersebut. Validasi tes dilakukan untuk menganalisis

(28)

Penerapan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan

dilakukan pada satu kelas yang telah ditentukan sebelumnya. Tahap ini dimulai

dengan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa, kemudian diberikan

perlakuan berupa penerapan model pembelajaran inkuiri dan diakhiri dengan

posttest. Selanjutnya siswa diminta mengisi angket untuk mengetahui kemampuan

berpikir kreatif mereka dan tanggapan terhadap pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan dengan model pembelajaran inkuiri. Langkah akhir diadakan

pengolahan dan analisis data untuk menyususn laporan. Alur penelitian ini

(29)

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Studi literatur tentang :

1) Buku Pelajaran Pkn Kelas XI

2) Kurikulum Pkn 2006 dan Kompetensi siswa 3) Model Pembelajaran Inkuiri

Merumuskan masalah dan menentukan tujuan penelitian

Penyusunan instrument

(30)

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas XI di SMA Negeri 1

Kota Tangerang, yang terdiri dari 6 kelas jurusan IPA dengan jumlah siswa 192

orang dan 1 kelas jurusan IPS dengan jumlah siswa 32 orang. Peneliti

menggunakan Purposive sampling untuk memilih kelas kontrol dan eksperimen.

Dari 6 kelas jurusan science yang ada, dipilihlah kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2

untuk menjadi kelas penelitian, dasar pemilihan kedua kelas tersebut ialah

kesamaan nilai rata-rata kelas hasil ujian semester ganjil 2010/2011. Kelas XI IPA

1 yang akan diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran

inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan dengan jumlah siswa 32 orang dan

kelas XI IPA 2 yang tidak diberi perlakuan atau dengan menggunakan model

pembelajaran yang konvensional dengan jumlah siswa 32 orang.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut :

1) Tahapan persiapan

Persiapan yang dilakukan dalam penelitian meliputi :

1) Melakukan studi pendahuluan yang meliputi kajian teori tentang konsep

sengketa hubungan Internasional dan Hukum Internasional dengan model

pembelajaran inkuri dalam Pendidikan Kewarganegaraan

2) Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian.

3) Melakukan validasi instrumen.

(31)

2) Pelaksanaan

1) Melakukan uji coba tes, mengadakan pre testpada kelompok eksperimen

dan control untuk mengetahui pemahaman konsep awal siswa tentang

sengketa hubungan internasional dan hukum internasional.

2) Memperkenalkan dan menerapkan pembelajaran konsep sengketa hubungan

internasional dan hukum internasional dan model pembelajaran inkuiri

dalam Pendidikan Kewarganegaraan pada kelas eksperimen dan

pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

3) Memberikan post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk

mengetahui pemahaman konsep sengketa hubungan internasional dan

hukum internasional dengan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan

Kewarganegaraan setelah mendapat perlakuan.

4) Menyebarkan angket tanggapan siswa terhadap penggunaan model

pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan

3) Pengolahan dan Analisis Data

Menghitung daya gain yang dinormalisasi pemahaman konsep untuk kelas

kontrol dan eksperimen, melakukan uji normalitas data gain yang dinormalisasi,

melakukan uji homogenitas varians, melakukan uji kesamaan dua rata-rata, serta

(32)

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Upaya memperjelas konsep dari variabel yang diteliti sehingga

penafsirannya jelas, maka rumusan definisi operasional dari variabel penelitian

adalah sebagai berikut:

1. Model Pembelajar Inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan (Variabel X)

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan model pembelajaran inkuiri

dalam Pendidikan Kewarganegaraan, adalah model pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Pembelajaran PKn dengan langkah orientasi

2) Pembelajaran PKn dengan langkah merumuskan masalah

3) Pembelajaran PKn dengan langkah mengajukan hipotesis

4) Pembelajaran PKn dengan langkah mengumpulkan data

5) Pembelajaran PKn dengan langkah menguji hipotesis

6) Pembelajaran PKn dengan langkah merumuskan kesimpulan

2. Kemampuan Berpikir Kreatif siswa (Variabel Y)

Dalam penelitian ini kemampuan berpikir kreatif adalah sebagai

kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah

berdasarkan data atau informasi yang tersedia, dimana penekanannya adalah pada

kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban. Kemampuan berpikir kreatif

dilakukan dengan melalui beberapa tahapan yaitu tahap persiapan, inkubasi,

(33)

a. Kelancaran yang ditandai dengan banyaknya gagasan kreatif yang

dikemukakan untuk mengatasi permasalahan sengketa hubungan internasional

dan hukum internasional

b. Keluwesan yang ditandai dengan adanya pengembangan gagasan dan

mudahnya berpindah dari satu reaksi ke reaksi lain pada permasalah sengketa

hubungan dan hukum internasional. Keluwesan diukur dengan melihat jawaban

tes siswa yaitu apakah hanya mengemukakan gagasan saja, dapat mentransfer

pemikiran pada materi yang dibahas dari satu reaksi ke reaksi yang lain sampai

dengan imajinasi siswa dalam melakaukan dalam melakukan pemecahan

masalah

c. Orisinalitas yang ditandai dengan sejauh mana isi konten menunjukkan

keaslian dan keunikan pemikiran pada permasalahan yang dibahas.

d.Elaborasi yang ditandai dengan adanya kerincian gagasan serta kemampuan

siswa dalam memodifikasi reaksi yang diberikan dengan reaksi yang lainnya

pada permasalahan yang dibahas.

E. Instrumen Pengumpulan Data 1. Strategi Pengembangan Instrumen

Instrumen merupakan pengukuran yang kredibel harus memenuhi syarat

validitas dan realibilitas. Suatu instrumen memenuhi syarat validitas jika dapat

mengukur apa yang seharusnya diukur. Sementara realibilitas menunjuk pada

konsisten, akurasi dan stabilitas nilai skala pengukuran (Komalasari, 2008).

Berdasarkan hal itu, maka strategi pengembangan instrumen dilakukan

(34)

a. Melakukan analisis deduktif, yaitu mengembangkan instrumen berdasarkan

teori model pembelajaran berbasis inkuiri (inquiry based learning) dan

kemampuan berpikir kreatif siswa yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.

Hal ini untuk memenuhi validitas isi(content validity), yaitu bahwa item-item

instrumen mencerminkan domain konsep dan variabel yang akan diteliti. Untuk

itu maka dibuat kisi-kisi instrumen. Penelitian yang digunakan untuk

mengukur variabel model pembelajaran inkuiri dalam PKn berbasis inkuiri

(Variabel X) adalah angket skala SSHA (Survey of Study Habits and

Attitudes) dengan skala berikut : 5= Selalu; 4= Sering; 3 = Kadang-kadang; 2=

Jarang; 1= Tidak pernah. Sedangkan untuk mengukur variabel kemampuan berpikir

kreatif siswa (Variabel Y) menggunakan tes uraian dan mengukur kemampuan

berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran menggunakan non tes berupa tes

performance/self evaluation dengan skala SSHA (Survey of Study Habits and

Attitudes) dengan skala berikut : 5= Selalu; 4= Sering; 3= Kadang-kadang; =

Jarang; 1= Tidak pernah. Tes uraian yang dikembanggkan untuk mengetahui

kemampuan siswa dalam berpikir kreatif berkaitan dengan materi Hukum Internasional

dan Sengketa Internasional. sebelum digunakan untuk mengumpulkan data, dilakukan

uji validitas isi (content validity) kepada tiga orang guru PKn. Pemilihan guru tersebut

dilakukan dengan alasan guru tersebut telah cukup lama mengajar PKn, memiliki latar

belakang PKn dan telah lulus Sertifikasi sehingga guru tersebut dianggap telah cukup

ahli dalam pembelajaran PKn.

b. Melakukan analisis penyebaran instrumen uji coba yang kemudian dianalisis

(35)

kepada 31 siswa kelas 11 IPA-4 SMAN 1 TAngerang yang telah terlebih

dahulu mempelajari konsep Hal ini dilakukan untuk melakukan pengujian

validitas yaitu menguji tingkat keandalan atau kesahihan suatu alai ukur. Validitas

dilakukan melalui internal atau konstruk (construct validity). Validitas konstruk

berkaitan dengan tingkatan skala instrumen yang hares mencerminkan dan berperan

sebagai konsep yang sedang diukur.induktif, dengan mengumpulkan data terlebih

dahulu melaui

c. Bersamaan dengan langkah kedua dan melalui data angket hasil uji coba yang sama,

dengan teknik analisis yang sama pula, dilakukan pengujian validitas ekstemal atau

criteria (criteria validity). Validitas eksternal menyangkut tingkatan skala

instrumen yang mampu mempredikasi variabel yang dirancang sebagai

kriteria. Item dinyatakan valid jika koefisien signifikansi pada table

correlations < taraf kepercayaan yang ditetapkan sebesar 0,05 (p value <0,05).

Jika sebaliknya yang terjadi, yaitu p value >0, 05, maka item dinyatakan tidak

valid.

d. Melakukan pengujian reliabilitas instrumen. Uji ini dilakukan untuk

mengukur sejauhmana pengukuran dapat dipercaya dan sejauh mana skor hasil

pengukuran terbebas dari kekeliruan ukur (measurement error). Dengan demikian

reliabilitas adalah kepercayaan hasil suatu pengkuran yang konsisten bila

dilakukan pada waktu yang berbeda terhadap responden, sehingga instrumen

penelitian dianggap dapat dipercaya, handal dan ajeg. Pengujian dilakukan

(36)

perhitungan > 0,7 , maka instrumen dinyatakan reliabel (Kaplan dan Saccuzzo,

1993).

e. Melakukan pengujian Daya Beda. Untuk tes uraian mengukur kemampuan

berpikir kreatif siswa dilakukan analisa daya pembeda, analisis ini dilakukan

untuk mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui

kesangggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu

(berpengetahuan tinggi) dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah.

Artinya, bila soal diberikan kepada anak yang mampu, hasilnya menunjukkan

hasil yang tinggi, dan bila diberikan kepada anak yang kurang, hasilnya akan

rendah (Sudjana, 1990: 141). Perhitungan daya beda pada setiap butir soal

uaraian digunakan rumus:

DP= atau DP =

(Suherman dan Sukjaya, 1990 ) Keterangan:

DP = Daya Pembeda

M = skore maksimal setiap soal

= jumlah skore seluruh siswa kelompok atas

= jumlah skore seluruh siswa kelompok bawah

= jumlah siswa kelompok atas

= jumlah siswa kelompok bawah

Kategori interpretasi daya beda menurut Suherman dan Sukjaya (1990)

adalah :

DP ≤ 0,00 : sangat jelek 0,00 < DP ≤ 0,20 : jelek

(37)

f. Melakukan pengujian tingkat kesukaran. Untuk tes uraian mengukur

kemampuan berpikir kreatif siswa dilakukan analisa tingkat kesukaran. Analis ini

dilakukan untuk mengukur tingkat kesukaran tiap butir soal dihitung dengan

rumus:

TK =

atau DP = (Suherman dan Sukjaya, 1990 ) Keterangan:

TK = Tingkat Kesukaran M = skore maksimal setiap soal

= jumlah skore seluruh siswa kelompok atas

= jumlah skore seluruh siswa kelompok bawah

= jumlah siswa kelompok atas

= jumlah siswa kelompok bawah

Kategori interpretasi daya beda menurut Suherman dan Sukjaya (1990) adalah :

TK ≤ 0,00 : terlalu sukar 0,00 < TK ≤ 0,30 : sukar 0,30 < TK ≤ 0,70 : sedang

0,70 < TK ≤ 1,00 : mudah TK = 1,00 : terlalu mudah

2. Hasil pengujian Validitas, Reliabilitas, Daya Beda dan Tingkat Kesukaran a. Uji Validitas

1) Variabel X

Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan korelasi PASW 18

(perhitungan selengkapnya lihat lampiran 2. Berdasarkan hasil analisis

sebagaimana terlihat pada tabel di atas, hanya item pernyataan item 1, 2, 3, 4, dan

5 yang tidak valid (lebih kecil dari koefisien korelasi/r tabel). Validitas item nilai

(38)

4 yang tidak valid (lebih kecil jika dibandingkan dengan r tabel). Dengan

demikian item 5 sampai 36 atau total 31 item pernyataan dinyatakan valid (sohih)

untuk mengukur variabel yang diteliti.

2) Variabel Y

Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan korelasi PASW 18

(perhitungan selengkapnya lihat lampiran 3), Berdasarkan hasil analisis validitas

item instrument Y diperoleh hasil hanya item 1, 2, 3, dan 4 yang tidak valid,

karena koefisien korelasinya lebih kecil dari r table N= 24 yaitu 0,388 pada taraf

signifikansi 5%. Dengan demikian item pernyataan 5 s.d. 24 atau 21 item

dinyatakan valid (sahih) untuk digunakan sebagai alat pengambilan data

penelitian.

b. Uji Reliabilitas

1) Variabel X

Hasil analisis reliabilitas instrument variabel X menggunakan PASW 18

diperoleh hasil sebagaimana dijelaskan dalam tebel berikut:

Tabel: 3.2 Reliabilitas Instrumen X

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.984 .983 36

Koefisien Reliabilitas sangat tinggi yaitu: 0,984. Ini menunjukkan

koefisien korelasi p value hasil perhitungan ≥ 0,70 berarti instrumen dinyatakan

(39)

2) Variabel Y

Hasil analisis reliabilitas instrumen variabel Y menggunakan

PASW 18 diperoleh hasil sebagaimana dijelaskan dalam tebel berikut:

Tabel: 3.3 Reliabilitas Instrumen Y

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.968 .961 24

Koefisien Reliabilitas sangat tinggi yaitu: 0,968. Ini menunjukkan

koefisien korelasi p value hasil perhitungan ≥ 0,70 berarti instrumen dinyatakan

reliabel, dengan demikian instrumen terpercaya untuk pengambilan data

penelitian.

c. Uji Daya Beda

Berdasarkan hasil uji daya beda terhadap pertanyaan uraian pengukuran

(40)

Tabel 3.4 Hasil Uji Daya Beda

Kriteria Jumlah pertanyaaan Prosentasi Nomor

Pertanyaan

Sangat Jelek - -

Jelek 1 12,5 1.3

Cukup - -

Baik 6 75 1.1, 1.2, 1.4, 2.1,

2.3, 2.4

Sangat Baik 1 12,5 2.2

Dengan demikian ada 1 pertanyaan yang harus diperbaiki, dan 6

pertanyaan dianggap baik dan 1 pertanyaan sangat baik yang perlu dipertahankan.

d. Uji Tingkat kesukaran

Berdasarkan hasil uji tingkat kesukaran terhadap tes uraian pertanyaan

(41)

Tabel 3.5

Hasil Uji Tingkat Kesukaran Kriteria Jumlah

pertanyaan

Persentasi Nomor pertanyaan

Sukar 1 12,5 2.3

Sedang 4 50 1.2, 1.4, 2.1, 2.2, 2.4

Mudah 3 37,5 1.1, 1.3

Sebagian besar soal berada pada kategori sedang yaitu 62,5 %. Kategori

sukar dan mudah hampir sama, hanya dibedakan satu soal. Analisis lebih lanjut

terhadap kondisi diatas berdasarkan masukan analisis isi dari pembimbing dan

teman sejawat.

F. Teknik Analisis Data

Setelah penelitian diperoleh data. Data tersebut merupakan data mentah

yang harus diolah agar dapat memberikan gambaran nyata mengenai

permasalahan yang diteliti dan memberikan arah untuk mengkajian lebih lanjut.

Sebelumnya terlebih dahulu diadakan uji persyaratan data:

1.Uji normalitas kelompok data menggunakan uji 1-Sampel K-S

2. Uji Linearitas dengan menggunakan uji Durbin Watson

Setelah teruji, bahwa kelompok data itu berdistribusi normal dan

homogen, kemudian kelompok data itu dianalisis dengan t-test hal ini untuk

mengetahui menguji hipotesis sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya.

(42)

parametrik sebagai berikut:

1. Menyeleksi data

Menyeleksi data agar dapat diolah lebih lanjut, yaitu dengan memeriksa

jawaban responden sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

2. Menentukan bobot nilai

Penentuan bobot nilai untuk setiap kemungkinan jawaban pada setiap item

variabel penelitian dengan menggunakan skala penilaian yang telah

ditentukan, kemudian menentukan skornya.

3. Pemberian koding

Untuk setiap jawaban pada angket selanjutnya skor tersebut dijumlahkan.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan jawaban responden

secara umum terhadap setiap variabel penelitian .

Rumus:

P = ×100%

Χ Χ

id

Dengan keterangan:

P = Prosentase skor rata-rata yang dicari

X = Skor rata-rata setiap variabel

id

Χ = Skor rata-rata ideal setiap variabel

4. Melakukan analisis secara deskriptif, untuk mengetahui kecenderungan data.

Dari analisis ini dapat diketahui rata-rata median, standar deviasi, dan varians

(43)

5. Pemeriksaan distribusi populasi data sampel

Pengujian distribusi populasi dari data sampel bertujuan untuk mengetahui

sebaran dari populasi data sampel yang diperoleh, apakah data sampel berasal

populasi yang berdistribusi normal atau distribusi teoritis lainnya. Hal ini

sangat berpengaruh terhadap pemilihan uji statistik yang dipergunakan

apakah prametrik atau nonparametrik. Dalam penelitian ini, data sampel yang

diperoleh diasumsikan berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Oleh

karena itu, pengujian atas asumsi tersebut dilakukan dengan uji kecocokan

atau lebih dikenal sebagai uji kolmogorov-smirnov. Pengujian dilakukan

dengan menggunakan bantuan software statistik SPSS.

6. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji variansi data gain yang

dinormalisasi dua kelompok dengan rumus:

F =S² besar S² kecil Kriteria (Sudjana, 1996):

Pada taraf signifikansi α, variansi sampel dikatakan homogen jika: F ( Ftab

denganFtabel = F1/2α,(v1,v2).

7. Uji t-test berkorelasi (related) atau dengan rancangan desain quasi ekperimen

dengan kelompok kontrol pada taraf signifikan α = 0,05.

8. Uji-r digunakan untuk melihat korelasi antara data dua kelompok yang diteliti.

(44)

pengaruh atau signifikansi dan diteminasi (derajat keberartian) pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen.

Kriteria pengujian adalah sebagai berikut :

1) Jika untuk antar baris rh>rt, maka ada perbedaan signifikan.

2) Jika untuk antar kelompok rh>rt, maka ada perbedaan signifikan.

Rumus statistik yang digunakan untuk membuktikan perbedaan

kemampuan siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuiri dan yang tidak

dalam pembelajarn PKn adalah sebagain berikut:

x̅ - x̅

t = √

S12 + S22 - 2r S1S2

√n1 √n2

Dimana:

x̅ : Rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar menggunakan model inkuiri.

x̅ Rata-rata kemampuan kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar tidak menggunakan model inkuiri.

S1 : Simpangan baku kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar

menggunakan model inkuiri.

S2 : Simpangan baku kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar

tidak menggunakan model inkuiri.

S12 : Varians kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar

menggunakan model inkuiri.

S22 : Varians kemampuan kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar

(45)

G. Hipotesis Statistik

1. H0 : kemampuan berpikir kreatif siswa tidak menggunakan model inkuiri lebih

kecil atau sama dengan kemampuan berpikir kreatif menggunakan model tradisional.

Ha : kemampuan berpikir kreatif siswa menggunakan model inkuiri lebih besar atau sama dengan kemampuan berpikir kreatif menggunakan model tradisional. 2. H0 : µ1≤µ2

Ha : µ1≥ µ2

Keterangan : H0 : hipotesis nol

Ha : hipotesis analisis

µ1 : rata-rata nilai kemampuan berpikir kreatif siswa menggunakan

model inkuiri

µ2 : rata-rata nilai kemampuan berpikir kreatif siswa tidak menggunakan

model inkuiri

H. Skenario Penelitian Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Kemampuan Kreatif Siswa

Langkah-langkah yang digunakan peneliti dalam melaksanakan eksperimen

dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Peneliti melaksanakan tahap pra penelitian

Memberikan penjelasan kepada kepada teman sejawat yaitu guru PKn (Bu

Rina Octara, Bu Astri) dan semua teman (Bu tina, De Mardianto, P Gani dan

Giri) yang terlibat dalam penelitian ini mengenai kegiatan pembelajaran yang

akan dilakukan baik untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Penjelasan

(46)

diterapkan di kelas eksperimen dan langkah-langkah pembelajaran yang akan

dilaksanakan dalam pembelajaran pada standar kompetensi Hukum Internasional

dan Sengketa Internasional. Penjelasan dalam menggunakan model pembelajaran

inkuiri, agar pada saat diterapkan dalam pembelajaran mereka telah cukup

menguasai langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan. Selain itu,

memberikan penjelasan mengenai tahap-tahap berpikir kreatif dan kemampuan

berpikir kreatif yang akan diukur dalam penelitian.

Peneliti memberikan penjelasan kepada siswa di kelas eksperimen yaitu

kelas XI IPA-2 mengnai pembelajaran yang akan diterapkan dalam pembelajaran

PKn serta mempersiapkan hal-hal yan berhubungan dengan penelitian seperti

pembagian kelompok belajar dan memotivasi siswa untuk mencari dan membawa

artikel Sengketa Internasional serta menunjuk dua orang siswa khusus mencari

untuk dipresentasikan tentang Penjara Guatonamo. Penjelasan mengenai

pembelajaran yang akan dilakukan tanpa memberitahu siswa bahwa mereka

menjadi objek penelitian

Setelah melakukan tahap pra penelitian, dilakukan pretest atau tes awal dikelas

eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan soal tes uraian dan angket

selfevaluation untuk mengetahui gambaran mengenai kemampuan berpikir kreatif

siswa sebelum diberi perlakuan. Tes awal untuk kedua kelas ini dilaksanakan

padanhari yang sama yaitu hari selasa selama 90 menit atau 1 kali pertemuan

2. Melaksanakan penelitian dikelas eksperimen maupun kelas kontrol.

Pelaksanaan penelitian di kedua kelas dilakukan oleh peneliti, sedangkan

(47)

rekan yang membantu selama pelaksanaan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan

sesuai dengan jadwal mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang telah

ditetatpkan sekolah, sehingga tidak mengganggu suasana pembelajaran di sekolah.

Pada kelas eksperimen, pelaksanaan pembelajaran selama 90 menit (2x45 menit)

melalui langkah-langkah model pembelajaran inkuiri yang dimulai dari kegiatan

awal, kegiatan inti sampai dengan kegiatan akhir selama tiga kali pertemuan.

- Orientasi.

Pada kegiatan awal guru, pembelajaran dimulai dengan mengucapkan

salam pembuka, diikuti dengan apersepsi dan memotivasi siswa dalam

melaksanakan pembelajaran, dan menjelaskan tujuan pembelajaran.

pertemuan ini sebagai langkah orientasi

- Merumuskan Masalah dan Hipotesis.

Kegiatan Inti yang dilaksanakan dengan tiga kali pertemuan. Pertemuan

pertama dimulai dengan memahami Hukum Internasional dengan cara

guru mendengarkan lagunya Michael Heart berjudul We Will Not Go

Down. Lagu ini siswa harus bisa menghubungkannya dengan materi

sebelumnya yaitu Hubungan Internasional dan asas Hubungan

Internasional, karena materi ini dasar memahami konsep pada pertemuan

kedua. Kedua memahami konsep Hukum Internasional dengan kerja

kelompok dan Pertemuan ketiga dengan topik Sengketa Internasional.

Lagu tersebut siswa diharapkan mampu merumuskan masalah dan

berhipotesis tentang pentingnya Hubungan dan Hukum Internasional

(48)

- Mengumpulkan Data dan Menguji Hipotesis.

Memahami konsep Hukum Internasional dengan dibentuk 4 kelompok,

dimana pada kelompok 4 diharapkan akhirnya mampu menghasilkan

sebuah konsep Hukum Internasional sesuai dengan pikiran mereka

sendiri. Pertemuan ketiga dengan topik Sengketa Internasional dimulai

dari tahap pemilihan topik dengan cara siswa sendiri memilih masalah

Sengketa Internasional yang mereka Download dari internet lalu dibentuk

kelompok. Pada tahap pembelajaran kelompok, guru mengorganisasikan

siswa untuk merencanakan prosedur kerja model pembelajaran inkuiri.

Siswa menentukan rumusan masalah, hipotesisnya, mengumpulkan data

sebagai bahan jawaban yang dapat diterima untuk menguji hipotesis,

setelah itu siswa harus menyimpulkan kerja kelompoknya dengan

presentasi sebagai upaya merumuskan kesimpulan. Pada saat presentasi,

yang melaporkan hasil kerja kelompoknya adalah perwakilan kelompok

yang dilengkapi oleh anggota kelompok lainnya. Guru membantu siswa

selama kerja kelompok dan presentasi .

- Merumuskan Kesimpulan

Kegiatan akhir pada pembelajaran yaitu guru memberikan penguatan

tentang materi yang telah dibahas, diikuti dengan memberikan

kesempatan pada siswa untuk bertanya yang kemudian ditutup dengan

cara bersama-sama menyimpulkan materi yang telah dibahas. Di kelas

kontrol pembelajaran dilaksanakan juga selama 90 menit (2x45 menit)

(49)

dilakukan meliputi kegiatan awal sama seperti dikelas eksperimen.

Kegiatan inti guru menyajikan materi pelajaran seperti didalam buku

paket, dan kegiatan akhir guru memerikan penguatan atas materi yang

telah disajikan sebelumnya dan memberikan kesempatan pada siswa

untuk bertanya akhirnya ditutup dengan kesimpulan.

Melaksanakan tes akhir atau posttest untuk mengetahui kemampuan

berpikir kreatif siswa setelah diberi perlakuan untuk kelas eksperimen dan

yang tanpa diberi perlakuan untuk kelas kontrol. Tes akhir ini dilakukan

pada hari yang sama untuk kedua kelas pada jam pelajaran yang ditetapkan

hari Selasa untuk 1 kali pertemuan.

3. Pada pertemuan akhir setelah pembelajaran di kelas Eksperimen dilakukan,

siswa diberi angket. Di kelas eksperimen menggunakan 2 macam angket, satu

angket untuk mendapatkan gambaran mengenai tanggapan siswa tentang

penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan dan angket kedua angket berupa self evaluation atau tes

performance untuk melihat kemampuan berpikir kreatif siswa dalam

(50)
(51)

160 BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pengujian terhadap hipotesis yang dilakukan oleh

peneliti serta hasil pembahasan yang didapat, secara umum dapat disimpulkan

bahwa penggunaan model pembelajaran inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan

berpikir kreatif siswa pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA

Negeri I Tangerang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi

penggunaan model pembelajaran inkuiri, semakin efektif untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif siswa pada pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan. Kenyataan tersebut dapat dilihat dari peningkatan yang terjadi

setiap indikator kemampuan berpikir kreatif yang meliputi kelancaran, keluwesan,

originalitas, dan elaborasi.

Secara khusus, kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Hasil uji hipotesis ada perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara

kelas eksperimen dan kelas control pada pengukuran awal (pre- test) tetapi

tidak berpengaruh secara nyata. Hasil uji hipotesis tersebut menunjukkan

bahwa kemampuan dasar siswa dalam berpikir kreatif sebelum perlakuan

antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama

2. Hasil pengujian hipotesis kedua membuktikan bahwa terdapat perbedaan

kemampuan berpikir kreatif antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

Gambar

Gambaran pola hubungan antar variabel penelitian dapat di lihat pada
Tabel 1.1  Penjabaran Variabel X dan Y
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian dengan Kelompok Kontrol dan
Gambar 3.1 Alur Penelitian
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pertama, Terdapat pengaruh yang signifikan antara pembelajaran problem posing dan konvensional terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII di SMP N 2

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kemampuan berpikir kreatif siswa dalam belajar matematika pada kelas yang diajarkan dengan pendekatan model inkuiri

Peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan Model Taba dengan strategi Concept Mapping lebih baik daripada model pembelajaran konvensional.. Kata Kunci: Kemampuan

Abstrak: Tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran IPA dengan model inkuiri, mendeskripsikan peningkatan kemampuan berpikir

Hasil penelitian menunjukkan penerapan model pembelajaran scramble dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, di mana pada siklus I ketuntasan siswa masih rendah

Abstrak: Tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran IPA dengan model inkuiri, mendeskripsikan peningkatan kemampuan berpikir

Guru menyatakan bahwa penggunaan model ini dapat menimbulkan kerjasama yang baik antar siswa dan siswa menjadi lebih aktif pada saat proses pembelajaran karena

Abstrak: Tujuan Penelitian adalah untuk mendeskripsikan penerapan model Mind Mapping untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran PKn di SMA