• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP BERBASIS KEBUTUHAN DAN POTENSI LOKAL UNTUK MENGATASI PENGANGGURAN :Studi di Kelompok Belajar Usaha Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP BERBASIS KEBUTUHAN DAN POTENSI LOKAL UNTUK MENGATASI PENGANGGURAN :Studi di Kelompok Belajar Usaha Kabupaten Merangin Provinsi Jambi."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah ……….……….………….…...

B. Rumusan Masalah ….….………

C. Tujuan Penelitian ………...

D. Penjelasan Istilah ……….

E. Sitematika Penulisan ……….

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ……….……….

A. Tinjauan Teoritis tentang Kebutuhan Hidup Manusia,

Kebutuhan Belajar dan Potensi Lokal ……..……….. ………

1. Kebutuhan Hidup Manusia ………..

2. Kebutuhan Belajar ………

3. Potensi Lokal ………

B. Tinjauan Teoritis tentang Pendidikan dan

Pendidikan Luar Sekolah ……….….. 1. Konsep Pendidikan Nasional ……….……... 2. KonsepKeilmuan, Pengertian, dan Tujuan

Pendidikan Luar Sekolah ……….………….… 3. Ketentuan Yuridis tentang Pendidikan

Luar Sekolah ……….……….. C. Kelompok Belajar Sebagai Satuan Pendidikan

Luar Sekolah ………..…………. 1. Konsepsi Kelompok Belajar ……….…..

(2)

xv

2. Fungsi Kelompok Belajar ………

3. Tahapan Pembentukan Kelompok Belajar ………

4. Pengelolaan Kelompok Belajar ………

5. Kelompok Belajar Usaha (KBU) Sebagai Sarana

Pemberdayaan ………... 6. Pemberdayaan Warga Belajar pada Kelompok Belajar

Usaha (KBU) ……… D. Konsep Pelatihan, Pembelajaran dan Life Skill (kecakapan hidup)

1. Konsep Pelatihan ……….………

2. Konsep Pembelajaran ………..

3. Konsep Life Skills (kecakapan hidup) ……….. E. Pengelolan Pendidikan Luar Sekolah ………

F. Kerangka Pemikiran ………..

G. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan ……… BAB III. METODE PENELITIAN ……….

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ……….……….

B. Prosedur Penelitian ……….……….

1. Studi Pendahuluan ………..………

2. Penyusuanan Desain Model Konseptual ……… 3. Implementasi Model Konseptual ……..….………

4. Revisi Model Konseptual ………..

C. Lokasi dan Subjek Penelitian ….……….. D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ……….. E. Teknik Analisis dan Penafsiran Data ……….. BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………..

A. Deskripsi Hasil Studi Eksplorasi ……….. 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……….

a. Kondisi Geografis Kabupaten Merangin ……….…..

b. Kondisi Iklim ……….

c. Kondisi Sumber Daya Manusia dan Potensi Alam ………

(3)

xvi

2. Deskripsi Hasil Penelitian Deskriptif ………..……. a. Analisis Kondisi Faktual Pendidikan

Kecapan Hidup (PKH) dalam Mengatasi

Pengangguran di Kabupaten Merangin ….….……… 1) Kondisi Faktual Pelaksanaan PKH di LPK/PKBM … 2) Kondisi Faktual Pelaksanaan PKH di

Instansi Pemerintah ……….

(a) Analisis Kebutuhan ………

(b) Perencanaan Pendidikan Kecakapan

Hidup ………..

(c) Pelaksanaan PKH……….………..

(d) Evaluasi Program Pendidikan kecakapan

hidup ………..… 3) Analisis Permasalahan Mengatasi Pengangguran …….. b. Kesimpulan Analisis Kondisi Faktual Pendidikan

Kecapan Hidup (PKH) dalam Mengatasi

Pengangguran di Kabupaten Merangin ………..

B. Rancangan Model Konseptual ………...

1. Penetapan Lokasi/Wadah Penyelenggara Model

Konseptual PKH Untuk Mengatasi Pengangguran ………….. 2. Analisis Kebutuhan Model Pendidikan

Kecakapan Hidup Bagi Para Penganggur ……….. 3. Perencanaan Model Konseptual ……….. 4. Arah Model Konseptual Pendidikan

Kecakapan Hidup ……… a. Aspek Sistem Pendidikan ..………. b. Aspek Proses atau Pelaksanaan ………

c. Aspek Pendekatan ………..

d. Aspek Materi Pembelajaran ……….. e. Aspek Metode Pembelajaran ..……… 5. Model Konseptual Pendidikan

(4)

xvii

C. Validasi dan Revisi Model Konseptual Pendidikan Kecakapan Hidup Berbasis Kebutuhan dan

Potensi Lokal ………. 1. Hasil Analisis dari Pembimbing ……….. 2. Hasil Analisis dari Rekan Sejawat ………... 3. Hasil Analisis dari Praktisi PLS ………...……… D. Uji Coba Model Pendidikan Kecakapan Hidup ……… 1. Uji Coba Model (Eksperimen) Tahap I ………

a. Tahap Persiapan ………

b. Tahap Pelaksanaan ………...

c. Hasil Uji Coba ……….

1)Hasil Belajar ………

2)Pendapat Warga Belajar Tentang Model

Pendidikan Kecakapan Hidup ……… 3)Ilustrasi Keberhasilan ………..

d. Revisi ………..

2. Uji Coba Model (Eksperimen) Tahap II ..……… a. Tahap Persiapan ………...

b. Tahap Uji Coba ………

c. Hasil Uji Coba ……….

1) Hasil Belajar ………...

2) Pendapat Warga Belajar Tentang Efektivitas Model Pendidikan Kecakapan Hidup ………. 3) Ilustrasi Keberhasilan (Uji coba Tahap II) ………….. E. Efektivitas Model Pendidikan Kecakapan Hidup ………… F. Model Akhir Pendidikan Kecakapan Hidup Berbasis

Kebutuhan dan Potensi Lokal ………. G. Skenario Pelaksanaan Model Pendidikan Kecakapan

Hidup Berbasis Kebutuhan dan Potensi Lokal ………

1. Tahap Persiapan ………..

2. Tahap Perencanaan ………

3. Tahap Pengorganisasian ……….

(5)

xviii

H. Pembahasan ……….

1. Model Pendidikan Kecakapan Hidup Berbasis

Kebutuhan dan Potensi Lokal di PKBM ……… 2. Efektivitas Model Pendidikan Kecakapan

Hidup Berbasis Kebutuhan dan Potensi

Lokal di PKBM ………

a. Respon pengelola PKBM dan tutor ………. b. Hasil Belajar dan Respon Warga Belajar ……… BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ………

1. Gambaran Pendidikan Kecakapan Hidup

di PKBM Amanah ………. 2. Model Konseptual PKH Berbasis

Kebutuhan dan Potensi Lokal ………..

3. Implemtasi Model Konseptual Pendidikan Kecakapan Hidup Berbasis Kebutuhan dan Potensi Lokal ……… a. Respon Pengelola PKBM dan Tutor ………. b. Hasil Belajar dan Respon Warga Belajar ………….

4. Model Pendidikan Kecakapan Hidup Yang Direkomendasikan

dalam Mengatasi Pengangguran ………..

B. Implikasi ……….

1. Implikasi Teoritis ……….

2. Implikasi Praktis ………..

C. Rekomendasi ……….

1. Rekomendasi untuk penerapan model ………

2. Rekomendasi bagi penelitian anjutan ……….

(6)

xix

Daftar Umur Produktif Yang Tidak Memiliki Pekerjaan

(menganggur) di Kabupaten Merangin tahun 2009 …..…………. One Group Pretest-Ppost Test Design ..……….. ……. Instrumen Penelitian ……… LKP/PKBM/Penyelenggara PKH di Empat Kecamatan ... Kondisi Faktual Pelaksanaan PKH di LKP Omega Syam Course .. Kondisi Faktual Pelaksanaan PKH di PLBM Perintis ….……… Kondisi Faktual Pelaksanaan PKH di PKBM Tambang Ilmu …… Kondisi Faktual Pelaksanaan PKH di PKBM Tri Sakti ………… Kegiatan Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan dan Perikanan 2009 ...……….. Kegiatan Pelatihan yang Dilakukan BPTK Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Merangin Tahun 2009-2010 . Model Konvensional Pelaksanaan PKH di Kabupaten Merangin Jenis PKH yang Dibutuhkan ………

(7)

xx 4.17

4.18 4.19 4.20

4.21

4.22

4.23 4.24 4.25

4.26

Strategi Weakness-Threat ……….. Rekapitulasi Strategi Model Konseptual PKH ……….. Strategi Prioritas ……… Arah Model Pendidikan Kecakapan Hidup untuk

Mengatasi Pengangguran ………... Deskripsi Skor Pretest dan Post Test Warga Belajar dalam

Mengikuti PKH Budidaya Belut ………. Deskripsi Hasil Jawaban Angket Warga Belajar Sebelum dan Setelah Mengikuti Proses Pembelajaran ……… Analisis Usaha ……….. Prediksi Keuntungan Hasil Usaha ....……….. Deskripsi Skor Pretest dan Post Test Warga Belajar

dalam Mengikuti PKH Budidaya Belut ……….… Deskripsi Hasil Jawaban Angket Warga Belajar

Sebelum dan Setelah Mengikuti Proses Pembelajaran …………...

207 206 208

209

228

230 238 241

245

(8)

xxi

Tingkatan Kebutuhan Manusia Menurut Maslow ……… Jenis-jenis Sumber Daya Alam ……… Antar Hubugan Kelompok Teori Belajar, Kontnum Konformistis-liberasional dan Dengan Bagian Terpenting Interaksi Belajar ….. Skema Terinci Kecakapan Hidup (lifeskills) ………... Rangkaian Fungsi Manajemen Pendidikan Luar Sekolah ………. Paradigma Penelitian ..……… Alir Langkah Penelitian ………... Peta Administrasi Propvinsi Jambi ……….. Peta Administrasi Kabupaten Merangin ………...…. Model Konseptual PKH Berbasisi Kbutuhan dan Potensi Lokal .. Model Akhir PKH Berbasis Kebutuhan dan Potensi Lokal ………..

(9)

xxii

2. Surat Izin Pelaksanaan Penelitian ……… ……… 1. Format Identifikasi Calon Warga Belajar …………. 2. Instrumen Wawancara ..………... 3. Instrumen Observasi ..………..……..………... 4. Instrumen Pretest dan Post Test Prestasi Belajar ... 5. Instrumen Pretest dan Post Test Keefektifan Model

PKH ………... ……… 1. Kondisi Sumber Daya Manusia dan Potensi Alam .. 2. Skor Pretest dan Post Test Prestasi Belajar …..……. 3. Skor Pretest dan Post Test Keefektifan Model PKH .

………. 1. Foto Kegiatan Penelitian ………..……….. 2. Kontrak Perjanian Kerja sama ….. ……… ………. 1. Kurikulum KTSP PKH Budidaya Belut …………...

2. Jadwal Penelitian ………..

3. Jadwal Kegiatan Pelatihan ……….…… 4. Daftar nama-nama warga Belajar PKH Budidaya

Belut ……… …..………... 5. Daftar Nama-nama dan Kode Responden …………. ………. 1. Daftar Warga Belajar PKH pada Uji Coba Tahap II .. 2. Rekapitulasi Skor Pretest ………... 3. Rekapitulasi Skor Post Test ...……… 4. Skor Pretes Keefektifan Model ………. 5. Skor Post Test Keefektifan Model ……… Bahan Ajar PKH Budidya Belut …..………. (Dibuat dalam satu paket tersendiri)

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kabupaten Merangin merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jambi dengan luas wilayah lk. 7.679 KM2 atau 767.900 ha yang terdiri atas 24 wilayah kecamatan dan 170 desa/kelurahan dengan potensi yang berbeda antara kecamatan yang satu dengan yang lain. Perbedaan yang dimaksud meliputi perbedaan potensi sumber daya alam, sumberdaya manusia, sosial budaya dan lain sebagainya.

Dilihat dari letak geografis, kabupaten merangin berada pada posisi antara 1020 – 1040 bujur timur dan 20 – 30 lintang selatan. Menurut Topografinya sebagian besar daerah terdiri atas dataran rendah, sedangkan ke arah barat dengan topografi datar, bergelombang sampai berbukit dan bergunung. Daerah yang paling luas di Kabupaten Merangin adalah daerah dengan ketinggian 500 s/d > 1.000 m dari permukaan laut.

Sumber daya lahan di Kabupaten Merangin berdasarkan topografinya, struktur dan teksturnya terdiri atas beberapa jenis yaitu : podsolid, latosol, andosol, organosol, glei humus dan tanah kompleks. Dilihat dari agihannya, maka daerah yang terluas adalah tanah yang berasal dari jenis podsolid dan latosol. Berdasarkan ketentuan oldeman, Kabupaten Merangin termasuk klasifikasi iklim type B2.

(11)

dengan luas pemanfaatan lahan sawah sebesar 10.314 ha dengan demikian potensi lahan yang belum dimanfaatkan untuk lahan kering adalah 40.059 ha dan lahan sawah yang belum dimanfaatkan sebesar 3.418 ha.

Jika kita lihat dari sisi tenaga kerja ternyata masih banyak tenaga kerja yang tidak memiliki lifes skillss seperti yang diharapkan di era globalisasi. Dengan persaingan yang semakin konpetitif dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat mendatang, sangat diperlukan kecerdasan bagi tenaga kerja dan tentunya mengharapkan peran pemerintah, dunia usaha dan/atau industri, perguruan tinggi dan stakeholder lainnya sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan kompetitif di masyarakat. Untuk itulah diperlukan adanya pendidikan kecakapan hidup bagi tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas individu dan bermuara pada pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.

Suatu hal yang sangat dikuatirkan bahwa tenaga kerja yang tidak terampil, suatu saat akan menjadi beban pemerintah atau stakeholder. Dengan status sosial yang disandangnya, yaitu sebagai tenaga kerja yang tidak dapat membekali diri dengan ilmu dan keterampilan (Kecakapan Hidup=Lifes skillss), karena tak dapat menempuh jenjang pendidikan sesuai cita-citanya. Mereka adalah generasi muda penerus bangsa yang masih dalam usia produktif. Meninggalkan bangku pendidikan formal berarti harus memasuki pasar kerja sebagai sumber pencari nafkah untuk menyambung dan mempertahankan kelangsungan hidup dan kehidupannnya.

(12)

bangunan, pelayan toko serta sektor informal lainnnya yang tidak begitu membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan. Dunia usaha memang memberikan kesempatan memperoleh pekerjaan kepada mereka sebagai pelayan toko, staf administrasi, dan petugas lapangan misalnya marketing produk barang dan jasa, namun jumlahnya tidak sesuai dengan jumlah pencari kerja.

Pemerintah daerah menghadapi masalah tenaga kerja yang belum mendapatkan pekerjaan atau bekerja tidak optimal (tanpa ikatan kerja yang pasti) dan dapat dikatakan menganggur yang tentunya akan memunculkan problem sosial yang tidak diinginkan. Tenaga kerja sebagai sumber daya yang memiliki beberapa sisi yang belum dapat bermanfaat dan dimanfaatkan karena terhambat oleh beberapa kendala seperti kurangnya pendidikan/pengalaman, kurangnya kemauan, terbatasnya dana, dan sebagainya, sehingga dapat menyebabkan terjadinya pengangguran yang sangat tidak diinginkan. Pengertian pengangguran seperti dikemukakan oleh Putong (2010: 406-407) adalah: “Mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan sedang aktif mencari pekerjaan”. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa:

Kategori orang yang menganggur biasanya mereka yang tidak memiliki pekerjaan pada usia kerja dan masanya kerja. Usia kerja adalah usia yang tidak dalam masa sekolah tapi di atas usia anak-anak (relatif di atas usia 6 – 18 tahun, yaitu masa pendidikan dari SD – tamat SMU).

(13)

pengangguran yang terjadi apabila permintaan lebih rendah dari output potensial perekonomian; (2) Pengangguran Friksional (Frictional Unemployment), yaitu pengangguran yang terjadi karena adanya perputaran dalam lingkup pekerjaan dan tenaga kerjaan; dan (3) Pengangguran Struktural (Structural Unemployment), yaitu pengangguran yang disebabkan oleh ketidak sesuaian antara struktur angkatan kerja, berdasarkan pendidikan dan keterampilan, jenis kelamin, pekerjaan, industri, geografis, informasi, dan tentu saja struktur permintan tenaga kerja.

Menurut Sudantoko dan Muliawan (2009: 40-41), pengangguran adalah mereka yang berada dalam usia angakatan kerja dan tengah mencari pekerjaan dalam tingkat upah yang berlaku. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa ada beberapa kondisi yang tidak ideal yang merupakan pencerminan adanya pengangguran atau keadaan yang mendekati ciri-ciri pengangguran, antara lain: (a) Pengangguran terbuka (open unemployment) yakni mereka yang benar-benar

tidak memiliki pekerjaan sehingga tidak menghasilkan apa-apa walaupun telah pernah bekerja sebelumnya;

(14)

(c) Setengah pengangguran yang parah (severe underemployment) karena hanya bekerja selama 25 jam ke bawah setiap minggunya.

(d) Orang-orang bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan semula. Dengan demikian, pengangguran yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja dan sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya, termasuk dalam hal ini adalah pengangguran siklikal, friksional, struktural, pengangguran terbuka (open unemployment), setengah pengangguran (under unemployment), dan setengah pengangguran yang parah (severe underemployment).

Berikut ini, gambaran keadaan warga masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan (menganggur) atau memiliki life skills tetapi belum mampu memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Tabel 1.1. Daftar Umur Produktif Yang Tidak Memiliki Pekerjaan (Menganggur) Di Kabupaten Merangin Tahun 2009

PENCA RI KERJA

KELOMPOK UMUR

JUMLAH

10-14 15-19 20-29 30-44 45-54 55 +

L W L W L W L W L W L W L W

Pencari kerja sampai Februari 2010

0 0 1364 983 2641 2136 712 763 0 0 0 0 4717 38

82

JLH 0 2347 2777 1475 0 0 8599

Sumber: Kantor Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Merangin 2009

(15)

(2347 Orang). Ini artinya bahwa terdapat sejumlah besar warga masyarakat Kabupaten Merangin terlantar pendidikannya atau tidak mengikuti pendidikan di perguruan tinggi atau tamat Diploma dan/atau Sarjana tetapi menganggur. Begitu juga dengan pendidikan di SMTA (SMU/MA/SMK) tergolong masih banyak yang tidak menamatkan atau tidak menduduki bangku Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA).

Kondisi tersebut merupakan salah satu contoh dari lulusan/drop out sekolah dasar, menengah dan/atau perguruan tinggi yang tidak memiliki keterampilan hidup. Kenyataan menunjukkan bahwa semangat interpreniurship (jiwa Wirausaha) muda tidak dapat memperlihatkan kepiawaiannya karena tidak menamatkan pendidikan formal ataupun menamatkan pendidikan formal tetapi tidak memiliki keterampilan hidup (lifes skills). Kondisi lain juga masih banyak ditemui bahwa mereka yang tidak memiliki keterampilan dan tidak dapat berbuat apa-apa demi hidup dan kehidupannnya dimasa datang. Masa depan bagi mereka adalah sesuatu yang kabur dan tidak berdaya karena tidak dapat berupaya.

(16)

(P3T), Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), Prakarsa Khusus bagi Pengangguran Wanita/PKPW (Special Initiative for Woman Unemployment/SIWU), Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dari Departemen Sosial RI, Inpres Desa Tertinggal (IDT) dari Departemen Dalam Negeri, Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes), Kredit kelompok Kepada kelompok Masyarakat (K3M), Program Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera (GEKS) dari BKKBN, Program perbaikan rumah tidak layak huni dari Departemen Kimpraswil, Program bantuan pendidikan bagi anak miskin, Program bantuan pengobatan orang miskin, Program bantuan beras miskin (Raskin) dari BULOG, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Pengentasan Perkotaan (P2P), Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PPMP), Badan Amil Zakat, Infaq dan Sadaqah (BAZIS), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Subsidi BBM dan program-program lainnya. Dalam pendidikan nonformal pemberdayaan masyarakat terutama penganggur dilakukan melalui berbagai program diantaranya pendidikan kecakapan hidup (PKH).

Pelaksanaan PKH merupakan suatu tindakan yang diharapkan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat. PKH sebagai salah satu program PLS dilaksanakan dalam bentuk pendidikan dan/atau pelatihan dengan unsur-unsurnya: tujuan, meteri, metode, media, monitoring dan evaluasi, dan impak.

(17)

(5) matode pelaksanaan lebih ditekankan pada aspek penguasaan keterampilan dengan metode ceramah/kuliah, diskusi, dan praktik; (6) komponen yang terlibat dalam proses adalah: peserta/warga belajar, instruktur, sarana-prasarana, kurikulum, proses belajar dan evaluasi, dan unsur pengelola; (7) model PKH yang diselenggarakan masih bersifat konvensional dan belum memiliki model baku (standar); dan (8) rata-rata persentase lulusan yang dapat mandiri lk. 20%. Ini artinya bahwa persentase lulusan yang tidak dapat mandiri ada lk. 80%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan PKH belum bermanfaat maksimal bagi lulusan dalam rangka mengatasi pengangguran.

Di sisi lain, pemerintah daerah mengalami kendala dalam mengatasi masalah pengangguran, dengan beberapa permasalahan diantaranya:

(1) terbatasnya alternatif lapangan kerja berkualitas; (2) lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi baik secara sektoral maupun spasial; (3) timbulnya hambatan distribusi dan perdagangan antar kecamatan; (4) tingginya resiko kerentanan yang dihadapi petani dan pelaku usaha di pedesaan; (5) rendahnya aset yang dikuasai masyarakat pedesaan; (6) rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana pedesaan; (7) rendahnya kualitas SDM di pedesaan; (8) meningkatnya konversi lahan pertanian subur dan beririgasi teknis bagi peruntukan lain; (9) meningkatnya degradasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup; (10) lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat; (11) lemahnya koordinasi lintas bidang dalam pengembangan kawasan pedesaan (Hasil W.W. dengan R.P.1).

(18)

biaya produksi dan tidak diikuti oleh kenaikan harga hasil produksinya. Pembangunan sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan sebagainya masih belum mampu menyentuh sesuai kebutuhan masyarakat. Bahkan banyak areal atau lahan kosong sebagai potensi yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi tidak dimanfaatkan.

(19)

Dengan kondisi para pengangguran yang tidak memiliki bekal pengetahuan teknis yang cukup untuk digunakan sebagai dasar dalam mengelola atau mengolah potensi lokal yang ada. Kondisi seperti ini tidak dapat dibiarkan terus berkepanjangan karena akan berakibat buruk bagi kelangsungan hidup masyarakat dan kerusakan sumber daya lokal. Kerusakan sumber daya lokal tersebut bisa terjadi karena faktor ketidak tahuan, dan faktor pola pikir tradisional masyarakat pedesaan. Sesungguhnya keberadaan masyarakat pedesaan juga mampu mendorong pembangunan, hanya saja terasa masih kurang mendapat perhatian sehingga menjadi terbelakang dan miskin.

Jika kita lihat dari ketersediaan potensi di pedesaan dalam rangka mengatasi pengangguran, maka program yang tepat dan praktis dan hasilnya dapat diterapkan dan dinikmati dalam kehidupan sehari-hari adalah program pendidikan kecakapan hidup (PKH) berdasarkan kebutuhan dan potensi lokal yang ada.

(20)

adalah program pendidikan kecakapan hidup untuk bekerja (Vocational) yang berbasis kebutuhan dan potensi lokal yang tersedia.

Dari uraian tersebut di atas, berikut akan diidentifikasi berbagai komponen strategis yang diprediksi memiliki hubungan fungsional dengan perubahan sikap dan perilaku para penganggur sebagai warga belajar yang meliputi:

Komponen pertama adalah kebutuhan warga belajar. Kebutuhan warga belajar merupakan komponen pertama dalam proses pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup. Kebutuhan warga belajar akan program pendidikan kecakapan hidup merupakan bekal untuk mengembangkan diri dan bekerja untuk mencari nafkah. Kebutuhan menjadi kajian yang sangat penting karena warga belajar adalah anggota masyarakat yang bertujuan mengembangkan potensi dirinya melalui proses belajar membelajarkan pada program pendidikan kecakapan hidup. Miller (Dalam Soedomo, 1989: 62-63) mengemukakan enam karakteristik yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam belajar yaitu: (1) warga belajar haruslah mempunyai dorongan untuk mengubah perilakunya, (2) mereka menyadari perilaku yang sedang dialaminya; (3) mereka harus mempunyai gambaran yang jelas tentang perilaku yang diinginkan; (4) mereka harus mempunyai kesempatan menerapkan perilaku yang dipersyaratkan; (5) mereka harus memperoleh kemampuan mengoreksi perilakunya; dan (6) mereka harus mempunyai sarana yang memadai.

(21)

karenanya kebutuhan warga belajar bila sesuai dengan isi/materi dari suatu program pendidikan maka diprediksi akan berdampak positip terhadap perubahan sikap dan perilaku.

Komponen kedua adalah sarana-prasarana. Salah satu aspek yang seyogyanya mendapat perhatian utama oleh pengelola program pendidikan kecakapan hidup adalah sarana-prasarana. Sarana pendidikan dan fasilitas pembelajaran perlu dilengkapi berdasarkan kebutuhan dan potensi yang ada. Tujuannya supaya lembaga pelaksanana PKH menjadi tempat yang menyenangkan, mudah serta sederhana dan tujuan tercapai. Dengan demikian, ketersediaan sarana prasarana akan berdampak kepada kenyaman dan keamanan, serta meningkatkan efektivitas hasil pembelajaran.

Sarana-prasarana pendidikan pada lembaga penyelenggara PKH menurut Depdiknas (2003) dapat dikategorikan: (1) gedung yang meliputi: ruang belajar, laboratorium, perpustakaan, tempat ibadah, dan toilet; (2) bahan belajar meliputi: buku-buku pelajaran, modul-modul, dan bahan belajar lain sesuai jenis PKH yang diselenggarakan; (3) media pembelajaran, seperti OHP, LCD, video program, dan alat peraga lainnya, (4) sarana-prasarana lain yang dapat meningkatkan proses pembelajaran.

(22)

oleh Hamalik (2006: 91) bahwa: Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut,dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu.

Taba (1962) memberikan pengertian kurikulum sebagai "plan for learning". Engkoswara (2001: 35) menyebutkan bahwa: Kurikulum adalah seperangkat rencana yang disisipkan untuk membekali manusia khususnya peserta didik mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum dapat berupa mata pelajaran, bidang studi, berbagai kegiatan dan segala sesuatu yang memungkinkan membekali manusia ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, kurikulum sebaiknya disesuaikan dengan struktur kualitas kemandirian manusia.

Lebih jauh, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) menegaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran. Kurikulum juga berarti cara atau pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.Selanjutnya pada pasal 36, dikemukakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan berbagai aspek, antara lain tuntutan dunia kerja dan perkembangan ilmu pengetahuan,teknologi,dan seni.

(23)

hakikatnya merupakan jawaban terhadap masalah belajar yang dihadapi oleh perorangan atau sekelompok orang (calon peserta belajar). Menurutnya, fokus program pembelajaran ingin menjawab empat pertanyaan dasar yaitu: Tujuan apa yang akan dicapai? Materi apa yang akan disampaikan? Strategi apa yang akan digunakan untuk mencapai tujuan? dan Bagaimana caranya menetapkan kriteria keberhasilan peserta?

Komponen ke empat adalah proses pembelajaran. Komponen terpenting dari penyelenggaraan sistem pembelajaran pada program PKH adalah proses pembelajaran. Disinilah terjadi interaksi antara warga belajar dan sumber belajar dengan menggunakan segala sarana dan prasarana yang ada. Secara ideal proses belajar dan membelajarkan pada program PKH dilaksanakan dengan belajar teori dan praktik. Praktik dapat dilaksanakan, baik di kelas/laboratorium/magang di dunia usaha/industry maupun di tempat kerja/usaha berdasarkan PKH yang dilaksanakan. Pelaksanaan praktik kerja sangat penting, sebab akan menjamin kesiapan warga belajarnya memasuki dunia kerja. Setelah dilaksanakan pembelajaran teori dan praktik diadakan evaluasi untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi proses belajar dan membelajarkan. Pada bagian akhir dan proses belajar membelajarkan, dilakukan pengujian untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam mengikuti proses belajar mebelajarkan baik teori maupun praktik.

(24)

implementasinya memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan dengan satuan-satuan pendidikan luar sekolah lainnya.

Upaya menciptakan program pembelajaran, baik itu mencakup pengorganisasian pembelajaran, suasana belajar, dan proses pembelajaran yang lebih baik dan efektif, Knowless (1980: 122-123) menyarankan adanya pelibatan warga belajar dalam perencanaan bersama (mutual planning), atau dalam bentuk kegiatan-kegiatan lainnya. Sejalan dengan pemikiran Knowless, Davis (1972: 77) dan Kindervatter (1979: 214) lebih jelas menyarankan: (a) partisipasi warga belajar (peserta didik) dalam pengelolaan pembelajaran terutama dalam rangka meningkatkan dan keterlibatan emosi dan mental, (b) motivasi warga belajar untuk menyumbang (kontribusi), (c) penerimaan dan pengalihan sebagian tanggung-jawab kepada warga belajar. Implementasi prinsip tersebut bertujuan, agar kegiatan pendidikan luar sekolah menyatu antara pengelola, tutor, sasaran (warga belajar) serta masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Memperhatikan pula laporan dari The Action Cultural Popular (ACPO) bahwa masalah pokok dari keterbelakangan bukanlah kurangnya bahan baku, melainkan ketidakmampuan penduduk desa untuk mengatasi keterbelakangan mereka dan menghilangkan rintangan-rintangan budaya seperti sikap-sikap tradisional, pasrah pada nasib dan ketergantungan, baik secara individual maupun kolektif. Hal ini harus dibuka oleh kondisi-kondisi eksternal yang melingkupinya (Ahmed dan Coombs, 1977: 4).

(25)

pelaksanaan PKH bagi pengangguran.

Kedua, Penelitian ini berupaya menemukenali masalah yang berkenaan

dengan program PKH yang pernah dilaksanakan oleh para penyelenggara antara lain meliputi lembaga penyelenggara, program yang dilaksanakan, sumber daya (Sarana dan prasarana, seumber daya manusia dan finasial), piranti lunak (kebijakan, kurikulum, prosedur) serta jejaring kemitraan. Hal ini dilakukan melalui analisis strengths, weaknesses, opportunities, dan threats atau yang dikenal dengan analisis SWOT.

Ketiga, penelitian ini berupaya mengungkap dan merumuskan rancangan

model konseptual pendidikan kecakapan hidup bagi penganggur dengan langkah-langkah, antara lain: Sistem, proses, pendekatan, materi dan metode pendidikan kecakapan hidup.

Keempat, penelitian ini berupaya menguji validitas model konseptual

pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran, sebelum diimplementasikan terhadap warga belajar sebagai kelompok belajar usaha (KBU). Validasi model dilakukan untuk melihat kelayakan model konseptual pendidikan kecakapan hidup bagi para penganggur.

Kelima, penelitian ini akan mengaplikasikan model pendidikan kecakapan

hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran dengan pelibatan berbagai pihak sebagai sumber belajar (instruktur/fasilitator).

Keenam, model pendidikan kecakapan hidup yang terbentuk dilaksanakan

(26)

Permasalahan pertama, kedua, dan ketiga tersebut di atas, akan dijawab melalui studi ekplorasi dan studi deskriptif faktual dengan pendekatan kualitatif seperti diungkapkan Lincoln dan Guba (1985) disebut inquiry naturalistic. Secara umum Mc. Millan dan Schumacher (2001) menyatakan bahwa penelitian kualitatif didasarkan pada asumsi bahwa realitas merupakan sesuatu yang bersifat ganda, saling berinteraksi serta di dalamnnya terjadi saling bertukarnya pengalaman-pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh individu-individu.

Hasil penelitian deskriptif selanjutnya menjawab permasalahan keempat, yaitu memvalidasi model konseptual pendidikan kecakapan hidup sebagai model sementara oleh para ahli dan praktisi. Model konseptual yang telah dirumuskan dan direvisi, akan dilakukan uji coba terbatas untuk mengetahui kelayakan model tersebut dengan menggunakan metode quasi-experiment. Langkah berikut mengimplementasikan model pendidikan kecakapan hidup sampai tahap diseminasi model. Salah satu bentuk diseminasi model yang akan dilakukan adalah diskusi dengan berbagai pihak terkait yang terlibat dalam program pendidikan kecakapan hidup. Dengan demikian, secara metodologis, prosedur penelitian ini menggunakan rancangan metode penelitian dan pengembangan (Research and Developmen = R & D).

Berangkat dari fokus masalah penelitian yang diuraikan di atas, maka masalah secara umum dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian, yaitu: Bagaimana model pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran di Kabupaten Merangin?

(27)

1. Bagaimana kondisi faktual pendidikan kecakapan hidup yang dilaksanakan dalam rangka mengatasi pengangguran?

2. Bagaimana model konseptual pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran?

3. Bagaimana implementasi model konseptual pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran?

4. Bagaimana efektivitas model konseptual pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menemukan model pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran di Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Menggambarkan upaya pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup pada warga masyarakat yang menganggur.

2. Mengembangkan model konseptual pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran.

3. Mendeskripsikan implementasi model konseptual pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran. 4. Memperoleh data tentang efektivitas model konseptual pendidikan kecakapan

hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran.

D.

Penjelasan Istilah

(28)

memaknai dan/atau memahami istilah. Istilah-istilah tersebut adalah:

Model diartikan sebagai representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu. Dalam penelitian ini, model dimaksudkan sebagai abstraksi mengenai aspek-aspek masalah yang terpilih yang disusun sebagai acuan/pola kegiatan dan prosedur yang relatif tetap untuk tujuan-tujuan tertentu.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (USPN, 2003). Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar warga belajar kelompok belajar usaha (KBU) secara aktif mengembangkan potensi dirinya.

Kecakapan hidup, kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya. Kecakapan hidup dalam hal ini difokuskan pada kecakapan Vocational (Vocational skills).

Program pendidikan kecakapan hidup (PKH) merupakan program yang diperlukan warga belajar agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi diri dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan vokasional.

(29)

bersifat mendesak karena adanya kebutuhan akan pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu (Nadler, 1982: 6). Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pelatihan adalah proses kegiatan pembelajaran bagi peserta didik (warga belajar) untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta aspirasi untuk mencapai standar kehidupan yang diharapkan. Materi pelatihan yang perlu dikuasai atau dimiliki peserta pelatihan berupa pengetahuan dan keterampilan.

Pembelajaran adalah upaya baik disengaja atau tidak oleh seseorang yang mengacu pada bagaimana melakukan dan mengembangkan sesuatu sehingga produk dari pembelajaran itu sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Pemberdayaan, dimaksudkan untuk membangkitkan kesadaran, pengertian, dan kepekaan anggota kelompok belajar usaha terhadap upaya pemenuhan kebutuhan hidup bagi diri dan/atau rumah tangganya. Pemberdayaan masyarakat (rumah tangga penganggur) ditandai munculnya kesadaran, kemauan, kemampuan, dan sikap positif serta aspirasi dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui program kecakapan hidup untuk memecahkan masalah pengangguran.

Potensi lokal adalah daya atau kekuatan yang tersedia dan/atau dimiliki oleh masing-masing warga belajar KBU untuk dapat digunakan dalam proses pembelajaran.

(30)

pengangguran struktural, musiman, siklikal, sukarela dan dukalara, pengangguran terbuka (open unemployment), setengah pengangguran (under unemployment), dan setengah pengangguran yang parah (severe underemployment) dan penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tetapi

tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja.

Kelompok Belajar Usaha (KBU) adalah kelompok orang yang sepakat untuk saling berinteraksi dengan struktur yang formal untuk saling membelajarkan dalam rangka meningkatkan mutu dan taraf kehidupannya agar masing-masing anggotanya memiliki kecakapan hidup untuk meneruskan kehidupan dimasa datang.

Efektivitas adalah “suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai” (Hidayat dan Syamsulbahri, 2001). Semakin besar prosentase target yang tercapai semakin tinggi tingkat keefektifannya.

PKBM adalah singkatan dari Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang merupakan salah satu satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program-program pendidikan seperti PAUD, pendidikan kesetaraan, keaksaraan, pendidikan pemberdayaan perempuan, kursus, pendidikan kecakapan hidup, dan lain sebagainya.

E. Sistematikan Penulisan

(31)
(32)

140

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan “Penelitian Pengembangan” (Research and Development). Menurut Borg and Gall (1979: 624), yang dimaksud dengan model penelitian dan pengembangan adalah “a process used develop and validate educational product”. Kadang- kadang

penelitian ini juga disebut ‘research based development’, yang muncul sebagai strategi dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Selain untuk mengembangkan dan memvalidasi hasil-hasil pendidikan, Research and Development juga bertujuan untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan

baru melalui ‘basic research’, atau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan khusus tentang masalah-masalah yang bersifat praktis melalui ‘applied research’, yang digunakan untuk meningkatkan praktik-praktik pendidikan.

Dalam penelitian ini Research and Development dimanfaatkan untuk menghasilkan model pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal sebagai upaya mengatasi pengangguran di kabupaten Merangin.

(33)

memecahkan masalah yang sedang dihadapi pemerintah kabupaten merangin, serta untuk meningkatkan kinerja dalam bentuk praktik di lapangan.

Dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Merangin, skema atau program penelitiannya berisi outline tentang apa yang harus dilakukan peneliti, mulai dari pertanyaan dalam mengeksplorasi data sampai pada analisis data finalnya. Struktur data lebih spesifik, yang memuat skema, paradigma-paradigma variabel operasional, dan melihat keterkaitan beberapa domain sehingga membangun suatu skema struktural sebagai tujuan penelitian. Perolehan data dapat dilakukan melalui eksplorasi, yaitu dengan cara menelusuri secara cermat berbagai dokumen yang terkait dengan fokus penelitian, wawancara yang bersifat luas dan mendalam, serta melakukan pengamatan mengenai aktivitas pengengguran di Kabupaten Merangin. Atas dasar inilah disusunlah konsep strategis bagi pengembangan studi yang dilakukan, yaitu melalui sebuah model pendidikan kecakapan hidup berdasarkan kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran sehingga secara berangsur-angsur mampu memecahkan permasalahan yang dihadapai Pemerintah Daerah Kabupaten Merangin ke depan.

(34)

yang berbeda-beda, serta dipahami melalui pendekatan humanistik (Nasution, 1988: 12). Sedangkan pelaksanaan eksperimen digunakan sebagai tahap implemnetasi atau uji coba model pendidikan kecakapan hidup berdasarkan kebutuhan dan potensi lokal.

Kajian penelitian yang digunakan dalam penelitan ini bersifat deskriptif analitik yang secara garis besar memiliki dua tujuan; Pertama, untuk mengetahui kebutuahan dan potensi lokal yang tersedia. Kedua, untuk mendeskripsikan secara rinci tentang fenomena sosial tertentu. Hipotesa dalam penelitian ini tanpa menggunakan rumusan yang begitu ketat, walaupun adakalanya menggunakan hipotesa, namun bukan untuk diuji dengan statistik secara mendalam. (Singarimbun dan Efendi, 1989: 4). Sedangkan secara analitik, analisanya menggunakan metode yang bertujuan untuk menguji hasil secara statistik, dan hasilnya berfungsi untuk memperkuat jawaban secara deskriptif sesuai permasalahan yang diajukan dalam penelitian.

Secara umum kajian penelitian ini bertujuan untuk melihat hasil dari pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup, yaitu untuk mengetahui perbedaan antara sebelum dan sesudah mengikuti pendidikan kecakapan hidup bagi pengangguran di Kabupaten Merangin Propinsi Jambi.

B. Prosedur Penelitian

Dengan tidak mengurangi validitas proses dan temuan dalam penelitian ini, Research and Development yang dikembangkan Borg dan Gall (1979: 626),

(35)

literatur, melekukan observasi, serta menyiapkan laporan tentang kebutuhan pengembangan; (2) merencanakan prototipe komponen yang akan dikembangkan termasuk mendefinisikan jenis kecakapan hidup yang akan dikembangkan, merumuskan tujuan, menentukan urutan kegiatan dan membuat skala pengukuran (instrumen penelitian); (3) mengembangkan prototipe awal untuk dijadikan model; (4) melakukan validasi model konseptual kepada para ahli atau praktisi; (5) melakukan ujicoba terbatas (tahap I) terhadap model awal; (6) merevisi model awal, berdasarkan hasil ujicoba dan analisis data; (7) melakukan ujicoba secara luas (tahap II); (8) melakukan revisi akhir atau penghalusan model, apabila peneliti dan pihak terkait menilai proses dan produk yang dihasilkan model belum memuaskan; (9) membuat laporan penelitian; dan (10) melakukan diseminasi dan distribusi. Menyebarluaskan produk dalam pertemuan-pertemuan, jurnal, dan sebagainya.

Dari sepuluh langkah tersebut, agar proses pendidikan kecakapan hidup menjadi lebih efektif dan efisien berdasarkan tujuan yang diinginkan maka pelaksanaannya dibagi menjadi empat tahap:

1. Studi Pendahuluan

(36)

dalam pengembangan PLS seperti teori belajar pendidikan nonformal, pemberdayaan masyarakat; serta (2) mengkaji dan menetapkan konsep dari teori-teori pokok sebagai dasar pembuatan model seperti; teori pendidikan, pembelajaran kelompok, pendidikan kecakapan hidup, dan pelatihan. Semua teori tersebut dijadikan sebagai konsep pendukung dalam pelaksanaan penelitian.

Dalam kajian kepustakaan juga dipelajari data-data sekunder dan laporan-laporan penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup yang pernah ada sebelumnya, serta melakukan pengamatan secara umum terhadap berbagai permasalahan dan kebutuhan pelatihan dilapangan. Hasil kajian ini diperoleh draf desain, kemudian didiskusikan dengan rekan-rekan mahasiswa Program S-3 yang memiliki kaitan dengan pendidikan kecakapan hidup yang akan dilakukan. Selanjutnya dikembangkan disain penelitian disertasi berdasarkan kerangka pemikiran dalam draf disain. Disain disertasi kemudian diseminarkan dihadapan para dosen pembimbing dan dilakukan perbaikan sesuai saran-saran pembimbing dari kegiatan seminar.

Pada kegiatan ekplorasi dalam studi pendahuluan dibagi menjadi tiga tahapan:

1) Persiapan; pada tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu yang

(37)

dengan identitas diri, dan karakteristik seperti: minat, bakat, keterampilan, masalah, kebutuhan belajar dan potensi lokal yang tersedia bagi calon sasaran program, (b) pedoman wawancara untuk instansi/dinas terkait dan calon tutor. Instrumen yang dibuat kemudian dikonsultasikan dan direvisi atas masukan dari dosen pembimbing. Persiapan dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan penelitian, selanjutnya dilakukan survey pendalaman.

2) Survey pendalaman; dalam kegiatan ini, peneliti melakukan pengamatan dan

pencatatan kondisi objek penelitian, mengidentifikasi masalah, melakukan survey kebutuhan dan konfirmasi hasil survey dengan pihak terkait. Tujuan survey pendalaman adalah untuk mengumpulkan dan memeriksa data yang tepat, dan seobjektif mungkin mengenai kondisi objek penelitian dan dilakukan secara sistematik. Dari data-data yang terkumpul kemudian dianalisis dan ditafsirkan untuk memeperbaiki kondisi yang telah ada. Setelah hasil survey mengenai gambaran umum kondisi pengangguran diperoleh, peneliti selanjutnya melakukan interview terhadap beberapa pejabat dan instansi terkait sehubungan dengan kegiatan penelitian yang dilakukan. Tujuan interview untuk mengetahui rencana tindakan atau program yang akan dikembangkan di Kabupaten Merangin khususnya terhadap para penganggur. Diantara pejabat atau instansi/dinas terkait yang dikunjungi adalah Dinas Sosial, tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Pendidikan Nasional, SKB Kabupaten Merangin, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Peternakan dan Perikanan Kabupaten Merangin dan .

(38)

menjawab perumusan permasalahan (khusus) yaitu: bagaimana kondisi pendidikan kecakapan hidup yang dilaksanakan dalam rangka mengatasi pengangguran di Kabupaten Merangin.

3) Analisis kebutuhan; dilakuan untuk menemukan jenis kecakapan hidup yang

diperlukan para penganggur di kabupaten Merangin yang berbasis kebutuhan dan potensi lokal yang bersifat praktis dan aplikatif. Kegiatan analisis kebutuhan dilakukan sebelum menentukan jenis kecakapan hidup, yaitu dengan membahas hasil kegiatan wawancara dengan calon peserta, dan diperkuat dari masukan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat setempat, dan pihak-pihak dinas instansi terkait kabupaten Merangin. Pada tahap analisis kebutuhan yang diteliti meliputi; (a) analisis kemampuan yang telah dimiliki para pengenggur saat ini; (b) analisis masalah dan kebutuhan keterampilan yang diharapkan; dan (c) analisis potensi lokal yang dapat dikembangkan. Dari hasil analisis atau pengkajian tersebut peneliti akan dapat menentukan jenis pendidikan kecakapan hidup yang dibutuhkan dalam pengembangan kemampuan berusaha.

2. Penyusunan Desain Model Konseptual

(39)

(2) menentukan materi pembelajaran dan analisis tujuan; dan (3) menentukan kelompok calon peserta dengan mengidentifikasi kemampuan awal yang akan menerima pembelajaran; dan (4) merumuskan tujuan atau tingkat hasil pembelajaran yang ingin dicapai dengan menentukan kawasan belajar tertentu dari setiap materi pembelajaran. Tahap pelaksanaan, terdiri dari; (1) menentukan tes awal (pre-test) dari setiap materi pembelajaran dengan mendasarkan pada tingkat hasil belajar yang telah ditentukan, (2) pengembangan materi pempelajaran; dan (3) pengembangan strategi pembelajaran. Sedang pada tahap evaluasi menentukan komponen, yaitu tes akhir (post-test). Tes ini bertujuan untuk mengetahui manfaat dari kecakapan hidup yang telah diikuti peserta.

(40)

01 X 01

Ujicoba dilakukan tanpa acara pembukaan (secara formal). Fasilitator berkolaborasi dengan peserta melakukan diskusi dan wawancara untuk mengetahui sejauh mana kemampuan awal dari peserta.

3. Implementasi Model Konseptual

Implementasi model pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran dilakukan dengan menggunakan desain ekperimental semu atau Pre-Experimental Design satu kelompok dengan Pre-Test dan Post-Test (Borg & Gall, 1989: 536, dan Fraenkel & Wallen, 1993: 128). Tujuan penggunaan desain ini untuk menguji keefektifan model dan validasi model konseptual yang telah dihasilkan secara empirik. Pengujian keefektifan model dilakukan terhadap model konseptual yang dikembangkan sehingga dapat menjadi model empirik atau layak terap. Rumusan disain yang digunakan untuk menguji kefektifan model adalah dengan mengunakan disain penelitian. “One-Group Pretest-Posttest Design”. Dalam kegiatan ujicoba tidak menggunakan kelompok kontrol. Disain ini dilakukan dengan membandingkan hasil pre-test dengan hasil post-test ujicoba pada kelompok yang diujicobakan. Model ekperimen yang digunakan terlihat pada tabel 3.1. berikut:

Tabel 3.1 One-Group Pretest-Posttest Design

Pengukuran Perlakuan Pengukuran

(41)

1) Perencanaan dan Persiapan; fase ini merupakan kelanjutan dari studi pendahuluan, atau dilakukan setelah melakukan studi awal. Dalam tahap ini dilakukan review atas hasil studi pendahuluan (awal). Beberapa rambu-rambu pertanyaan dalam mereview adalah seperti; apa yang harus dilakukan, tentang apa, siapa melakukan apa, dimana, kapan, dan bagaimana kegiatan itu dilakukan. Pada tahap ini peneliti berkolaborasi dengan nara sumber dan peserta pendidikan kecakapan hidup, dan pada fase ini menghasilkan: (a) gambaran yang jelas tentang model pendidikan kecakapan hidup; (b) garis besar terinci dalam jadwal kegiatan pendidikan; (c) rencana pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pengembangan model pendidikan; (d) cara-cara yang akan digunakan dalam memonitor perubahan-perubahan yang terjadi selama pelaksanaan ekperimen, (e) gambaran awal tentang kejelasan data yang akan dikumpulkan.

(42)
(43)
(44)

yang berhak untuk mengikuti pendidikan ditetapkan sesuai persyaratan yang ada, dan pemilihannya dilakukan secara purposif.

Langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh dalam pelaksanaan penelitian pada model pendidikan kecakapan hidup, terlihat dalam bentuk alir pada gambar 3.1 sebagai berikut.

KajianTeoritik Kajian Empirik

Naturalistik Naturalistik

Eksperimen Eksperimen

Gambar 3.1 Alir Langkah Penelitian IDEAL

PERUMUSAN DESAIN

MODEL KONSEPTUAL

PRAKTIK STUDI PENDAHULUAN

REVISI MODEL

KONSEPTUAL VALIDASI MODEL

KONSEPTUAL

AHLI PRAKTISI

UJI COBA TAHAP I

REVISI I MODEL I

UJI COBA TAHAP II

MODEL AKHIR

MODEL II

REVISI II IDEAL IDEAL IDEAL IDEAL

IDEAL IDEAL STUDI PENDAHULUAN STUDI PENDAHULUAN STUDI PENDAHULUAN STUDI PENDAHULUAN STUDI PENDAHULUAN PRAKTEK PRAKTEK PRAKTEK PRAKTEK

VALIDASI KONSEPTUAL MODEL

(45)

4. Revisi Model Konseptual

Berdasarkan hasil kegiatan implementasi model pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal dilakukan, perlu dilakukan penyempurnaan melalui diskusi dengan para pakar (akademisi dan praktisi), dan uji coba terbatas, dilakukan revisi yang antara lain berkenaan dengan cakupan dan relevansi isi model dengan penyelenggara pendidikan kecakapan hidup. Revisi model konseptual selain dari para pakar atau praktisi, dan peserta, juga didukung oleh sumber-sumber bacaan berupa literatur maupun hasil penelitian sebelumnya yang dianggap relevan. Selanjutnya, model revisi siap untuk diimplementasikan atau diujicobakan kembali.

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Merangin yang diawali dengan studi eksplorasi pada lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan kecakapan hidup (PKH) dan dilanjutkan di PKBM Amanah Kabupaten Merangin Propinsi Jambi. Subjek dalam penelitian ini adalah para penganggur yang belum memiliki bekal keterampilan untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Penetapan perserta dilakukan secara purposif berdasarkan data yang ada pada kantor Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) dan kantor statistik Kabupaten Merangin serta berdasarkan informasi dari tokoh masyarakat berkenaan dengan pengangguran sebagai calon peserta warga belajar kelompok belajar usaha. Penetapan subjek penelitian dilakukan dengan menganalisis kebutuhan para penganggur berdasarkan potensi lokal sebagai alternatif bidang kecakapan hidup yang akan dipilih.

(46)

dilakukan identifikasi terhadap jenis keterampilan yang akan dijalankan; dan jenis potensi lokal yang tersedia.

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: (1) pengamatan partisipasi/observasi (2) studi dokumentasi; (3) wawancara; (3) angket; dan (4) tes. Penilaian ini dilakukan dengan memberikan penilaian awal, yaitu sebelum pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup dan sesudahnya secara keseluruhan (termasuk praktik).

Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri. Peneliti (adalah manusia) sebagai instrumen dipandang lebih cermat dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) manusia sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bermakna bagi penulis; (2) manusia sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus; (3) tiap situasi merupakan suatu keseluruhan; (4) suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata-mata; (5) peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh; (6) hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan; dan (7) manusia sebagai instrumen, respon yang aneh dan menyimpang justru diberi perhatian (Nasution, 1988: 55-56).

(47)

dengan jenis instrumen yang digunakan, yaitu:

Observasi partisipatif, dilakukan peneliti sebagai pengamat dengan

melibatkan diri dalam kegiatan yang sedang dilakukan atau sedang dialami warga belajar kelompok belajar usaha (KBU), sedangkan warga belajar KBU itu sendiri tidak mengetahui kalau mereka sedang di observasi. Observasi, digunakan selama pendidikan berlangsung untuk mencermati beragam fenomena sejak tahap studi orientasi, suasana lingkungan penelitian, implementasi, sampai evaluasi hasil. Data yang terkumpul melalui observasi diperoleh melalui sumber belajar pada saat eksperimen. Materi yang tercakup dalam eksperimen meliputi: (1) kegiatan sumber belajar dalam menghimpun informasi dan mendisikusikannya dalam pelatihan; (2) kegiatan sumber belajar dalam menjelaskan materi pembelajaran; (3) kegiatan sumber belajar dalam membina suasana keakraban dalam kelompok untuk memotivasi warga belajar dan partisipasi dalam melaksanakan program pembelajaran; (4) aktivitas warga belajar dalam mengikuti pelaksanaan eksperimen; dan (5) pengimplementasian komponen-komponen pembelajaran PKH yang telah dipelajari. Observasi partisipatif juga dilakukan terutama pada saat studi pendahuluan (eksplorasi) dan selama proses uji coba pelatihan berlangsung, dan yang diobservasi adalah mekanisme kerja yang telah ditetapkan dalam prosedur sistem implementasi. Untuk memperoleh data autentik dilakukan wawancara tidak terstruktur tetapi mendalam pada sumber data, yaitu para pelaksana yang terlibat langsung dalam kegiatan PKH, yaitu Dinas pendidikan, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan dinas/Lembaga/instansi terkait lainnya.

(48)

tertulis yang berkenaan dengan pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup yang pernah dilakukan. Jenis informasi yang ditelusuri berkaitan dengan penyelenggaraan PKH bagi para penganggur. Studi dokumentasi juga digunakan untuk membantu melengkapi data yang benar. Teknik yang dilakukan dalam penela’ahan dan analisis serta interpretasi terhadap dokumen, hasilnya akan dijadikan sumber data. Bahkan untuk dokumen bisa dijadikan sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk penguji, serta meramalkan data oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Merangin.

Wawancara, digunakan untuk mewawancarai sejumlah key informant yang

dianggap sebagai tokoh kunci dalam penelitian, yaitu disamping pejabat pemerintah Daerah Kabupaten Merangin, juga kepada sumber belajar berkisar pada pengalaman, cara mengimplementasikan dan metode yang digunakan dalam pendidikan. Mereka ini dipandang secara langsung maupun tidak langsung ada kaitannya dengan pembinaan dan pengembangan keterampilan kecakapan hidup di Kabupaten Merangin, sehingga layak menjadi key informant. Wawancara merupakan teknik yang dilakukan peneliti untuk mengamati Lembaga Penyelenggara PKH melalui pengamatan yang intensif dalam bentuk komunikasi vertikal dan sebagai proses interaksi antara peneliti dan sumber data yang dilakukan dengan efektif kepada responden yaitu peserta KBU. Teknik ini digunakan sebagai alat pembantu utama mengobservasi responden. Wawancara dipergunakan pada saat studi pendahuluan, penyusunan model, uji coba, uji validitas model. Instrumen wawancara berbentuk uraian bebas yang ditujuakan untuk mengungkapkan pendapat atau aktivitas yang dilaksanakan.

(49)

dan instansi yang terkait yang berkenaan dengan: (1) Gambaran Umum Kabupaten Merangin; dan (2) model konseptual mengatasi pengangguran di Kabupaten Merangin. Wawancara juga dilakukan untuk mendapatkan data tentang: (1) Langkah-langkah penyusunan perencanaan model pendidikan kecakapan hidup (life skills); (2) Model pendidikan kecakapan hidup (life Skills); (3) Pendekatan pendidikan kecakapan hidup; (4) Implikasi pendidikan kecakapan hidup bagi para penganggur.

Wawancara dilakukan pada tahap penyempurnaan model dengan pengurus PKBM/Lembaga penyelenggara life skill dan para tutor dalam rangka mendapat data tentang: (1) fasilitas yang tersedia yang dapat dipergunakan pada uji coba dan validasi model; (2) dukungan yang dapat diberikan pada saat uji coba dan validasi model; (3) program yang akan disajikan pada saat uji coba model; (4) dukungan dan hamabatan pelaksanaan uji coba; dan (5) tanggapan terhadap model pembelajaran kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal.

Wawancara juga dipergunakan dalam tahap uji coba model dengan pengelola, tutor dan warga berlajar untuk mendapatkan data tentang: (1) tanggapan terhadap model pendidikan kecakapan hidup berdasarkan kebutuhan dan potensi lokal; (2) kemudahan dan kesulitan yang dihadapi dalam melakukan uji validitas model; dan (3) tanggapan terhadap prestasi belajar warga belajar kelompok belajar usaha (KBU).

Angket, disebarkan kepada warga belajar dengan harapan dapat memperoleh

(50)

pendidikan kecakapan hidup bagi warga belajar.

Tes, dipergunakan untuk mengetahui efektivitas model yang diterapkan. Tes ini dilakukan khusus kepada warga belajar, yaitu untuk mengetahui kemampuan warga belajar sebelum dan sesudah mengikuti program PKH (pre-test dan post-test). Program PKH adalah program yang dilaksanakan berdasarkan kebutuhan dan potensi lokal.

(51)
(52)

3. Evaluasi

4. Memiliki nilai manfaat

(53)

2.Aktualisasi

E. Teknik Analisis dan Penafsiran Data

(54)

membandingkan dan menganalisis data secara mendalam; dan (5) menyajikan temuan, menarik kesimpulan dalam bentuk kecenderungan umum dan implikasi penerapannya, dan rekomendasi bagi pengembangan.

Pada saat pengumpulan data berlangsung senantiasa dilakukan reduksi data yaitu melalui langkah pembuatan ringkasan, membuat kode, menelusuri tema, dan lain-lain. Reduksi data pada penelitian ini merupakan langkah analisis untuk memfokuskan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi proses penarikan kesimpulan. Kegiatan mereduksi data pada penelitian ini diupayakan melalui langkah memilih dan memilah data pokok dan data pelengkap yang sesuai atau bertentangan dengan fokus penelitian. Selain itu, juga digunakan teknik triangulasi, dengan tujuan untuk menguji apakah model yang diajukan layak untuk di implementasikan dan untuk menjaga keobjektifan temuan. Untuk menjaga validitas, reliabilitas dan objektifitas temuan, dapat dilakukan melalui pengujian: empat kriteria, yakni; credibility, dependability, confirmability dan transferability. Prinsip dan kriteria ini

diterapkan pula untuk melihat tingkat kepercayaan hasil penelitian.

(55)

melalui kegiatan membandingkan penemuan dan penafsiran terhadap data penelitian dengan penemuan hasil penelitian lain yang sejenis. Proses analisis data penelitian, senantiasa dilakukan konsultasi dan diskusi dengan promotor, yang dengan konsisten mengacu pada fokus masalah penelitian untuk menghindari bias. Kemudian dari hasil diskusi tersebut dilakukan proses penyuntingan segenap temuan penelitian dari lapangan secara kontinu, melakukan pengujian terhadap penemuan dan penafsiran terhadap data penelitian berdasarkan rujukan yang kuat secara empiris dari hasil penelitian lain yang sejenis, serta melakukan pengujian terhadap penemuan dan penafsiran temuan penelitian dengan subjek penelitian dan dengan sumber asal yang memberikan informasi dalam penelitian (member cheking). Dengan demikian, peneliti senantiasa melakukan langkah konfirmasi tentang tingkat kebenaran, kepercayaan proses dan hasil penelitian ini diupayakan tidak manipulatif dalam arti mengungkapkan yang sesungguhnya.

Kriteria dependabilitas dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diandalkan (reliability). Oleh karena itu, dilakukan langkah kegiatan penelitian dengan tetap

mempertahankan secara konsisten teknik pengumpulan data, dan konsistensi penggunaan konsep, proposisi dan teori selama penelitian dilaksanakan termasuk pada tahap proses penafsiran dan penarikan kesimpulan.

(56)

secara teliti setiap langkah penelitian.

Kriteria transferabilitas dari hasil penelitian ini dilihat dari apakah hasil penelitian ini dapat digeneralisasikan atau dapat diaplikasikan pada situasi lain. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan penelitian dilakukan langkah penyesuaian karakteristik agar sama atau setidaknya mirip dengan situasi penelitian serta penyesuaian asumsi-asumsi yang digunakan. Validitas eksternal dalam penelitian ini tidak akan terukur dalam bentuk perhitungan statistika, melainkan dalam bentuk deskripsi sesuai dengan konteks waktu. Dengan demikian, validitas eksternal dalam penelitian ini sangat tergantung pada identifikasi dan deskripsi dari aspek-aspek yang dominan dari suatu fenomena untuk dibandingkan dengan penelitian lain yang sejenis (Fraenkel dan Wallen,1990: 399-403).

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis statistik non parametrik dengan Tes Ranking Bertanda Wilcoxon untuk data berpasangan uji Wilcoxon Match Pairs Test (Siegel, 1986: 93-104). Uji ini untuk mengetahui

perbedaan antara sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kecakapan hidup kepada warga belajar KBU. Kedua nilai, yaitu sebelum dan sesudah pendidikan kecakapan hidup dilaksanakan, dibandingkan dan dianalisis. Temuan dari perbandingan dua sampel yang berhubungan, diartikan sebagai sebuah sampel subjek yang sama yaitu peserta sebelum dan sesudah mengikuti pendidikan keakapan hidup.

(57)

Uji Wilcoxon diharapkan dapat diketahui dampak dari pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup terhadap pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari warga belajar KBU, yang hasilnya akan ditemukan dalam pembahasan.

Hasil pengujian Uji Wilcoxon ini dipergunakan dalam pengolahan data pelaksanaan pelatihan, yaitu pretest dan post-test yang kemudian disumbangkan untuk membuktikan keefektifan dari model pendidikan kecakapan hidup yang telah disusun. Alasan penggunaan dengan teknik Uji Wilcoxon daripada uji yang lain dalam nonparametrik adalah: selain melihat perubahan tanda (+) dan (-), juga jenjang atau rangking dari masing-masing responden ikut diperhatikan, sedangkan pada alat uji yang lain hanya pada tandanya saja.

Adapun langkah-langkah dalam penggunaan Tes Ranking Bertanda Wilcoxon untuk data berpasangan adalah:

1. Metapkan selisih (d¡) untuk setiap pasangan dari kedua skornya;

2. Membuat ranking harga di tanpa memperdulikan tanda. Untuk harga-harga d yang sama dengan membuat rata-rata ranking yang sama tersebut. 3. Membubuhkan pada setiap ranking tanda (+ atau -) untuk d yang

dipresentasikan.

4. Menentapkan T = jumlah yang lebih kecil dari kedua kelompok ranking yang memiliki tanda yang sama tersebut.

5. Dengan mencacah, menetapkan N = banyak total harga d yang memiliki tanda. 6. Menenapkan signifikansi harga T yang diobservasi. Untuk N sama dengan 25

(58)

signifikansi tertentu dan N tertentu Ho dapat ditolak pada tingkat signifikansi tersebut.

Berdasarkan rumusan masalah dan teoretis terdahulu, dirumuskan hipotesis penelitian yang diduga akan terdapat dampak positif yang signifikan dari kegiatan pendidikan kecakapan hidup terhadap warga belajar. Hipotesis yang digunakan dalam menganalisis pengujian efektifitas pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup dilakukan dengan melihat pada aspek yang diuji terhadap peserta, dengan rumusan hipotesis sebagai berikut:

Ho: Tidak terdapat perbedaan pengetahuan, keterampilan, sikap dan aspirasi warga belajar (para penganggur) antara sebelum dan sesudah mengikuti pendidikan kecakapan hidup (PKH).

Ha: Terdapat perbedaan pengetahuan, keterampilan, sikap dan aspirasi warga belajar (para penganggur) antara sebelum dan sesudah mengikuti pendidikan kecakapan hidup (PKH).

Kriteria pengujian hipotesis adalah:

Gambar

Tabel 1.1. Daftar Umur Produktif Yang Tidak Memiliki Pekerjaan (Menganggur) Di Kabupaten Merangin Tahun 2009
Tabel 3.1 One-Group Pretest-Posttest Design
Tabel 3.2 Instrumen Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Newborn Individualized Developmental Care and Assessment Program (NIDCAP) merupakan metode asuhan perkembangan yang dianggap sebagai salah satu pendekatan terbaik

Sebaliknya jika tunjangan tersebut tidak menambah gaji bruto karyawan atau dalam bentuk kenikmatan atau natllfa (tidak merupakan Obyek PPh Pasal 211Pasal 26), maka biaya

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel acak sederhana (Simple random sederhana). Yaitu sebuah sampel yang besarnya n ditarik dari sebuah populasi yang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan secara umum bahwa model pencapaian konsep memberikan pengaruh terhadap hasil pembelajaran

Terjadinya gangguan beban lebih suatu sistem tenaga listrik antara lain adalah akibat adanya pembangkit yang dapat mensuplai daya yang sangat besar keluar

Siwabessy (RSG-GAS), maka litbang ini perlu dilakukan. Dalam penelitian ini dilakukan analisis perhitungan dengan memakai program komputer terpilih yaitu WIMSD4 untuk

Hence, RECOFTC Nepal Country program is envisioned to engage in sharing lessons learnt/ Capacity building and further contribute in the development of community

Pengaruh penerapan good corporate governance dan kepemilikan institusional terhadap kinerja keuangan (studi pada perusahaan peserta cgpi yang terdaftar di BEI tahun