• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI CERITA DALAM MENGEMBANGKAN BUDI PEKERTI SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI 1 CIKOPO KECAMATAN BUNGURSARI PURWAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI CERITA DALAM MENGEMBANGKAN BUDI PEKERTI SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI 1 CIKOPO KECAMATAN BUNGURSARI PURWAKARTA."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……...……...…... E. Asumsi... BAB II KONSEP BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI CERITA

DALAM MENGEMBANGKAN BUDI PEKERTI SISWA SD... A. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok... 1. Pengertian Bimbingan Kelompok………... 2. Keunggulan Bimbingan Kelompok... 3. Manfaat Bimbingan Kelompok... 4. Bimbingan Kelompok di Sekolah Dasar………. B. Budi Pekerti... 1. Makna Budi Pekerti... 2. Indikator Budi Pekerti... 3. Teori Dasar Pendidikan Budi Pekerti... 4. Program Bimbingan Kelompok di Sekolah dalam Mengembangkan Budi

Pekerti...

5. Pentingnya Materi Cerita dalam Bimbingan Kelompok untuk Mengembangkan Budi Pekerti...

6. Efektivitas Bimbingan Kelompok Melalui Cerita... BAB III METODE PENELITIAN... A. Pendekatan dan Metode……….………... B. Lokasi dan Subjek Penelitian……….………... C. Teknik Pengumpulan Data Penelitian... D. Proses Pengumpulan Data... E. Pengolahan dan Analisis Data Penelitian... BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN……

A. Deskripsi Hasil Penelitian………

1. Kondisi Objektif Pelaksanaan Program Layanan Bimbingan di SD Negeri 1 Cikopo Purwakarta………..

(2)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI……… A. Kesimpulan... B. Rekomendasi...

(3)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, definisi operasional, tujuan dan manfaat penelitian, serta asumsi. A. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia. Lebih lanjut pada pasal 3 dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Jika kita mau mengakui secara jujur, masalah akhlak atau moralitas bangsa saat ini sedang mengalami keprihatinan. Cobalah perhatikan berbagai fenomena kehidupan di masyarakat, tawuran, penyalahgunaan narkotika, kurangnya rasa hormat anak pada orang tua, penindasan, dan perilaku-perilaku menyimpang lainnya. Semua itu terjadi sebagai akibat dari merosotnya penghayatan masyarakat terhadap nilai-nilai budi pekerti yang bersumber dari agama maupun budaya luhur bangsa.

(4)

2

yang dimaksud adalah pendidikan agama atau Pendidikan Kewarganegaraan, namun para pendidik masih jarang menyentuh pendidikan budi pekertinya karena sering dianggap ceramah saja. Hal inil menggambarkan kesalah fahaman dalam memahami konsep budi pekerti.

Pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) pernah pada kurikulum 1947 sampai tahun 1970-an sebagai mata ajar mandiri dari 16 mata ajar yang diberikan di SD, namun pada kurikulum berikutnya pendidikan budi pekerti tidak lagi diberikan secara mandiri, bahkan akhir-akhir ini setelah diadakannya ujian nasional target-target awal siswa ( kelas 1,2, dan 3) mereka sudah harus bergelut dengan materi-materi teoritis logika. Untuk kelas akhir (4,5, dan 6) mereka pun sibuk mempersiapkan untuk menghadapi ujian nasional.

Pada tingkat pendidikan SLTP tak berbeda dengan di SD, pendidikan budi pekerti diselipkan pada pelajaran yang lain. Padahal pada kurikulum 1962 pendidikan budi pekerti merupakan mata ajar yang terpisah dan sejajar dengan dengan 9 mata ajar lainnya. Sedangkan di SLTA budi pekerti belum dianggap sebagai suatu yang penting untuk diajarkan, hal ini tampak dari tidak pernah tercantumnya budi pekerti pada kurikulum SLTA (Supriadi, 2004: 162-168)

(5)

3

3

Beberapa media massa memberitakan betapa telah terjadi dekadensi moral dikalangan pelajar yang mengindikasikan betapa nilai-nilai budi pekerti telah lepas dari budaya hidup mereka.

Bibin Rubini (Radar Bogor, 20/1/09), menanggapi aksi perang kelompok antar pelajar yang sudah dua kali terjadi di awal tahun ini, selaku Pengamat Pendidikan menilai bahwa tawuran terjadi karena mulai bergesernya nilai budi pekerti dan sifat tenggang rasa antar sesama teman. Ini mencerminkan mulai hilangnya makna pendidikan yang diterapkan kepada siswa. Karena itu kata Bibin, perlu ditinjau ulang kurikulum mengenai budi pekerti, akibat hilangnya nilai wawasan kebangsaan yang ada pada setiap siswa. “Di sini jelas sekali, semua sekolah harus mempunyai tanggung jawab moral terhadap pendidikan yang diberikan.” Hasil penelitian tentang pendidikan budi pekerti di sekolah dan bagaimana persepsi guru tentang pendidikan budi pekerti telah dilakukan oleh S.Sutisno, yaitu seorang peneliti bidang pendidikan, bekerja di Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi pendidikan, Jakarta. Dengan judul penelitiannya adalah Studi Penelusuran Persepsi Guru tentang Pendidikan Budi Pekerti, tentang alasan orang tua menyekolahkan anak berkaitan dengan budi pekerti diperoleh data 50% responden bertujuan agar jadi anak yang pintar berbudi pekerti baik; 50% menyatakan agar menjadi anak pandai dan berguna bagi diri sendiri, negara,bangsa dan agama. Responden (50%) menilai sekolah penting sekali sebagai institusi pendidikan budi pekerti dengan alasan untuk me-lestarikan adat istiadat dan budaya bangsa.

(6)

4

Perilaku ‘nakal’ remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Faktor internal: (1) Krisis identitas Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua, (2) Kontrol diri yang lemah Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya. Faktor eksternal: (1) Keluarga Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.(2) Teman sebaya yang kurang baik, (3) Komunitas/lingkungan yang urang baik, dan masih banyak penyebab yang lain yang menyebabkan remaja melakukan hal - hal seperti itu.

Rusaknya moral remaja ini semakin terbukti dari hasil Penelitian Rita Damayanti, Program Studi Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (2005) , tentang ”Perilaku pacaran remaja,” SLTA di Jakarta yang hasilnya remaja yang dalam pacarannya melakukan: (1) ngobrol, curhat 95,7%, (2) pegangan tangan 67,9%, (3) berangkulan 49%, (4) berpelukan 38%, (5) berciuman pipi 40,4%, (6) berciuman bibir 20,5%, (7) meraba-raba dada 13,5%, (8) meraba alat kelamin 7,2%, (9) menggesek kelamin 4,5%, (10) melakukan seks oral 3,3%, (11) hubungan seks 3,2%.

(7)

5

5

Upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja: (a)

Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini, (b) Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama, (c) Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja (d) Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul, (e) Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan. Seharusnya para remaja menjadi tunas bangsa yang bisa diandalkan oleh bangsa tapi mengapa hal itu tidak berlaku di negara kita. Apakah ini indonesia yang semakin lama para remajanya semakin brutal? Dengan kelakuan mereka apa bisa merubah bangsa kita? Apa indonesia masih bisa tetap maju? Apa ini yang dinamkan remaja indonesia?

(8)

6

mata pelajaran pendukung budi pekerti yaitu Pelajaran Agama dan PKn (Pendidikan Kewarganegaraan), di kedua pelajaran ini pun selain waktu perminggunya hanya 2 jam pelajaran, juga hanya sebagian kecil mengajarkan tentang akhlak/moral. Kedua, kekhawatiran tindakan nakal pelajar SMP/SMA itu ditiru oleh pelajar SD, apalagi era informasi modern sekarang ini, para pelajar secara leluasa mendapatkan tayangan-tayangan yang belum selayaknya mereka tonton.

Ki Hajar Dewantara dalam bukunya yang berjudul Pendidikan, mengungkapkan bahwa pendidikan budi pekerti bagi anak-anak kecil bisa dicontohkan oleh seorang pendidik atau guru dengan cara menganjur-anjurkan atau memerintahkan anak untuk duduk dengan baik, jangan berteriak-teriak, tidak mengganggu anak lain, bersih badan dan pakaian, hormat terhadap ibu bapak, monolong orang lain dan lain-lain (http;//educare.e.fkipunia.net).

(9)

7

7

Bapak Pendidikan, Ki Hajar Dewantara menganggap pendidikan di sekolah tidak optimal dalam pembentukan budi pekerti siswa, seperti yang sering dikemukakannya, bahwa pendidikan sekolah hanya sekedar disandarkan kepada aturan pengajaran dengan sistem sekolah melulu , dimana hanya udara intelektualisme, sekolah cenderung memberi keilmuan yang bersifat rasionalitas saja sehingga tidak dipungkiri terabaikannya moralitas siswa (http;//educare.e.fkipunia.net)

Namun demikian sebagian besar keluarga di Indonesia masih menjadikan sekolah menjadi tumpuan terbesar dalam rangka pelurusan moral bangsa ini. Sekolah sebagai sarana penanaman budi pekerti, maka peran besar dimainkan oleh para pendidik yang inheren (di dalamnya ) terdapat guru Bimbingan dan Konseling.

Peran besar guru Bimbingan dalam rangka penanaman budi pekerti ini, karena sesuai dengan makna bimbingan sebagai ,”proses pemberian bantuan (process of helping) konselor kepada individu (konseli) secara berkesinambungan agar mampu memahami potensi diri dan lingkungannya, menerima diri dan mengembangkan dirinya secara optimal, dan menyesuaikan diri secara positif dan konstruktif terhadap tuntutan norma kehidupan (agama dan budaya) sehingga mencapai kehidupan yang bermakna (berbahagia), baik secara personal maupun sosial (Yusuf, 2009:38-39)

(10)

8

secara profesional memilki keakhlian lebih dalam bimbingan dibandingkan guru mata pelajaran.

Dalam konteks pemberian layanan bimbingan konseling, Prayitno (1997:35-36) mengatakan bahwa pemberian layanan bimbingan konseling meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok.

Salah satu layanan dalam bimbingan konseling adalah bimbingan kelompok, bentuk layanan ini dipandang lebih efesien karena lebih banyak melibatkan konseli. Dan untuk mencapai sasaran secara menyenangkan fasilitas yang digunakan dalam bimbingan kelompok untuk menyampaikan budi pekerti ini adalah bercerita.

Selaras dengan pendapat Natawijaya (2009: 37) bahwa, Kegiatan bimbingan kelompok biasanya dipimpin oleh seorang guru atau konselor pendidikan, kegiatan itu banyak menggunakan alat-alat pelajaran seperti cerita-cerita yang tidak tamat, boneka, film, kadang-kadang dalam pelaksanaanya konselor mendatangkan akhli tertentu untuk memberikan ceramah yang bersifat informatif

(11)

9

9

layanan bimbingan kelompok dalam rangka mengembangkan budi pekerti siswa SD diharapkan akan berhasil.

Untuk membuktikan kefektifan layanan bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa inilah, yang melatarbelakangi mengapa perlu diadakan penelitian.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, secara umum adalah dapatkah program bimbingan kelompok melalui cerita mengembangkan budi pekerti siswa?, lebih rinci dapatlah dikemukakan rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi objektif pelaksanaan program layanan bimbingan di SDN 1 Cikopo Purwakarta?

2. Bagaimana profil budi pekerti siswa SDN 1 Cikopo Purwakarta?

3. Seperti apakah program layanan bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa?

4. Bagaimanakah hasil uji coba program bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa?

C. Definisi Operasional

1. Layanan Bimbingan Kelompok melalui Cerita

(12)

10

dengan setting cerita. Seperti yang dijelaskan para ahli; (a) Rochman Natawijaya (2009:36,37) bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri klien, isi kegiatan bimbingan kelompok terdiri atas penyampaian informasi yang berkenaan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan masalah sosial yang tidak disajikan dalam bentuk pelajaran; (b) Gibson & Mitchell (Natawijaya 2009: 8) memandang bimbingan kelompok sebagai aktivitas-aktivitas kelompok yang terfokus pada penyediaan informasi dan/atau pengalaman-pengalaman melalui aktivitas kelompok yang terencana dan terorganisasi; (c) Sofyan S.Willis (2004: 15) bimbingan kelompok adalah jika seorang pembimbing menghadapi banyak klien. Di sini pembimbing lebih banyak bersikap sebagai fasilitator untuk kelancaran diskusi kelompok dan dinamika kelompok, masalah yang dihadapi adalah masalah bersama, misalnya meningkatkan prestasi belajar, kreativitas dan sebagainya. Sedangkan bercerita adalah rangkaian tuturan peristiwa yang disampaikan, baik berasal dari kejadian nyata (non fiksi) ataupun tidak nyata (fiksi) ( http://kakbimo. files.wordpress.com /2009/12/27122009159.jpg).

2. Budi Pekerti Siswa

(13)

11

11

karma dan sopan santun, norma budaya/adaptasi istiadat masyarakat, (b) Supriyadi (1999) budi pekerti diidentikan dengan Moral mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma. Moral merupakan sesuatu yang dianut, diyakini serta dijunjung tinggi oleh seseorang dan masyarakat serta memaksa orang lain untuk menganut, meyakini dan melak-sanakannya sebagai suatu kewajiban. Moral merupakan suatu sistem nilai yang menjadi dasar manusia untuk bertindak atau berperilaku, Budiningsih (2004: 24) mengutarakan beberapa pendapat ahli, menurut Lillie, kata moral berasal dari kata mores (bahasa latin) yang berarti tata cara dalam kehidupan atau adat- istiadat J. Dewey (Pratidarmanastiti,1991) mengatakan bahwa moral sebagai hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai susila atau sosial, moral berhubungan dengan larangan dan anjuran tindakan yang membicarakan salah benar.dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa budi pekerti atau moral perilaku positif yang diharapkan dapat terwujud dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian berdasarkan ukuran agama, hukum, tata karma, sopan santun, budaya dan adapt istiadat masyarakat.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk memperoleh gambaran kondisi objektif pelaksanaan program layanan bimbingan di SDN 1 Cikopo Purwakarta.

(14)

12

c. Untuk menyusun program bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa.

d. Untuk menguji coba efektivitas program layanan bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa.

2. Manfaat Penelitian.

a. Secara teoretik, penelitian ini bermanfaat untuk:

1) Pengembangan khasanah baru pemberian layanan bimbingan kelompok melalui cerita.

2) Memperkaya studi keilmuan tentang bimbingan kelompok dengan tema cerita sebagai bentuk pengungkapan tujuan yang ingin dicapai.

3) Merupakan paduan dari ilmu bimbingan dengan kesusastraan, yang kedua bidang keilmuan tersebut memerlukan keahlian khusus.

b. Secara Praktis, penelitian ini bermanfaat untuk:

1). Guru BK dapat menjadi referensi dalam memahami dan mengarahkan perilaku siswa sesuai tujuan bimbingan.

2). Kepala sekolah dapat menjadi pedoman dalam memberi arahan kebijakan dalam kaitannya dengan bimbingan siswa.

3). Guru kelas/ mata pelajaran dapat menjadi bagian dari strategi mengajar berkenaan materi budi pekerti.

4). Para siswa menjadi bagian dari proses pembelajaran yang menyenangkan. E. Asumsi

(15)

13

13

1. Keberhasilan pelaksanaan layanan bimbingan kelompok didukung pemahaman guru pembimbing terhadap individu yang dibimbingnya. 2. Siswa yang berbudi pekerti baik akan sangat disukai oleh lingkungan

sekitarnya.

3. Nilai-nilai budi pekerti ada dalam cerita dan dapat disajikan dalam bimbingan kelompok.

4. Akhlak adalah budi pekerti, watak, kesusilaan(kesadaran, etika dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.” (Poerbakawatja, , 1976: 9)

5. "Akhlak adalah suatu sikap (hay'ah) yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Jika dari sikap itu lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara', maka ia disebut akhlak yang baik. Jika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk". (Al-Ghazali,1989) 6. Penelitian yang dilakukan Cucu Lisnawati tentang Persepsi Masyarakat

(16)

14

7. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi sosial individu salah satunya adalah bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya (Yusuf, 2008: 14)

(17)

55

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan diuraikan tentang pendekatan dan metode, lokasi dan subjek penelitian, teknik pengumpulan data, dan proses pengumpulan data. A. Pendekatan dan Metode

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun suatu program layanan bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa sekolah dasar. Oleh karena itu diperlukan gambaran yang mendalam tentang bentuk bimbingan cerita yang dapat mengembangkan budi pekerti siswa.

Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan dengan tujuan agar peneliti dapat mendeskripsikan secara jelas dan rinci serta memperoleh data yang mendalam.

Adapun yang menjadi dasar pertimbangan penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah: (1) data yang dikumpulkan bersifat deskriptif yaitu berupa kata-kata atau tindakan subjek yang diobservasi atau diwawancari, (2) penelitian memberikan gambaran apa adanya mengenai layanan bimbingan melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa sekolah dasar, (3) penelitian ini untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang alami yang tidak dapat dimanipulasi.

(18)

56

yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata atau gambar dari pada angka, (3) lebih mementingkan proses dari pada hasil atau produk semata, (4) dalam

menganalisis cenderung induktif yang mengungkapkan makna dari keadaan yang diamati, dan (5) lebih mementingkan makna /esensial, maka kedekatan peneliti menjadi sangat penting selama proses penelitian.

Metoda yang digunakan deskriptif (Nizar, 2003: 54-59) yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.

Dalam penelitian layanan bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa sekolah dasar penelitian diarahkan pada gambaran keadaan budi pekerti siswa dan pencarian cerita dan teknik penceritaan apa yang sesuai guna berkembangnya budi pekerti yang diharapkan.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi sebagai pusat kajian untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah Sekolah Dasar Negeri 1 Cikopo Kecamatan Bungursari kabupaten Purwakarta Jawa Barat.

Pemilihan lokasi ini untuk dijadikan pusat penelitian adalah:

a. SDN 1 Cikopo 1 merupakan salah satu SD percontohan di Purwakarta. b. SDN 1 Cikopo sebagai sekolah transisi antara kota dan desa.

(19)

57

57 2. Subjek Penelitian

Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah: (1) data tentang Program bimbingan kelompok, (2) data tentang budi pekerti siswa.

Berdasarkan jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini peneliti menentukan subjek penelitian. Untuk mendapatkan data budi pekerti siswa diperolah dari siswa SDN 1 Cikopo pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010. Sebagai deskrips jumlah keseluruhan subjek (populasi ), dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1

SUBJEK (POPULASI) PENELITIAN BUDI PEKERTI SISWA

NO

KELAS

JUMLAH

1

I

44

2

II

48

3

III

44

4

IV

44

5

V

44

6

VI

56

280

JUMLAH

(20)

58

Tabel 3.2

DISTRIBUSI SAMPEL PENELITIAN

NO

KELAS

JUMLAH

1

III

44

2

IV

44

88

JUMLAH

Selanjutnya untuk mendapatkan data tentang program bimbingan kelompok bagi pengembangan budi pekerti siswa, penentuan subjek penelitian terdiri atas, 1 kepala sekolah, 2 wali kelas, 1 guru agama, 1 pendidikan kewarganegaraan, dan 2 siswa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.3

SUBJEK (SAMPEL) PENELITIAN

PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI CERITA DALAM MENGEMBANGKAN BUDI PEKERTI SISWA

NO SUBJEK/RESPONDEN JUMLAH KETERANGAN

1 Kepala Sekolah 1

2 Wali kelas 2

3 Guru Mata Pelajaran 2

6 Siswa 2

7 Jumlah

C. Teknik Pengumpulan Data Penelitian

(21)

59

59

Seperti yang diutarakan Sugiono (2008: 137), bahwa terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian , yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data.

Dalam pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan cara atau teknik pengumpulan data, dapat dilakukan dengan interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan ) dan gabungan ketiganya. Dalam mengungkap data tentang budi pekerti siswa dilakukan dengan menggunakan angket (kuesioner).

Untuk mengungkap tentang kondisi objektif pelaksanaan program bimbingan kelompok bagi pengembangan budi pekerti siswa, dikonstruksikan alat pengumpul data berupa pedoman observasi yang memuat aspek-aspek yang akan diwawancarakan. Pedoman wawancara ini berdasarkan kajian kepustakaan tentang bimbingan kelompok Berdasarkan kajian tersebut, disusun kisi-kisi pedoman wawancara yang garis bersarnya dapat dilihat berikut ini.

Tabel 3.4

KISI-KISI ALAT PENGUMPUL DATA

PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI CERITA DALAM MENGEMBANGKAN BUDI PEKERTI SISWA

TUJUAN ASPEK SUB ASPEK 1) Pendapat tentang Program

Bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa di sekolah 2) Kebijakan tentang program

Bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa di sekolah 3) Prospek Program Bimbingan

(22)

60 1) Hakikat Program Bimbingan

kelompok melalui cerita dalam budi pekerti siswa di sekolah 3) Faktor pendukung dan

penghambat Program

Bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa di sekolah 4) Upaya meningkatkan

pelaksanaan layanan Program Bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa di sekolah i

Wali

kelas/wawanc ara

c. Menurut guru mata pelajaran 1) Perpaduan Program

Bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa di sekolah dengan program sekolah lainnya

2) Kerjasama antara guru Mata Pelajaran dengan guru Pembimbing/wali kelas 3) Kinerja guru Pembimbing 4) Kontribusi Program

Bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa di sekolah

(23)

61

61

d. Menurut siswa

1) Pandangan tentang Program Bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa di sekolah 2) Kontribusi Program

Bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa di sekolah 3) Faktor pendukung dan

penghambat Program

Bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa di sekolah

Siswa/

a. Keikutsertaan personel dalam Program Bimbingan

kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa di sekolah b. Jalinan hubungan personel

sekolah dengan guru

a. Dasar Penyusunan Program 1) Perencanaan

b. Keikutsertaan Personil Sekolah dalam penyusunan program.

a. Aspek-aspek isi layanan b. Keterlaksanaan penyampaian

a. Keluasan cakupan sasaran layanan

b. Jumlah siswa yang mendapat layanan

c. Pengelaman kerja guru

Wawancara/ observasi/ studi

(24)

62

f. Ketersediaan anggaran biaya

Wawancara/

Untuk memperoleh data tentang budi pekerti siswa digunakan angket (kuesioner). Angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiono, 2008: 142). Uma Sekaran (Sugiono, 2008: 142-144), memberikan sepuluh prinsip dalam penulisan angket: (1) Bila isi dan tujuan angket untuk pengukuran, maka setiap pertanyaan skala dan jumlah itemnya mencukupi variabel yang diteliti; (2) Bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan kemampuan responden; (3) tipe dan bentuk pertanyaan dapat terbuka dan tertutup, positif maupun negatif; (4) pertanyaan tidak mendua; (5) tidak menanyakan yang sudah lupa; (6) pertanyaan tidak menggiring; (7) pertanyaan tidak terlalu panjang dan jumlahnya antara 20-30 pertanyaan; (8) urutan pertanyaan dimulai dari hal yang umum ke hal yang spesifik; (9); instrumen harus diuji reliabilitas dan validitasnya; (10) penampilan fisik angket menarik.

(25)

63

63

sesuai dengan kenyataan yang dialami/dilakukan responden dalam berkegiatan di sekolah.Butir-butir angket diskor secara dikotomis sesuai dengan pernyataan positif atau negatif.

Dalam penyekoran, instrumen yang dipergunakan dengan nilai berkisar dari 1 dengan 0. Perincian kreteria skor tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.5

KRETERIA PENILAIAN (SKOR) ALTERNATIF JAWABAN UNTUK SETIAP ITEM

NO

OPTION SKOR

POSITIF NEGATIF

1. Ya 1 0

2. Tidak 0 1

Dalam menyusun alat pengumpul data, peneliti berpedoman pada ruang lingkup variabel-variabel yang terkait. Untuk memudahkan dalam menyusun alat pengumpulan data, maka ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menyusun indikator-indikator dari setiap variabel penelitian yang akan ditanyakan pada responden berdasarkan teori yang telah dikemukakan pada bab II.

b. Menentukan instrumen alat pengumpul data.

c. Membuat kisi-kisi dalam bentuk matriks yang sesuai dengan indikator setiap variabel.

(26)

64

e. Menetapkan kreteria penskoran untuk setiap alternatif jawaban serta bobot penilaiannya.

f. Membuat petunjuk pengisian angket, responden mubuhkan tanda ceklist (√) pada jawaban yang sesuai.

Untuk mengukur variabel budi pekerti siswa, para ahli memberikan pandangan tentang definisi budi pekerti, antara lain: (a) Sukadi (2002: viii) Budi pekerti adalah berisi nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui ukuran norma agama, norma hukum, tata karma dan sopan santun, norma budaya/adaptasi istiadat masyarakat. (b) Supriyadi (1999) budi pekerti diidentikan dengan Moral mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma, moral merupakan sesuatu yang dianut, diyakini serta dijunjung tinggi oleh seseorang dan masyarakat serta memaksa orang lain untuk menganut, meyakini, memahami, menjunjung tinggi dan melaksanakannya sebagai suatu kewajiban. (c) Budiningsih (2004: 24) budi pekerti yang dimaknai dengan moral merupakan suatu sistem nilai yang menjadi dasar manusia untuk bertindak. (d) Lillie (Pratidarmanastiti,1991) kata moral berasal dari kata mores (bahasa latin) yang berarti tata cara dalam kehidupan atau adat-istiadat, moral sebagai hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai susila, moral berhubungan dengan larangan dan anjuran tindakan yang membicarakan salah benar.

(27)

65

65

(28)

66

menghambur-hamburkan sesuatu. (11) berempati adalah perilaku siswa yang mampu menempatkan diri pada keadaan atau situasi yang dialami orang lain. (12) mandiri adalah perilaku siswa yang tidak menggantungkan diri kepada orang lain, sikap yang didasari inisiatif, kemampuan, dan tanggung jawab sendiri. (13) berbakti adalah perilaku siswa yang dalam melakukan suatu kegiatan didorong atas kepatuhan kepada orang yang diormatinya. (14) santun adalah perilaku siswa yang dalam tindakannya didasarkan atas norma adat yang luhur.

Di bawah ini disajikan kisi-kisi instrumen alat pengumpul data yang lengkap dengan pernyataanya

Tabel 3.6

KISI-KISI DAN PERNYATAAN ALAT PENGUMPUL DATA BUDI PEKERTI SISWA

Variab el

Indikator Aspek No. Pernyataan Jum

(29)

67

67

Perilaku 10a, 10b 10c 3

Berempati Pemahaman 11 1

Perilaku 11a, 11b, 11c 3

Mandiri Pemahaman 12 1

Perilaku 12a, 12b, 12c 3

Berbakti Pemahaman 13 1

Perilaku 13a, 13b, 13c 3

Santun Pemahaman 14 1

Perilaku 14a,14b,14c,14d 4

(instrumen selengkapnya terdapat pada lampiran 4) D. Proses Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data menyangkut prosedur dan tahapan kegiatan yang ditempuh dalam upaya pengumpulan data.

1.Tahap Persiapan

Pada tahap ini peneliti mulai dengan melakukan observasi kepada pihak sekolah untuk memperoleh berbagai informasi mengenai keadaan situasi dan kondisi yang berhubungan dengan penelitian terutama subjek penelitian. Selanjutnya melakukan studi pendahuluan berkaitan dengan pelaksanaan program bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa. Setelah data dan keterangan yang diperlukan terkumpul, selanjutnya memohon izin untuk melakukan penelitian kepada pihak-pihak yang terkait.

2. Penyebaran dan Pengumpulan Instrumen

Ada dua kegiatan yang dilakukan penelitian sesuai dengan jenis data yang dibutuhkan:

(30)

68

dengan responden yaitu, kepala sekolah, guru pembimbing/wali kelas, guru mata pelajaran, dan siswa.

Kedua, untuk memperoleh data budi pekerti siswa, dilakukan dengan menyebarkan angket. Dalam penelitian ini penyebaran angket ditujukan kepada seluruh siswa SDN 1 Cikopo kabupaten Purwakarta pada semester genap tahun ajaran 2009/2010 mulai tanggal 10 -20 April 2010. Penyebaran dan pengumpulan data dilakukan secara simultan. Data yang telah terkumpul dicek jumlahnya berdasarkan jumlah sampel. Jumlah instrumen angket yang disebar sebanyak 214 kepada responden sesuai jumlah sampel dan masuk 100% yakni 214 instrumen. Dengan demikian data yang terkumpul layak untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.

E. Pengolahan dan Analisis Data Penelitian

1. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Ukuran memadai atau tidaknya instrumen sebagai alat pengumpul data yang mengukur variabel penelitian harus mempunyai syarat utama, yaitu validitas atau kesahihan dan reliabilitas atau keajegan.

(31)

69

69

Validitas internal berupa pengukuran skala sikap (nontest) harus memenuhi validitas konstruk (construct validity) atau dalam Sutrisno Hadi (1986) disebut logical validity atau validity by definition.

Untuk pengujian validitas konstruksi dapat menggunakan pendapat ahli (judgment experts). Setelah mendapat penilaian dari para ahli minimal 3 orang, instrumen diujicobakan terhadap sampel, selanjutnya ditabulasi dan anisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antara skor item instrumen dalam suatu faktor dengan skor total.

Dalam penelitian ini instrumen yang telah dinilai ahli (judgement experts) disebarkan kepada sampel yakni siswa SDN 1 Cikopo Purwakarta pada semester genap tahun ajaran 2009/2010 yang berjumlah 88 yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun penyebaran dan pengumpulan angket dilaksanakan pada tanggal 10 April 2010 dilanjutkan dengan uji validitas dan reliabilitas instrumen hingga tanggal 20 April 2010.

Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen disiplin siswa dalam penelitian ini, sebagai berikut.

a. Uji Validitas Instrumen

Seperti yang dikemukakan Suharsimi Arikunto (1998: 136) bahwa, tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukan sejauh mana variabel data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud.

(32)

70

dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui apakah angket yang telah disusun tepat untuk dipergunakan sebagai alat pengumpul data atau tidak.

Dalam uji validitas ini peneliti menggunakan pengujian validitas tiap butir item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir item dengan skor total dari jumlah skor seluruh item. Adapun rumus yang digunakan dalam pengujian validitas instrumen ini menggunakan rumus koefisien korelasi (r) dengan teknik Spearman yang dikenal dengan ” rho Spearman”. Rumus ini digunakan untuk mengkorelasikan urutan tingkatan.(Mohamad Ali, 1993:193) rumus ” rho Spearman,” tersebut adalah sebagai berikut.

Arikunto (1987:211) Keterangan:

r

hoxy = koefisien korelasi tata jenjang

D = Diference (pembeda) antarjenjang setiap subjek. N = banyaknya subjek

Selanjutnya Sugiono (2008: 127) menjelaskan bahwa bila harga korelasi di bawah 0,30, maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut tidak valid, sehingga harus diperbaiki atau dibuang.

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan program SPSS 12,0 for Windows dapat diketahui skor validitas setiap butir ítem sebagai berikut.

(33)

71

71

angket siswa dianalisis. Hasil análisis menunjukan untuk variabel budi pekerti aspek pemahaman dari 14 butir ítem pernyataan 11 item valid pada tingkat kepercayaan 95% sampai dengan 99% dan 3 item tidak valid dan tidak dipakai dalam pengolahan data, yaitu butir pernyataan 4, 7 dan 13, sedangkan variabel budi pekerti aspek perilaku dari 44 butir ítem pernyataan sebanyak 36 item valid pada tingkat kepercayaan 95%-99% dan 8 item tidak valid, yakni item nomor 1b, 2c, 4c, 7a, 10b, 13a, 13b, dan 44d. Dengan demikian dari 11 item varibel budi pekerti aspek pemahaman dan 36 item variabel budi pekerti aspek perilaku langsung dipakai dalam penelitian . Oleh karena itu, instrumen alat pengungkap data budi pekerti siswa yang dipergunakan sebanyak 11 item pernyataan aspek pemahaman dan 36 item pernyataan aspek perilku. (Perhitungan validitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2).

b. Uji Reliabilitas Instrumen

(34)

72

(Sugiono, 2008:104) Keterangan:

ri = reliabilitas internal seluruh instrumen

rb = korelasi produk moment antara belahan pertama dan kedua

Setelah koefisiensi korelasi dan reliabilitas diperoleh,kemudian dikonsultasikan menggunakan tabel r dari product moment. Jika r hitung > dari r tabel pada taraf kepercayaan tertentu maka instrumen tersebut reliabel, dan sebaliknya, jika r hitung < dari r tabel maka instrumen tersebut tidak reliabel.

Untuk menunjang keakuratan juga kecepatan perhitungan data, maka dalam analisis dan pengolahan instrumen serta data lapangan yang bersifat kuantitatif meinggunakan sistem SPSS 12,0 for Windows. Ini dianggap lebih efektif dan efesien dibandingkan dengan perhitungan secara manual.

Dari hasil perhitungan untuk alat pengukuran disiplin siswa dapat diperoleh harga koefisien korelasi sebesar 0,881 dengan tingkat kepercayaan 99%.

Tabel 3.7

UJI RELIABILITAS VARIABEL BUDI PEKERTI ASPEK PEMAHAMAN

Ganjil Genap

Spearman's rho

Ganjil Correlation Coefficient

1.000 .729(**)

Sig. (1-tailed) . .000

N 40 40

Genap Correlation Coefficient .729(**) 1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 40 40

(35)

73

73

Kemudian hasil tersebut dihitung menggunakan rumus koefisien reliabilitas total

Untuk aspek pemahaman (

r

tt) seperti berikut.

Hasil perhitungan menunjukan bahwa

r

tt sebesar 0,843 dengan tingkat

kepercayaan 99% atau p < 0,01. Ini berarti bahwa alat penelitian disiplin siswa memiliki tingkat ketetapan yang sangat signifikan. Dengan demikian alat/instrumen disiplin siswa ini dapat dipergunakan untuk penelitian. (Perhitungan selengkapnya dapat dilihat dari lampiran 2)

Tabel 3.8

UJI RELIABILITAS VARIBEL BUDI PEKERTI ASPEK PERILAKU

Ganjil Genap

** Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Untuk aspek perilaku (

r

tt) seperti berikut.

Hasil perhitungan menunjukan bahwa

r

tt sebesar 0,937 dengan tingkat

kepercayaan 99% atau p < 0,01. Ini berarti bahwa alat penelitian disiplin siswa memiliki tingkat ketetapan yang sangat signifikan. Dengan demikian

(36)

74

alat/instrumen disiplin siswa ini dapat dipergunakan untuk penelitian. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat dari lampiran 4.

2. Analisis Data Penelitian

Untuk mengatur, mengolah dan mengorganisasikan data diperlukan ketekunan dengan penuh kesungguhan dalam memberikan makna. Berkaitan dengan analisis data, Patton (Nasution, 1992) menjelaskan bahwa analisis data adalah proses mengatur dan mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola urutan, dan mencari hubungan di antara dimensi uraian-uraian.

Dalam penelitian ini, pelaksanaan analisis data dilakukan sepanjang penelitian dan secara terus-menerus, mulai tahap pengumpulan data sampai pelaporan. Sebagaimana dikemukakan Miles dan Huberman (Sutardi,1995)bahwa, analisis data kualitatif merupakan upaya berlanjut, berulang dan terus-menerus. Menurut mereka ada tiga tahap analisis, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Data yang diperoleh dari lapangan diolah dengan menggunakan teknik yang disesuaikan dengan pertanyaan dan tujuan penelitian. Teknik pengolahan data yang dipakai adalah yang mengacu kepada pertanyaan penelitian.

(37)

75

75

kelompok dalam upaya mengembangkan budi pekerti siswa. Juga dari deskripsi tersebut peneliti mendapat kejelasan tentang kemungkinan terlaksananya bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa.

Gambaran umum kondisi objektif pelaksanaan bimbingan kelompok serta kemungkinan terlaksananya bimbingan bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa berdasarkan observasi dan wawancara dengan kepala sekolah, guru pembimbing/wali kelas, guru mata pelajaran, dan siswa disajikan pada bab IV.

Dalam menguji normalitas distribusi data pada pengolahan data angket budi pekerti siswa pada aspek pemahaman (X) dan aspek perilaku (Y), berikut tabel normalitas distribusi budi pekerti siswa.

Tabel 3.9

NORMALITAS DISTRIBUSI DATA

ASPEK PEMAHAMAN DAN PERILAKU BUDI PEKERTI SISWA

(38)

76

18 9 32 48 9 32 78 4 30

19 2 28 49 2 30 79 8 29

20 7 34 50 7 29 80 5 35

21 6 36 51 6 35 81 6 32

22 8 35 52 8 32 82 7 34

23 4 32 53 4 34 83 8 31

24 10 34 54 10 31 84 6 32

25 4 29 55 4 36 85 9 28

26 8 28 56 8 34 86 6 34

27 3 31 57 3 32 87 9 36

28 8 32 58 8 29 88 7 34

29 5 33 59 5 34

30 5 34 60 9 32

Berdasarkan tabel di atas, dapatlah dilakukan beberapa perhitungan antara lain sebagai berikut:

Menghitung rentang data terbesar (maksimal) dan data terkecil (minimal) ,

yaitu:

r

x = 11 – 2 = 9 dan

r

Y = 38 – 27 = 11

Untuk menghitung rata-rata (mean ), skor tengah (median), skor frekuensi terbanyak (modus), koefesien Varian (KV), dan dan Standar Deviasi (SD) tunggal dan gabung, dilakukan perhitungan distribusi frekuensi dan korelasional menggunakan sistem excel ( data lengkap pada lampiran 7), maka dapat diketahui:

1) Skor rata-rata budi pekerti pada aspek (a) pemahaman

x

= 602 = 6,84 88 (b) perilaku y = 2857 = 32,47

88

(39)

77

77

3) Modus/mode atau skor yang frekuensinya paling banyak, yaitu (a) aspek pemahaman X= 8 (frekuensi= 16 kali) dan (b) aspek perilaku Y=34 (frekuensi = 14 kali)

4) Standar Deviasi tunggal budi pekerti (a) aspek pemahaman SD = 2,191 dan

(b) aspek perilaku SD = 2,661

5) Koefesien Varian budi pekerti (a) aspek pemahaman KVX = 32.033, dan (b) aspek perilaku KVY = 8.195

6) Standar Deviasi Gabung antara aspek pemahaman dan perilaku SD =0,062

7) Untuk mencari nilai “t” menggunakan rumus

Berdasarkan angka-angka tersebut dapat membuat interpretasi sebagai

berikut. Korelasi gabung +0,062 (r hitung), dengan N=88 -1=87 pada r table

dengan tingkat kepercayaan 95% -99% adalah 0,213 dan 0,278. Karena r hitung

= x − y

SD n1 +1 n21 =

6,84 − 32,47

0,062 188 +881

= −25,63

0,062 288

= 0,062X 0,151−25,63

=0,062X 0,151−25,63

= 0,062X 0,151−25,63

= 57,85

(40)

78

lebih kecil dari harga r table, maka hipotesis nihil (Ho) diterima, dan hipotesis

alternative (H1) ditolak. ini berarti tidak ada korelasi yang posistif dan signifikan

antara pemahaman siswa terhadap budi pekerti dengan perilaku budi pekertinya.

Untuk mendapatkan gambaran kecenderungan budi pekerti siswa digunakan analisis data secara kuantitatif. Hasil penyekoran dan presentasi data disiplin siswa disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.10

SKOR BUDI PEKERTI SISWA ASPEK PEMAHAMAN

NO INDIKATOR SKOR %

SKOR BUDI PEKERTI SISWA ASPEK PERILAKU

NO INDIKATOR SKOR %

Pembagi diperoleh

1 Bertanggung jawab 104 104 59,09%

2 Jujur 264 187 70,83%

3 Berbaik sangka 264 170 64,39%

4 Sabar 176 102 57,95%

(41)

79

79

6 Bersahaja 264 190 71,97%

7 Berdisiplin 176 117 66,48%

8 Pemaaf 264 174 65,91%

9 Ikhlas 264 179 67,80%

10 Hemat 176 118 67,05%

11 Berempati 264 195 73.9%

12 Mandiri 264 152 57,58%

13 Berbakti 88 60 68,18%

14 Santun 264 187 70.83%

JUMLAH 3696 2857 69.30%

(pengolahan selengkapnya terdapat pada lampiran 3)

Dari hasil pengolahan data budi pekerti siswa yang dikelompokan kedalam dua aspek yaitu pemahaman dan perilaku, maka untuk aspek pemahaman rata-rata 59,92% dan perilaku mendapat rata-rata prosentase 77,30%. Pembahasan lebih jauh akan diuraikan pada bab IV.

Untuk mengkategorisasi perolehan skor budi pekerti siswa, maka ditentukan terlebih dahulu patokan pengelompokan skor sebagai berikut.

Tabel 3.12

Kategorisasi Prosentase Perolehan Skor Siswa

NO RENTANGAN PERSENTAS (%) KUALIFIKASI/KATEGORI

1 ≥ 75 Sangat Baik

2 50 - 74 Baik

3 ≤ 49 Kurang Baik

(Uman Suherman, 2009: 106)

(42)

80 Tabel 1.13

Kategori Prosentase Budi Pekerti Siswa

NO KATEGORI

ASPEK

PEMAHAMAN PERILAKU

∑SISWA % ∑SISWA %

1 Sangat Baik 23 26.14 45 51.14

2 Baik 37 42.05 42 47.72

3 Kurang Baik 28 31.82 1 1.14

Jumlah 88 100 88 100

(data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7)

Dari data tabel 1.13 dapat prosentase tertinggi pada aspek pemahaman kategori sedang (42,05%) dan terendah kategori sangat baik (26,14%), sedangkan pada aspek perilaku tertinggi ada pada aspek sangat baik (51,14) dan terendah pada aspek kurang baik (1,14%). Uraian selanjutnya dibahas pada bab IV.

Untuk menjawab pertanyaan bagaimanakah langkah-langkah pengembangan program layanan bimbingan bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti sisw sekolah dasar. Dimulai dengan menganalisis kondisi objektif pelaksanaan program bimbingan dan kecenderungan budi pekerti siswa.

Langkah-langkah penyususnan program bimbingan secara umum, dikembangkan dengan langkah-langkah berikut: (1) perencanaan program, (2) pengorganisasian, (3) sarana, (4) anggaran, (5) koordinasi dan kerjasama, (6) pelaksanaan, dan (7) evaluasi.

(43)

81

81

(44)

137

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bab ini diuraikan tentang kesimpulan dan rekomendasi. A. Kesimpulan

(45)

138

138

dengan wali kelas, guru mata pelajaran, serta staf tata usaha,(d) untuk keperluan kunjungan rumah.

2. Profil budi pekerti berdasarkan penyebaran angket pengukuran, maka dapat disimpulkan secara umum budi pekerti siswa di SDN 1 Cikopo Purwakarta, antara lain sebagai berikut yakni yang memiliki prosentase 60% pada aspek pemahaman termasuk kategori baik atau sedang antara lain bersahaja, ikhlas, berempati, mandiri, dan santun, sedangkan pada aspek perilaku ada 11 aspek dan 3 aspek lainnya di bawah 60% yaitu bertanggung jawab, sabar, dan mandiri.

3. Layanan bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa dapat menjadi solusi dalam mengembangkan dan meningkatkan budi pekerti siswa.

4. Hasil uji coba program bimbingan kelompok melalui cerita dalam mengembangkan budi pekerti siswa terbukti dapat meningkatkan sikap/perilaku budi pekerti siswa. Untuk itu program ini dapat digunakan dalam program bimbingan di sekolah.

B. Rekomendasi

(46)

139 1. Bagi Kepala Sekolah

a. Penyelenggaran layanan bimbingan di sekolah dasar sebenarnya memiliki kebutuhan yang sama seperti di SMP dan SMA, maka diperlukan layanan bimbingan bagi siswa SD.

b. Ketersediaan ruangan, alat perlengkapan, dan guru bimbingan harus menjadi pertimbangan dalam pengalokasian anggaran sekolah.

2. Bagi wali kelas

Wali kelas hendaknya dapat menggantikan peran guru bimbingan yang mampu dan mau membimbing siswa-siswanya disamping tugas pokoknya sebagai pengajar.

3. Bagi Peneliti selanjutnya

Kolaborasi kemampuan bercerita dan kemampuan BK dapat dikembangkan lebih lanjugt untuk menghasilkan program bimbingan yang lebih efektif.

(47)

140 Daftar Pustaka

Abu Ahmadi &Ahmad Rohani.1991. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta:

PT.Rineka Cipta.

Anas Sudijono. 1987. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada

Andi Mappiare. 1984.Pengantar Bimbingan dan Konseling di Sekolah Surabaya: Usaha Nasional.

Bimo Walgito. 2006. Psikologi Kelompok. Yogyakarta :Andi Yogyakarta

Cece Rachmat. 1995. Bimbingan Kelompok (Kumpulan Makalah Lokakarya Bimbingan

Kelompok), Bandung: Jurusan PPB FIP IKIP

Dedi Supriadi . Budi Pekerti dalam kurikulum SD .Harian Umum Pikiran Rakyat tgl. 11 dan 12 Juni 2001

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan . 1994. Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan .Jakarta

___________,2004.”Kurikulum 2004 Pedoman Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar”. Jakarta

Depdiknas .2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.Jakarta.

__________2008, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta

___________.2008. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta Dewa Ketut Sukardi , dalam Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan

Konseling di Sekolah.

DPR-RI. 2003.UU Sisdiknas, Bandung: Citra Umbara.

E. Mulyasa. 2008. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Furqon. 2008. Statistik Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Gazda, M. George. 1984. Group Counseling A Development Approach. Boston: Allyn

(48)

141

Gerald Corey. 2007. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy ( terjemah oleh E.Koswara :Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung : Refika Aditama.

Muhibin,(2009) Kenakalan remaja dan tawuran

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0612/28/opini/3198288.htm I.Djumhur & Drs.Moh.Surya, 1994. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah

Bandung: CV.ILMU .

Ifdil Dahlani (2009), bimbingan dan konseling di sekolah :http:/ konselingindonesia.com

John J.Pietrofesa, George E.Leonard, dan William Van Hoose, 1978. The Authentic C ounselor. Chicago: Rand MCNally College Publishing Company

Kottler Jeffry & Brown Robert.W, 1985. Introduction to therapeutic Counseling California: Cole Publishing Company.

M.Hamdani Bakran Adz-Dzaky, 2001. Psikoterapi dan Konseling Islam Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.

Mochtar Buchori. (2010) Pendidik Moral http://www.kompas.co.id/kompas cetak/0612/28 opini/ 3198288 .htm

Mohamad Nazir. 2003. Metoda Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia

Muhibbin Syah. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Nana Syaodih Sukmadinata.2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Nandang Rusmana. 2009.Bimbingan dan Konseling Kelompok Di Sekolah (Teori dan

Aplikasi). Bandung: UPI

Prayitno, 1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling Jakarta:Penerbit Reina Cipta dan Depdikbud.

Rachmat Djatnika, 1987. Sistem Etika Islami ( Akhlak Mulia) . Surabaya: PT.Pustaka Islami.

Rochman Natawijaya. 1987. Pendekatan – pendekatan Dalam Penyuluhan Kelompok. Bandung: CV Diponegoro.

(49)

142

142

Rohmy Husniah-Yudhi Arifani , Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski halaman 12 dari 12 Batu, 12-14 Agustus 2008

Sofyan S. Willis. 2004. Konseling Individu Teori dan Praktek. Bandung : Afabeta Subino. 1987. Konstruksi dan Analisis Tes Suatu Pengantar kepada teori Tes dan

Pengukuran. Jakarta: Depdikbud

Sugiono. 2008.Metoda Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta

Suherman (editor ). 2008. Konsep & Aplikasi Bimbingan & Konseling. Bandung : Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UPI

Sukadi. 2003. Pendidikan Budi Pekerti untuk SMP/MTs ( Jilid 1,2,3 ) . Bandung : Arcarya Media Utama.

Sumadi suryadibrata. 1983. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Syamsu Yusuf LN & A Juntika Nurhisan. 2008.Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Program Pascasarjana UPI & PT Remaja Rosdakarya

Syamsu Yusuf LN .2009.Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung : Rizqi Press.

___________. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja . Bandung : Rosda

Gambar

Tabel 3.1 SUBJEK (POPULASI) PENELITIAN
Tabel 3.3 SUBJEK (SAMPEL) PENELITIAN
Tabel 3.4 KISI-KISI ALAT PENGUMPUL DATA
Tabel 3.5 KRETERIA PENILAIAN (SKOR) ALTERNATIF JAWABAN UNTUK
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi segenap dampak lingkungan hidup (primer, sekunder) yang secara potensial akan timbul sebagai akibat adanya rencana

Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi kapak batu, merupakan tinggalan dari nenek moyang yang mempunyai beberapa fungsi, dan

Obyek dari performance bond adalah barang serta jasa lingkungan hidup (hutan, udara, air) yang dapat terkena dampak polutif atau ekstraktif dari suatu kegiatan ekonomi..

 Pemain yang ketahuan pertama adalah calon sebagai penjaga pada permainan selanjutnya, kalau dalam permainan tersebut tidak kebentengan (benteng atau pos jaga

Sistem penomoran yang digunakan di RSUD Bendan Kota Pekalongan menggunakan cara unit (Unit Numbering System) dengan ketentuan sesuai teori, dimana dimana satu

Puji syukur saya persembahkan kepada Allah SWT, karena berkat izin dan ridhonya pada akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Perbandingan Brand Equity

Dengan sulitnya menemui pakar atau spesialis untuk berkonsultasi, membuat penderita lambat mengetahui gejala-gejala penyakit yang timbul pada penderita

Organ pernafasan pada hewan Kalimat pernyataan tentang tempat hidup ikan Disajikan sebuah kalimat tentang tempat hidup ikan, siswa menentukan alat pernafasan ikan L1 (C5)