• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Sastra Bandingan Sebuah Analisis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kajian Sastra Bandingan Sebuah Analisis"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Potret Kelam Seorang Pria ketika Hukum Adat Membelenggu Cintanya. (Sebuah Analisis Karakteristik Tokoh Pria: Sayap-Sayap Patah dan Siti Nurbaya.)

Kajian Sastra Bandingan.

Oleh: Andriansyah Nur Hidayat

NIM: 1112013000024 (PBSI 3A) Tugas Akhir Mata Kuliah Sastra Bandingan.

Tokoh merupakan unsur yang penting dalam suatu karya sastra.1 Bagaimana tidak, tokoh adalah pelaku yang menjalani setiap peristiwa dalam sebuah cerita. Melalui tindakan, ucapan, dan pikirannyalah pembaca memperoleh gambaran peristiwa dalam sebuah karya sastra. Dengan kata lain, tokoh merupakan alat yang digunakan pengarang untuk mejalankan sebuah cerita agar cerita tersebut terasa sedang benar-benar terjadi. Dilain hal ada kata “penokohan” yang sering digunakan oleh orang awam untuk memberikan makna yang kurang lebih sama dengan tokoh. Namun tokoh dan penokohan adalah dua hal yang berbeda. Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan penokohan adalah cara sastrawan menampilkan tokoh.2

Dalam setiap karya sastra tentulah seorang tokoh memiliki karakter atau penokohan yang berbeda bila dibandingkan dengan karakter tokoh dalam karya sastra lainnya, walaupun peristiwa yang terjadi dalam karya sastra tersebut hampir sama. Ini terjadi karena karakter tokoh dalam sebuah cerita dipengaruhi banyak faktor. Diantaranya faktor pendidikan, lingkungan, dan faktor keluarga tokoh yang ada di dalam sebuah cerita atau karakter ini dipengaruhi oleh kepribadian pengarang dari sebuah karya sastra tersebut.

Namun kelihatannya perbedaan karakter dalam karya sastra yang berbeda ini belumlah mendapat pembahasan yang lebih dalam. Untuk itu penulis akan membahas hal tersebut. Apa karakteristik tokoh bisa berbeda walaupun peristiwa yang dialami oleh kedua tokoh dalam kedua karya sastra tersebut mirip? Karya yang akan saya bahas adalah, Sayap-sayap Patah karya Kahlil Gibran yang telah diterjemahkan oleh Endah Astuti, dan membandingkannya dengan Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Keduanya memiliki jalan cerita yang mirip, tentang percintaan yang berujung perpisahan karena tokoh wanita dalam cerita menikah dengan pria lain dan kemudian meninggal dunia.

1

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau keberlakuan dalam berbagai peristiwa. Menurut Sudjiman, Lihat Melani Buadianta dkk. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi),

(Magelang: IndonesiaTera, 2003), . 86.

2

(2)

Tentang Sayap-sayap Patah dan Siti Nurbaya

Sayap-sayap Patah adalah novel karya Kahlil Gibran, pria yang lahir di Beshari, Lebanon pada 1883 dengan nama asli Gibran Khalil Gibran. Sastrawan Amerika-Libanon yang hijrah ke Amerika bersama ibu dan adik perempuannya saat usianya 12 tahun. Disanalah, tak sengaja namanya berubah menjadi Kahlil Gibran akibat pencatatan yang salah oleh pihak administrasi sekolah pertama yang diikutinya.

Sempat kembali ke tanah kelahirannya selama tiga tahun untuk memperdalam bahasa arab, Kahlil Gibran menghabiskan masa remaja bersama seniman bohemian di Boston. Ia juga pernah tinggal di Paris selama setahun untuk berguru seni rupa pada seniman di Perancis. Pulang dari Perancis ia pindah ke New York dan menetap di korta ini sampai akhir hayat. Tulisan-tulisan Gibran dikenal luas karena cita rasa orientalnya yang eksotis, bahkan mistis.

Dianggap sebagai penyair Arab di perantauan terbesar, Kahlil Gibran meninggal di New York pada 1931. Kahlil Gibran dikuburkan di Beshari, Lebanon, tempat dia menjalani masa kanak-kanaknya.3

Sayap-sayap Patah adalah novel terjemahan yang judul aslinya “The Broken Wings”. Al-Ajnihah al-mutakassirah, itulah judul aslinya yang diterbitkan pertama kali dalam bahasa Arab tahun 1992. Sebuah karya best seller di antara berbagai karya Kahlil Gibran lainnya.

Sesuatu yang tak boleh dilupakan dalam membicarakan Sayap-sayap Patah ialah nama Mary Elizabeth Haskell, putri seorang direktur bank yang menjadi kepala sekolah Haskell Dean School dan akhirnya menjadi sahabat akrab dan mentor Gibran yang ikut menentukan kebesarannya. Marylah yang membiayai perjalanan dan studi Gibran ke Paris untuk kedua kalinya karena yakin akan kecemerlangan Gibran di masa depan. Dalam suratnya yang ditujukan kepada Gibran tertanggal l6 November l9l3, Mary meramalkan kebesaran Gibran sebagai berikut:

"Karya nyatamu melampaui apa yang ada pada gene-rasi ini atau bahkan berbagai generasi yang sempat kau saksikan. Hanya masa depanlah yang dapat memperlihatkan luasan chanye. Dan pada hari itu ketika manusia sedang menyebut abad kedua puluh sebagai tahap embriobagi dirinya, ia akan menyebutmu seperti menyebut dirinya. Tetapi engkau, karena datang hari itu, akan terus menciptakan hari-hari depan . . . Bagimu kini, apa yang kau tulis dan kau lukis semata-mata menyatakan fragmen-fragmen pandanganmu. Tetapi pada saatnya nanti seluruh

3

(3)

pandanganrnu akan nampak pada karya-karyamu itu. Karena manusia akan belajar melihat, mendengar, dan membacanya. Dan karyamu bukanlah sekedar buku dan lukisan. Semua itu hanya sekelumit dari karya-karyamu. Karyamu adalah engkau, tidak kurang dari engkau, dan tidak bagian dari engkau.... "Suatu hari kelak diammu akan dibaca lewat tulisan-tulisanmu, kegelapanmu akan menjadi bagian dari CAHAYA.”

Dan kepada ”M.E.H” inisial dari Mary Elizabeth Haskell. Gibran begitu sering mempersembahkan karya-karyanya, baik karya sastra maupun karya lukisnya. Salah satu dari dedikasi itu dipersembahkannya lewat Sayap-sayap Patah.

Gibran menulis dalam dua bahasa: bahasa Arab untuk para pembacanya di Libanon, Suriah, dan dunia Arab termasuk komunitas-komunitas Arab di Amerika Utara, Amerika Latin dan lain-lainnya; bahasa Inggris untuk para pembacanya di dunia Barat. Ditambah karya-karyanya yang merupakan perpaduan unik dari karakteristika filsafat Timur dan Barat yang biasanya membingungkan pikiran Barat, Gibran benar-benar menjadi jembatan antara Barat dan Timur yang paling tangguh. Para pengagumnya menerjemahkan karya-karya Inggrisnya ke dalam bahasa Arab, dan karya-karya-karya-karya Arabnya ke dalam bahasa Inggris.4

Sayap-sayap Patah menuturkan tentang pasang surutnya anak manusia yang dimabuk cinta. Sebuah kisah cinta yang sederhana, namun di tangan Kahlil Gibran, kisah cinta yang sederhana itu berhasil menjadi sesuatu yang berbeda. Kisah cinta sepasang kekasih yang penuh dengan cinta, kasih sayang, pengorbanan, dan kesengsaraan serta duka nestapa. Bahkan diakhiri secara tragis dengan meninggalnya Selma, perempuan yang sangat dicintai tokoh utama sekaligus narator dalam cerita ini. Kelincahannya dalam memilih dan merangkai kata serta menciptakan metafora-metafora membuat karyanya selalu memiliki ciri khas. Hal inilah yang membuat pembaca merasa kata-katanya tersebut tertinggal di hati mereka, sehingga karya-karyanya terus dibaca dan diapresiasi sepanjang masa.5

Cinta yang begitu melimpah ruah dan impian tentang sebuah kebahagiaan besar sirna seketika terkekang oleh aturan masyarakat yang sangat kejam. Ketamakan dan kekayaan sebagai penghalang bagi kebahagiaan kedua insan yang diceritakan dalam kisah itu.

Awal kisah, Kahlil Gibran berkunjung ke rumah sahabatnya, bertemu dengan sahabat karib ayahnya, Farris Effandi Karamy. Kemudian lelaki tua itu bercerita tentang semangat masa mudanya bersama ayah Gibran. Gibran memberikan Farris Effandi Karamy masa yang telah lama hilang dari dalam dirinya.

4

Kahlil Gibran. The Broken Wings. Penerjemah M. Ruslan Shiddieq (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1988) h.xviii-xx.

5

(4)

Kerena pertemuan dengan sahabat karib ayahnya itulah dia mengenal sosok perempuan yang mampu mengisi ruang kosong hatinya. Selma Karamy, putri satu-satunya Farris Effandi Karamy. Perempuan itulah yang membuatnya jatuh cinta setelah hidup dalam kehampaan. Selma memberikan kasih saying, kerinduan dan kebahagiaan. Namun itulah awal dari penderitaannya.

Dalam novel ini ada pula masalah nasib perempuan yang hidup di zaman tersebut, ketidakadilan, penindasan, kesewenang-wenangan, kekuasaan dengan kedok agama yang menciptakan aturan hukum masyarakat yang sangat membelenggu.

Sementara itu, Siti Nurbaya adalah novel karya Marah Rusli. Novel roman ini merupakan salah satu ikon sastra Indonesia. Hingga kini roman ini dijadikan salah satu bacaan para siswa di Indonesia dalam mempelajari kesusasteraan. Begitu populernya novel ini, sehingga dijadikan idiom oleh masyarakat kini untuk menyatakan ketidaksetujuan dengan orang tua yang menjodohkan anaknya. Marah Rusli masih termasuk keluarga bangsawan Pagaruyung. Penulis ini lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Agustus 1889. Ayahnya, Sutan Abubakar, gelar Sutan Pangeran. Ibunya berasal dari Jawa dan keturunan Sentot Alibasyah, salah seorang panglima perang Pangeran Diponegoro.

Ia masuk sekolah dasar di Padang yang menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar. Setelah lulus, ia melanjutkan ke sekolah Raja (Kweekschool) di Bukit Tinggi, lulus tahun 1910. Ia melanjutkan sekolahnya ke Vee Arstsen School (sekolah Dokter Hewan) di Bogor dan lulus tahun 1915. Setelah tamat, ia di tempatkan di Sumbawa Besar sebagai Ajung Dokter Hewan. Tahun 1916 ia menjadi Kepala Peternakan.

Pada Tahun 1920, Marah Rusli diangkat sebagai asisten dosen Dokter Hewan Wittkamp di Bogor. Karena berselisih dengan atasannya, orang Belanda, ia diskors selama setahun. Selama menjalani skorsing itulah ia menulis novel Siti Nurbaya pada tahun 1921. Karirnya sebagai dokter hewan membawanya berpindah-pindah ke berbagai daerah. Tahun 1921-1924 ia bertugas di Jakarta, kemudian di Balige antara tahun 1925-1929 dan Semarang antara tahun 1929-1945.

Tahun 1945, Marah Rusli bergabung dengan Angkatan Laut di Tegal dengan pangkat terakhir Mayor. Ia mengajar di Sekolah Tinggi Dokter Hewan di Klaten tahun 1948 dan sejak tahun 1951 ia menjalani masa pensiun di Bogor. Novelnya, Siti Nurbaya tahun 1922, mendapat hadiah dari pemerintah RI tahun 1969. Karyanya yang lain novel La Hami di tahun 1952, novel Anak dan Kemenakan tahun 1956, dan otobiografi Memang Jodoh. Ia juga menerjemahkan novel karya Charles Dickens yang berjudul Gadis Yang Malang di tahun 1922.6

6Anonim, “Marah Rusli,” artikel diakses pada 21 Desember dari

(5)

Siti Nurbaya diterbitkan pertama-tama pada tahun 1922 oleh penerbit Balai Pustaka. Meskipun bukan novel pertama yang diterbitkan Balai Pustaka, novel karya Marah Rusli ini dianggap menonjol dan mengemuka pada zaman Balai Pustaka. Berbagai pendapat tentang hal itu telah ditunjukkan, antara lain oleh Zuber Usman (1964), Teeuwii (1978), dan Faruk HT (1999). Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila SN banyak dibicarakan, baik oleh kritisi sastra dari asing maupun kritikus sastra dari Indonesia. Banyak aspek dari novel itu yang menjadi sorotan, di antaranya aspek sosiologis, politis, dan struktur formalnya. 7

“Hari gini dijodohkan?”

Seperti zaman Siti Nurbaya saja, itulah jawaban yang umumnya dikatakan seseorang ketika mendengar kata dijodohkan atau perjodohan oleh kedua orang tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli sangat melekat pada kehidupan masyarakat Indonesia. Faktanya memang hingga sekarang budaya perjodohan masih melekat di negeri ini, tentunya dengan berbagai alasan.

Pada masa lalu kita mengenal kisah Siti Nurbaya sebagai suatu penggambaran perjodohan dimasa lalu sebagai sesuatu yang umum dilakukan. Sekarang mungkin kita akan mencibir jika ada orangtua yang menjodohkan anak‐anaknya karena sekarang tren telah berubah. Muda‐mudi jaman sekarang pada umumnya berpacaran sebelum memasuki jenjang pernikahan.8

Siti Nurbaya menuturkan kisah cinta dua anak manusia yang harus terpisah karena masalah adat. Novel ini menjadi menarik karena kritik tajamnya terhadap adat masyarakat yang kolot tentang pernikahan. Latar social dalam Siti Nurbaya sangatlah jelas. Ini juga bisa dikaitkan dengan emansipasi wanita. Wanita seharusnya berhak memilih dengan siapa mereka menikah, sama halnya dengan seorang pria yang bebas memilih pendamping hidupnya. Ketika pria memiliki istri lebih dari satu, namun terasa tidak adil bila wanita tidak boleh memiliki suami lebih dari satu.

Novel Siti Nurbaya diawali dengan cerita Samsul Bahri mengundang Siti Nurbaya untuk pergi ke Gunung Padang bersama Zainul Arifin, dan Bachtiar, keduanya merupakan teman Samsul Bahri. Pada saat itulah Samsul Bahri mengungkapkan cintanya pada Siti Nurbaya. Siti Nurbaya pun menerima cinta Samsul Bahri, mereka telah berjanji untuk sehidup semati dalam kehidupan ini.

7Yeni Mulyani Supriatin, “Nasionalisme dalam Siti Nurbaya karya Marah Rusli,”

Jurnal Sosioteknologi Edisi 19 Tahun 9, (April 2010): h. 779.

(6)

Dalam keindahan cerita cinta mereka berdua, ada hal yang memupuskan harapan mereka berdua itu. Datuk maringgih, seorang kakek tua yang kikir yang sangat licik datang dalam kehidupan keduanya, inilah awal dari prahara yang terjadi.

Kisah dalam Sayap-sayap Patah dan Siti Nurbaya

Kisah Sayap-sayap Patah tertuju kepada Tokoh Utama yaitu Kahlil Gibran, seorang pria di Beirut yang berumur 18. Ia bertemu dengan Farris Effandi Karamy, yang tak lain adalah sahabat karib dari ayahnya. Setelah obrolannya dengan Farris, beberapa hari kemudian ia berkunjung ke rumah Farris dan bertemu dengan Selma, putri satu-satunya Farris Effandy Karamy. Mereka berdua jatuh cinta saat pertama kali bertemu. Namun kebahagiaan mereka akhirnya terenggut karena Uskup Bulos Galib, seorang kepala agama yang meminta Farris untuk menikahkan anak perempuannya dengan keponakannya yaitu, Mansour Bey Galib. Hal ini terjadi karena Uskup ingin menguasai harta dari Fariis yang dikenal memiliki harta yang banyak. Bila keponakan Uskup dengan Selma menikah, Uskup berfikir bahwa keponakannya akan mendapatkan kekayaan dan kemakmuran sehingga ia akan dihormati. Akhirnya Mansour Bey Galib dan Selma pun menikah hingga menghancurkan kebahagiaan Kahlil Gibran. Kahlil Gibran yang cintanya sangat besar kepada Selma tetap mencoba untuk melanjutkan hubungannya dengan Selma, walaupun ia telah menjadi istri Mansour Bey Galib. Ia mengajak Selma untuk pergi dari kota dan hidup berdua, namun hal ini ditolak oleh Selma. Tak lama setelah itu Selma mengandung anak dari Mansour Bey Galib. Disaat akan melahirkan masalah pun muncul, Selma dan anak yang baru dilahirkannya meninggal dunia. Mansour tak sedih dengan adanya kejadian ini, namun Gibran hatinya hancur. Anak Selma telah menyelamatkannya dari kehidupan yang tak adil bagi dirinya.

(7)

Sementara itu Siti Nurbaya dituturkan oleh orang ketiga diluar cerita yang serba tahu. Ini menjadikan hal-hal kecil dapat terungkap, seperti pikiran tokoh pun dapat diketahui. Sayap-sayap patah tak sedetail Siti Nurbaya ini dikarenakan sudut pandang yang digunakan berbeda.

Siti Nurbaya memiliki banyak tokoh di dalamnya, sudut pandang orang ketiga memberikan keleluasaan untuk memunculkan tokoh yang relatif banyak. Siti Nurbaya, Samsulbahri, Datuk Maringgih, dan Sultan Sulaiman adalah tokoh sentral dari cerita. Banyak tokoh tambahan yang ada di dalam cerita untuk mempertegas cerita. Tokoh tambahan ini kadang mempersulit pembaca, karena bila terlalu banyak tokoh pembaca bisa tidak fokus dengan tokoh utama. Kelebihannya, dengan adanya tokoh tambahan maka cerita akan lebih nyata. Diawali dengan cerita tokoh utama, Samsul Bahri mengundang Siti Nurbaya untuk pergi ke Gunung Padang bersama Zainul Arifin, dan Bachtiar. Kemudian, setelah sampai Samsul Bahri mengungkapkan cintanya pada Siti Nurbaya. Cinta itu pun disambut oleh Siti Nurbaya yang menerima cinta Samsul Bahri. Namun tokoh Datuk Maringgih merebut kebahagiaan itu dengan berbuat licik kepada ayah Siti Nurbaya sehingga usahanya bangkrut dan tak bisa membayar hutang-hutangya. Siti Nurbayalah yang menjadi gantinya. Datuk Maringgih pun menikah dengan Siti Nurbaya. Itulah kehancuran yang diterima oleh cinta Siti Nurbaya yang tak bisa bersatu dengan Samsulbahri.

Berbeda dengan Siti Nurbaya, Sayap-sayap Patah lebih fokus dengan tokoh utama, tak banyak tokoh tambahan di dalam cerita. Tokoh utama menceritakan apa yang mereka lihat dan rasakan yang membuat cerita lebih terlihat nyata. Tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita semuanya memiliki peran yang penting. Ini sangat berbeda dengan Siti Nurbaya, dalam Siti nurbaya terdapat tokoh polisi, nakoda kapal, pendekar 5. Yang merupakan tokoh tambahan di dalam cerita.

(8)

Berbeda dengan Sayap sayap Patah yang bercerita secara sederhana dan memiliki fokus konflik, Siti Nurbaya bercerita dengan cara yang sedikit rumit, dan agak sulit dipahami oleh pembaca. Dalam beberapa bagian menggunakan gaya epistolaris atau ungkapan surat-menyurat. Ungkapan surat menyurat dari bahasa Inggris epistolary formula: seperangkat bentuk yang dipakai dalam surat-menyurat menandai bahwa bentuk itu adalah surat; misalnya ungkapan Dengan hormat, Wasalam.9 Misalnya dalam bagian surat Saman kepada Siti Nurbaya ketika ia telah di Jakarta.

Sayap sayap Patah bertutur dengan alur campuran. Awal cerita dikisahkan dengan penyelesaian cerita dengan tokoh utama sebagai naratornya, kemuadian baru menceritakan mengapa hal itu bisa terjadi. Karena konflik yang diciptakan dalam novel tidak banyak sepertinya pengarang menggunakan alur campuran supaya cerita menjadi menarik dan tidak membosankan.

Walaupun yang diceritakan mirip namun pada Siti Nurbaya pengarang menggunakan alur maju supaya pembaca tidak bingung. Karena konflik yang ditimbulkan sangatlah banyak, bukan hanya cinta yang dibahas dalam novel ini. dalam Siti Nurbaya dibahas juga tentang nasionalisme, namun tak banyak mendapat pembahasan. Secara keseluruhan dapat dipahami mengapa masalah nasionalisme dalam Siti Nurbaya tidak banyak dibicarakan orang karena novel ini tidak secara eksplisit mengungkapkan masalah nasionalisme seperti halnya sajak M. Yamin dalam “Indonesia Tumpah Darahku” yang secara gamblang me -nyuarakan semangat kebangsaan atau, sebagaimana novel Salah Asuhan karya Abdul Muis yang menggambarkan perendahan martabat orang Indonesia oleh orang Belanda dengan melakukan politik diskrimanasi ras berupa orang kulit putih merupakan kelas sosial tertinggi.

Sesungguhnya novel Siti Nurbaya di dalamnya tidak hanya melukiskan masalah kawin paksa, tetapi mengungkapkan konflik antara pribumi dan Belanda dalam masalah pajak. Jadi, dalam novel Siti Nurbaya konflik itu hanya berurusan dengan masalah internal kedaerahan. Meskipun demikian, secara tidak tersirat pemikiran tentang na-sionalisme atau kebangsaan tetap muncul. Selain itu, latar belakang tahun penciptaan novel ini juga tidak begitu relevan dengan semangat nasionalisme yang baru menggema sekitar tahun 1928 saat Sumpah Pemuda dikumandangkan. Sementara itu, Siti Nurbaya diciptakan pada tahun 1922, saat konsep kebangsaan itu sendiri belum matang. 10

Akan tetapi, jika dicermati lebih lanjut novel SN sedikit banyak mengungkapkan masalah nasionalisme yang timbul dari hubungan Pemerintah Kolonial Belanda sebagai

9

Dewan Redaksi Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia. Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia Jilid IV R-Z.

(Bandung,Angkasa , 2009) h. 1275.

10

(9)

penguasa dengan masyarakat Minang sebagai suku bangsa terkuasa. Dalam hubungan tersebut terungkap sesungguhnya ma-syarakat Minang dan protagonis novel, yaitu Samsul Bahri dan tokoh-tokoh lainnya seperti Siti Nurbaya dan Datuk Meringgih tidak berpihak kepada Belanda. Bahkan, secara tegas mereka mengkritik dengan pedas dan meng-galang persatuan akan melawan pemerintah kolonial. Hal itu terungkap dalam novel SN terutama dalam peristiwa yang menggambarkan konflik Belanda dengan masyarakat Minang-kabau dalam perang pajak atau dalam novel ini disebut dengan masalah belasting. Dengan demikian, dapat di-tafsirkan bahwa masalah nasionalisme dalam novel SN lahir sebagai bentuk perlawanan masyarakat Minang ter-hadap Pemerintah Kolonial.

Bila Siti Nurbaya menyinggung masalah nasionalisme Sayap-sayap Patah adalah novel kuasi-biografi,11 atau bisa juga disebut otobiografi. Tokoh Selma Karamy dalam novel itu adalah gambaran Nona Hala Daher, gadis kawan studi Gibran di Libanon yang ditakdirkan oleh Tuhan memperoleh cinta pertamanya. Gadis itu tak berhasil disuntingnya ke jenjang perkawinan bukan lantaran ayah sanggadis menolak lamarannya sebagaimana umumnya dialami pemuda miskin dari segala zaman tetapi karena pendeta kota, dengan senjata wibawa keagamaannya, merampas keinginan sang gadis dan ayahnya dan memaksakan perkawinan gadis itu dengan keponakannya, seorang laki-laki yang tak bertanggung jawab dan gemar berpesta pora. Lebih terkutuk lagi ialah bahwa motif keinginan sang pendeta itu tak lain untuk mewarisi kekayaan keluarga Daher! Pada dasamya filsafat perkawinan yang ditawarkan Gibran dalam novel ini adalah kelanjutan dan' filsafatnya dalam Al-Arwah aI-Mutamzu'ridah. Hanya ia tidak berpolemik berpanjang-panjang selain mencoba mendeskripsikan bencana cinta manusia yang menjadi topik utama dalam seluruh novel iniini jarang terjadi dalam penulisan sebuah novel. 12

Tokoh sebagai Penggerak Cerita

Sebelum membahas mengenai karakter tokoh secara mendalam, ada baiknya kita mengetahui tokoh secara umum terlebih dahulu, supaya mendapat pemahaman yang lebih baik mengenai hal tersebut.

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami berbagai peristiwa cerita dan berfungsi sebagai penggerak cerita.13 Dapat dikatakan bahwa peranan tokoh memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perjalanan cerita sebuah karya sastra. Peristiwa yang terjadi dalam kehidupan selalu diemban oleh tokoh-tokoh tertentu yang diciptakan oleh pengarang. Tokoh tersebut mengemban peristiwa demi peristiwa sehingga peristiwa tersebut menjadi cerita yang utuh melalui tokoh-tokoh tersebut.

11

Kuasi dalam KBBI berarti hampir seperti; seolah-olah: kita tidak akan terpengaruh pada alasan yang – ilmiah.

12

Op. Cit. M. Ruslan Shiddieq.

13

(10)

Tokoh yang ada dalam karya sastra biasanya berupa manusia. Hal ini disebabkan karena tokoh cerita haruslah hidup secara wajar yang mempunyai fikiran dan perasaan yang membangun tokoh-tokoh tersebut sehingga pembaca merasa bahwa tokoh tersebut seolah-olah nyata.

Dalam Sayap sayap Patah maupun Siti Nurbaya memiliki tokoh-tokoh yang seperti sebenarnya. Maksudnya, tidak ada tokoh yang tak kasak mata, seperti tokoh gaib dan lain sebagainya. Kedua novel tersebut bercerita tentang kehidupan sehari-hari yang biasa dilakukan oleh manusia, hanya saja konflik yang timbul cukup rumit. Baik dalam Sayap sayap Patah maupun Siti Nurbaya peran tokoh sangat penting sebagai pembawa pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan pengarang.

Karakteristik Tokoh Pria dalam Sayap-sayap Patah dan Siti Nurbaya

Sayap-sayap Patah dan Siti Nurbaya memiliki metode yang sedikit berbeda dalam menunjukkan karakter tokoh pria dalam cerita. Pada Sayap-sayap Patah karakter tokoh pria banyak ditunjukkan dengan metode (showing). Yaitu metode yang menunjukkan karakter tokoh dengan menunjukkannya secara tidak langsung melalui perbuatan-perbuatan tokoh. Sedangkan dalam Siti Nurbaya pada penggambaran tokoh pria ada yang ditunjukkan dengan metode (telling). Yaitu penggambaran karakteristik tokoh dengan eksposisi dari pengarang, ini dapat dilihat dibagian awal, ketika pengarang memperkenalkan tokoh Samsulbahri.

Selanjutnya karakter tokoh pria dikedua novel ini dipengaruhi pula oleh nama yang diberikan oleh pengarang. Pada novel Siti Nurbaya nama tokoh pria dalam cerita adalah Samsul Bahri. Nama Samsul Bahri yang diserap dari bahasa Arab memiliki makna matahari lautan, hal ini mempengaruhi karakteristik dari tokoh tersebut. Seperti halnya matahari, Samsul Bahri diharapkan memberi cahaya kepada lautan, yang bisa diartikan sebagai keluarganya. Dia disekolahkan di Jakarta supaya kelak dapat memberikan cahaya atau dalam hal ini ilmu dan pengabdian kepada masyarakat. Samsul Bahri memiliki karakter yang keras dan kadang emosi, ini sejalan dengan matahari yang panas dan berapi-api.

(11)

Faktor penampilan para tokoh memegang peranan penting sehubungan dengan telaah karakterisasi. Penampilan tokoh misalnya, pakaian apa yang dikenakannya atau bagaimana ekspresinya.14 Pada tokoh Samsul Bahri hal ini bisa dilihat dari kutipan berikut:

“….Pakaiannya baju jas tutup putih dan celana pendek hitam, yang berkancing di ujungnya. Sepatunya sepatu hitam tinggi, yang disambung ke atas dengan kaus sutra hitam pula dan diikatkan dengan ikatan kaus getah pada betisnya. Topinya topi rumput putih, yang biasa dipakai bangsa Belanda….” (Siti Nubaya hlm. 1).

Dari kutipan di atas pembaca dapat beranggapan bahwa tokoh Samsul Bahri berasal dari kalangan yang berada. Pengarang memberikan gambaran tokohnya melalui eksposisi yang dia berikan.

Kedua tokoh pria dalam Sayap sayap Patah dan Siti Nurbaya memiliki kesamaan nasib dalam cerita. Kekasih Samsul Bahri dalam Siti Nurbaya dan kekasih Kahlil Gibran dalam Sayap sayap Patah harus menikah dengan orang yang tak dicintainya secara terpaksa. Ini dikarenakan masalah ketamakkan dan hukum adat yang berlaku. Mereka merasakan hal yang hampir sama, kehilangan seseorang yang dicin nahtainya.

Yang menarik adalah karakteristik Samsul Bahri dan Kahlil Gibran dalam cerita memiliki kesamaan dan perbedaan dalam menghadapi kenyataan yang ada. Persamaan Samsul Bahri dan Kahlil Gibran dalam cerita yaitu, keduanya mengajak kekasihnya untuk pergi dari jeratan suaminya. Dalam hal ini, secara psikologis pastilah keduanya melakukan hal tersebut, karena itulah satu-satunya jalan agar bisa lari dan hidup bahagia dengan orang yang dicintainya. Seperti pada kutipan berikut:

“….Bangkitlah dan mari kita tinggalkan kuil kecil ini untuk kuil Tuhan yang

lebih besar. Mari kita tinggalkan negeri dan seluruh perbudakannya dan kebodohannya untuk negeri lain yang jauh dan tak dapat dijangkau oleh tangan-tangan perampas

(Sayap sayap Patah) hlm. 112

“…. Memang ia (Samsul Bahri) dahulu pernah berkirim surat kepadaku (Siti Nurbaya), menyuruh aku pergi ke Jakarta, sebab ia kasihan akan daku dan khawatir, aku membunuh diri. Maksudnya hendak meninggalkan sekolahnyandan akan mencari pekerjaan, supaya kami dapat hidup

berdua.” (Siti Nurbaya) hlm. 204

Namun ada pula perbedaan karakteristik perilaku tokoh pria tersebut. Ketika kekasih keduanya meninggal dunia, keduanya memiliki perilaku yang berbeda walaupun keadaanya hampir sama. Kahlil Gibran dalam cerita lebih memilih

14

(12)

untuk mengikhlaskan kekasihnya itu karena menurutnya hal itulah yang bisa menyelamatkan ia dari ketidakadilan kehidupan. Walaupun ia sangat bersedih namun ia masih bisa untuk menjalani hidup. Namun Samsul Bahri dalam Siti Nurbaya lebih memilih mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri, karena merasa tidak berguna lagi.

(13)

Daftar Pustaka

Aminuddin, Pengantar memahami unsur-unsur dalam karya sastra : bagian I. Malang: FPBS IKIP Malang, 1984.

Ardhianita, Iis dan Budi Andayani, “Kepuasan Pernikahan Ditinjau dari Berpacaran dan Tidak Berpacaran,” Jurnal Psikologi Volume 32, No. 2, 101-111. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Buadianta, Melani dkk. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi). Magelang: IndonesiaTera, 2003.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia. Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia Jilid IV R-Z. Bandung: Angkasa. 2009.

Kahlil Gibran. The Broken Wings. Penerjemah Endah Astuti (Yogyakarta: Media Preeindo, 2012.

Gibran, Kahlil. The Broken Wings. Penerjemah M. Ruslan Shiddieq (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1988.

Gibran, Kahlil. The Prophet. Penerjemah Sapardi Djoko Damono. Yogyakarta: Bentang, 2011.

Marah Rusli. Anonim. artikel diakses pada 21 Desember dari http://www.tamanismailmarzuki.com/ tokoh/marahrusli.html.

Minderop, Albertine, Metode Karakteristik Telaan Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.

Mulyani, Yeni Supriatin, “Nasionalisme dalam Siti Nurbaya karya Marah Rusli,” Jurnal Sosioteknologi. Edisi 19 Tahun 9, April 2010.

Rusli, Marah. Siti Nurbaya. Cet 44. Jakarta: Balai Pustaka, 2008.

Referensi

Dokumen terkait

Strukur yang membangun novel Ken Arok Ken Dedes: Sebuah Roman Epik Cinta Penuh Darah antara lain tema, tokoh dan penokohan, alur, dan latar.. Tema dalam novel Ken

Penelitian ini berjudul “ Analisis karakter Finn melalui homologi dunia imajiner-realita pada novel The Adventures of Huckleberry Finn karya Mark Twain” , dilakukan

Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini antara lain; sikap dan tindakan yang disajikan oleh para tokoh dalam novel After We Meet Again dapat membentuk

Atas kehendak-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER NOVEL AYAT-AYAT CINTA 2 KARYA

Dari hasil penelitian ini, peneliti dapat mengambil dua kesimpulan, yang pertama unsur intrinsik yang terdapat di dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Majnun

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakter tokoh Bu Muslimah dalam film Laskar Pelangi sebagai guru khususnya nilai karakter kerja keras dalam dunia pendidikan..

Beberapa novel bestseller Indonesia yang ditransformasikan ke dalam film adalah Ayat-ayat Cinta (Habiburrahman el Shirazy) yang terjual 400.000 eksemplar, 5 cm

Peranan Karya Sastra, Seni, dan Budaya dalam Pendidikan Karakter.. Yogyakarta: Pustaka