• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSERVASI KAWASAN KARS GUNUNG SEWU DENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONSERVASI KAWASAN KARS GUNUNG SEWU DENG"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KONSERVASI KAWASAN KARS GUNUNG SEWU

DENGAN ACUAN PERUBAHAN IKLIM GUA SONG TERUS TIMUR, PRACIMANTORO, WONOGIRI, JAWA TENGAH

oleh:

D. Ontosari1

, R. Suputra1

, Srijono2

1.)Jurusan Teknik Geologi UGM, Jl. Grafika 2 Yogyakarta 55281 email : david_ontosari@yahoo.com

real_geologers@yahoo.com

2.) Staff pengajar Jurusan Teknik Geologi UGM, Jl. Grafika 2 Yogyakarta 55281

Sari

Perubahan iklim selama kurun Pleistosen hingga sekarang menjadi salah satu parameter pertimbangan konservasi kawasan kars Gunung Sewu. Gua Song Terus Timur terletak di Pracimantoro, Wonogiri, Jawa Tengah, di kawasan kars Gunung Sewu. Petunjuk adanya perubahan iklim salah satunya adalah endapan gua yang terbentuk selama proses pembentukan gua. Diharapkan dari perubahan iklim ini dapat menjadi salah satu acuan konservasi kawasan kars Gunung Sewu.

Secara stratigrafis di bagian dalam gua, terdapat tiga batu-alir di Gua Song Terus Timur. Dengan metode pengambilan conto sederhana yakni setiap batu-alir diambil satu conto untuk diuji geokimia unsur – unsur oksida utama, unsur minor dan unsur jejak, karena cukup mewakili perkembangan perubahan iklimnya. Didasarkan pada pemahaman bahwa perubahan komposisi batu-alir mengindikasikan perubahan pola iklim yang berkembang selama batu-alir itu terbentuk, maka dipaparkan data geokimia yang cukup memadai.

Metode penghitungan dengan dua langkah yakni unsur kimia dalam batu-alir adalah dengan menggunakan perhitungan normatif CIPW dengan spreadsheet dan hitung statistik dengan perangkat lunak SPSS. Analisis dilakukan dengan metode compare means untuk korelasi dua data dan dengan metode one way anova untuk korelasi ketiga data geokimia. Conto DO 3 yang secara stratigrafi merupakan batu-alir yang paling atas, namun merupakan batu-alir yang pertama kali terbentuk selama speleogenesis. conto DO 2 merupakan representasi conto batu-alir bagian tengah dan conto DO 1 adalah representasi conto batu-alir bagian bawah. Kemunculan kuarsa mulai pada conto DO 2, semakin berkurangnya plagioklas dan ortoklas, kehilangan nefelin dan olivin, ilmenit dan magnetit mulai conto DO 2, mengindikasikan perubahan iklim dari kering menjadi basah. Perubahan ini dilanjutkan dengan stabilnya iklim basah dengan perubahan – perubahan komposisi mineral kalsit, pirit, piroksen, kuarsa yang relatif tidak fluktuatif. Hanya ketidakhadiran apatit pada conto DO 1 dipahami sebagai kekurangan fosfat akibat tidak adanya penghunian gua pada masa manusia modern dan ditambah dengan penambangan fosfat guano yang menyebabkan suplai fosfat untuk mengendap dan membatu menjadi batu – alir menjadi berkurang.

Dari penelitian ini, disarankan untuk melakukan konservasi kawasan kars Gunung Sewu, terutama di Gua Song Terus Timur dari eksploitasi dan perlakuan destruktif yang berlebihan. Hal ini mengingat perubahan iklim yang membentuk gua membutuhkan waktu puluhan ribu – jutaan tahun lamanya. Salah satu langkah untuk melakukan konservasi adalah dengan menjaga kelestarian faktor – faktor iklim yang mempengaruhi proses pembentukan gua, dengan penghijauan dan menjaga keutuhan serta kelestarian morfologi Gua Song Terus dan sekitar.

Abstract

Climate change during range of Pleistocene until now is a parameter of conservation consideration in the East Song Terus Cave, which is located in Pracimantoro, Wonogiri, Central Java, within area of karst of Mount Sewu. Evidence of the existence of climate change, one of them is cave sediment formed during process of cave forming. Expected from this climate change can become one of the reference of conservation of Mount Sewu kars area.

(2)

major oxide element geochemistry, minor element and trace element, because it’s deputize enough the growth of climate change in the East Song Terus Cave. Relied on understanding that change of composition of flowstone indicate climate change growth pattern during it was formed, hence presented a geochemistry data which adequate enough.

Calculation method of chemical elements in flowstone following two step, first is using calculation CIPW normative method. Data analyzed by using spreadsheet program to determine the normative of mineral composition in flowstone, then the second step, data will be correlated by using software SPSS to calculate statistically correlation of geochemical composition of flowstone. Analysis conducted with the method of compare means for the correlation of two data and with the method of one way anova for the correlation of three geochemical data.

Sample DO 3 recorded in local stratigraphy represent the top-strata of flowstone, but represent the first flowstone formed during speleogenesis. conto DO 2 representing middle-strata represent sample flowstone and sample DO 1 represent the lowest-strata of flowstone. Appearance of quartz start in sample DO 2, decreasing in amount of plagioclase and orthoclase, loss of nepheline and olivine, ilmenites and magnetite start form sample DO 2, as an indication of climate change from running dry / arid to become wet. This change continued into stable humid climate with the changes of composition of calcite mineral, pyrite, pyroxene, quartz which relatively don’t fluctuate. Only the absence of apatite in conto DO 1 comprehended as phosphate insufficiency because of inexistence effect of cave settlement at a modern human period and added by the mining of guano phosphate make decreasing phosphate supply to deposited and petrified to become flowstone.

From this research, we suggest stakeholders to conserve the East Song Terus Cave from excessive destructive treatment and mining. This matter consider the climate change forming cave require the time tens of thousand - millions of years. One of the steps to conduct the conservation is by taking care of factor continuity – climate factor influencing process of cave forming, with the reboisation and take care of the perfection and also continuity of morphology of East Song Terus Cave and around.

PENDAHULUAN

Kawasan karst di Indonesia, akhir-akhir ini dianggap memiliki nilai-nilai yang sangat strategis. Kawasan yang mencakup hampir 20 % luas dari total seluruh wilayah di Indonesia ini memiliki potensi yang bukan saja unik, tetapi juga sangat kaya dengan sumberdaya alam baik itu hayati maupun non hayati. Salah satu kawasan karst di Indonesia yang dikenal sebagai Gunung Sewu pernah dicalonkan sebagai salah satu Warisan Dunia (World Heritage) karena keunikannya. Benturan kepentingan akibat melebarnya tekanan penduduk serta kebutuhan-kebutuhan dasar yang menyertainya juga mengimbas pada kawasan karst, misalnya tambang batugamping. Maraknya pabrik semen pada kawasan ini akan berakibat hilangnya monumen dunia yang membutuhkan ribuan tahun untuk membentuknya.

Secara geoarkeologi permukaan, gua Song Terus Timur adalah salah satu dari banyak gua yang termasuk dalam kelompok situs gua arkeologis penting sepanjang lembah kering Giritontro atau lembah bekas aliran Bengawan Solo Purba (Yuwono, 2005). Perubahan bentangalam di gua Song Terus Timur dan sekitarnya menunjukkan adanya evolusi iklim dan lingkungan kehidupan manusia Jawa purba dalam pola migrasi yang dinamis atau proses penghunian selama Kala Pliosen Akhir – sekarang di Jawa bagian timur (Yuwono, 2005).

(3)

terhadap konservasi Gua Song Terus Timur. Interpretasi perubahan iklim dari data tersebut, dapat dihubungkan kondisi gua, dan respon perubahan morfologi gua terhadap iklim pada waktu tertentu. Perubahan iklim sepanjang waktu dan perubahan morfologi di gua Song Terus Timur menarik minat peneliti untuk menelitinya.

PROSEDUR PENELITIAN

Materi penelitian adalah Gua Song Terus Timur meliputi data stratigrafi, geomorfologi, dan arkeologi. Dalam penelitian ini dilakukan beberapa analisa pendekatan, yaitu data lapangan dan analisa geokimia. Data lapangan diperoleh dari hasil pekerjaan lapangan meliputi pemetaan geologi, dan geomorfologi gua. Data analisa geokimia batu-alir berupa karakteristik komposisi batuan hasil endapan gua selama proses pembentukan gua. Metodologi yang akan dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari metode berikut :

Letak Gua Song Terus Timur dan sekitarnya

Gua Song Terus Timur terletak di daerah Sumberagung (Gambar 1), Kecamatan Pacimantoro, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah, tercakup dalam peta Rupabumi Digital Indonesia lembar Pracimantoro lembar 1407 – 643 (Bakosurtanal, 2000). Koordinat lokasi dengan sistem UTM termasuk zona 49 L, dari titik koordinat 0478250 hingga 0478500, dan membujur dari 9102150 hingga 9102300. Luas daerah 250 m x 250 m. Lokasi penelitian dapat di tempuh melalui dua jalur utama dari Yogyakarta, yaitu jalur Surakarta-Wonogiri-Pracimantoro dan jalur Yogyakarta-Wonosari-Pracimantoro. Jarak tempuh yang diperlukan untuk mencapai lokasi penelitian dari Yogyakarta kurang lebih 100 km, dengan jalur pertama dan kedua, atau sekitar 2 jam dengan menggunakan kendaraan roda empat.

(4)

TATANAN GEOLOGI

Secara regional, daerah Gua Song Terus Timur dan sekitarnya mempunyai fisiografis, stratigrafi, struktur geologi regional dan merupakan bagian dari perbukitan kars yang termasuk dalam bagian zona Pegunungan Selatan Jawa Rimur

Geomorfologi Daerah Gua Song Terus Timur merupakan bagian dari perbukitan karst yang merupakan rangkaian perbukitan dan pegunungan karst yang merupakan salah satu bagian dari blok utama Pegunungan selatan bagian selatan. Morfologi ini memanjang relatif ke arah barat laut – tenggara dan timur – laut barat daya. Kerucut kars (Gambar 2) yang melingkupi endokars Gua Song Timur (Gambar 3) mempunyai geomorfologi perbukitan berlereng terjal yang dipisahkan oleh morfologi lembah doline yang lebarnya 20 – 150 m. Pada peta topografi terlihat adanya lembah alur anak Bengawan Solo Purba berarah baratdaya-timurlaut dan baratlaut-tenggara.

Gambar 2. Morfologi eksokars Gua Song Terus Timur, kamera menghadap timur

Gambar 3. Morfologi endokars Gua Song Terus Timur (kamera menghadap

timur)

(5)

Stratigrafi daerah dan sekitar tersusun atas empat satuan batuan , yaitu:Satuan batugamping lapies, Satuan batugamping gua kars, Satuan batugamping kaki bukit kars, Satuan pasir – lempung karbonatan lembah dolin.

Urutan lapisan batuan pada gua song terus dari yang bawah ke atas adalah lapisan 1 terdiri atas batugamping, lapisan 2 terdiri atas batualir (Gambar 5), lapisan 3 terdiri atas batugamping, lapisan 4 terdiri atas batu-alir (Gambar 4), lapisan 5 terdiri atas batugamping, lapisan 6 terdiri atas batu-alir (Gambar 6), lapisan 7 terdiri atas batugamping, lapisan 8 terdiri atas endapan karbonat.

Struktur Geologi yang terbentuk di Gua Song Terus dan sekitar adalah kekar. Kekar di Gua Song Terus Timur ini mempengaruhi benttuk dan susunan lapies di bagian luar morfologi. Dominansi arah kekar adalah timurlaut – baratdaya dan baratlaut – tenggara dengan spasi kekar bervariasi antara 0,5 – 3 m, diskontinyu kekar mulai dari 5 cm hingga 2 m, dan kedalaman spasi kekar yang membentuk cerukan – cerukan antar lapies bervariasi antara 0,5 – 2,5 m.

Gambar 5. Letak conto batu-alir DO1 di dalam gua, kamera menghadap utara

Gambar 6. Lokasi conto batu-alir DO3, kamera menghadap selatan

Gambar 4.Letak conto batu-alir DO2 di dalam gua, kamera menghadap selatan Bat

u-alir D O1

DO 2

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Batu-alir mulai terbentuk jika lantai gua secara regional sejajar dengan muka air tanah. Dengan tatanan geologi regional dimana pengangkatan kawasan Kars Gunung Sewu di daerah telitian memiliki kecepatan yang sama, maka faktor morfogenesa dari kajian tektonik bisa diabaikan. Fluktuasi vertikal muka air tanah menyebabkan siklisitas batu-alir juga berganti – ganti setiap periode iklim terntentu. Karena faktor – faktor iklim mempengaruhi kondisi hidrodinamika air tanah di daerah kars dan tiap batu-alir merepresentasikan hidrodinamika lantai gua pada waktu gua terbentuk dan pada kondisi iklim tertentu. Berikut ini adalah data geokimia dari 3 conto batuan yang berbeda. Pengambilan conto batuan didasarkan pada stratigrafi lokal di bagian dalam gua (endokars) dimana terdapat 6 lapis batu-alir.

Data di bawah ini adalah data yang dianalisis secara geokimia dengan parameter unsur oksida utama (Tabel 1) serta unsur minor dan unsur jejak (Tabel 2). Keseluruhan data dianalisis dengan metode normatif mineral CIPW (Kelsey, 1965 vide Best, 1985). Analisis dengan bantuan perangkat lunak office spreadsheet untuk mengetahui kehadiran mineral normatif, sedangkan analisis dengan bantuan perangkat lunak penghitung data statistik SPSS untuk menghitung korelasi rerata data (compare means Independent sample T test) dan analisis anova satu arah (one way anova).

Tabel 1. Data komposisi unsur oksida utama batu-alir

Element Units Detection Limit Reference Method DO 1 DO 2 DO 3

SiO2 % 0,01 FUS-ICP 0,78 1,55 1,05

Al2o3 % 0,01 FUS-ICP 0,03 0,74 0,53

Fe2o3(T) % 0,01 FUS-ICP 0,12 0,38 0,27

MnO % 0,01 FUS-ICP < 0,01 0,03 < 0,01

MgO % 0,01 FUS-ICP 0,03 0,1 0,1

CaO % 0,01 FUS-ICP 54,04 54,78 55,03

Na2O % 0,01 FUS-ICP 0,85 0,22 0,26

K2O % 0,01 FUS-ICP 0,36 < 0,01 0,07

TiO2 % 0,005 FUS-ICP < 0,005 0,049 0,03 P2O5 % 0,01 FUS-ICP < 0,01 0,47 0,08

LOI % FUS-ICP 43,22 42,56 43,2

(7)

Tabel 2. Unsur – unsur minor dan unsur – unsur jejak sebagai komposisi ketiga conto batu-alir

No Element Units Detection Limit DO 1 DO 2 DO 3 Reference Method

1 Bl Ppm 2 6 8 5 TD-ICP

15 S % 0,001 0,065 0,079 0,061 TD-ICP

(8)

Tabel 3. Mineral normatif hasil hitungan dengan CIPW (Kelsey, 1965 vide Best, 1985)

Dari data Tabel 3 di atas, terlihat ada beberapa perubahan komposisi mineral tiap conto alir. Komposisi alir merupakan indikasi proses yang terjadi selama batu-alir terbentuk, termasuk didalamnya adalah proses perubahan iklim. Perubahan komposisi pada batuan sedimen pada endapan gua berarti ada perubahan proses pembatuan selama batuan – batuan sedimen terbentuk. Dari tiga conto di atas, secara stratigrafi, conto DO1 merupakan conto paling atas dan DO3 merupakan conto yang paling bawah. Namun, secara morfogenesis gua, batu-alir paling atas (DO3) merupakan batu-alir yang pertama kali terbentuk.

(9)

penurunan komposisi kalsit (97,60% menjadi 96,28% volume), kehilangan olivin dan nefelin; ada beberapa kenaikan volume mineral lainnya, yakni kuarsa (0% menjadi 0,47%), plagioklas (1,01% menjadi 1,23%), korundum (0,17% menjadi 0,33%), hiperseten (0% menjadi 0,32%), mineral berat ilmenit (0,03% menjadi 0,05%), magnetit (0,06% menjadi 0,08%), apatit (0,16% menjadi 0,92%) dan pirit (0,07% menjadi 0,09%). Semakin berkurangnya mineral kalsit sebagai komposisi utama batu-alir diiringi oleh kenaikan himpunan mineral berat, mineral sekunder silikat, fosfat dan sulfida mengindikasikan perubahan lingkungan terbentuknya batu-alir.

Kondisi awal (DO3) adalah batu-alir dengan pengotor kalsit sedikit yang berarti proses pelarutan lebih dominan daripada proses lainnya (runoff lantai gua, aerasi). Dominansi proses pelarutan ini menunjukkan iklim pembentuk conto DO3 adalah iklim kering (arid). Kehadiran mineral – mineral silikat, fosfat dan sulfida yang saling berasosiasi dalam conto DO2 menunjukkan kondisi lingkungan purba yang mulai ada proses sedimentasi dengan agen angin dan air permukaan lantai gua. Kondisi ini dilanjutkan dengan lingkungan yang tenang dimana hidrodinamika air permukaan semakin tenang dan mengendapkan mineral berat dan sulfida. Indikasi iklim purba yang menyebabkan proses terbentuknya batu-alir DO2 ini adalah iklim yang mulai lembab atau basah (humid).

Sedangkan perubahan komposisi dari conto DO2 ke DO1 juga menunjukkan beberapa variasi komposisi mineralogi. Sedikit bertambahnya komposisi kalsit (96,28% menjadi 96,54%) menunjukkan semakin stabilnya proses penjenuhan karbonat. Air terhadap aliran permukaan lantai gua dan presipitasi karbonat. Begitu juga yang terjadi pada mineral – mineral fosfat dan sulfida yang stabil pada kondisi reduksi juga tidak muncul atau makin bekurang. Khusus untuk apatit, kemungkinan yang terjadi adalah semakin berkurangnya suplai fosfat akibat berkurangnya biota yang memproduksi fosfat dan ditambah dengan pengambilan fosfat secara berlebihan oleh manusia modern. Conto DO1 menunjukkan stabilnya iklim purba yang basah (humid)

Independent Samples Test dalam uji kesamaan rata-rata untuk unsur oksida utama, nilai sig. = 0,988 (DO1 dan DO2), nilai sig. = 0,99 (DO1 dan DO3), nilai sig. = 0,998 (DO2 dan DO3) yang berarti masuk daerah penerimaan Ho digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi korelasi antar data. Begitu pula dengan uji kesamaan antar dua dari tiga data unsur minor dan jejak rata-rata, nilai sig. = 0,893 (DO1 dan DO2), nilai sig. = 0,295 – 0,298 (DO1 dan DO3), nilai sig. = 0,212 – 0,214 (DO2 dan DO3) yang berarti masuk daerah penerimaan Ho. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masing – masing hitungan untuk rata-rata dapat dianggap sama.

(10)

KESIMPULAN

1. Kemunculan kuarsa mulai pada conto DO 2, semakin berkurangnya plagioklas dan ortoklas, kehilangan nefelin dan olivin, ilmenit dan magnetit mulai conto DO 2, mengindikasikan perubahan iklim dari kering menjadi basah.

2. Perubahan iklim dilanjutkan dengan stabilnya iklim basah dengan perubahan – perubahan komposisi mineral kalsit, pirit, piroksen, kuarsa yang relatif tidak fluktuatif.

3. Ketidakhadiran apatit pada conto DO 1 dipahami sebagai kekurangan fosfat akibat tidak adanya penghunian gua pada masa manusia modern dan ditambah dengan penambangan fosfat guano yang menyebabkan suplai fosfat untuk mengendap dan membatu menjadi batu – alir menjadi berkurang.

4. Data yang dianalisis dengan uji statistik untuk mengetahui korelasi kuantitatif antara conto dengan cara analisis korelasi dua conto dengan tes -T untuk unsur kimia utama (dalam %) dan unsur kimia minor dan jejak (dalam ppm) menunjukkan bahwa semua data dianggap sama secara matematis.

5. Dari kedua metode analisis kimia di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesamaan secara matematis ketiga conto adalah karena kesamaan batuan yang terlarut dan kesamaan geologi regional. Perbedaan kemunculan mineral normatif dalam penghitungan mineral normatif, adalah sebagai indikasi adanya perbedaan proses pembenetukan batu-alir. Perbedaan proses pembentukan batu-alir ini disebabkan oleh perbedaan perubahan iklim.

6. Dari penelitian ini, disarankan untuk melakukan konservasi kawasan kars Gunung Sewu, terutama di Gua Song Terus Timur dari eksploitasi dan perlakuan destruktif yang berlebihan. Hal ini mengingat perubahan iklim yang membentuk gua membutuhkan waktu puluhan ribu – jutaan tahun lamanya.

7. Salah satu langkah untuk melakukan konservasi adalah dengan menjaga kelestarian faktor – faktor iklim yang mempengaruhi proses pembentukan gua, dengan penghijauan dan menjaga keutuhan serta kelestarian morfologi Gua Song Terus dan sekitar.

DAFTAR PUSTAKA

Bradley, R.S., 1999, Paleoclimatology : Reconstructing Climates of The Quarternary, 2nd ed., Academic Press, San Diego, 613 hal.

Fairchild, I.J., et.al., 2006, “Modification and preservation of environmental signals in speleothems”, Earth Science Reviews, January 2006 : 1-41.

Haryono, E., 2005, Iklim dan Karst, Paper tugas S3, Program Studi Geografi, Sekolah Pasca Sarjana, UGM, tidak dipublikasikan.

Hurlburt, C.S. & Klein, C., 1993, Manual of Mineralogy, 21st edition, John Willey &

(11)

Lowe, J. J. dan Walker, M. J. C., 1984, Reconstructing Quarternary Environments, Longman Group Ltd., London & New York, 389 hal.

Mason, B., Berry, L.G., 1968, Elements of Mineralogy, W.H. Freeman and Company, San Fransisco

Scoffin, T. P.,1987, An Introduction to Carbonate Sediments and Rocks, Blakie& Sons, Ltd., Glasgow & London, 274 hal.

Simanjuntak, T., 2002, Gunung Sewu in Prehistoric Times, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Srijono, 2000, Ekosistem Kars Sebagai Sumberdaya Kebumian dan Sumberdaya

Nasional, Pidato Pengukuhan Jabatan Lektor Kepala Madya dalam Bidang

Geologi, Fakultas Teknik UGM, Jogjakarta, 27 hal, tidak dipublikasikan.

Suharso, et.al., 1993, Kearifan Lokal dalam Upaya Pemeliharaan Lingkungan Hidup

di Daerah Jawa Tengah, Depdikbud-Dirjen Kebudayaan-Direktorat Sejarah

dan Nilai Tradisional-Bagian Proyek Penelitian Pengkajian dan Pembinaan Nilai – Nilai Budaya Jawa Tengah, Semarang, 100 hal.

Surono, Toha, B., Sudarno, I., dan Wiryosujono,S., 1992, Peta Geologi Lembar

Surakarta-Giritontro, Jawa, P3G-Ditjen GSM Dep Pertamben, Bandung.

Suwardjo, H., et.al., 1993, Rekomendasi Teknologi Hasil Penelitian Terapan Sistem

DAS Kawasan Perbukitan Kritis Daerah Istimewa Yogyakarta, Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian – Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat- Bagian Proyek Penelitian Terapan Sistem DAS Kawasan Perbukitan Kritis (YUADP II-08), Yogyakarta, 88 hal.

Reijers, T.J.A & K.J.Hsu, 1986, Manual Carbonate Sedimentology : A Lexicographical

Approach, Academic Press, Tokyo.

Toha, B., Purtyasti R.D., Sriyono, Soetoto, Rahardjo, W., dan Pramumijoyo, S., 1994,

Geologi Daerah Pegunungan Selatan : Suatu Konstribusi, Prosiding Geologi

dan Geoteknik Pulau Jawa sejak Akhir Mesozoik hingga Kuarter, halm. 19-36, Jurusan Teknik Geologi FT UGM.

Urushibara K. and Yoshino M., 1997, “Paleoenvironmental change in Java Island and its surrounding areas”, Journal of Quaternary Scinece, 12 (5), 435-442.

Van Bemmelen, R.W., 1970, The Geology of Indonesia, Vol. IA: General Geology of Indonesia and

Adjacent Archipelagoes, 2nd ed., The Martinus Nijhoff Hague, Amsterdam.

Gambar

Gambar 1. Peta indeks lokasi penelitian
Gambar 2. Morfologi eksokars Gua Song Terus Timur, kamera
Gambar 6. Lokasi conto batu-alir DO3,
Tabel 3. Mineral normatif hasil hitungan dengan CIPW (Kelsey, 1965 vide Best, 1985) menggunakan perangkat lunak spreadsheet

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi teori belajar konstruktivisme dengan menggunakan model

Sibarani/0002000108 , pengelolaan Lingkungan Industri dalam penanggulangan dampak pencemaran l;imbah B3 menurut Hukum Internasional yang disusun oleh Riky

Jadi dengan psikodrama, siswa reguler dapat memahami dan merasakan bagaimana menjadi siswa difabel yang sering diganggu dan dijahili oleh teman lain dan bagaimana

Dirinci dari sub-sub indikator, ditemui bahwa pelaksanaan kegiatan belajar- mengajar, penilaian proses belajar-mengajar, kegiatan penunjang proses belajar- mengajar, upaya

Mallory- Weiss Tear muncul pada bagian distal esophagus di bagian gastroesophageal junction. Perdarahan muncul ketika luka sobekan telah melibatkan esophageal

[r]

Berdasarkan hasil penenlitian yang sudah dilakukan dapat ditarik..

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lidah buaya ( Aloe vera ) dan waktu penutupan luka sayat pada mukosa rongga mulut tikus wistar.. Lidah buaya diambil