• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL HORMON PROGESTERON SETELAH PENYUNTIKAN PGF2α DAN HCG PADA KERBAU PARITAS SATU SERTA HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS ESTRUS DENGAN KEBERHASILAN KEBUNTINGAN KERBAU DI KECAMATAN IV KOTO KABUPATEN AGAM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROFIL HORMON PROGESTERON SETELAH PENYUNTIKAN PGF2α DAN HCG PADA KERBAU PARITAS SATU SERTA HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS ESTRUS DENGAN KEBERHASILAN KEBUNTINGAN KERBAU DI KECAMATAN IV KOTO KABUPATEN AGAM."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan

dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

hasil utama serta pupuk organik sebagai sampingannya. Kerbau merupakan ternak

besar penyumbang kebutuhan protein hewani untuk manusia selain sapi. Namun,

kerbau sering dilupakan sebagai sumberdaya genetik lokal penyumbang dalam

swasembada daging. Kerbau penting dalam sistem peternakan rakyat di Indonesia,

namun belum mendapatkan penanganan secara intensif, serta pola

pemeliharaannya hanya merupakan usaha peternakan rakyat yang dipelihara

sebagai usaha sampingan, menggunakan tenaga kerja keluarga dengan skala usaha

yang kecil karena kekurangan modal. Disamping itu, sebagian peternaknya adalah

penggaduh dengan sistem bagi hasil dari anak yang lahir setiap tahunnya.

Dari segi populasi, di Sumatera Barat populasi ternak kerbau tidak stabil

dan cenderung menurun. Tercatat dalam statistik peternakan tahun 2005-2008

(Ditjennak Keswan, 2011 ) . Pada tahun 2005-2008 tercatat populasi kerbau di

Sumatera Barat dari 201 421 ekor pada tahun 2005, kemudian mengalami

kenaikan pada tahun 2006 dengan 211 531 ekor, namun jauh menurun pada tahun

2007 dengan 192 148 ekor dan tahun 2008 populasinya kembali meningkat

menjadi 196 854 ekor, serta hasil sensus ternak tahun 2011, populasi kerbau di

Sumatera Barat hanya 100 310 ekor. Rendahnya populasi ternak kerbau ini

berbanding lurus dengan rendahnya produksi dan reproduksi kerbau.

Untuk terjadinya peningkatan jumlah populasi, harus terjadi proses

(2)

2 secara fisiologik tidak vital bagi kehidupan individual tetapi sangat penting bagi

kelanjutan keturunan suatu jenis atau bangsa hewan (Toelihere, 1985). Populasi

kerbau tidak sebanyak sapi, hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat

reproduksi yang disebabkan karena sulitnya mendeteksi ternak yang estrus, berahi

tenang (silent heat ), jarak melahirkan yang panjang, dan rendahnya profil

hormon ternak. Reproduksi kerbau yang tidak baik sering dapat dilihat dari

rendahnya angka kebuntingan (konsepsi), baik pada layanan perkawinan IB

(Inseminasi Buatan) maupun alami. Reproduksi berhubungan erat dengan

hormon. Hormon-hormon reproduksi berperan dalam siklus berahi, ovulasi,

fertilisasi, dan persiapan uterus untuk perkembangan ovum.

Kejadian berahi tenang pada kerbau sangat tinggi mencapai 70-80%.

Gejala berahi kerbau umumnya tidak sejelas pada sapi, baik perubahan pada alat

kelamin luar, leleran vulva maupun tingkah laku seksualnya. Ditambah dengan

kebiasaannya senang berkubang akan menyebabkan gejala berahinya lebih sulit

diamati (Jainudeen & Hafez, 1987 dalam Sujarwo, 2009) sehingga intensitas

estrusnya rendah. Selain itu, kadar hormon gonadotrophin darah pada kerbau juga

lebih rendah dibanding dengan pada sapi (Jainudeen, 1986, Rajamahendra dan

Thamotharam, 1988 dalam Susila, 2009). Begitu pula lebih rendahnya profil

hormon progesteron selama siklus berahi (Putro, 1991).

Suatu cara untuk mengatasi masalah sulitnya deteksi berahi yaitu dengan

cara penerapan teknis sinkronisasi estrus yang berguna untuk merangsang organ

reproduksi baik dengan menggunakan sediaan progestagen (progesteron) atau

prostaglandin F2α (De rensis dan Lo´pez, 2007 dalam Sianturi, Kusumaningrum,

(3)

3 terdapat masalah dalam mendeteksi estrus. Pada saat ini telah banyak metode

sinkronisasi estrus yang dikombinasikan dengan sinkronisasi ovulasi dengan

pemberian hormon GnRH (Gonadotrophine Releasing Hormone) atau HCG

(Human Chorionic Gonadotrophin) yang merangsang sekresi hormon

gonadotropin untuk merangsang perkembangan folikel dominan agar terovulasi

(Geary et al., 2001 dalam Sianturi, et al., 2010) diharapkan dapat meningkatkan

keberhasilan IB. Sinkronisasi berahi merupakan suatu cara untuk menimbulkan

gejala berahi secara bersama-sama, atau dalam selang waktu yang pendek dan

dapat diramalkan pada sekelompok hewan.

Persentase keberhasilan kebuntingan pada kerbau dilihat pada ketepatan

pelaksanaan inseminasi buatan. Dengan terlihatnya gejala estrus maka IB bisa

dilaksanakan, maka hal ini akan bergantung pada seberapa jelas gejala estrus yang

diperlihatkan, namun kadang gejala estrus yang diperlihatkan tidak optimal. Oleh

karena itu, intensitas estrus harus diperhatikan untuk menentukan keberhasilan IB

untuk terjadinya kebuntingan. Dengan pemberian PGF2α tahap pertama

diharapkan ternak betina memperlihatkan estrus dan dengan pemberian tahap

kedua ternak betina dapat estrus secara bersamaan dan meningkatkan intensitas

estrus.

Kadar hormon progesteron dalam serum atau plasma dan air susu dapat

digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan stadium tertentu dalam status

reproduksi hewan yang diamati, di Thailand dan Srilanka, tingkatan hormon

progesteron dalam serum atau plasma kerbau digunakan sebagai petunjuk untuk

melakukan IB yang tepat (Komawokrit dkk, 1976 dan Perera, 1981 dalam

(4)

4 profil hormon progesteron.

Jorong Sianok, Nagari VI Suku, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam ini

merupakan salah satu daerah penyebaran ternak kerbau yang banyak di Sumatera

Barat. Tahun 2009 jumlah ternak yang tersebar di Kabupaten Agam ini tercatat

18 643 ekor dengan penyebaran di daerah IV Koto pada tahun 2007 adalah 1 540

ekor (Pemerintah Kabupaten Agam, 2011). Daerah ini berpotensi dalam

pengembangan populasi ternak kerbau. Luasnya daerah pertanian dan keadaan

alam yang cocok serta produksi susu yang dapat diolah menjadi dadiah sebagai

salah satu bentuk produksinya selain daging.

Berdasarkan uraian di atas, untuk melihat profil hormon progesteron

selama siklus berahi ternak kerbau serta hubungan antara intensitas estrus dengan

keberhasilan kebuntingan, maka dilakukanlah penelitian dengan judul “PROFIL HORMON PROGESTERON SETELAH PENYUNTIKAN PGF2α DAN HCG PADA KERBAU PARITAS SATU SERTA HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS ESTRUS DENGAN KEBERHASILAN KEBUNTINGAN

KERBAU DI KECAMATAN IV KOTO KABUPATEN AGAM”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana profil hormon progesteron pada kerbau paritas satu setelah

penyuntikan kombinasi antara PGF2α dan HCG.

2. Adakah hubungan antara intensitas estrus dengan keberhasilan

kebuntingan.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :

(5)

5 2. Untuk melihat hubungan antara intensitas estrus (intensitas vulva,

intensitas lendir dan intensitas tingkah laku ) dengan keberhasilan

kebuntingan pada ternak kerbau.

3. Untuk memudahkan deteksi berahi ternak.

4. Untuk menjadi petunjuk pelaksanaan IB.

Penelitian ini nantinya diharapkan bermanfaat dalam memberikan informasi

tentang:

1. Profil hormon progesteron pada ternak kerbau paritas satu saat siklus

berahi untuk mempermudah pelaksanaan inseminasi buatan pada ternak

kerbau.

2. Keberhasilan kebuntingan yang dilihat dari intensitas estrusnya.

D. Hipotesis Penelitian

1. Profil hormon kerbau paritas satu menunjukkan siklus estrus yang normal.

2. Intensitas estrus yang tinggi akan menghasilkan kebuntingan yang lebih

(6)

PROFIL HORMON PROGESTERON SETELAH PENYUNTIKAN PGF2α DAN HCG PADA KERBAU PARITAS SATU SERTA HUBUNGAN

ANTARA INTENSITAS ESTRUS DENGAN KEBERHASILAN KEBUNTINGAN KERBAU DI KECAMATAN IV KOTO KABUPATEN

AGAM

SKRIPSI

Oleh:

AZIZAH 0810612206

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS

(7)

PROFIL HORMON PROGESTERON SETELAH PENYUNTIKAN PGF2α DAN HCG PADA KERBAU PARITAS SATU SERTA HUBUNGAN

ANTARA INTENSITAS ESTRUS DENGAN KEBERHASILAN KEBUNTINGAN KERBAU DI KECAMATAN IV KOTO KABUPATEN

AGAM

SKRIPSI

Oleh: AZIZAH 0810612206

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS

(8)

PROFIL HORMON PROGESTERON SETELAH PENYUNTIKAN PGF2α DAN HCG PADA KERBAU PARITAS SATU SERTA HUBUNGAN

ANTARA INTENSITAS ESTRUS DENGAN KEBERHASILAN KEBUNTINGAN KERBAU DI KECAMATAN IV KOTO KABUPATEN

AGAM

Azizah, di bawah bimbingan

Dr. Ir. H. Hendri, Dt. Tumangguang NH, MS dan Prof. Dr. Ir. Hj. Zesfin, BP, MS Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang 2012

ABSTRAK

Kerbau merupakan salah satu ternak yang dikembangkan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja untuk mengolah lahan pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil hormon progesteron selama masa berahi pada kerbau paritas satu dan untuk melihat hubungan antara intensitas estrus dengan keberhasilan kebuntingan. Penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan informasi kepada peternak agar memudahkan deteksi berahi dan mengetahui keberhasilan kebuntingan dilihat dari intensitas gejala estrus.

Materi penelitian untuk profil hormon progesteron adalah satu ekor kerbau paritas satu, dan untuk melihat hubungan intensitas estrus dengan keberhasilan kebuntingan menggunakan empat ekor kerbau yang telah disinkronisasi berahi dengan PGF2α dan HCG secara intra muscular, kemudian diamati gejala estrusnya dan kebuntingan ditentukan dengan metode NR (non-return estrus). Penelitian profil hormon progesteron dilakukan dengan metode eksperimen yaitu darah yang diambil lalu diuji dengan RIA (RadioimmunoAssay) untuk mengetahui profil hormonnya. Penelitian hubungan intensitas estrus dengan kebuntingan dilakukan metode survey, data primer diperoleh dari pengamatan langsung terhadap ternak dan data sekunder diperoleh dari inseminator dan wawancara kepada peternak. Data profil hormon progesteron diolah secara deskriptif untuk melihat gambaran profil hormon progesteron selama satu siklus berahi dan data hubungan Intensitas estrus dengan keberhasilan kebuntingan diolah dengan regresi linear sederhana. Dari penelitian yang dilakukan profil hormon progesteron kerbau paritas satu menunjukkan aktivitas reproduksi yang normal dengan kadar progesteron terendah 1.4 ng/ml dan puncak aktivitas korpus luteum pada level progesteronnya 13.80 ng/ml. Hubungan intensitas estrus terhadap kebuntingan menunjukkan bahwa perubahan pada vulva dan tingkah laku menunjukkan hubungan yang cukup erat sedangkan intensitas lendir tidak menunjukkan adanya hubungan dengan nilai R masing-masing, vulva 0.707, lendir 0.000 dan tingkah laku 0.577.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa transmisi trans-ovari virus Dengue pada nyamuk terjadi pada 21 ekor nyamuk positif antigen Dengue dari 223 ekor nyamuk diperiksa..

(3) Tarif layanan atas jasa layanan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam kontrak kerja sama antara Direktur Utama Badan Layanan Umum Rumah Sakit

Berdasarkan data jumlah dan jenis ikan yang didapatkan pada lokasi pengambilan data dapat diolah secara kuantitatif untuk menunjukan besaran kelimpahan individu ikan

lecanii dengan kerapatan konidia yang berbeda-beda menunjukkan hasil, semakin tinggi tingkat kerapatan konidia semakin tinggi nilai persentase mortalitas ulat

proizvodnom sustavu javlja više smetnji s brojnim uzrocima, treba utvrditi one što najviše deformiraju sustav [1].. Upravljanje izvedbom projekata mora biti usmjereno

Untuk mencapai tujuan tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Banjarnegara melakukan peningkatan akses perempuan dalam berbagai pengelolaan sumber daya pembangunan; manfaat

Ketika kita menggunakan tangan kita untuk   bekerja, sendi akan meremas dan menyebabkan tekanan yang besar pada kompartemen yang  berisi cairan tersebut ini dapat

Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam menjawab semua pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah yakni bagaimana strategi pemasaran sosial badan