commit to user
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SMK NGAWI
(STUDI KASUS DI SMK ISLAMIYAH WIDODAREN NGAWI)
SKRIPSI
Oleh:
MUJAHID WAHYU K 2507030
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SMK NGAWI
(STUDI KASUS DI SMK ISLAMIYAH WIDODAREN NGAWI)
Oleh :
MUJAHID WAHYU K 2507030
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Pendidikian Teknik dan
Kejuruan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
commit to user
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, Nopember 2011
Pembimbing I
Drs.C.Sudibyo,M.T NIP. 19510209 197603 1 002
Pembimbing II
Drs.H.Emilly Dardi,M.Kes NIP. 19501231 198503 1 003
commit to user
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini dinyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak pernah terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan menurut sepengetahuan penulis juga tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara
tertulis dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Nopember 2011
Penulis
commit to user
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk
memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari :
Tanggal : 02 Desember 2011
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs.C.Sudibyo,M.T (...)
Sekretaris : Drs. Emilly Dardy, M.Kes (...)
Anggota I : Yuyun Estriyanto, S.T,M.T (...)
Anggota II : Suharno, S.T,M.T (...)
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan
commit to user
ABSTRAK
Mujahid Wahyu. IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SMK
NGAWI (STUDI KASUS DI SMK ISLAMIYAH WIDODAREN NGAWI).
Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta, Nopember 2011.
Tujuan penelitian ini adalah (1). Mengetahui konsep dasar dari
pendidikan karakter. (2). Mengetahui sejauh mana pemahaman civitas SMK di
Ngawi khususnya di SMK Islamiyah Widodaren Ngawi terhadap pendidikan
karakter. (3). Mengetahui bagaimana implementasi pendidikan di SMK Ngawi
khususnya di SMK Islamiyah Widodaren Ngawi mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Sumber data
dalam penelitian ini adalah informan/ narasumber, tempat atau lokasi penelitian,
arsip dan dokumen. Teknik sampling yang digunakan purposive sampling dan
snowball sampling. Teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara yang
mendalam dan mencatat dokumen. Validitas data menggunakan trianggulasi data
(sumber) dan metode. Analisis data yang digunakan berupa analisis interaktif.
Hasil penelitian implementasi pendidikan karakter di SMK Ngawi (Studi
Kasus di SMK Islamiyah Widodaren Ngawi) adalah (1). Guru di SMK Islamiyah
Widodaren Ngawi paham tentang latar belakang, tujuan, dan bagaimana
mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah. (2). Siswa di SMK
Islamiyah Widodaren Ngawi paham tentang latar belakang dan tujuan dari
pengimplementasian pendidikan karakter. (3). Pendidikan karakter di sekolah
diimplementasikan melalui 2 bidang/jalur yaitu ko-kurikuler dan ekstrakurikuler.
(4). Pendidikan karakter di SMK Islamiyah Widodaren Ngawi melalui
ko-kurikuler yaitu memasukkan unsur pendidikan karakter dalam proses belajar
mengajar di kelas, penambahan jam belajar mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI) menjadi 6 jam per minggu, muhadoroh (latihan pidato di depan kelas)
dan pembiasaan sholat duhur se
commit to user
bhakti sosial, dan kajian keputrian. (6). Pelaksanaan pendidikan karakter di SMK
Islamiyah Widodaren Ngawi, selain diupayakan di sekolah juga diupayakan
sinergis dengan di lingkungan masyarakat dan keluarga. Salah satu upayanya
yaitu dengan membentuk DKS (Dewan Kedisiplinan Sekolah) di setiap desa yang
commit to user
ABSTRACTMujahid Wahyu. THE IMPELEMENTATION OF CHARACTER
EDUCATION IN VOCATIONAL HIGH SCHOOL IN NGAWI (CASE
STUDY IN SMK ISLAMIYAH WIDODAREN NGAWI). Thesis, Surakarta :
Faculty of Teacher Training and Education Sebelas Maret University of
Surakarta, Nopember 2011.
The purpose of this study were (1). Knowing the basic concept of
character education. (2). Knowing the extent of understanding of civitas in Ngawi
especially in SMK Islamiyah Widodaren Ngawi on character education. (3).
Knowing how the implementation of vocational education in particular in SMK
Islamiyah Widodaren Ngawi from the planning phase, implementation and
evaluation.
This research used descriptive qualitative method. Sources of data in this
study were informans / resource persons, places or research sites, archives and
documents. The sampling technique used purposive sampling and snowball
sampling. Data collection techniques is the observation, in-depth interviews and
record documents. The validity of the data using triangulation of data (source) and
methods. Analysis of the data used in the form of interactive analysis.
The results of character education implementation in SMK Ngawi (Case
Study in SMK Islamiyah Widodaren Ngawi) are (1). Teachers in SMK Islamiyah
Widodaren Ngawi understanding of the background, objectives, and how to
implement character education in schools. (2). Students in SMK Islamiyah
Widodaren Ngawi know about the background and purpose of implementing
character education. (3). Character education in schools is implemented via two
field / line of co-curricular and extracurricular. (4). Character education in SMK
Islamiyah Widodaren Ngawi through co-curricular activities which include
elements of character education in teaching and learning in the classroom,
additional hours of study subjects of Islamic Religious Education up to 6 hours
per week, muhadoroh (practice speeches in front of the class) and habituation
commit to user
Widodaren Ngawi through extracurricular program that is included in the
Association of Student Programs and Keputrian like infaq on Friday, mentoring,
social doing and studies keputrian. (6). The implementation of character education
in SMK Islamiyah Widodaren Ngawi, other than strived at school also pursued in
synergy with the environmental community and family. One of its efforts is to
form the DKS (Disciplinary Board of the School) in each village that became the
commit to user
MOTTO
(Prof. Dr-Eng.Fahmi Amhar).
Andaikan ada orang yang bisa meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan
di tangan kiriku, niscaya aku (Muhammad) tidak akan pernah berhenti dalam
gkannya atau hancur
lebur olehnya. (H.R Ibnu Hisyam).
Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada
. (Q.S Al Fushilat:33).
Hidup hanya sekali, mengapa hidup tidak untuk illahi robbi ?
commit to user
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan puji syukur kepada
Allah SWT.
Karya ini dipersembahkan untuk :
1. Abi dan ummi yang selalu menasehati
2. Kakanda dan adinda tercinta.
3. My Inspirational Person (Ahmad Fauzan
Aschari, Ahmadi, Eka Nada Sofa Al
Khajar dan Ika Mawarningtyas).
4. Rekan-rekan seperjuangan di PTM 2007
(Hudzaifah, Arif Yuniarto, dan M.Ady
S).
5. Intelektual muda muslim, khususnya
rekan-rekan DPD Gema Pembebasan
Soloraya. (W.Aji N.C, M.Yusuf Arianto,
dan Yusuf Santoso).
6. Seluruh umat manusia yang risau akan
tatanan dunia yang penuh kedholiman
dan rindu akan tatanan dunia baru yang
commit to user
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan nikmat, taufiq dan
hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk memenuhi
sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan
yang timbul dapat teratasi. Untuk itu dikesempatan yang berbahagia ini, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih atas segala bantuannya kepada yang
terhormat
1. Bapak Prof. Dr. H. M.Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2. Bapak Drs.Sutrisno,S.T,M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Teknik dan
Kejuruan FKIP UNS Surakarta.
3. Bapak Yuyun Estriyanto,S.T,M.T selaku Ketua Program Pendidikan Teknik
Mesin PTK FKIP UNS
4. Bapak Drs.Emilly Dardi,M.Kes, sebagai Koordinator Skripsi pada Program
Pendidikan Teknik Mesin PTK FKIP UNS dan Dosen Pembimbing II.
5. Bapak Drs.C.Sudibyo,M.T, selaku dosen pembimbing I.
6. Bapak Zainuddin, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMK Islamiyah Widodaren
Ngawi.
7.
8. Mahasiswa Pendidikan Teknik Mesin khususnya angkatan 2007.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
memperbaikinya. Terakhir, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
maupun bagi pembaca, Amiin.
Surakarta, Nopember 2011
commit to user
A. Tempat dan Waktu Penelitian...
B. Bentuk dan Strategi Penelitian...
commit to user
D. Teknik Sampling (Cuplikan)...
E. Teknik Pengumpulan Data...
F. Validitas Data...
G. Analisis Data...
H. Prosedur Penelitian...
BAB IV. HASIL PENELITIAN...
A. Deskripsi Lokasi Penelitian...
B. Analisis dan Pembahasan...
C. Temuan Studi dan Kaitannya dengan Kajian Teori...
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN...
A. Simpulan...
B. Implikasi...
C. Saran...
DAFTAR PUSTAKA...
LAMPIRAN... 32
33
36
38
39
42
42
54
63
72
72
72
73
75
commit to user
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Jadual Penelitian...
Tabel 2 Sasaran Mutu Kepala Sekolah...
Tabel 3 Sasaran Mutu WKS I ...
Tabel 4 Uraian Tugas dan Wewenang WKS I...
Tabel 5. Sasaran Mutu WKS II...
Tabel 6. Uraian Tugas dan Wewenang WKS II...
Tabel 7 . Implementasi Pendidikan Karakter di SMK Islamiyah
Widodaren Ngawi...
Tabel 8 . Karakter-karakter yang diupayakan dalam Pengimplementasian
Pendidikan Karakter di SMK Islamiyah Widodaren Ngawi...
Tabel 9.Karakter-karakter yang diupayakan dalam RPJPN 2025 dan
Pelaksanaannya di SMK Islamiyah Widodaren Ngawi... 27
45
47
48
50
51
61
64
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Alur Pikir Pembangunan Karakter Bangsa...
Gambar 2. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter...
Gambar 3. Alur Kerangka Berfikir Penelitian...
Gambar 4. Skema Model Analisis Interaktif...
Gambar 5. Diagram Alir Penelitian...
Gambar 6.Diagram Lingkaran Sebaran Siswa-Siswi SMK Islamiyah
Widodaren Ngawi Tahun Ajaran 2011/2012...
Gambar 7. Gedung SMK Islamiyah Widodaren Ngawi...
Gambar 8. Wawancara dengan Kepala Sekolah SMK Islamiyah
Widodaren Ngawi (Bp. Zainuddin, S.Sos, S.Pd.I )...
Gambar 9. Wawancara dengan Waka Kurikulum (Bp.Sriyono Teguh
Santoso,S.Si)...
Gambar 10. Wawancara dengan Waka Kesiswaan (Bp.Misbakhul Munir,
M.Pd.)...
Gambar 11. Wawancara dengan Guru SMK Islamiyah Widodaren Ngawi
(Bp.Sugeng Hariyadi,S.Pd.I)...
Gambar 12. Wawancara dengan Bima Hapsara (X RPL)...
Gambar 13. Wawancara dengan Bayu Nur Rohman (XI RPL 2)...
Gambar 14. Wawancara dengan Kusniawati (XII RPL)...
Gambar 16. Kegiatan Keputrian ...
Gambar 17. Latihan Muhadoroh (Berceramah di muka kelas)...
Gambar 18. Bhakti Sosial yang pernah dilaksakan oleh siswa-siswi SMK
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Foto Dokumentasi...
Lampiran 2. Struktur Organisasi Sekolah...
Lampiran 3. Daftar Guru SMK Islamiyah Widodaren Ngawi...
Lampiran 4. Pedoman Tata Krama dan Tata Tertib Kehidupan Sosial
SMK Islamiyah Widodaren Ngawi...
Lampiran 5. Data Nominatif Siswa di SMK Islamiyah Widodaren Ngawi....
Lampiran 6. Pedoman Wawancara...
Lampiran 7. Hasil Wawancara...
Lampiran 8. Pedoman Observasi...
Lampiran 9. Hasil Observasi...
Lampiran 10. Contoh RPP Berkarakter di SMK Islamiyah Widodaren
Ngawi...
Lampiran 11. Jadwal Pelajaran SMK Islamiyah Widodaren Ngawi tahun
pelajaran 2011/2012...
Lampiran 12.Struktur HSJ (Himpunan Siswa Jurusan) SMK Islamiyah
Widodaren Ngawidan contoh program kerja HSJ Bidang
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan memerankan peran strategis dalam kehidupan manusia.
Abidin Ibnu Rusn (2009:55) menyatakan bahwa
-satunya jalan untuk menyebarluaskan keutamaan, mengangkat harkat dan
martabat manusia, dan ehingga dapat
dikatakan, kemakmuran dan kejayaan suatu masyarakat atau bangsa sangat
dipengaruhi oleh bidang pendidikan.
Masih banyak lagi pendapat para pakar yang berkaitan dengan
pentingnya pendidikan di tengah-tengah kehidupan, namun setidaknya perkara
tersebut bukanlah sekedar pendapat semata. Sudah sekian banyak fakta yang
mampu mendiskripsikan realitasnya. Contoh sederhananya adalah sebagaimana
saat ini yang dicapai oleh Korea Selatan. Negara ini pada tahun 1962 baru saja
keluar dari perang dengan Korea Utara. Korea Selatan saat ini menjelma menjadi
negara dengan kekuatan ekonomi dan penguasaan teknologi yang tergolong maju
di dunia, begitu juga dengan Negera Jepang yang sempat dilululantahkan oleh
dahsyatnya guncangan gempa dan tsunami pada awal tahun 2011 yang lalu.
Negeri ini tergolong memiliki sumber daya alam yang tidak seberapa, namun
karena pendidikannya berhasil menggali potensi sumber daya manusia, negeri ini
menjadi kaya dan diperhitungkan oleh dunia. (Gede Raka, 2011 : 2).
Sangat wajar bila pendidikan di setiap negara menjadi prioritas yang
diutamakan oleh pemerintahnya, begitu juga dengan realisasi pendidikan di
Indonesia. Pemerintah melalui jajaran terkait harus senantiasa mengkaji
pelaksanaannya, sehingga melalui pendidikan diharapkan bisa benar-benar
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan di Indonesia saat ini berjalan masih jauh dari yang
diharapkan. Hal tersebut terlihat dari bertumpuknya permasalahan demi
permasalahan yang sangat prinsip, namun sampai saat ini belum mampu
commit to user
terselesaikan, sehingga wajar bila banyak orang yang menyebut pendidikan di
Indonesia masih gagal. Permasalahan prinsip tersebut adalah banyaknya lulusan
sekolah atau sarjana yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas,
tetapi mental dan moralnya lemah.
Salah satu indikator yang menunjukkan lemahnya mental dan moral
lulusan sekolah atau sarjana adalah merebaknya seks bebas. Berdasarkan data
hasil penelitian survei DKT Indonesia, PKBI Rakyat Merdeka, Komnas
Perlindungan Anak (PA) dan analisa SKRRI pada tahun 2002 saja, sebanyak 51%
remaja di Jabotabek, 54% di Surabaya dan 47% di Bandung pernah melakukan
hubungan seks pra nikah. Rata-rata usia mereka adalah antara 13 sampai dengan
18 tahun atau usia pelajar.
(http://radhityanotes.com/read/2011/04/06/614/70-remaja-indonesia-melakukan-seks-pra-nikah-ambil-info.html).
Komisi Perlindungan Anak pada tahun 2008 juga merilis hal yang
serupa. Sebesar 97% anak SMP mengaku pernah menonton film porno, 93,7%
remaja SMP mengaku pernah berciuman serta happy patting alias bercumbu berat.
Lebih mengejutkan lagi 62,7% remaja SMP mengaku sudah tidak perawan lagi.
Lantas yang menjadi pertanyaannya, bila kondisinya sudah seperti ini, bagaimana
dengan nasib Bangsa Indonesia 10 tahun yang akan datang ? (Felix
Siauw,2010:83).
Kegagalan pendidikan tidak hanya terlihat pada indikator para lulusannya
semata. Permasalahan lain yang bisa menjadi indikator kegagalan pendidikan
diantaranya adalah tingginya biaya pendidikan yang melahirkan praktik
diskriminasi dalam mengakses pendidikan, berbagai praktik militerisme yang
menyebabkan maraknya tindak kekerasan di sekolah, beragam praktik manipulatif
dan koruptif, mulai dari ujian nasional, ketidaksiplinan guru dalam menjalankan
tugas, sampai manipulasi ijazah/ sertifikat untuk kebutuhan sertifikasi atau
kenaikan pangkat, hal-hal tersebut menyebabkan tumbuh suburnya budaya
ketidakjujuran di sekolah. (Bagus Mustakim, 2011:3).
Skala yang lebih besar menyatakan bagaimana efek domino gagalnya
pendidikan terlihat lebih nyata, hal ini terlihat dari berbagai permasalahan bangsa
commit to user
tindakan patologi sosial yang mendera bangsa ini yang menunjukkan indikasi
adanya masalah akut khususnya dalam konteks bangunan karakter bangsa.
Maraknya perilaku anarkis, tawuran antar warga, penyalahgunaan narkoba,
pergaulan bebas, korupsi, kriminalitas, kerusakan lingkungan dan masih banyak
lagi, bahkan khusus untuk tindak kriminal korupsi, koran Singapura The Strait
Times pernah menjuluki Indonesia dengan The Envelope Country, karena segala
hal bisa dibeli, entah itu lisensi, tender, wartawan, hakim, jaksa, polisi, petugas
pajak dan lain sebagainya. (Rizal Andy, 2010).
Kondisi tersebut bisa menjadi sinyal bahaya bagi masa depan Bangsa
Indonesia. Fenomena-fenomena di atas sangat bertentangan dengan visi dan misi
pendidikan dalam membentuk manusia Indonesia yang berkepribadian dan
berbudi luhur sebagaimana yang dicita-citakan oleh pendidikan nasional.
Berangkat dari hal itulah saat ini sedang hangat-hangatnya muncul
pendidikan karakter sebagai wacana baru dalam pendidikan nasional. Pendidikan
karakter menjadi buah bibir di mana-mana, mulai dari pejabat Kementerian
Pendidikan Nasional, Kepala Dinas Pendidikan di daerah sampai Pengawas
Pendidikan, semuanya serempak dan seirama memboomingkan istilah yang satu
ini, bahkan sampai merambah pada ruang-ruang pelatihan, seminar ataupun
workshop. Pendidikan karakter juga menjadi tema sentral pada perhelatan
peringatan hari pendidikan nasional yang jatuh pada tanggal 2 Mei 2011 beberapa
waktu yang lalu.
Pendidikan karakter telah menjadi salah satu visi Kementerian
Pendidikan Nasional sampai tahun 2025 yaitu sebagai wujud menghasilkan insan
Indonesia cerdas dan kompetitif atau menjadi insan kamil/ insan paripurna. Sosok
manusia yang memiliki kecerdasan secara komprehensif, mencakup cerdas
spiritual, emosional, sosial, intelektual dan cerdas kinestetis. Menjadi insan cerdas
spiritual ditandai dengan beraktualisasi diri melalui hati/ kalbu untuk
menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia
termasuk budi pekerti luhur dan berkepribadian luhur, hal tersebut menunjukkan
adanya komitmen yang tinggi dalam membangun watak, budi pekerti atau
commit to user
Karakter merupakan suatu aspek kepribadian manusia yang diyakini
dapat berubah, dari yang baik menjadi jelek atau sebaliknya dari yang jelek
menjadi baik, itulah sebabnya pembangunan karakter menjadi sesuatu yang sangat
penting bagi kehidupan manusia itu sendiri baik dalam skala individu maupun
bangsa. Karakter seringkali diidentikkan dengan budi pekerti atau akhlak. Seorang
yang berkarakter baik identik bahkan sama dengan orang yang budi pekertinya
luhur atau akhlaknya baik (akhlaqul karimah), sementara itu orang yang
berkarakter buruk identik bahkan sama dengan orang yang budi pekertinya tidak
luhur atau akhlaknya tidak baik, itulah sebabnya pendidikan karakter sangat
penting sekali. (Bagus Mustakim, 2011: ii).
Visi pendidikan karakter sebenarnya secara implisit telah include ke
dalam perundang-undangan yang telah ada. UU No.4 tahun 1950 jo, UU No 15
tahun 1954, UU No.2 tahun 1989 dan UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003
menjelaskan bahwa fungsi pendidikan nasional adalah untuk membentuk karakter
bangsa, meskipun disampaikan dengan deskripsi yang berbeda-beda. (Bagus
Mustakim, 2011 : 2).
Sekolah formal sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan di lapangan
sudah semestinya selaras dengan agenda besar pendidikan nasional saat ini yaitu
pendidikan karakter, meskipun belum ada rumusan yang jelas dari pemerintah.
Pendidikan karakter bisa diimplementasikan sesuai dengan sistem yang dibangun
dan dikembangkan oleh sekolah masing-masing. Artinya antara sekolah satu
dengan sekolah yang lain, ada kemungkinan perbedaan sistem yang
dikembangkan.
Beberapa tahun terakhir ini dunia pendidikan di Ngawi memperoleh
perhatian serius dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Pendidikan di
Ngawi pada tahun 2010 silam, dalam skala regional menempati posisi ke 38 dari
38 Kabupaten se-Jatim.
(http://www.sinarngawi.com/2010/11/dprd-ngawi-komisi-2-dituding-mlempem.html).
Banyak kasus terjadi di Ngawi yang mengindikasikan lemahnya
bangunan karakter dari para pelakunya. Kasus-kasus tersebut tidak bisa dianggap
commit to user
Beberapa kasus fenomenal yang pernah terjadi adalah kecurangan
pelaksanaan UAN pada tahun 2009 silam yang mengakibatkan 100% siswa kelas
3 dinyatakan tidak lulus. Pemberitaan detik.com tertanggal 3 Juni 2009 silam itu
tidak tanggung-tanggung menimpa sekolah terfavorit se-Kabupaten Ngawi yaitu
SMAN 2 Ngawi, bila sekolah yang dipandang favorit berlaku demikian, lantas
bagaimanakah dengan sekolah-sekolah yang taraf kualitas di bawahnya?
Video mesum yang para pelakunya adalah anak usia sekolah sering pula
terjadi di Ngawi, seperti kasus video mesum yang diberitakan oleh Liputan 6.com
pada tanggal 6 Oktober 2010 silam yang melibatkan 3 pelajar sekolah kejuruan
swasta di Kabupaten Ngawi. Beberapa kasus tersebut di atas adalah contoh kasus
yang sempat mencuri perhatian media nasional.
SMK Islamiyah Widodaren Ngawi sebagai sekolah formal, memiliki
tanggung jawab yang sama dengan sekolah-sekolah lain dalam rangka turut serta
mensukseskan agenda pendidikan nasional. SMK Islamiyah Widodaren Ngawi
meskipun berstatus sebagai sekolah swasta ternayata memiliki komitmen tinggi
dalam menjalankan proses pendidikan karakter yang setidaknya tercermin dalam
visi sekolah yaitu kompetensi dalam prestasi, jaya dalam budaya, istiqomah dalam
ibadah. Latar belakang tersebut di atas telah menjadikan penulis sangat tertarik
untuk mengkaji dan mengadakan penelitian dengan judul
PENDIDIKAN KARAKTER DI SMK NGAWI (STUDI KASUS DI SMK
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Mengapa pemerintah saat ini menggulirkan pendidikan karakter sebagai
wacana baru pendidikan nasional ?
2. Bagaimana hubungan maraknya praktik ketidakjujuran di tengah-tengah
kehidupan dengan pendidikan karakter dan pelaksanaan sistem pendidikan
nasional ?
commit to user
4. Bagaimana sekolah mengimplementasikan konsep pendidikan karakter ?
5. Mengapa pendidikan karakter penting untuk diimplementasikan di sekolah
khususnya di SMK Ngawi ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
1. Mengetahui konsep dasar dari pendidikan karakter.
2. Mengetahui sejauh mana pemahaman civitas SMK di Ngawi khususnya di
SMK Islamiyah Widodaren Ngawi terhadap pendidikan karakter.
3. Mengetahui bagaimana implementasi pendidikan karakter di SMK Ngawi
khususnya di SMK Islamiyah Widodaren Ngawi mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka dengan penelitian ini diharapkan
memperoleh manfaat sebagai berikut :
1. Memberikan sumbangan tulisan dan penelitian ilmiah yang berkaitan dengan
kajian pendidikan karakter, sehingga bisa memperkaya khasanah keilmuan
pendidikan khususnya dalam konteks isu kontemporer.
2. Memberikan bahan masukan terhadap implementasi pendidikan karakter yang
telah berjalan di SMK Ngawi khususnya di SMK Islamiyah Widodaren Ngawi,
berdasarkan pada analisis data atau informasi yang terkumpul dari proses
penelitian baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program.
3. Memberikan bahan informasi bagi Perguruan Tinggi khususnya UNS dalam
mengkaji lebih lanjut implemetasi pendidikan karakter di sekolah menengah
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Tinjauan Pustaka
1. Pendidikan
Pendidikan merupakan bagian kebutuhan penting dalam kehidupan
manusia. Berbagai ragam makna rumusan pendidikan yang telah dikemukakan
oleh para pakar sesuai dengan sudut pandang dan konteks penggunaan
masing-masing. Pendidikan (education) dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin
e berarti memasukkan sesuatu (Hasan Langgulung, 1988:4). Makna
pendidikan secara epistimologi adalah sebagai berikut :
UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 pasal I menyatakan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengambangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
Ki Hajar Dewantara dalam Edi Sutarto (2011) menyatakan bahwa:
Pendidikan adalah usaha orang tua bagi anak dengan maksud untuk menyokong
kemajuan hidupnya, dalam arti memperbaiki tumbuhnya kekuatan jasmani dan
ruhani
Konteks filsafat mengenai pendidikan, Driyarkoro dalam Madya
Ekosusilo & Kasihadi (1989) menyatakan bahwa: Pendidikan pada dasarnya
adalah usaha untuk memanusiawikan manusia. Konteks tersebut mengandung
pengertian bahwa pendidikan tidak dapat dimaknai sekedar membantu
pertumbuhan secara fisik saja, tetapi juga keseluruhan perkembangan pribadi
manusia dalam konteks lingkungan manusia yang memiliki peradaban
Penjelasan dari beberapa pakar tersebut dapat dinyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dari orang tua bagi anak dengan
commit to user
maksud memperbaiki tumbuhnya jasmani dan ruhani. Pendidikan tidak hanya
membantu pertumbuhan fisik semata namun juga keseluruhan perkembangan
pribadi manusia yang beradab.
Pelaksanaan pendidikan merupakan sebuah aktivitas untuk mewariskan
nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan tertentu kepada generasi yang dididik
atau dalam bahasa Kneller (1967) disebut sebagai pewarisan budaya. Kneller
(1967:21) lebih mendetail menyatakan bahwa: Education is the process by which
society, through schools, colleges, universities, and other institutions, deliberately
transmits its cultural heritage - its accumulated knowledge, value, and skill from
one generation to another .
Pendidikan dengan kata lain merupakan proses di mana masyarakat
melalui sekolah, perguruan tinggi, universitas, dan institusi lain dengan sengaja
mewariskan budayanya yakni berupa akumulasi pengetahuan, nilai, dan
ketrampilan dari generasi ke generasi yang lain.
Laska (1976:3) juga menyatakan bahwa : Education is one of the most
important activities in which human beings engage. It is by means of the educative
process and its role in transmitting the cultural heritage from one generation to
Pendidikan merupakan salah satu aktivitas yang paling utama yang
melibatkan tubuh manusia. Pendidikan merupakan sarana proses mendidik dan
perannya di dalam mewariskankan warisan budaya dari satu generasi kepada
generasi berikutnya sehingga masyarakat manusia bisa memelihara keberadaan
mereka.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa lembaga
pendidikan sekolah pada dasarnya merupakan salah satu harapan masyarakat
(sebagai wakil orang tua) untuk mewariskan atau menanamkan nilai-nilai
moral/budi pekerti yang bersumber pada norma, etika, tradisi budaya yang
dianutnya kepada generasi mereka selanjutnya, oleh karena itu lembaga
pendidikan di samping diharapkan mampu mengembangkan kemampuan berfikir
dan ketrampilan hidup, juga diharapkan mampu mewariskan nilai-nilai budaya
commit to user
2. Karakter
a. Pengertian Karakter
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan karakter sebagai tabiat,
perangai dan sifat-sifat seseorang. Berkaraktaer diartikan dengan mempunyai
kepribadian, adapun kepribadian diartikan dengan sifat khas dan hakiki seseorang
yang membedakan seseorang dari orang lain. (Badudu & Zain : 1996, 617 dan
1088).
Ki Supriyoko dalam Bagus Mustakim (2011:iii) menyatakan bahwa
dalam bahasa yang sederhana karakter sama dengan watak, yaitu pengembangan
jati diri seseorang itu sendiri. Karakter seseorang lebih mencerminkan jati diri dari
pada aspek kepribadian manusia yang lainnya seperti identitas, intelektual,
keterampilan dan lain sebagainya. Karakter juga sering diidentikkan dengan budi
pekerti atau akhlak. Seseorang yang karakternya baik identik bahkan sama dengan
orang yang budi pekertinya luhur atau akhlaknya baik (akhlakul karimah),
sementara itu orang yang karakternya buruk identik bahkan sama dengan orang
yang budi pekertinya tidak luhur atau akhlaknya tidak baik.
dikaitkan dengan sifat khas atau istimewa, atau kekuatan moral, atau pola tingkah
Berbagai pengertian di atas menyimpulkan bahwa karakter dapat
dinyatakan sebagai sifat khas pada seseorang berupa tabiat, perangai, watak atau
pola tingkah laku seseorang yang membentuk jati dirinya sehingga memiliki
kepribadian.
b. Karakter dan Kebajikan
memancar dari dalam ke luar (inside-out), artinya kebiasaan seseorang dilakukan
commit to user
Kevin Ryan dan Keren E Bohlin (1999:5) memberikan penjelasan lebih
lanjut yaitu bila karakternya baik maka akan dimanifestasikan dalam kebiasaan
baik di kehidupan sehari-hari : pikiran baik, hati baik, dan tingkah laku baik.
Berkarakter baik berarti mengetahui yang baik, mencintai kebaikan dan
melakukan yang baik. Telaah mengenai karakter hampir selalu dikaitkan dengan
konsep kebajikan. Kebajikan adalah karakteristik yang bisa diterima oleh semua
orang, artinya antara konsep tentang karakter dan kebajikan adalah dekat.
Gede Raka (2011:34) menyatakan bahwa dalam setiap kebajikan
teridentifikasi ada kekuatan karakter (character strenght). Patterson dan Seligmen
(2004:29) dalam Gede Raka (2011:39-43) menyebutkan ada enam kategori
kebajikan yang yang di dalamnya ada kekuatan karakternya, yaitu
1) Kearifan dan pengetahuan (wisdom and knowledge) yaitu kekuatan kognitif yang berkaitan dengan penambahan dan penggunaan pengetahuan. Kekuatan karakter yang teridentifikasi berupa kreativitas (orisinil dan banyak ide), memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, berfikiran terbuka, memiliki semangat dalam belajar dan berwawasan.
2) Keberanian (courage) yaitu kekuatan emosional yang mencakup kemuan yang kuat untuk mencapai suatu tujuan di tengah-tengah tentangan yang dihadapi, baik dari dalam maupun dari luar. Kekuatan karakter yang teridentifikasi adalah keberanian (bravery) - tidak takut menghadapi ancaman, tantangan, kesulitan atau kesakitan-, kegigihan, integritas (ketulusan dan kejujuran) dan vitalitas (menjalani kehidupan dengan kegembiraan dan penuh semangat).
3) Kemanusiaan (humanity) yaitu kekuatan interpersonal yang mencakup ketulusan merawat, membantu, sikap bersahabat, dan menjaga orang lain. Kekuatan karakter yang yang teridentifikasi adalah kasih (love), kebaikan hati (kedermawanan, kepeduliaan, welas asih, santun, tanpa pamrih) dan kecerdasan sosial (kecerdasan emosional, kecerdasan personal).
4) Keadilan (justice) yaitu sifat baik warga masyarakat yang menjadi tumpuan kehidupan masyarakat yang sehat. Kekuatan karakter yang teridentifikasi adalah kewargaan (tanggung jawab sosial, loyalitas, teamwork), berkeadilan (fairness) dan kepemimpinan.
5) Pembatasan diri (temperance) yaitu sifat baik yang menghindarkan seseorang dari ekses (sikap atau perbuatan yang melewati batas). Kekuatan karakter yang teridentifikasi adalah kesediaan memaafkan dan belas kasihan (forgivness and mercy), kerendahan hati/ kesederhanaan, kehati-hatian dan pengendalian diri.
commit to user
orientasi ke masa depan), humor dan spiritualitas (memiliki keyakinan tentang tujuan yang lebih tinggi).
Kaitannya dengan proses perkembangan peradaban manusia, karakter
terbentuk dalam proses sejarah sebagai sifat-sifat utama dalam suatu masyarakat
yang menjadi pondasi dalam masyarakat itu. Bagus Mustakim (2011:30-37)
membagi karakter yang lahir dalam perjalanan sejarah manusia menjadi 5 bagian,
yaitu
1) Karakter Intelektual yaitu karakter yang ada pada diri seseorang di mana dengan modal karakter tersebut dapat terselesaikanlah persolan-persoalan hidup. Karakter ini juga bisa dimaknai dengan karakter yang ada pada diri manusia sehingga mampu menemukan berbagai nilai dalam kehidupannya. Nilai-nilai tersebut dijadikan pondasi dalam sistem masyarakat yang dijaga dan dilestarikan untuk kepentingan bersama. 2) Karakter Teologis yaitu karakter pada manusia yang hidup secara patuh
dan taat pada nilai-nilai ketuhanan/ keagamaan.
3) Karakter Humanis yaitu karakter pada manusia yang lahir dari kemampuannya memahami realitas di sekitarnya secara obyektif dan ilmiah.
4) Karakter Modernis yaitu karakter pada manusia yang lahir dari kemampuannya memahami realitas secara rasional dan saintifik. Rasional artinya menjadikan kekuatan rasio sebagai kekuatan tunggal yang sangat menentukan, sedangkan saintifik berarti menganggap adanya suatu kebenaran essensial dan universal yang didasarkan pada langkah-langkah tertentu (metode ilmiah).
5) Karakter Postmodernisme yaitu karakter pada manusia yang
menunjukkan penerimaan atas kondisi masyarakat yang pluralitas, heterogenitas dan fragmentalisme. Hal tersebut merupakan sebuah keniscayaan, bukan merupakan halangan namun adalah sebagai potensi positif untuk berkompetisi secara sehat menuju kebaikan bersama.
Beberapa karakter tersebut dapat dinyatakan bahwa manusia yang
berkarakter adalah manusia yang di dalam dirinya memiliki sifat-sifat
kebajikan/kebaikan yang terpancar dalam setiap aktivitasnya sehari-hari atau
dengan kata lain seperti yang dinyatakan oleh Furqon Hidayatullah (2010:10)
bahwa seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai
dan keyakinan yang dikehendaki oleh masyarakat serta digunakan sebagai
commit to user
c. Karakter, Kemajuan Bangsa dan Dunia Kerja
Karakter adalah bagian dari diri manusia yang sangat berharga. Cicero
dalam Thomas Lickona (2004), seorang filosof dan negarawan Yunani
lam Thomas Lickona (2004), seorang sejarawan Inggris,
bumi ini hancur bukan karena penakhlukan dari luar melainkan karena pelapukan
Pernyataan Cicero dan Toynbee setidaknya telah terbukti kebenarannya.
Contohnya adalah kemajuan yang diperoleh oleh RRC (Republik Rakyat China)
saat ini. Pembaharuan dalam dunia pendidikan yang dilakukan semenjak tahun
1980-an di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping telah menjadi salah satu
kekuatan penggerak utama kebangkitan RRC yang menjadi salah satu kekuatan
ekonomi dunia pada awal abad ke-21. RRC pada tahun 1966-1976 mengalami
kelumpuhan ekonomi dan pendidikan yang diakibatkan oleh kebijakan revolusi
kebudayaan China yang dicanangkan oleh Mao Zedong. Tema utama revolusi
pendidikan yang diangkat oleh RRC pada waktu itu adalah pendidikan karakter
yang tujuan utamanya untuk menjadikan setiap warga China menjadi orang yang
berkarakter kuat dan menumbuh kembangkan warga masyarakat yang lebih
konstruktif.
Gede Raka (2011:28-29) menyatakan bahwa meskipun faktor kempetensi
saat ini menjadi tema utama dalam perekrutan dan pengembangan tenaga kerja,
namun ada satu hal yang luput dari pengamatan para manajer atau eksekutif
khususnya di Indonesia yaitu faktor kepribadian. Hasil penelitian Jim Collins yang
Good to Great
manajemen terlaris di dunia, menemukan bahwa salah satu faktor dari lima faktor
yang menjadi ciri-ciri perusahaan hebat adalah
perusahaan-perusahaan itu memilih orang yang tepat untuk menjadi bagian dari tenaga
kerjanya. Ketepatan tersebut dalam konteks ini lebih terkait pada karakter
seseorang dari pada pengalaman, pengetahuan, atau keterampilannya, jadi dalam
commit to user
dia lakukan ( ), dengan kata lain, perusahaan yang hebat
mencari orang yang berkarakter.
Orang-orang yang berkarakter kuat tidak memerlukan motivasi dari
orang lain sebab mereka akan memotivasi dirinya sendiri. Perusahan-perusahaan
yang hebat tidak menganggap pengetahuan atau keahlian khusus itu tidak penting,
tetapi menganggap bahwa pengetahuan atau keahlian itu bisa dipelajari, sementara
dimensi-dimensi yang berkaitan dengan keyakinan, seperti karakter, etos kerja,
dedikasi untuk memenuhi komitmen, akarnya jauh lebih dalam dan lebih sulit
dirubah.
Arifin Panigoro (2008) dalam Gede Raka (2011:29) memaparkan
delapan prinsip yang dia terapkan dalam membangun usahanya di berbagai
bidang. Delapan prinsip tersebut, enam di antaranya adalah karakter yaitu
bersikap adil, jujur, percaya diri, bertanggung jawab, inovatif dan peduli.
Pemaparan di atas dapat dinyatakan bahwa kemajuan bangsa dan dunia
kerja dapat dicapai oleh manusia-manusia yang berkarakter.
d. Strategi dalam Pembentukan Karakter Bangsa
Karakter sangat penting dalam mencapai kemajuan suatu bangsa dan
tentu juga sangat berharga dalam dunia kerja. Banyak strategi yang bisa
dilaksanakan oleh pemerintah dalam proses pembentukan karakter tersebut.
Strategi yang bisa dilaksanakan yang termuat dalam buku pedoman pelaksanaan
pendidikan karakter yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional
commit to user
Gambar 1. Alur Pikir Pembangunan Karakter Bangsa Sumber : Tim Kemdiknas (2011 : 2)
Berdasarkan alur pikir pembangunan karakter bangsa di atas, pendidikan
menjadi salah satu strategi dasar dari pembangunan karakter bangsa yang dalam
pelaksanaannya harus dilakukan secara koheren dengan beberapa strategi lain.
Strategi tersebut mencakup, yaitu sosialisasi/penyadaran, pemberdayaan,
pembudayaan dan kerjasama seluruh komponen bangsa.
Pembangunan karakter dilakukan dengan pendekatan sistematik dan
integratif dengan melibatkan keluarga, satuan pendidikan, pemerintah, masyarakat
sipil, anggota legislatif, media massa, dunia usaha, dan dunia industri (Buku Induk
Pembangunan Karakter, 2010), sehingga satuan pendidikan adalah komponen
penting dalam pembangunan karakter yang berjalan secara sistemik dan integratif
bersama dengan komponen lainnya.
3. Pendidikan Karakter
a. Definisi Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter menjadi bagian penting dalam proses pendidikan,
commit to user
berkarakter maka sudah semestinya ada sebuah evaluasi terhadap pelaksanaan
pendidikan yang ada, adapun secara epistimologis beberapa pakar memberikan
definisi pendidikan karakter sebagai berikut :
kter sebagai
suatu proses internalisasi sifat-sifat utama yang menjadi ciri khusus dalam sebuah
masyarakat ke dalam peserta didik sehingga dapat tumbuh dan bekembang
menjadi manusia dewasa sesuai dengan nilai-nilai tersebut .
Ratna Megawangi (2007) dalam Adian Husaini (2010) menyatakan
proses knowing the good, loving the good, and acting the good. Yakni suatu
proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi dan fisik, sehingga
akhlak mulia dapat terukir menjadi habit of the mind, hearth, and hands .
Thomas Lickona (1991) dalam Adian Husaini (2010) mendefinisikan
an karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian
seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan
nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur bertanggung jawab,
menghormati hak orang lain, kerja keras dan s
Pendidikan karakter bukan
sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu,
pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang
baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar
dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya
(psikomotor) endidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek
pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga merasakan dengan baik
atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action).
Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus
dipraktikkan dan dilakukan.
Pengertian dari beberapa pakar diatas dapat dinyatakan bahwa
pendidikan karakter adalah proses internalisasi nilai-nilai tertentu melalui
pendidikan sehingga terbentuklah kepribadian dan akhlak mulia pada peserta
commit to user
b. Sejarah Pendidikan Karakter di Indonesia
Karakter terbentuk dalam proses sejarah sebagai sifat-sifat utama dalam
masyarakat yang menjadi pondasi masyarakat itu, sehingga di sinilah pendidikan
memainkan peranannya sebagai sebuah sarana pewarisan dan penginternalisasian
nilai-nilai pada generasi-generasi penerus. Proses ini bertujuan agar generasi
selanjutnya menjadi manusia-manusia yang bermartabat, sehingga kehidupan
masyarakat dapat terus hidup dan berkembang. (Bagus Mustakim,2011: 29).
Pendidikan karakter bukanlah hal yang baru dalam sejarah manusia.
Orang tua dengan berbagai cara, sejak dulu kala sebelum ada pendidikan formal
yang bernama sekolah seperti sekarang, sudah berusaha mendidik anak-anak
mereka baik menurut norma-norma yang berlaku di tengah-tengah kehidupannya,
dengan demikian semenjak awal, makna yang terkandung dalam istilah
pendidikan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dari orang tua bagi
anak dengan maksud memperbaiki tumbuhnya jasmani dan rohani jadi tidak hany
membantu pertumbuhan fisik semata namun juga keseluruhan perkambangan
pribadi manusia yang memiliki peradaban secara tidak langsung sudah
belakangnya.
Sejak awal pelaksanaan pendidikan di Indonesia, secara tidak sadar
melalui regulasi-regulasi yang ada, pendidikan karakter telah menjadi bagian dari
visi pendidikan, meskipun tidak disampaikan dengan istilah pendidikan karakter.
Diakui atau tidak apa yang telah tercantum dalam regulasi tersebut hingga saat ini
belum bisa dikatakan sukses.
Visi pendidikan karakter tercermin dalam perundang-undangan yang
membahas pendidikan di negeri ini, mulai dari UU No.4 Tahun 1950 jo, UU No
12 Tahun 1954, UU No.2 Tahun 1989 dan UU No 20 Tahun 2003. Semua
perundang-undangan itu menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk
membentuk karakter bangsa, meskipun disampaikan dengan deskripsi yang
commit to user
c. Pentingnya Pendidikan Karakter
Secara filosofis, pendidikan karakter lahir dari sebuah keprihatinan atas
kondisi bobroknya karakter pada bangsa ini, sehingga pendidikan karakter secara
tidak langsung menjadi problem solving yang dicoba untuk diangkat dalam dunia
pendidikan.
Soemarmo Sudarsono (2011) dalam Gede Raka (2011:xi) menyatakan
bahwa:
Lebih dari enam dekade, pendidikan karakter Indonesia belum mencapai kemajuan, bahkan dalam beberapa hal mengalami kemunduran. Masih banyaknya korupsi, semakin meningkatnya penggunaan kekerasan terhadap orang yang berbeda kepercayaan, berbeda suku, atau berbeda golongan, semakin semrawutnya lalu lintas, dan semakin rusaknya lingkungan hidup. Semua itu menjadi indikasi bahwa semakin banyak kita yang semakin kehilangan kejujuran, semakin kehilangan kemampuan untuk menghargai perbedaan, kehilangan kedisiplinan, kehilangan tata karama di ranah publik, dan kehilangan rasa tanggung jawab sosial.
kita kehilangan kekayaan, maka kita tidak kehilangan apa-apa, ketika kita
kehilangan kesehatan, maka kita kehilangan sesuatu, namun ketika kita
kehilangan karakter, maka kita kehilangan
segala-Soemarmo Soedarsono (2011) dalam Gede Raka (2011:xi) menyatakan
boleh berganti dan raja boleh turun takhta, namun pendidikan karakter harus
akhirnya. Pendidikan karakter diperlukan agar setiap individu menjadi orang yang
lebih baik, menjadi warga masyarakat yang lebih baik dan menjadi bagian dari
warga negara yang lebih baik.
Gede Raka (2011:21) menyatakan bahwa:
commit to user
Begitu pentingnya pendidikan karakter di tengah-tengah kehidupan kita,
sehingga semua komponen dalam lingkup pendidikan harus memahami
pentingnya pembentukan karakter dalam diri peserta didiknya. Kegagalan dalam
membentuk karakter bisa bermakna mempersiapkan kegagalan masa depan
peserta didik dan bangsanya, begitu juga dalam dunia kerja yang notabene adalah
fase kehidupan yang segera akan dilalui oleh peserta didik khususnya oleh peserta
didik yang menempuh jenjang pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK). Seperti apa yang telah diungkapkan oleh Gede Raka (2011:29) bahwa:
Perusahaan-perusahaan yang hebat lebih mencari orang yang berkarakter. Orang-orang dengan karakter yang kuat tidak memerlukan motivasi dari orang lain, sebab mereka akan memotivasi dirinya sendiri. Perusahaan-perusahaan yang hebat tidak menganggap pengetahuan atau keahlian khusus itu tidak penting, tetapi menganggap bahwa pengetahuan dan keahlian khusus itu bisa dipelajari, sementara dimensi-dimensi yang berkaitan dengan keyakinan, seperti karakter, etos kerja, dedikasi untuk memenuhi komitmen, akarnya lebih dalam dan lebih sulit dirubah.
Pembentukan karakter bagi setiap peserta didik khususnya bagi Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) yang notabene adalah lembaga penyiap tenaga kerja
sangatlah penting sekali.
d. Karakter-karakter yang Diupayakan dalam RPJP Nasional 2025
Konsep karakter sebagaimana yang telah diuraikan pada pembahasan
sebelumnya masih bersifat paradigmatis, karena itu karakter yang dimaksud masih
bersifat universal, oleh karena itu harus diturunkan oleh sekolah menjadi
karakter-karakter yang lebih praktis.
Sekolah dalam konteks ini dapat menjadikan UU No.17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangun Jangka Panjang (RPJP) Nasional sebagai acuan.
RPJP Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional yang
merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Indonesia yang
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Berdasarkan rumusan visi dan misi RPJP Nasional 2025, menurut Bagus
commit to user
dalam praktik pendidikan dan pembelajaran di Indonesia. Delapan karakter
tersebut adalah
1)Etos Spiritual
Etos spiritual adalah etos yang dibangun dari nilai-nilai keagamaan.
Sekolah bertugas untuk mengartikulasikan nilai-nilai utama itu dalam bentuk etika
spiritual yang menjadi jalan hidup (way of life) bagi peserta didik. Sekolah harus
mengkomunikasikan etika ini kepada peserta didik secara kreatif sehingga
nilai-nilai itu bisa diimplementasikan secara aplikatif dalam kehidupan bermasyarakat.
Nilai-nilai inilah yang digunakan untuk membentuk karakter spiritual dalam diri
peserta didik.
Etika spiritual yang berhasil dibentuk akan menjadi pondasi dasar bagi
pembentukan karakter-karakter yang lain, sebab karakter-karakter yang lain pada
dasarnya merupakan pengembangan karakter dasar yang lebih spesifik.
Abdul Hamid Hakim dalam Bagus Mustakim (2011:74) menyebutkan,
ada lima nilai utama keagamaan yang bisa dijadikan menjadi etika spiritual dalam
kehidupan sehari-hari. Lima nilai tersebut adalah percaya pada Tuhan YME,
Tuhan menciptakan seluruh alam yang ada termasuk manusia, manusia adalah
makhluk yang bertanggung jawab kepada-Nya, salah satu perbuatan yang
berkenan adalah berbuat baik kepada sesama, dan manusia akan merasakan akibat
2)Etos Mutu
Etos mutu adalah karakter yang berkaitan dengan penguasaan IPTEK dan
kemampuan daya saing global. Perkembangan dunia yang begitu cepat dari era
agraris menuju era industri hingga era informasi sekarang ini menuntut SDM yang
bisa mengimbangi perbahan percepatan perkembangan zaman.
Sekolah harus mampu menjembatani cepatnya perubahan tatanan daya
saing global itu yaitu dengan menyiapkan kompetensi keilmuan dan mental.
Masyarakat agaris memandang perubahan sebagai sebuah keistimewaan,
commit to user
dalam masyarakat informasi perubahan akan berjalan sangat cepat dengan
magnitude yang lebih tinggi.
Kesiapan peserta didik dalam menghadapi era informatika, baik kesiapan
kompetensi maupun kesiapan mental, menjadi karakter yang harus dibangun oleh
sekolah. Teknologi informasi menjadi kebutuhan tersendiri dalam era global ini.
Melalui pembelajaran yang komprehensif diharapkan peserta didik tidak
mengalami shock culture atas cepatnya perubahan yang terjadi di lingkungan
sekitarnya. Sebaliknya mereka memiliki kesiapan untuk berkarya dan berprestasi.
3)Keterbukaan
Karakter keterbukaan adalah karakter yang dibangun atas dasar nilai-nilai
keterbukaan. Dalam UU No 17 Tahun 2007 dijelaskan bahwa nilai keterbukaan
merupakan landasan penting dalam mewujudkan pembangunan Indonesia yang
maju, mandiri, dan adil sesuai dengan RPJP Nasional 2025.
Chamim (2003:81) dalam Bagus Mustakim (2011:77) menyebutkan
bahwa diantara nilai-nilai keterbukaan antara lain adalah kebolehan (berpendapat,
berkelompok dan berpartisipasi), menghormati orang atau kelompok lain,
kesetaraan, kerja sama, persaingan dan kepercayaan.
Bagus Mustakim (2011:78) menyebutkan bahwa kompetisi, kompromi
dan kerja sama juga merupakan nilai-nilai yang mampu mendorong terwujudnya
keterbukaan. Kompetisi diperlukan sebagai pendorong satu sama lain untuk
meningkatkan kualitas masing-masing. Kompromi diperlukan untuk mengatasi
masalah yang muncul di tengah-tengah kehidupan, sedangkan kerja sama
diperlukan untuk menopang persaingan dengan kelompok lain.
Sekolah perlu kiranya untuk nilai-nilai tersebut kepada peserta didiknya.
Nilai tersebut dikembangkan untuk membentuk karakter keterbukaan dalam diri
peserta didik, sehingga diharapkan lulusan akan memiliki cara pandang yang luas
dan terbuka sehingga mampu membuka ruang-ruang kompetisi yang sehat untuk
commit to user
4)MultikulturalKarakter multikultural adalah karakter yang terbangun atas dasar
kesadaran multikultural, yaitu kesadaran yang mengisyaratkan adanya sikap untuk
bersedia mengakui adanya kelompok lain. Kesadaran ini juga mengandung makna
kesediaan untuk berlaku adil dengan kelompok lain atas dasar perdamaian dan
saling menghormati.
Pengembangan karakter multikultural di sekolah diharapkan menjadikan
peserta didik memiliki wawasan yang terbuka dalam menerima keberadaan
kelompok yang berbeda yang selanjutnya dapat memberlakukan kelompok itu
secara adil, berkompetisi secara aman dan damai dalam membangun Indonesia.
5)Kecerdasan Kritis
Kecerdasan kritis adalah sebuah karakter yang tercermin dari
kemampuan peserta didik untuk mengidentifikasi ketidakadilan yang terjadi
secara sistemik dan struktural di sekitarnya.
Pendidikan harus menciptakan ruang dan kesempatan bagi peserta didik
untuk terlibat dalam proses penciptaan sistem dan struktur baru yang lebih adil
dan tidak menindas. Kecerdasan kritis pada peserta didik akan mendorongnya
untuk memiliki kepedulian terhadap sistem dan struktur sosial di mana mereka
tinggal, dengan demikian diharapkan pada masa depan akan muncul generasi yang
memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap sistem dan struktur sosial, sehingga
akan terwujud masyarakat yang lebih adil dan egaliter.
6)Peduli Lingkungan
Peduli terhadap lingkungan adalah sebuah karakter yang tercermin dalam
diri peserta didik yang terlihat secara sederhana dari kecintaan dan
kepeduliaannya terhadap kebersihan tempat lingkungannya.
Sekolah dalam hal ini memerankan perannya dalam membentuk
kesadaran terhadap lingkungan pada peserta didiknya. Karakter ini bisa dimulai
dari persoalan yang terlihat sepele, seperti penyediaan tempat sampah yang
commit to user
kepeduliaan lingkungan. Pembentukan karakter ini diharapkan akan melahirkan
generasi yang memiliki kepedulian lingkungan.
7)Berwawasan Maritim
Indonesia memiliki wilayah kelautan yang luas, namun saat ini kesadaran
untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi kelautan/ kemaritiman masih
sangat kurang, sehingga dalam misi mewujudkan RPJP Nasional menuju
Indonesia Emas 2025 sekolah harus menfasilitasi pembentukan karakter maritim
bagi peserta didiknya.
Perlu adanya upaya membangun kesadaran maritim dalam diri peserta
didik. Pembentukan karakter maritim diharapkan mampu melahirkan generasi
muda yang menyadari kekayaan potensi kelautan agar bisa mengeksplorasi laut
Indonesia sebagai kekuatan sosial dan ekonomi bangsa.
8)Tanggung Jawab Global
UU No 17 Tahun 2007 dalam konteks global merumuskan misi agar
Indonesia ikut berperan penting dalam pergaulan dunia Internasional. Misi ini
tidak mungkin tercapai tanpa adanya sensitivitas global yang dimiliki oleh warga
negara Indonesia, karenanya menjadi tugas sekolah untuk menumbuhkan
sensitivitas atau kesadaran global ini.
Pembentukan karakter peserta didik yang memiliki kepedulian terhadap
dunia global menjadi begitu penting. Generasi muda dengan karakter ini
diharapkan mampu mengikuti perkembangan dunia global khususnya terkait
dengan perkembangan dunia teknologi secara kritis., artinya tidak semata-mata
larut dalam berbagai perubahan dan perkembangan yang terjadi.
e. Proses Pendidikan Karakter
Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang
mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan
fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan
commit to user
Totalitas psikologis dan sosiokultural dapat dikelompokkan sebagaimana
yang digambarkan dalam bagan berikut:
Gambar 2. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter Sumber : Tim Kemdiknas (2011:4)
Berdasarkan gambar di atas, pengkategorian nilai didasarkan pada
pertimbangan bahwa pada hakekatnya perilaku seseorang yang berkarakter
merupakan perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi
individu manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas
sosialkultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan
masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Konfigurasi karakter dalam kontek totalitas proses psikologis dan
sosial-kultural dapat dikelompokkan dalam: (1) olah hati (spiritual & emotional
development); (2) olah pikir (intellectual development); (3) olah raga dan
kinestetik (physical & kinesthetic development); dan (4) olah rasa dan karsa
commit to user
memiliki saling keterkaitan dan saling melengkapi, serta masing-masingnya
secara konseptual merupakan gugus nilai luhur yang di dalamnya terkandung
sejumlah nilai sebagaimana dapat di lihat pada gambar di atas.
B.Kerangka Berfikir
Problematika bangsa Indonesia yang begitu akut khususnya dalam
lemahnya bangunan karakter warga negaranya memerlukan penyelesaian masalah
secepat dan setepat mungkin. Permasalahan ini bila tidak segera diatasi akan
menjadikan masa depan bangsa Indonesia terancam.
Karakter sangat penting dalam bangunan pokok untuk membangun
kejayaan suatu bangsa atau dalam skala yang lebih kecil sangat penting dalam
usaha peserta didik dalam mengarungi kehidupan setelah menyelesaikan
pendidikannya termasuk dalam hal ini adalah ketika memasuki dunia kerja. Bukti
empiris banyak yang menunjukkannya.
Pendidikan sebagai sebuah lembaga harapan masyarakat tidak hanya
diharapkan mampu menjadikan kemampuan berfikir dan ketrampilan hidup
seorang anak berkembang, tetapi juga diharapkan mampu mewariskan nilai-nilai
budaya luhur kepada anak didiknya. Nilai-nilai luhur yang menjadi bangunan
karakter tentunya.
Program pendidikan karakter yang diimplementasikan oleh tiap-tiap
lembaga pendidikan dengan berbagai cara atau metodenya, sangat diharapkan
mampu menjadi bagian dari solusi dalam mengatasi lemahnya bangunan karakter
bangsa khususnya adalah lemahnya karakter output pendidikan selama ini.
commit to user
Gambar 3. Alur Kerangka Berfikir Penelitian Problematika Bangsa
(Lemahnya bangunan karakter) +
Problematika output pendidikan (Lemahnya bangunan karakter)
Peran Pendidikan dalam pembentukan karakter melalui
Impelementasi Pendidikan Karakter
Output Pendidikan = Insan berkarakter
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan salah satu unsur yang penting dalam
melakukan suatu penelitian. H.B.Sutopo (2006:5),
merupakan bentuk dan strategi penelitian yang digunakan untuk memahami
berbagai aspek penelitian atau pendekatan yang digunakan dalam melaksanakan
Berdasarkan pengertian atau definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
yang disebut dengan metodologi adalah ilmu yang membahas dan mempelajari
tentang metode-metode atau cara-cara tertentu yang harus ditempuh dalam
melaksanakan kegiatan penelitian untuk tujuan tertentu, adapun dalam penelitian
ini menggunakan metode penelitian kualitatif, adapun lebih lengkapnya adalah
sebagai berikut :
A.Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitan
Suatu penelitian memerlukan tempat penelitian yang akan dijadikan
sebagai tempat untuk memperoleh data yang berguna untuk mendukung
tercapainya tujuan penelitian. peneliti dalam penelitian ini memilih lokasi
penelitian di SMK Islamiyah Widodaren Ngawi yang beralamat di Jalan Raya
Widodaren-Ngrambe Km.01 Ds.Widodaren Kec.Widodaren Kab.Ngawi Jawa
Timur.
Pemilihan tempat penelitian ini dikarenakan peneliti telah mengetahui
medan penelitian yang merupakan daerah asal peneliti dan sekolah tersebut sudah
mengimplementasikan pendidikan karakter sebagaimana informasi yang diperoleh
oleh peneliti sebelumnya melalui diskusi dengan Kepala Sekolah tersebut.
commit to user
2. Waktu PenelitianPenelitian ini direncanakan kurang lebih 4 bulan, dari bulan
Juni-September 2011, adapun jadual pelaksanaan kegiatan sebagai berikut :
Tabel 1. Jadual penelitian
B.Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian kualitatif. Lexy J. Moleong (2007:6)
menyatakan bahwa:
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
David Williams (dalam Lexy J. Moleong,2007:5) menyatakan bahwa:
enelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar ilmiah dengan
menggunakan metode ilmiah dan dilakukan oleh peneliti yang tertarik secara
alamiah .
Denzin dan Lincoln yang dikutip Lexy J. Moleong (2007:5), menyatakan
bahwa: enelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah,
dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan
commit to user
Penelitian kualitatif mempunyai tiga macam strategi pendekatan, yaitu
eksplanatif, eksploratif dan deskriptif. Penelitian eksploratif bertujuan untuk
menemukan hal-hal baru, sedangkan penelitian eksplanatif bertujuan menjelaskan
suatu pegangan atau patokan untuk pembuktian suatu pendapat, dan penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan data
dengan kata atau uraian dan penjelasan.
Penulis dalam penelitian menggunakan penelitian kualitatif deskriptif.
Penelitian diskriptif ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara
rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau memeriksa
kondisi dan praktik-praktik yang berlaku. Metode deskriptif digunakan untuk
melukiskan secara sistemik fakta atau bidang tertentu, menetapkan apa yang
dilakukan oleh orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari
pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang
mendatang.
Kualitaif deskriptif merupakan jenis penelitian yang bertujuan untuk
membuat deskripsi, gambaran atau sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat situasi, kondisi atau fenomena dengan menggunakan data berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan objek yang diamati secara utuh.
Berkaitan dengan penelitian ini, maka penulis ingin memaparkan secara deskriptif
tentang implementasi pendidikan karakter di SMK Islamiyah Widodaren Ngawi.
2. Strategi Penelitian
H.B.Sutopo (2006:112) menyatakan bahwa: trategi penelitian
digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data sehingga dapat
menjelaskan bagaimana tujuan penelitian akan dicapai dan bagaimana masalah
akan dikaji dan dipecahkan untuk dipahami .
Robert K. Yin (1997:1) menyatakan bahwa: trategi penelitian kualitatif
dibagi menjadi lima, yaitu: metode studi kasus, metode eksperimen, metode
survei, metode historis dan metode analisis informasi dokumenter .
Strategi penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
commit to user
Studi kasus merupakan suatu cara penelitian terhadap masalah empiris dengan mengikuti rangkaian prosedur yang telah dispesifikasikan sebelumnya. Studi kasus menyelidiki fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata, dengan ketentuan batas-batas antara fenomena dan konteks tidak tampak dengan tegas dan memanfaatkan multisumber bukti.
Studi kasus secara umum merupakan strategi yang lebih cocok dengan
pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan bagaimana atau mengapa
dan peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa
yang akan diselidiki dan fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer
(masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.
Robert K. Yin (1997:28), menjelaskan mengenai desain penelitian,
dinyatakan bahwa:
Desain penelitian adalah suatu rencana yang membimbing peneliti dalam proses pengumpulan, analisis dan intepretasi observasi. Ia merupakan suatu model pembuktian logis yang memungkinkan peneliti untuk mengambil inferensi mengenai hubungan kausal antar variabel di dalam suatu penelitian. Desain penelitian juga menentukan ranah kemungkinan generalisasi terhadap situasi-situasi yang berbeda.
Desain penelitian studi kasus dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1)Desain Kasus Tunggal
Kasus-kasus tunggal merupakan desain umum bagi penyelenggaraan
studi kasus. Syarat penyelenggaraan studi kasus tunggal adalah kasus tersebut
mengetengahkan suatu uji penting mengenai teori yang ada; merupakan
peristiwa yang langka/unik dan berkaitan dengan tujuan penyingkapan. Tahap
penting dalam pendesainan dan penyelenggaraan kasus tunggal adalah
menentukan unit analisis. Terdapat beberapa keterkaitan dengan sub sub unit
analisisnya, agar desain yang lebih kompleks atau terpancang, dapat
berkembang. Sub unit seringkali dapat menambah peluang-peluang signifikansi
bagi analisis yang lebih luas, yang mengembangkan bagianbagian kasus
tunggal yang bersangkutan.
2)Desain Multikasus
Penggunaan desain multikasus mengikuti logika replika, bukan replika