• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAPAT HUKUM KASUS TEROR AFGANISTAN DI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDAPAT HUKUM KASUS TEROR AFGANISTAN DI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAPAT HUKUM

KASUS TEROR AFGANISTAN DILIHAT DARI ASPEK HUKUM INTERNASIONAL

bagasjaya18061998@students.unnes.ac.id Pendahuluan

(2)
(3)

kriminal maupun politik1 Sasaran atau korban bukan merupakan sasaran sesungguhnya, tetapi hanya bagian dari taktik intimidasi, koersi, ataupun propaganda untuk mencapai tujuan-tujuan mereka. Kesamaan tindakan terorisme terletak pada penggunaan kekerasan secara sistemik untuk menimbulkan ketakutan yang meluas. Adalah kewajiban negara untuk mencegah dan memerangi terorisme. Ini didasarkan pada komitmen nasional dan internasional. Yang sepakat bahwa terorisme mempunyai jaringan yang luas sehingga merupakan ancaman perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional. Selain itu, perkembangan teknologi dan globalisasi telah menjadikan ancaman terorisme semakin serius dan kompleks karena ketersediaan sumber daya dan atau cara-cara baru. Tidak hanya itu saja, komitmen masyarakat internasional dalam mencegah dan memberantas terorisme sudah diwujudkan dalam berbagai konvensi internasional yang menegaskan bahwa terorisme merupakan kejahatan yang bersifat internasional yang mengamcam perdamaian dan keamanan umat manusia sehingga seluruh anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa termasuk Indonesia wajib mendukung dan melaksanakan resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengutuk dan menyerukan seluruh anggota PBB untuk mencegah dan memberantas terorisme melalui pembentukan peraturan perundang-undangan nasional negaranya. Sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa Internasional membutuhkan hukum internasional untuk melakukan interaksi dengan subjek-subjek HI yang lain2

Analisis Aturan Hukum

Apabila dianalisis menurut aturan hukum Indonesia maka perkara terorisme diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Karena faktanya apabila didasarkan pada peraturan yang ada saat ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum mengatur secara khusus serta tidak cukup memadai untuk memberantas Tindak Pidana Terorisme. Sebagai Undang-Undang khusus, berarti Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 mengatur secara materiil dan fomil sekaligus, sehingga terdapat pengecualian dari asas yang secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) / Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau lex specialis lex generalis. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang , menimbang bahwasannya :

1. Bahwa dalam mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

1 Mochtar Kusumaatmadja, 2003, Pengantar Hukum Internsional, Penerbit Alumni, Bandung, hlm. 15.

(4)

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka mutlak diperlukan penegakan hukum dan ketertiban secara konsisten dan berkesinambungan

2. Bahwa rangkaian peristiwa pemboman yang terjadi di wilayah Negara Republik Indonesia telah mengakibatkan hilangnya nyawa tanpa memandang korban, menimbulkan ketakutan masyarakat secara luas,dan kerugian harta benda, sehingga menimbulkan dampak yang luas terhadap kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan hubungan internasional;

3. Bahwa terorisme merupakan kejahatan lintas negara, terorganisasi, dan mempunyai jaringan luas sehingga mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional;

4. Bahwa untuk memulihkan kehidupan masyarakat yang tertib, dan aman serta untuk memberikan landasan hukum yang kuat dan kepastian hukum dalam mengatasi permasalahan yang mendesak dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, maka dengan mengacu pada konvensi internasional dan peraturan perundang-undangan nasional yang berkaitan dengan terorisme, Presiden Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

5. Bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-undang;

Syarat dan Akibat Hukumnya

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003

 Syarat 1 : Maka dapat kita simpulkan bahwa negara Indonesia melindungi negara tanah air dan seluruh warga negara indonesia baik yang berada di dalam maupun di luar negeri. Selain itu negara kita menginginkan situasi dan kondisi rakyat yang bahagia, makmur, adil, sentosa, dan lain sebagainya. Di samping itu negara indonesia turut berperan aktif dalam menjaga perdamaian dunia untuk kepentingan bersama serta tunduk pada perserikatan bangsa-bangsa atau disingkat PBB.

 Syarat 2 : Adanya tindakan terorisme di Indonesia akan berdampak kepada hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia secara signifikan. Maka dari itu, adanya pencegahan dan penanggulangan tindakan terorisme adalah suatu prioritas yang harus diutamakan. Karena keamanan dan stabilitas suatu negara merupakan tanggung jawab dari pemerintah negara tersebut.

(5)

1970an. Istilah tersebut digunakan untuk menjelaskan kompleksitas yang ada di antara kejahatan terorganisir yang melampaui batas negara.

 Syarat 4 : Saat ini pemerintah diharapkan memperkuat poin pemulihan korban dalam revisi undang-undang (UU) Terorisme. Beberapa pihak menilai hak-hak korban terorisme belum terpenuhi. Dalam beberapa kasus, pemerintah terlihat lebih banyak memberikan bantuan medis di awal-awal kejadian. Setelah itu, pemerintah cenderung lepas tangan dengan kondisi korban. Biaya medis para korban terorisme setelah menjalani perawatan di rumah sakit juga masih dipertanyakan. Menurutnya, seharusnya pemulihan korban secara jangka panjang bisa diatur lebih baik dalam revisi UU Terorisme. Bantuan sosial juga masih menjadi harapan bagi banyak korban. Sejauh ini bantuan sosial yang diberikan kepada korban Terorisme masih minim.

 Syarat 5 : Salah satu hal yang mendorong pembentukan undang-undang nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah karena sampai saat ini Indonesia belum memiliki aturan yang terangkum mengenai perbuatan terorisme, padahal untuk dapat mengatasi dan mencegah suatu tindak pidana terorisme, dibutuhkan aturan yang secara khusus mengatur tentang perbuatan terorisme tersebut, sehingga adannya kepastian hukum, pelaksanaan tugas oleh aparat, baik untuk mengatasi maupun sebagai upaya pencegahan mempunyai pedoman yang jelas.

Uji Syarat dan Akibat Hukum dengan Menerapkan Aturan Hukum pada Kasus

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003

 Syarat 1:Terpenuhi,bahwasannya dalam mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka mutlak diperlukan penegakan hukum dan ketertiban secara konsisten dan berkesinambungan.

 Syarat 2:Terpenuhi, Bahwa rangkaian peristiwa pemboman yang terjadi di wilayah Negara Republik Indonesia telah mengakibatkan hilangnya nyawa tanpa memandang korban, menimbulkan ketakutan masyarakat secara luas,dan kerugian harta benda, sehingga menimbulkan dampak yang luas terhadap kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan hubungan internasional. Secara aspek hukumnya, peristiwa teror bom yang terjadi di Afganistan merupakan salah satu contoh kejahatan lintas negara yang juga meamakan korban warga negara asing yang ada di lokasi kejadian pada saat itu.

(6)

mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional. Tindakan terorisme merupakan kejahatan terorganisir yang sudah melintasi batas negara semenjak tahun 1970an.

 Syarat 4:Terpenuhi, Bahwa untuk memulihkan kehidupan masyarakat yang tertib, dan aman serta untuk memberikan landasan hukum yang kuat dan kepastian hukum dalam mengatasi permasalahan yang mendesak dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, maka dengan mengacu pada konvensi internasional dan peraturan perundang-undangan nasional yang berkaitan dengan terorisme, Presiden Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Saat ini pemerintah diharapkan memperkuat poin pemulihan korban dalam revisi undang-undang (UU) Terorisme. Beberapa pihak menilai hak-hak korban terorisme belum terpenuhi. Dalam beberapa kasus, pemerintah terlihat lebih banyak memberikan bantuan medis di awal-awal kejadian. Setelah itu, pemerintah cenderung lepas tangan dengan kondisi korban. Biaya medis para korban terorisme setelah menjalani perawatan di rumah sakit juga masih dipertanyakan. Menurutnya, seharusnya pemulihan korban secara jangka panjang bisa diatur lebih baik dalam revisi UU Terorisme. Bantuan sosial juga masih menjadi harapan bagi banyak korban. Sejauh ini bantuan sosial yang diberikan kepada korban Terorisme masih minim. Korban tindakan terorisme masih sangat membutuhkan bantuan baik dari segi materiil maupun non materiil demi menunjang proses pemulihan trauma yang mereka alami pasca adannya tindakan terorisme yang terjadi pada mereka.

 Syarat 5: Terpenuhi, Maka pemerintah secara resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme yang menggantikan undang-undang Nomor 1 Tahun 2002.

Legal Opinion

Fenomena terorisme telah menjadi isu global yang mempunyai efek cukup signifikan terhadap semua negara di dunia. Jika tidak diselesaikan secara menyeluruh dalam artian melibatkan semua fihak maka permasalahan ini tidak akan bisa selesai.

Untuk saran atas permasalahan terorisme ini diperlukan adanya pelaksanaan mekanime yang sudah ada di dalam piagam PBB sendiri, yaitu penyelesaian secara damai, pasal 33 yang mengatakan :

“The parties to any dispute, the continuance of which is likely to endanger the maintenance of international peace and security, shall, first of all, seek a solution by negotiation, enquiry, mediation, concilliation, arbitration, judicial settlement, resort to regional agencies or arrangements, or other peaceful means of their own choice”

(7)

Keuntungan dari pelaksanaan secara damai atau negoisasi tersebut adalah :

1. It will establish channels of communication between the parties. 2. The principal supportive states may infuence the refugee group to

refrain from violence while the process is under way.

3. A refugee group in the hope of achieving at least some of their political objectives may be inclined to exercise self-restraint.

4. The suppressive states, by showing their willingness to negotiate, may establish their credibility among the international , community, including some supportive states.

Selain saran diatas, juga diperlukan sebuah konsistensi sikap atas permasalahan terorisme dalam hukum internasional, sehingga dapat dihindarkan metode standar ganda guna menjaga perdamaian dan keamanan dunia.

Ada tiga jenis remedi untuk permasalahan terorisme yang sering diusulkan oleh para ahli hukum, yaitu

1. Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa teroris harus diperlakukan seperti layaknya kriminal dan hukuman yang ketat harus dijalankan sesuai dengan ketentuan mengenai terorisme

2. Pendapat lain mengatakan bahwa sebaiknya perjanjian mengenai ekstradisi diperbanyak dan ketentuan mengenai pengecualian atas penyerangan atas dasar politis dipersempit atau bahkan dihapuskan 3. Bahwa negara yang mendukung terorisme harus dihukum

Walaupun banyak tersedia berbagai solusi penyelesaian atas permasalahan terorisme, semua kembali kepada keinginan dari negara-negara di dunia untuk benar-benar mengatasi permasalahan terorisme, karena kunci akan permasalahan terorisme adalah kesepakatan dan konsistensi dari negara-negara di dunia untuk menyelesaikannya.3

DAFTAR RUJUKAN A.Buku

(8)

Kusumaatmadja,Mochtar. 2003. Pengantar Hukum Internasional.

Bandung: Penerbit Alumni.

Sefriani.2014.Hukum Internasional; Suatu Pengantar. Depok : Penerbit Raja Grafindo

Persada.

Riyanto, Sigit. 2013. Ketrampilan Hukum ; Panduan untuk Mahasiswa, Akademisi, dan

Praktisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

B.Perundang-Undangan Piagam PBB

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme.

C.Jurnal

Didi Prasatya , “Eksistensi Mahkamah Pidana Internasional (Internasional

Criminal Court) Dalam Penyelesaian Kasus Tindak Pidana Terorisme”,

Referensi

Dokumen terkait

(1) Maksud dibentuknya Peraturan Daerah ini untuk memberikan landasan hukum yang menjamin adanya kepastian hukum dan ketertiban, baik secara administratif maupun

Hukum Pidana sebagai sebuah instrumen hukum berperan menjalankan fungsi negara, yaitu menciptakan tertib sosial, serta menjamin kehidupan yang aman dan nyaman dari

10 undangan (Statue Approach). Hal ini dengan pertimbangan karena titik tolak dalam penelitian ini adalah analisis terhadap peraturan perundang- undangan Indonesia tentang Hak

Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal 49 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian

Dari apa yang dikemukakan diatas, jelaslah bahwa kepastian hukum bertujuan untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat. Kepastian hukum menjadi

Duta Qur’an adalah program PPPA yang bertujuan untuk memasyaratkan gerakan menghafal Al-Qur’an kepada komunitas muslim Negara tujuan melalui santri-santri penghafal Al-Qur’an

Agar terdapat kepastian hukum hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat maupun badan hukum dan sekaligus mewujudkan tertib administrasi dan tertib hukum