• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH HUKUM DAN HAM ID

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH HUKUM DAN HAM ID"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH HUKUM DAN HAM

Standar Ganda Dalam Hak Asasi Manusia Kajian Atas Interpretasi Makna Hak Asasi Manusia

Disusun Oleh :

Aldo Dicky S. (8111416330) Mokhammad Kahvi Faisal (8111416340)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SEMARANG

TAHUN 2017

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani serta petunjuk dan kekuatan kepada penulis sehingga makalah yang diberi judul “Standar Ganda Dalam Hak Asasi Manusia Kajian Atas Interpretasi Makna Hak Asasi Manusia" bisa diselesaikan, walau masih banyak kekurangan kritik dan saran sangat diharapkan penulis agar dapat lebih baik lagi dikemudian hari.

Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan materi – materi yang ada. Materi – materi bertujuan agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam belajar. Serta juga dapat memahami nilai – nilai dasar yang direfeksikan dalam berpikir dan bertindak. Mudah-mudahan dengan mempelajari makalah ini, akan mampu menghadapi masalah-masalah atau kesulitan-kesulitan yang timbul dalam belajar. Dan dengan harapan semoga semua mampu berinovasi dan berkreasi dengan potensi yang dimiliki serta bisa memahaminya.

Semarang, 9 Oktober 2017

Aldo Dicky S

(3)

ii Daftar Isi

Cover ………....………... i

Kata Pengantar

………... ii Daftar Isi ………... …... iii

I Pendahuluan ………..…...….. ……….. 1

I.I Latar Belakang ……….…... ………... 1

I.II Rumusan Masalah ………... ……… 2

I.III Metode Penulisan ………... ………... 3

II. Pembahasan ……….. ….. 4

II.I Dilema Diplomatik Amerika Serikat terhadap Konfik Sipil-Militer Mesir….……. 5

II.II Dukungan Sekutu ……….. ……….. 6

II.III Politik Standar Ganda Amerika Serikat terhadap Konfik Sipil-Militer Mesir ... .8

III. Penutup ………. 16

(4)

Iii

BAB I PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Pembahasan ini beranjak pada sebuah pemahaman tentang politik standar ganda yang dilakukan Amerika Serikat terkait dengan pemeliharaan nilai-nilai kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia dalam kerangka demokratisasi pada implikasi konfik politik Arab Spring. Amerika Serikat menerapkan standar ganda pada responnya terhadap kasus kudeta militer yang terjadi di Mesir.

(5)

yang disebut sebagai “Arab Spring” atau disebut juga dengan “Jasmine Revolution”. 1

Revolusi ini bertujuan untuk menumbangkan rezim otoriter dan menggantikannya dengan sistem demokrasi. Mesir merupakan salah satu negara yang tidak lepas dari Arab Spring. Revolusi yang diprakarsai oleh Ikhwanul Muslimin sebagai salah satu organisasi politik transnasional berbasis Islam terbesar saat ini telah berhasil menumbangkan penguasa diktator Husni Mubarak yang telah berkuasa selama 30 tahun. Sistem Demokrasi kemudian berdiri setelah lengsernya Husni Mubarak pada tahun 2011 dan dibuktikan dengan pemilihan umum (pemilu) yang memilih Mursi sebagai presiden Mesir sebagai pemimpin yang sah dan demokratis.

Diawal pemerintahan Mursi, stabilitas politik Mesir masih tetap bergejolak. Hal ini ditandai demonstrasi yang setiap hari terjadi, bentrok antara pendukung dan penentang pemerintah, protes-protes terhadap dekrit presiden, dan pelaksanaan referendum. Pada 22 November 2012, Mursi menerbitkan dekrit tentang kekuasaan baru buat dirinya sendiri. Namun, dia membatalkan dekrit itu pada 8 Desember setelah ada penolakan luas. 64% pemilih dalam referendum dua putaran mendukung konstitusi baru itu dalam sebuah pemungutan suara yang oposisi katakan telah dicurangi.

Demokrasi yang hanya bediri dalam setahun direngut oleh junta militer. Hal ini jika dipandang dari berbagai sudut tentu saja merupakan penistaan terhadap nilai-nilai demokrasi itu sendiri. Lebih parah lagi, implikasi dari kudeta militer ini berakibat pada jatuhnya ribuan korban penembakan oleh militer Mesir terhadap para demonstran pendukung Morsi. Secara umum Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki sejumlah kepentingan di kawasan Timur Tengah baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun militer. Hal tersebut disebabkan karena kawasan Timur Tengah memiliki nilai strategis dalam politik dunia.

1 Anderson, Nicholas D. 2012. Re-redefiiig Iiterittinit eeurrit翺, The Josef Korbel Journal of Advanced International Studies -Summer, Georgetown University. Hlm 107-18.

(6)

Nilai-nilai strategis tersebut membuat kawasan Timur Tengah menjadi tempat perebutan pengaruh dan kepentingan bagi negara-negara adidaya dunia, terkhusus bagi Amerika Serikat. Oleh sebab itu, sejak lama elit pembuat kebijakan AS telah waspada terhadap potensi radikal dari berbagai macam revolusi yang terjadi di kawasan Timur Tengah, termasuk peristiwa Arab Spring. Mereka selalu menunjukkan kekhawatiran terhadap revolusi-revolusi yang menyimpang dari norma-norma konstitusional, liberal, dan kapitalis Amerika Serikat. Tujuan kebijakan luar negeri Amerika selalu terkait erat dengan pencapaian stabilitas, yang sebagian dipahami sebagai suatu proses perubahan yang teratur. 2

Sebaliknya, legalisme-moralisme yang cenderung berbasis ideologis lebih cenderung menunjukkan sebuah etos budaya yang lebih dalam beserta nilai-nilainya. Nilai-nilai ini tertanam dalam gagasan inti dari kebesaran bangsa, berdampingan dengan perjuangan kebebasan individu dan kapitalisme demokratis di dalam dan luar negeri. Sebagian besar orang Amerika menganggap dirinya masyarakat yang superior dalam moral dan politik, bagai sebuah kota gemerlap di atas bukit, membawa misi universal dengan di dorong anggapan diri yang merasa istimewa. Mereka yang tidak sepaham mengatakan, suatu kebijakan luar negeri aktif yang ditujukan untuk kebesaran bangsa-bangsa akan membahayakan kebebasan yang merupakan warisan kaum Republik.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah dalam hal ini Diplomatik Amerika Serikat terhadap Konfik Sipil-Militer Mesir mengalami dilematik?

2. Jika dilihat dari kasus tersebut, Apakah termasuk kedalam Kudeta?

3. Bagaimana Penetapan Politik Standar Ganda Amerika Serikat terhadap Konfik Sipil-Militer Mesir

C. Metode Penulisan

(7)

3.1 Sumber dan Jenis Data

Data-data yang dipergunakan dalam penyusunan karya tulis ini berasal dari berbagai literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Beberapa jenis referensi utama yang digunakan adalah buku pelajaran hukum internasional,jurnal imiah edisi cetak maupun edisi online, dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet. Jenis data yang diperoleh variatif, bersifat kualitatif maupun kuantitatif.

3.2 Pengumpulan Data

Metode penulisan bersifat studi pustaka dan diskusi. Informasi didapatkan dari

berbagai literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi yang diperoleh. Penulisan diupayakan saling terkait antar satu sama lain dan sesuaidengan topik yang dibahas.

3.3 Analisis Data

Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik kajian.Kemudian dilakukan penyusunan karya tulis berdasarkan data yang telahdipersiapkan secara logis dan sistematis. Teknik analisis data bersifat deskriptif argumentatif.

3.4 Penarikan Kesimpulan

Simpulan didapatkan setelah merujuk kembali pada rumusan masalah,tujuan penulisan, serta pembahasan. Simpulan yang ditarik mempresentasikanpokok bahasan karya tulis, serta didukung dengan saran praktis sebagairekomendasi selanjutnya.

3

(8)

Pembahasan

Penelitian ini membuktikan bahwa respon suatu negara terhadap sebuah kasus internasional tidak selalu disebabkan atau dipengaruhi semata oleh motif negara tersebut terhadap konfik. Kompleksnya konstelasi politik keamanan dan/atau ekonomi politik di Timur Tengah banyak mempengaruhi respon Amerika Serikat yang secara historis selalu ambil peran dalam setiap isuisu yang terjadi di Timur Tengah. Amerika Serikat yang mengalami dilema secara diplomatik dihadapkan pada tindakan negara-negara kunci lain yang juga merupakan sekutu terdekat Amerika Serikat, yang mendukung bahkan memberi bantuan moril dan materil untuk pelaksanaan kudeta militer dan pembentukan pemerintahan baru militer Mesir yang secara konstitusi dan konsensus internasional tentang demokrasi adalah tindakan yang salah dan perlu respon aktif dari dunia internasional. menjalankan demonstrasi berupa aksi damai menentang pelecehan demokrasi dan nilai-nilai kemanusiaan oleh militer Mesir. Hasilnya, ribuan rakyat sipil Mesir mengalami penembakan oleh militer Mesir dan ini merupakan pelanggaran HAM berat terbesar setelah Libya. Selain hak kemanusiaan untuk hidup, di Mesir juga terjadi pelanggaran hak politik berat yang dialami oleh presiden terpilih secara demokratis, Mohamed Morsi. Amerika Serikat yang sebelumnya “garang” untuk memberantas kejahatan kemanusiaan di Arab Spring kini terkesan “menutup mata telinga” pada kasus Mesir. Secara nyata Presiden Obama menyatakan dengan gamblang bahwa Amerika Serikat tidak bisa menentukan masa depan Mesir dan secara tersirat juga mengatakan bahwa apa yang terjadi di Mesir bukanlah sebuah kudeta.3

(9)

melakukan politik standar ganda terhadap kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Mesir.

Ribuan korban yang tidak bersalah dan puluhan ribu rakyat sipil Mesir yang ditahan tanpa alasan hukum yang kuat dan jelas tidak menjadi penghalang bagi Amerika Serikat untuk terus tetap memberikan bantuan kepada pemerintahan baru Mesir yang diambil alih oleh Jenderal As Sisi. Selain itu, Amerika Serikat yang tidak tegas di Mesir justru sangat aktif untuk terus mencegah dan menanggulangi kasus HAM berat di negara lain seperti Suriah dimana Amerika Serikat terus mempromosikan kepada dunia internasional untuk ikut berperan aktif memerangi otoriterisme di Suriah.

A. Dilema Diplomatik Amerika Serikat terhadap Konfik Sipil-Militer Mesir

Ada beberapa situasi yang menjadi bahan pertimbangan yang dilematis bagi Amerika Serikat. Dilema tersebut antara lain ialah: jumlah korban yang melebihi angka seribu dimana berdasarkan pada klasifkasi konfik, konfik ini sudah mencapai level konfik tingkat tinggi dan menyentuh ranah kasus HAM berat. Amerika Serikat adalah “kesatria” demokrasi dan HAM yang selalu turun tangan di belahan dunia manapun. Kedua, tanggapan negara-negara sekutu terdekat Amerika Serikat seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab yang justru mendukung kudeta militer dan “pembantaian” rakyat sipil yang dilakukan oleh pemerintah lewat militer.

(10)

kasus Mesir. 4Secara politik diplomatik, sikap dan respon negara-negara sekutu Amerika Serikat terkait kasus Mesir akan memberikan pengaruh tersendiri bagi sikap dan respon Amerika Serikat. Terjalinnya hubungan diplomatik pada tingkat aliansi atau sekutu antara Amerika Serikat dan sejumlah negaranegara Timur Tengah menduduki pos tersendiri dalam agenda politik luar negeri Amerika Serikat di Timur Tengah diantaranya adalah agenda demokratisasi serta stabilisasi keamanan dan pengaruh Amerika Serikat di Timur Tengah.

Di satu sisi, Amerika Serikat berkepentingan menyebarkan demokrasi ke Timur Tengah, namun, di sisi lain, Amerika Serikat juga berkepentingan mengendalikan perpolitikan di Timur Tengah terutama melalui negaranegara sekutunya tersebut.

Senada dengan pernyataan Albertine Minderop dalam “Pragmatisme Sikap Hidup dan Prinsip Politik Luar Negeri Amerika Serikat” yang menyatakan bahwa, masuknya Amerika Serikat dalam konstelasi politik regonal Timur Tengah sudah dapat dirasakan sejak pasca Perang Dunia ke-2 di Iran dimana pada saat itu situasi politik internal Iran sedang mengalami gejolak persaingan antara Shah Mohammed Reza Pahlevi dan koalisi nasionalis Iran yang

bermaksud mengurangi pengaruh asing terhadap sumber daya alam dan kelembagaan pemerintah mereka dengan tuntutan menasionalisasikan aset Anglo Iranian Company milik Inggris Selain untuk menyebarkan demokratisasi, Amerika Serikat juga ingin mempertahankan pengaruhnya di Timur Tengah untuk membendung pengaruh dari Uni Soviet—saat ini Rusia—yang juga

mencoba masuk ke Timur Tengah. Amerika Serikat pada masa Reagan banyak menjalin hubungan dengan negara-negara seperti Mesir, Israel, Jordania, dan Arab Saudi untuk melancarkan agendanya. Metode yang digunakan Amerika Serikat pun bermacammacam, dimulai dari pemberian bantuan luar negeri baik ekonomi dan/atau militer, hingga menjalin per

B. Dukungan-dukungan sekutu sekutuan atau aliansi.

4 Anggoro, Kusnanto. 1987. erttr Peidekttti Hn istik ke Arth Tenri Ketmtiti

Ntsinit , Jurnal Ilmu

(11)

Amerika Serikat terhadap kudeta militer yang dilakukan As-Sisi secara langsung memberikan sinyal kepada Amerika Serikat untuk mengikuti sikap dari para sekutunya. Pengaruh dukungan-dukungan ini terletak pada hubungan diplomatik Amerika Serikat terhadap negara-negara sekutunya tersebut.

Kemungkinan membaik atau memburuknya hubungan Amerika Serikat dengan negaranegara sekutunya tersebut ditentukan oleh respon Amerika Serikat sendiri terhadap kudeta.

Berdasarkan sejarahnya, sekutusekutu Amerika Serikat seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Israel, dan Mesir sendiri telah banyak memberikan kemudahankemudahan bagi Amerika Serikat baik secara ekonomi-politik lewat tambang dan perdagangan minyak serta militer lewat izin membangun pangkalan militer Amerika Serikat di sejumlah titik strategis negaranegara ini.

6

Analisis yang dapat dilihat dari fenomena ini adalah ada beberapa kemungkinan yang terjadi jika Amerika Serikat tidak mengikuti keinginan para negara sekutunya yang mendukung kudeta antara lain: (1) memburuknya hubungan Amerika Serikat dengan negara-negara sekutu di Timur Tengah yang mendukung kudeta karena dinilai sudah tidak memiliki kesepahaman lagi dalam menanggapi isu kudeta di Mesir; (2) kemungkinan berkurangnya kemudahan-kemudahan yang diberikan negara sekutu kepada Amerika Serikat dalam menjalankan agenda demokratisasi di Timur Tengah karena Amerika Serikat dianggap tidak mendukung sikap negara sekutu; dan (3) terancamnya kepentingan ekonomi politik Amerika Serikat di Timur Tengah—khususnya di bidang pertambangan minyak—jika tidak mengindahkan sikap para negara sekutu yang mendukung kudeta. Dilema-dilema inilah yang melatarbelakangi Amerika Serikat melakukan politik standar ganda terhadap kasus kudeta militer di Mesir.

(12)

Human Right Map 2001/2002 oleh PIOOM mengklasifkasikan tingkatan konfik berbanding lurus dengan legitimasi dari pihak internasional untuk memberikan respon.

Sekutu terdekat AS sebagai aktor kunci kasus Mesir mengakui dan mendukung kudeta yang dilakukan terhadap Mursi di saat Amerika Serikat seharusnya tidak mengakui dan menolak terjadinya kudeta. Amerika Serikat berada pada posisi dimana Amerika Serikat harus menentukan apakah yang terjadi di Mesir merupakan sebuah kudeta atau bukan. Sikap dari para sekutu Amerika Serikat setidaknya telah mempengaruhi sikap dan tindakan Amerika Serikat sendiri.

Jika Amerika Serikat menganggap ini adalah Kudeta, maka otomatis segala bantuan dana dan logistik akan diberhentikan, maka Amerika Serikat akan kehilangan pengaruh moneternya di Mesir. namun jika Amerika Serikat tidak mengaanggap kasus ini sebagai kudeta, maka Amerika Serikat akan terlepas dari segala kewajiban terhadap kasus HAM di Mesir

Desakan Dunia Internasinoal. Varietas respon aktor internasional lain terhadap kasus kudeta militer Mesir dimulai dari yang mendukung, menolak, hingga mendesak tindakan Amerika Serikat.

(13)

Kedekatan Amerika Serikat dengan Militer Mesir pra dan pasca pemerintahan Mursi mengakibatkan dilema bagi Amerika Serikat. Apakah harus mendukung “rekan” lamanya, atau mendukung pemerintahan demokratis pertama Mesir lewat Mursi.

C. Politik Standar Ganda Amerika Serikat terhadap Konfik Sipil-Militer Mesir

Korban tewas rakyat sipil yang diakibatkan pada Arab Spring mencapai angka ribuan. Sedangkan tanggapan dari Dunia Internasional khususnya Liga Arab hanya terpaku pada “mengecam” pelanggaran HAM berat yang terjadi. Banyaknya korban tewas menjadi harga mati yang harus dibayar dalam mewujudkan reformasi dan demokratisasi di Timur Tengah. Begitu juga dengan apa yang terjadi di Mesir. Terkait kasus Mesir ini, Amerika Serikat mengalami kondisi yang berbeda dimana saat menghadapi konfik Libya, Suriah, dan lain-lain tujuan sangat jelas yaitu menegakkan demokrasi dan penegakan HAM serta penghapusan kekuasaan diktator di negara-negara Timur Tengah. Namun, di Mesir tujuan-tujuan ini terhambat oleh hubungan diplomatik Amerika Serikat sendiri dengan negara Timur Tengah lainnya (Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Israel) yang juga merupakan aktor kunci dalam konfik ini. Permulaan Arab Spring di Mesir membawa pesan yang bercampur dari pemerintahan Obama, yang mana pertama sekali Obama memberikan dukungan penuh kepada rezim Mubarak, kemudian, dukungan berpindah kepada demontran atau protesters yang ingin menurunkan Mubarak. Namun, pada tahun 2013, setelah Mursi dilengserkan lagi oleh “sisa-sisa pewaris” Mubarak, juga lewat aksi demonstrasi dan ditambah dengan kudeta oleh Militer Mesir, Amerika Serikat lewat Hillary Clinton bahkan mengatakan bahwa Mesir berada dalam

(14)

keadaan yang stabil.5 Presiden Obama bahkan menyerukan reformasi dan transisi untuk sesegera mungkin dijalankan. Amerika Serikat seperti menutup mata kepada implikasi dari kudeta militer yang bahkan tidak diakui oleh Ameria sendiri. Berdasarkan pada pemahaman dan analisis kerangka teoritis yang telah dipaparkan, jawaban atas pertanyaan tentang dilema Amerika Serikat terhadap konfik internal dan pelanggaran HAM berat di Mesir ialah Amerika Serikat tidak melakukan bahkan tidak mengusulkan kasus HAM berat di Mesir untuk diinternasionalisasikan dan diintervensi baik militer maupun non-militer. Pengaruh yang kuat dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Israel dalam kasus Mesir ternyata memberikan dilema diplomatik yang cukup kompleks bagi Amerika Serikat sehingga standar ganda menjadi satu-satunya kebijakan yang dinilai rasional bagi Amerika Serikat.

Kebijakan rasional pertama bagi Amerika Serikat ialah dalam setiap pernyataan politiknya, Amerika Serikat, baik lewat Menteri Luar Negerinya, ataupun lewat Presiden Obama sendiri tidak pernah menyebutkan kata “Kudeta” jika berbicara mengenai masalah di Mesir. Amerika Serikat tidak mengakui adanya kudeta di Mesir. Logikanya, jika merumuskan apakah yang terjadi di Mesir kudeta atau bukan tidak mencapi konsensus, maka dengan ini Amerika Serikat tidak harus mendukung atau menolak kudeta itu sendiri. Jika mengecam adalah sikap dan tindakan Amerika Serikat terhadap Mesir, maka Amerika Serikat juga tidak bisa (atau lebih tepatnya tidak perlu) pusingpusing menyatakan sikap dan tindakan terhadap korban jiwa yang telah banyak berjatuhan di Mesir. Perbedaan sikap yang ditunjukkan Amerika Serikat dalam menghadapi kasus-kasus di Arab Spring yang notabene memiliki kriteria permasalahan yang sama (konfik antara pemerintah yang diwakili militer vs rakyat sipil) menyimpulkan sebuah asumsi yang kuat bahwa Amerika Serikat menerapkan politik standar ganda di Arab Spring. Khusus pada kasus ini, politik standar ganda Amerika Serikat di Mesir sangat dipengaruhi oleh dilema diplomatik yang dihadapi oleh Amerika Serikat sendiri. Sekertaris Gedung Putih, Jay Carney menyatakan, “US is ‘cautiously encouraged by the announcement by the interim government it has a potential plan for moving

(15)

forward with a democratic purpose’ and declares that the best hope for resolving the crisis is through an inclusive political process.

Ini berarti bahwa pemerintahan sementara bentukan militer bersifat demokratis dan harus dilanjutkan dengan proses politik yang inklusif. Pertanyaannya ialah bagaimana bisa kudeta militer yang sangat dekat dengan keotoriteran membentuk pemerintahan sementara yang demokratis? Dilanjutkan dengan catatan publikasi statement John Kerry pada 14 Agustus 2013 mengatakan: “Uiited etttes is strnig 翺 unidemis” vin eiue ii Eg翺pt tid rrges the gnverimeit tn respeut the rights nf free tssemb 翺 tid free expressini. He ists tmeidiig the unistitrtini tid hn diig ptr itmeittr翺 ts we ts presideitit e eutinis ts unistrrutive nptinis fnr ti iiu rsive tid petuefr pn itiut prnuess”. 6

Amerika Serikat mendukung pemilu untuk dilaksanakan secara segera dan meminta pemerintah Mesir untuk dihargai atas nama majelis yang bebas dan kebebasan berekspresi. Ini berarti bahwa Amerika Serikat secara tidak langsung mendukung terjadinya kudeta militer yang mendesak pergantian Presiden Morsi. Selanjutnya, catatan GCRP tentang tindakan Amerika Serikat, pada 15 Agustus 2013 sebagai berikut: US Secretary of Defense Chuck Hagel issues a press statement noting that the US will “continue to maintain a military relationship with Egypt” but “violence and inadequate steps towards reconciliation are putting important elements of our longstanding defense cooperation at risk”. Amerika serikat tetap mempertahankan hubungan militer bersama pemerintahan bentukan kudeta militer Mesir.7 Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Presiden Obama yang menyatakan Amerika Serikat membatalkan latihan militer bersama dengan Mesir pasca kudeta. Selain itu, penulis juga mengutip tiga kalimat kunci pada pernyataan Presiden Amerika Serikat Barrack Husein Obama setelah berdiskusi dengan US National Security Team pada 15 Agustus 2013 di Press Statement Gedung Putih, yang

6 Rofq Kurniawan. 2004. etrttegi Ketmtiti Amerikt eeriktt dt tm Merespni

Aiutmti eeijttt Bin ngi dtri Rngre ettte dti Terrnrist Grnrp, (19972003), dalam Jurnal Ilmu Hubungan Internasional Antar Bangsa, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, 2004. Vol. 2. No. 1. 1 Januari.

7 Mansbach, Richard W. dan Raferty, Kirsten L.. 2008. Iitrndrutini tn G nbt

Pn itius, New York: Routledge.

(16)

mengarahkan pada kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap krisis Mesir antara lain: “...ut s ni t ptrties tn wnrk tngether tn tddress the egitimtte grievtiues nf the Eg翺ptiti penp e, ii tuunrdtiue with the demnurttiu prnuess....” “...ni the Eg翺ptiti mi ittr翺 tn mnve qriuk 翺 tid respnisib 翺 tn retrri fr trthnrit翺 btuk tn t demnurttiut 翺 e euted uivi iti gnverimeit ts snni ts pnssib e thrnrgh ti iiu rsive tid trtisptreit prnuess.” “....his gnverimeit wts int iiu rsive, tid dn int respeut the view nf t eg翺ptitis, we kinw thtt, mti翺 nf eg翺ptitis, mi inis nf eg翺ptinis...” “.... Ameriut uti int determiie the frtrre nf Eg翺pt, thtt’s the test fnr Eg翺ptiti penp e, we dni’t ttke side with ti翺 ptrtiur tr ptrt翺, nr pn itiut fgrre..” “...tn eisrre thtt the rights nf t Eg翺ptiti mei tid wnmei tre prnteuted, iiu rdiig the right tn petuefr tssemb 翺, dre prnuess, tid free tid ftir trit s ii uivi iti unrrts.”

Berdasarkan sejumlah pernyataan tersebut, penulis mendapatkan sejumlah pemahaman antara lain: Pernyataan pertama jelas memperlihatkan bahwa Amerika Serikat tidak mendukung pihak manapun baik indidvidu ataupun politik, dan mengharapkan segala yang terjadi di Mesir harus dijalankan sesuai dengan proses politik. Kutipan pernyataan kedua, ketiga, dan keempat Obama dapat dipahami mengandung dua arti. Pertama, Lengsernya Morsi bukanlah sebuah Kudeta. Kedua, Tidak ada penyalahan atas apa yang dilakukan pihak militer Mesir atas pelengseran Presiden Mors Pernyataan kedua Presiden Obama menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh pihak militer Mesir adalah sebuah Decision Making Body, yaitu merupakan bagian dari pengambilan kebijakan internal Mesir.

(17)

deklarasi yang disebut dengan “KUALA LUMPUR DECLARATION ON THE EGYPT COUP” pada 30 Agustus 2013 yang menyatakan bahwa Rakyat Malaysia menolak menyebut demonstran anti pemerintahan militer sebagai teroris dan mengecam keras kudeta yang dilakukan oleh militer Mesir. Bahkan, Rakyat Malaysia juga menyatakan dalam deklarasi tersebut bahwa Rakyat Malaysia sangat kecewa dan marah atas tindakan Amerika Serikat yang dinilai bungkam terhadap kasus yang terjadi dan berpendapat bahwa tindakan Amerika Serikat yang bungkam memiliki hubungan dengan hubungan antara Amerika Serikat dan Israel sesuai dengan Perjanjian Camp David 1978 dimana Amerika Serikat sangat melindungi keselamatan dan keamanan Israel yang notabene juga mendukung dilakukannya kudeta di Mesir. Di lain pihak, Arab Saudi, Israel, dan Uni Emirat Arab yang notabene merupakan “sekutu dekat” Amerika Serikat sangat mendukung kudeta militer yang dilakukan di Mesir. Dukungan tidak hanya berbentuk moril namun juga materil. UEA memberikan bantuan sebesar 3 miliar dollar AS kepada pemerintahan interim Mesir.

(18)

“ Strongly Condemn” atau kecaman saja. Kecaman tentu tidak akan berarti apaapa bagi penegakan nilai-nilai kemanusiaan di Mesir pasca kudeta militer.

Tinjauan Pustaka

kasus ini ditinjau dari beberapa tulisan yang berkaitan dengan politik luar negeri Amerika Serikat, khususnya di kawasan Timur Tengah yang berkaitan dengan sikap standar ganda Amerika Serikat dalam menanggapi kasus kudeta di Mesir pada tahun 2013. Rujukan pertama yang diambil dalam penelitian berasal dari tulisan yang ditulis oleh Turkaya Atouv yang berjudul Double Standard In Recent American Foreign Policy di dalam sebuah Jurnal yang diterbitkan oleh The Turkish Yearbook Vol. XXI tahun 1982-1991. Atouv dalam tulisannya banyak menyingung dan menjabarkan indikasi standar ganda politik luar negeri Amerika Serikat dari dimulainya Perang Dingin hingga berakhirnya peristiwa tersebut. Hal yang pertama kali dipaparkan oleh Atouv sebelum menjabarkan standar ganda dalam politik luar negeri Amerika Serikat itu sendiri ialah mengenai landasan dari politik luar negeri Amerika Serikat yang berlandaskan konsep ”political realism”, konsep yang berasal dari aliran Hobbesian ini melihat seluruh fenomena yang ada dalam lingkup konstelasi internasional berada dalam keadaan penuh persaingan dan chaotic.13 Sehingga dalam implementasi politik luar negeri Amerika Serikat ada istilah “War of all against all” yang sangat erat kaitannya dengan kepentingan dan kekuasaan. Demokrasi yang dibawa oleh Amerika Serikat merupakan sesuatu hal yang berasal dari kenyataan dan suka atau tidak harus diterima sebagai suatu keniscayaan.

12

(19)

kepentingan yang akan diperoleh nya. Pengaruh Perang Dingin yang dihadapi oleh Amerika Serikat juga berpengaruh dalam implikasi standar ganda yang diterapkan dalam politik luar negerinya saat ini. Salah satu kawasan yang memperlihatkan implikasi standar ganda yang diterapkan dalam politik luar negeri Amerika Serikat itu sendiri ialah kawasan Timur Tengah dan Afrika. Dalam pemaparannya, Atouv setidaknya memaparkan beberapa bentuk standar ganda yang dilakukan oleh Amerika Serikat dalam implementasi politik luar negeri yang telah dilaksanakan dari era Perang Dingin hingga era pasca Perang Dingin. Hal yang pertama yang menunjukkan indikasi standar ganda pada politik luar negeri Amerika Serikat ialah keterlibatannya dalam tindakanya untuk menjaga ideologi di Afghanistan terkait dengan keberadaan dominasi Uni Soviet di akhir tahun 1990-an dengan intervensi ke Kabul terkait pemberian bantuan latihan militer bagi pemberonak untuk melawan Uni Soviet.14 Dalam peristiwa ini Amerika Serikat pada awal nya hanya ingin melakukan suatu tindakan dengan latarbelakang security ideology namun tekanan dari domestik Amerika Serikat melebar pada bisnis militer untuk kepentingan ekonomi yang dikenal dengan istilah military industrial complex. Selain itu, hal kedua yang menunjukkan indikasi standar ganda yang diperlihatkan oleh Amerika Serikat dalam politik luar negerinya ialah upaya untuk menyerang Iraq atas invasi yang dilakukannya atas Kuwait, namun hal ini urung dilakukan mengingat Amerika Serikat masih menjaga keadaan situasi dengan sekutu-sekutunya yang ada di Timur Tengah terhadap dampak perang. Standar ganda dalam peristiwa ini ditunjukkan pada upaya Iraq yang menginvasi Kuwait ditentang oleh Amerika Serikat, namun perlu diingat bahwa Amerika Serikat pernah mendukung Iraq dalam Perang Teluk I (1980-1988) terhadap Iran.15 Disaat yang bersamaan Israel juga menyerang Lebanon (1982) namun Amerika Serikat tidak bergeming, hal yang sama juga ditunjukkan pada peran Amerika Serikat terhadap upaya kompromi dengan Palestine Liberation Organization (PLO).

(20)

Standar ganda yang dilakukan Amerika Serikat juga terlihat pada pengembangan Nuklir sebagai sistem persenjataan militer. Dalam hal ini Atouv memaparkan bahwa Amerika Serikat menentang keras negara-negara yang ingin mengembangkan nuklir (poliferasi) sebagai kebutuhan militer sebagai contoh Iraq, Iran dan Korea Utara, namun sikap Amerika Serikat berbeda saat dihadapkan dengan Israel yang mencoba mengembangkan nuklir.

(21)

14

Buku tersebut memprediksikan bahwa politik luar negeri Amerika Serikat kedepannya akan lebih baik jika dilalui dengan pendekatan multilateralisme yang mengangkat isu: rule of the law, peace and security, economic and development dan regional policy.17 Pendekatan multilateralisme akan lebih baik digunakan mengingat peran Amerika Serikat yang sangat besar dalam PBB dan WTO. Namun yang menjadi kekurangan dalam tulisan ini yakni kedua penulis tidak mampu menjelaskan lebih jauh peran Amerika Serikat dalam aspek peace and security dan regional policy.

(22)

jga menyinggung perdebatan di Kongres Amerika Serikat perihal pemberian bantuan (foreign assistance) terhadap Mesir dalam bidang bantuan militer yang meningkat hingga tahun 2010 sebesar $1,4 Juta dan bantuan ekonomi sebesar $250 juta.18 Tulisan ini banyak membantu Peneliti untuk melihat hubungan Mesir dengan Amerika sebelum tahun 2013, karena tulisan dari Jeremy memang membatasi masalah nya pada tahun 2010.

15 BAB III

KESIMPULAN

(23)

melakukan standar ganda. Rasionalitas Amerika Serikat dalam membangun stabilitas keamanannya di Timur Tengah lewat Mesir menjadikan standar ganda sebagai pilihan kebijakan yang rasional dan dinilai mampu mengakomodir kepentingan Amerika Serikat pada kasus ini

16 DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Nicholas D. 2012. Re-redefiiig Iiterittinit eeurrit翺, The Josef Korbel Journal of Advanced International Studies -Summer, Georgetown University,.

Adolf, Huala. 2002, Aspek-Aspek Nagara Dalam Hukum Internasional, Jakarta: PT.Raja Grafndo Persada.

Cipto, Bambang. 2003. Pn itik dti Pemeriitthti Amerikt. Yogyakarta: Lingkaran.

Husaini, Adian. 2005. Wtjth Pertdtbti Btrtt. Jakarta: Gema Insani.

Mansbach, Richard W. dan Raferty, Kirsten L.. 2008. Iitrndrutini tn G nbt Pn itius,

New York: Routledge.

Minderop, Albertine. 2006. Prtgmttisme: eiktp Hidrp dti Priisip Pn itik Lrtr Negeri Amerikt. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Anggoro, Kusnanto. 1987. erttr Peidekttti Hn istik ke Arth Tenri Ketmtiti Ntsinit , Jurnal Ilmu

Politik 2. Gramedia, Jakarta.

Rofq Kurniawan. 2004. etrttegi Ketmtiti Amerikt eeriktt dt tm Merespni Aiutmti eeijttt Bin ngi dtri Rngre ettte dti Terrnrist Grnrp, (19972003), dalam Jurnal Ilmu Hubungan Internasional Antar Bangsa, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, 2004. Vol. 2. No. 1. 1 Januari.

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan menurut Arikunto (2006: 130-131) adalah keseluruhan subyek penelitian, sedangkan sampel merupakan sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sehingga dalam

dapat dilihat bahwa pada varietas Wilis, perkembangan larva mulai instar tiga sampai instar enam membutuhkan waktu paling singkat yaitu sekitar 9 hari, namun dalam

Menurut Harahap (2004:190), Analisis Laporan Keuangan mengurai pos- pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat

Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama mempunyai Tugas Melaksanakan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan administrasi pemeriksaan sederhana, penerapan terhadap Wajib Pajak di

Penggunaan Media Pembelajaran Alat Peraga terhadap Hasil Belajar Matematika Materi Kubus dan Balok pada Siswa Kelas VIII MTs Negeri Aryojeding. Pengaruh ( Contextual

sesuatu yang berkaitan dengan uraian tugas yang telah ditetapkan. - Tanggung

Meskipun kamus dapat berguna dalam menyediakan suatu definisi kata tetapi ia tidak menggambarkan secara akurat arti dan variasi arti kata yang biasa digunakan pada bahasa

Terakhir adalah kombinasi pengungkapan modal intelektual dan variabel kontrol yang tergolong dalam variabel dummy (reputasi pengacara, reputasi auditor, reputasi