• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANANAN LAKSAMANA CHENG HO DALAM PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI JAWA PADA ABAD KE-15

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERANANAN LAKSAMANA CHENG HO DALAM PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI JAWA PADA ABAD KE-15"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH

TULUS SARDOYO NIM K4404053

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

Oleh :

TULUS SARDOYO K4404053

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta, Desember 2009

Pembimbing I Pembimbing II

(4)

Universitas Sebelas Maret dan diterima untuk memenuhi persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : Tanggal :

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan Ketua : Drs. Djono, M. Pd. 1.

Sekretaris : Drs. Hermanu Joebagio, M. Pd 2 Anggota I : Drs.Leo Agung S, M. Pd. 3.

Anggota II : Drs. Tri Yunianto, M. Hum. 4.

Disahkan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan

(5)

Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, NOVEMBER 2009.

Tujuan penelitian adalah (1) Untuk mengetahui keadaan sosial dan politik di Jawa pada abad ke-15. (2) Untuk mengetahui latar belakang sosial Cheng Ho. (3). Untuk mengetahui peranan Laksamana Cheng Ho dalam penyebaran agama Islam di Jawa pada abad ke-15.

Sesuai dengan tujuan di atas, maka penelitian ini menggunakan metode historis atau metode sejarah. Metode sejarah adalah proses menganalisis dan menguji secara kritis peninggalan masa lampau dan berusaha merekonstruksikan kembali berdasarkan data yang diperoleh sehingga dapat menghasilkan historiografi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Sumber data yang digunakan adalah sumber sekunder dikarenakan keterbatasan bahasa dan sulitnya di ketemukan sumber primer. Sumber tertulis sekunder itu berupa buku-buku yang mempunyai relevansi dengan judul penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka yaitu memperoleh data dengan cara membaca buku-buku , buletin, majalah dan literatur-literatur lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) pada awal abad ke-15 kekuasaan Kerajaan Majapahit mulai melemah setelah wafatnya raja Hayam Wuruk serta terjadinya perpecahan dan perang di kalangan keluarga raja-raja dalam perebutan kekuasaan hingga mengalami keruntuhan pada tahun 1478 Masehi (2) Cheng Ho lahir pada tahun Hong Wu ke- 4, atau 1371 di daerah Kun-yang, provinsi Yunnan. Cheng Ho berasal dari suku Hui, yaitu salah satu etnis minoritas di Tiongkok yang identik dengan muslim. Cheng Ho adalah anak ketiga dari pasangan Ma Hazhi (Haji Muhammad) dan Wen. Ayah Cheng Ho bernama Ma Haji ( 1344-1382 M) dan ibunya bernama Oen. Cheng Ho adalah Laksamana yang dipilih Kaisar Zhu Di untuk memimpin pelayaran ke samudera Barat (3) Selain untuk memperkenalkan budaya Tionghoa dan berniaga, Cheng Ho juga melakukan syiar agama Islam. Peranan Laksamana Cheng Ho dalam penyebaran agama Islam di Jawa pada abad ke-15 terlihat adanya keharmonisan di tengah masyarakat Jawa yang ditandai dengan akulturasi antara nilai-nilai Tiongkok, Jawa, dan Islam secara harmonis, hal ini terbukti dengan terjadinya “Sino-Javanese Muslim Cultures” di Jawa yang membentang dari Banten, Jakarta, Cirebon, Semarang, Demak, Jepara, Lasem sampai Gresik dan Surabaya. Bentuk Sino-Javanese Muslim Cultures tidak hanya tampak dalam berbagai bangunan peribadatan Islam yang menunjukan unsur Jawa, Islam, Cina tetapi juga berbagai seni atau sastra (batik, ukir) dan unsur kebudayaan lain, salah satunya yaitu bangunan masjid yang berbentuk klenteng yang bernama Kelenteng Sam Po Kong yang dulunya digunakan oleh umat Islam untuk beribadah (sekarang digunakan untuk beibadah agama Hindu).

(6)

menyebarkan agama Islam pada setiap kunjungan ke berbagai daerah dan negara yang disinggahinya melalui usaha perdagangan. Sebagai akibat dari perjumpaan Cheng Ho dan Tionghoa Islam lainnya dengan Jawa kemudian terjadi sebuah Sino-Javanese Muslim. Bentuk Sino-Javanese Muslim Cultures itu tidak hanya tampak dalam berbagai bangunan peribadatan Islam misalnya masjid, yang menunjukkan adanya unsur Jawa, Islam, dan Tionghoa tetapi juga berbagai seni sastra lainnya (3) Banyak hambatan dalam penelitian tentang peranan Laksamana Cheng Ho dalam penyebaran agama Islam di Jawa pada abd ke-15 diantaranya pada tahap pengumpulan data, peneliti mengalami kesulitan dalam mendapat sumber primer. Hal ini disebabkan karena jauhnya tempat untuk mendapatkannya dan bahasa yang digunakan dalam sumber primer. Sumber primer yang relevan dengan permasalahan yang dikaji tersebut tidak terdapat di dalam negeri melainkan di luar negeri dan bahasa yang digunakan bahasa setempat.

(7)

The research objective is to (1) To know the social and political situation in Java in the 15th century. (2) To know the social background of Cheng Ho. (3). To find out Admiral Cheng Ho role in the spread of Islam in Java in the 15th century.

In accordance with the above objectives, the study uses the historical method or methods of history. Historical method is the process of analyzing and critically examine the legacy of the past and try to reconstruct the return based on data obtained so as to produce a credible historiography truth. Source of data used are secondary sources because of the limitations of language and the difficulty in ketemukan primary sources. Secondary sources were written in the form of books that has relevance to the title of the study. Data collection techniques used is literature study of the data obtained by reading books, newsletters, magazines and other literature.

Based on the research results can be concluded: (1) in the early 15th century Majapahit power began to weaken after the death of King Hayam Wuruk and the divisions and wars among kings family in a power struggle that had the collapse in the year 1478 AD (2) Cheng Ho was born in Hong Wu to-4, or 1371 at the Kun-which, Yunnan province. Zheng Hui was of the tribe, which is one of ethnic minorities in China which is identical with the Muslims. Cheng Ho was the third child of the couple Ma Hazhi (Haji Muhammad) and Wen. Cheng Ho's father named Ma Haji (1344-1382 AD) and his mother was Oen. Admiral Cheng Ho was elected Emperor Zhu Di to lead the voyage to the ocean west (3) In addition to introducing the culture Tionghoa and trade, Cheng Ho was doing introducing Islam. Admiral Cheng Ho's role in the spread of Islam in Java in the 15th century look of harmony in Javanese society is characterized by acculturation between the values of China, Java, and Islam in harmony, this is evidenced by the "Sino-Javanese Muslim Cultures "in Java that runs from Banten, Jakarta, Cirebon, Semarang, Demak, Jepara, Lasem until Gresik and Surabaya. Sino-Javanese form of Muslim Cultures is not only apparent in the various buildings of worship of Islam which show the elements of Java, Islam, China but also a variety of art or literature (batik, sculpture) and other cultural elements, one of the mosque building a pagoda shaped temple named Sam Po Kong, who formerly used by Muslims to worship (now used for Hindu pray).

(8)
(9)

gemilang tetapi sabar bukan berarti pasrah terhadap keadaan, tetap tenang namun pasti dalam mencari penyelesaian”

(Al Bana)

(10)

Karya ini penulis persembahkan untuk orang-orang tersayang, Mereka adalah :

· Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW · Bapak dan Almarhumah Ibuku

· Kakak-kakak saya

(11)

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Peranan Laksamana Cheng Ho dalam Penyebaran Agama Islam di Jawa Pada Abad ke-15 dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah. Jurusan P IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Banyak hambatan dalam penyusunan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya hambatan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bantuannya, disampaikan terimakasi kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah berkenan memberi ijin untuk menyusun sekripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah berkenan memberi ijin untuk menyusun skripsi.

3. Ketua Pogram Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberi petunjuk dan pengetahuan kepada penulis.

4. Dr. Nunuk Suryani, M. Pd, selaku Pembimbing Akademik (PA) yang telah memberikan bimbingan, dorongan serta motivasi kepada penulis.

5. Drs. Leo Agung S, M. Pd selaku Pembimbing I atas kesediaan waktu dan kesabarannya memberikan arahan, bimbingan, petunjuk dan saran kepada penulis.

6. Drs. Tri Yunianto, M. Pd, M. Hum, selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan dan saran kepada penulis. 7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP yang telah

memberi ilmu selama penulis belajar di UNS. 8. Teman-teman sejarah angkatan 2004.

(12)

Surakarta, Desember 2009

(13)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN ABSTRAK... v

HALAMAN ABSTRACT... vii

HALAMAN MOTO ... ix

HALAMAN PERSEMBAHAN ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoritis ... 7

2. Manfaat Praktis ... 8

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Agama ... 9

2. Islamisasi ... 12

3. Kepemimpinan ... 14

(14)

D. Teknik Pengumpulan Data ... 32

E. Teknik Analisis Data ... 34

F. Prosedur Penelitian ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Keadaan Sosial dan Politik di Jawa Abad ke-15 ... 39

1. Kerajaan Majapait ... 41

2. Kerajaan Islam Demak ... 53

B. Latar Belakang Sosial Cheng Ho ... 57

1. Cheng Ho Keturunan Nabi Muhammad SAW ... 58

2. Pengalaman Hidup Cheng Ho ... 58

3. Cheng Ho Muslim Yang Taat ... 62

4. Asal Usul nama Sam Po ... 64

C. Peranan Laksamana Cheng Ho dalam Penyebaran Agama Islam di Jawa pada abad ke-15 1. Kunjungan Cheng Ho di Jawa... 66

2. Perkembangan Islam Hanafi di Pulau Jawa... 72

3. Sino-Javanese Muslim Culture... 75

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... 79

B. Implikasi ... 81

C. Saran ... 83

(15)
(16)

Halaman Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran... 27 Gambar 2. Skema Prosedur Penelitian... 35

(17)

Lampiran 1. Peta Pulau Jawa ………... 87

Lampiran 2. Peta persebaran agama Islam di Jawa abad ke-15dan16 ………. 88

Lampiran 3. Patung Laksamana Cheng Ho ………. 89

Lampiran 4. Foto-foto halaman depan kelenteng Sam Poo Kong …………... 90

Lampiran 5. Foto-foto di dalam kelenteng Sam Poo Kong ………. 91

Lampiran 6. Foto-foto relief di kelenteng Sam Poo Kong ………... 92

Lampiran 7. Foto Makam DampoAwang……….94

Lampiran 8. Foto ukiran batu padas di Masjid Mantingan………95

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masuknya agama Islam ke Indonesia merupakan suatu proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Menurut beberapa ahli sejarah pembawa agama Islam ke Indonesia adalah golongan pedagang. Pada umunya proses islamisasi di Indonesia ada dua. Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan agama Islam dan kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang Asia (Arab, India, Cina, dan lain-lain) yang telah memeluk Islam bertempat tinggal secara permanen di suatu wilayah Indonesia, melakukan perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal kemudian menjadi anggota kelompok masyarakat yang ditinggali tersebut. Petunjuk yang paling dapat dipercaya mengenai penyebaran agam Islam berupa prasasti-prasasti Islam (kebanyakan batu-batu nisan) dan beberapa catatan musafir. (Ricklefs,1994:1).

Belum ada kata sepakat mengenai kapan masuknya agama Islam ke Indonesia dan darimana negeri asal pembawa agama Islam ke Indonesia serta kapan beralihnya penduduk Indonesia terutama Jawa ke Islam. Pendapat-pendapat para ahli yang pernah mengemukakan masalah kedatangan Islam di Indonesia masih berbeda-beda. Hal ini mendorong para peneliti sejarah untuk mengumpulkan data dan mengadakan penelitian agar dapat memuat dokumentasi yang didukung dengan fakta sejarah yang kuat. Sampai sekarang yang ada baru berupa ikhtisar-ikhtisar dan teori-teori yang di kemukakan para penulis sejarah yang masih bersifat sementara.

Hamka (1973: 11) berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 M. Hal ini didasarkan pada berita Cina dari zaman Tang yang menceritakan adanya orang-orang Ta-shih yang mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ho-Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima karena pemerintahan di Ho-Ling yang sangat keras dan kuat. Sebutan Ta-Shih dalam berita itu ditafsirkan sebagai orang-orang Arab atau Muslim. Hamka berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia bukan dari Persia dan Gujarat melainkan dari

(19)

Mekah dan Mesir. Alasannya adalah Madzab Syafi’i di Mesir telah di anut oleh raja Samudra Pasai.

R. Soekomo (1973: 47) berpendapat bahwa dari catatan-catatan sejarah agama Islam mendapat pijakan yang nyata pada akhir abad ke-13 M di Aceh Utara. Pendapat ini didasarkan pada dugaan akibat keruntuhan Dinasti Abbasiah oleh Hulagu pada tahun 1292. Para penyebar agama Islam terutama dilakukan oleh para pedagang serta Sufi yang datang dari Gujarat India kemudian Islam tersebar dan berkembang ke seluruh wilayah Indonesia terutama di Jawa (Solichin Salam, 1997: 15).

Kedatangan agama Islam di Jawa tidak dapat ditentukan dengan pasti. Ada kemungkinan agama Islam masuk ke Jawa pada abad ke-11 M. Hal ini dapat di buktikan dengan diketemukannya Batu Nisan dari Leran Gresik yang tertulis dengan huruf Arab bertuliskan bahwa yang dimakamkan di situ adalah seorang wanita muslim bernama Fatimah Binti Maimun dalam tahun 475 H atau 1082 M (Hasanu Simon, 2007: 42).

Pada masa kedatangan dan penyebaran agama Islam di Indonesia terdapat beragam suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi dan sosial budaya. Sukubangsa Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman dilihat dari sudut antropologi budaya belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya dari luar seperti India. Persia, Arab dan Eropa. Struktur sosial ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir lebih-lebih di kota-kota pelabuhan, menunjukan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang yang disebabkan percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar. Dalam masa kedatangan dan penyebaran Islam, di Indonesia terdapat negara-negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Kerajaan di Jawa yang bercorak Hindu adalah Majapahit.

(20)

Pada bagian kedua dari abad ke-15 daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur dikuasai oleh raja-raja kecil yang beragama Islam. Dalam catatan sejarah Jawa, Kerajaan Majapahit mengalami keruntuhan pada tahun 1400 Saka atau tahun 1478 Masehi. Kerajaan yang menggantikan peranan pada waktu itu secara langsung bukan kerajaan Islam di pantai utara Pulau Jawa, tetapi kerajaan Hindu Daha-Kediri yang terlebih dahulu melepaskan diri dari kerajaan Majapahit.

Kedatangan dan penyebaran Islam di pulau Jawa mempunyai aspek-aspek ekonomi, politik dan sosial-budaya. Situasi dan kondisi politik di Majapahit yang lemah karena perpecahan dan perang di kalangan keluarga raja-raja dalam perebutan kekuasaan, maka kedatangan dan penyebaran agama Islam makin dipercepat (Marwati Djoened Poesponegoro, 1993: 21). Daerah-daerah pesisir merasa makin merdeka, justru oleh karena kelemahan pendukung-pendukung kerajaan yang sedang mengalami keruntuhan. Proses Islamisasi hingga menjadi bentuk kekuasaan seperti munculnya Demak, dipercepat oleh karena juga kelemahan-kelemahan yang dialami pusat Kerajaan Majapahit sendiri, akibat pemberontakan serta perebutan kekuasaan dikalangan keluarga raja-raja.

Pada awal abad ke-15 Kaisar Zhu Di memerintahkan supaya dilakukan pelayaran-pelayaran ke Samudra Hindia. Karena Cheng Ho berprestasi sangat baik, ia dipilih sebagai laksamana untuk memmpin pelayaran jauh. Tujuan Kaisar Zhu Di mengutus Cheng Ho untuk berlayar ke Samudra Hindia adalah sebagai berikut. Pertama, dengan melakukan politik kerukunan dan persahabatan dengan negara-negara asing. Menurut Kaisar Zhu Di, rakyat, rakyat di segala penjuru dunia adalah sekeluarga. Kedua, mendorong perniagaan antara Tiongkok dengan negara-negara asing, ketika Kaisar Zhu Di naik tahta segera dikirim utusan-utusan dari Tiongkok ke berbagai negeri asing termasuk rombongan pedagang yang masuk ke Tiongkok akan disambut dengan hangat dan halus. Ketiga, dilarang penduduk sepanjang pantai Tiongkok merantau ke luar negeri tanpa izin, maksudnya antara lain agar bajak laut dari Jepang yang sering mengganggu keamanan pantai Tiongkok menjadi terpencil (Kong Yuanzhi,2000: xviii).

(21)

(Kong Yuanzhi: xvi). Cheng Ho adalah anak ke dua dari pasangan Ma Hazhi (Haji Muhammad) dan Wen. Sejak lahir, ia memeluk agama Islam. Ayahnya seorang muslim yang shalih serta telah menunaikan ibadah haji (Hidayatullah,2005: 92).

Selama kurun waktu 28 tahun, Cheng Ho melakukan tujuh kali pelayaran antar benua. Cheng Ho mengunjungi sekitar 30 negara (kini) di Asia, Afrika, dan Timur Tengah. Daerah-daerah yang telah disinggahinya antara lain Malaka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, Malaysia, Sri Lanka, Campa (Kamboja), Kepulauan Maladewa, India, Teluk Parsi, Arab, Mesir, hingga Selat Mozambique (Hidayatullah,2005: 92).

Dalam perjalanan sejarah, awal mula kedatangan Cheng Ho ke Indonesia pernah mengalami kesalahpahaman yang menyulut peperangan dengan tentera Majapahit. Namun pada akhirnya mereka menetap di wilayah Majapahit serta ikut mendukungnya melalui transfer pengetahuan dan perdagangan (ht t p: / / w w w .indopos.co.id /index.php?act=detail_c&id=338702, diakses pada tanggal 12 Juli 2008)

Ekspedisi Cheng Ho ke Nusantara, sebenarnya membawa banyak misi dan agenda. Selain untuk memperkenalkan budaya Tionghoa dan berniaga, Cheng Ho juga melakukan syiar agama Islam dengan pendekatan multikultural. Multikulturalisme sebagai fakta sosial disadari betul Cheng Ho dalam merajut visi-misi dalam ekspedisi ke berbagai negara, termasuk di Nusantara ini (ht t p: / / w w w .indopos.co.id/ index.php?act = det ail_c&id= 338702, diakses pada tanggal 12 Juli 2008)).

Di pulau Jawa, Cheng ho pertama kali mendarat di Pelabuhan Bintang Mas atau kini menjadi Pelabuhan Tanjung Priok. Disana salah satu awak kapal yang bernama Sam Po Soei Soe terkesima dan terpikat oleh gadis betawi yang sedang menari yang bernama Sitiwati. Sam Po Soei Soe menikah dengan Sitiwati dan tinggal di Ancol. Perjalanan dilanjutkan menuju Muara Jati, Cirebon (Hidayatullah,2005: 94).

(22)

memerintahkan armadanya singgah di Pelabuhan Simongan yang sekarang menjadi daerah Semarang. Setelah mendarat, Cheng Ho dan awak kapalnya menemukan sebuah gua. Gua tersebut sekarang ini dinamakan Gua Sam Po Kong dan berada di samping Kelenteng Sam Po Kong. Dalam persinggahan tersebut Cheng Ho selalu mengajarkan penduduk setempat tentang cara bertani, beternak, perikanan dan sebagainya. Selain itu, ia juga mengajarkan penduduk setempat tentang ajaran agama Islam, berdakwah, dan bersembahyang berjamaah dengan imam Ulama Hasan. Wang sendiri berhasil membangun sebuah komunitas dagang. Namanya pun mulai dikenal oleh masyarakat luas, terlebih aktivitas dakwahnya. Wang kemudian dikenal dengan nama Kiai Jurumudi Dampo Awang. Inilah cikal bakal keberadaan warga keturunan Tionghoa di sana (Kong Yuanzhi,2000: xxviii).

Rombongan armada Cheng Ho kemudian berlabuh di daerah Tuban. Ternyata di Tuban telah terdapat orang-orang Tionghoa yang merantau. Setengah hari berlayar dari Tuban ke sebelah Timur, rombongan armada Cheng Ho tiba di Gresik. Lurah di Gresik ketika Cheng Ho singgah di sana adalah seorang perantau dari Tiongkok. Pelayaran rombongan armada Cheng Ho dilanjutkan dari Gresik meuju sebelah selatan hingga sampailah mereka di Surabaya. Dengan menumpang kapal kecil tiba da Cangkir. Setelah mendarat dan berjalan ke sebelah barat sampailah mereka di Mojokerto yang merupakan pusat Kerajaan Majapahit.

Pembentukan masyarakat Tionghoa di berbagai tempat di pantai itu penting sekali artinya untuk hubungan dagang antara Tiongkok dengan negara-negara yang bersangkutan, dan penyaluran pengaruh Tiongkok. Dalam melaksanakan tugasnya mencari hubungan dagang dan politik, laksamana Cheng Ho banyak menggunakan orang-orang Tionghoa Islam dari Yunan. Dengan sendirinya, soal keislaman ikut terbawa. Demi keperluan sembahyang bagi orang Islam di berbagai tempat, didirikan masjid. Seuai dengan ajaran madzhab Hanafi, khotbah, fardhu, dan kifayah dilakukan dalam bahasa Tionghoa, tidak dalam bahasa Arab.

(23)

Campa. Bong Tak Keng dikuasakan untuk melaksanakan gagasan yang telah digariskan oleh laksamana Cheng Ho. Masyarakat Tionghoa di kota-kota pelabuhan yang penting dipimpin oleh seorang kapten Cina. Untuk kota Palembang, yang dalam abad ke-15 termasuk wilayah Majapahit, diangkat Swan Liong. Kapten Cina Ngampel Bong Swi Hoo alias Sunan Ngampel adalah cucu Bong Tak Keng, orang yang paling berkuasa di Campa, koordinator masyarakat Tionghoa di seluruh Asia Tenggara. Bong Swi Hoo datang di Indonesia dengan maksud untuk diperbantukan oleh Bong Tak Keng pada Swan Liong di Palembang, kemudian dipindahkan ke Tuban.

Sepeninggal Yung-lo dan Hsuan Tsung (1435), kegemilangan dinasti Ming sudah mulai pudar. Masyarakat Tionghoa yang dibentuk di rantau menurut rencana Cheng Ho mengalami kemrosotan. Bagi Bong Swi Hoo, tidak ada lagi harapan untuk membina apalagi mengembangkannya. Oleh karena itu, ia segea berputar haluan. Ia mulai membentuk masyarakat Islam baru di antara orang-orang asli (Jawa). Ia pindah dari Bangil ke Ngampel. Ngampel menjadi pusat agama Islam aliran Hanafi di pulau Jawa, mempersipkan terbentuknya negara Islam Madzhab Hanafi di Demak. Demikianlah pengislaman pulau Jawa tidak dilakukan melalui pedagang dari Malaka atau Pasai. Agama Islam aliran Hanafi di Jawa berasal dari Campa atau Yunan, di bawa oleh orang-orang Tionghoa yang ditugaskan oleh kaisar Yung-lo untuk mengadakan hubungan dagang dan politik di Asia Tenggara di bawah pimpinan laksamana Cheng Ho (Slamet Muljana,2005: 173).

(24)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana keadaan sosial dan politik di Jawa pada abad ke-15? 2. Bagaimana latar belakang sosial Laksamana Cheng Ho?

3. Bagaiman peranan Laksamana Cheng Ho dalam penyebaran agama Islam di Jawa pada abad ke-15?

C.Tujuan Penulisan

Sebuah penelitian pasti memiliki tujuan penulisan yang ingin dicapai. Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui keadaan sosial politik di Jawa pada abad ke-15 2. Untuk mengetahui latar belakang Laksamana sosial Cheng Ho

3. Untuk mengetahui perananan Laksamana Cheng Ho dalam penyebaran agama Islam di Jawa pada abad ke-15

D.Manfaat Penelitian

Dalam penelitian harus dapat diketahui kegunaan dari setiap kegiatan ilmiah. Adapun kegunaaan penelitian ini adalah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

a) Menambah pengetahuan tambahan sejarah, khususnya yang berkaitan dengan peranan seorang tokoh Laksamana Cheng Ho dalam penyebaran agama Islam di Jawa pada abad ke-15.

(25)

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

a) Bagi peneliti sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana kependidikan Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b) Sebagai bahan referensi bagi pemecahan masalah yang relevan dengan masalah ini.

(26)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Agama

Kata Agama berasal dari bahasa Sansekerta yaitu dari kata Gam yang artinya pergi atau berjalan. Gam diberi awalan “a” dan akhiran “a” menjadi

Agama, menjadilah kata benda yang berarti jalan menuju. Maksudnya jalan menuju kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia agama berarti sistem prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan itu.

Agama dalam pengertiannya dapat dikelompokkan pada dua bahagian yaitu agama menurut bahasa dan agama menurut istilah. Beberapa persamaan arti kata“agama’’ dalam berbagai bahasa : (1) Ad din (Bahasa Arab dan Semit), (2)

Religion (Inggris), (3) La religion (Perancis), (4) De religie (Belanda), (5) Die

religion (Jerman)

(ht t p: / / dew on.w or dpr ess.com / 2007/ 11/ 04/ kat egor i- 20/, diakses

pada tanggal 08 Agustus 2008).

Secara bahasa, perkataan ‘’agama’’ berasal dari bahasa Sangsekerta yang erat hubungannya dengan agama Hindu dan Budha yang berarti ‘’tidak pergi’’tetap di tempat, diwarisi turun temurun’’. Adapun kata din mengandung arti menguasai, menundukkan, kepatuhan, balasan atau kebiasaan.

Agama menurut istilah adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengikat manusia dalam hubungannya dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam. Maka orang yang beragama adalah orang yang teratur, orang yang tenteram dan orang yang damai baik dengan dirinya maupun dengan orang lain dari segala aspek kehidupannya.

(27)

1. Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang diyakini mengatur dan mencipta alam.

2. Peribadatan (ritual), yaitu tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan supranatural tersebut sebagai konsekuensi atau pengakuan dan ketundukannya.

3. Sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya

atau alam semesta yang dikaitkan dengan keyakinan nya tersebut.

Unsur-unsur yang ada dalam sebuah agama yaitu; (1) Adanya keyakinan pada yang gaib; (2) Adanya kitab suci sebagai pedoman; (3) Adanya Rasul pembawanya; (4) Adanya ajaran yang bisa dipatuhi; (5) Adanya upacara ibadah yang standar

Ditinjau dari sumbernya agama dibagi dua, yaitu agama wahyu dan agama bukan wahyu. Agama wahyu (revealed religion) adalah agama yang diterima oleh manusia dari Allah Sang Pencipta melalui malaikat Jibril dan disampaikan serta disebarkan oleh Rasul-Nya kepada umat manusia. Wahyu-wahyu dilestarikan melalui Al Kitab, suhuf (lembaran-lembaran bertulis) atau ajaran lisan.Agama wahyu menghendaki iman kepada Tuhan Pemberi wahyu, kepada rasul-rasul penerima wahyu dan kepada kitab-kitab kumpulan wahyu serta pesannya disebarkan kepada seluruh umat manusia

Agama bukan wahyu (agama budaya/ cultural religion atau natural religion) bersandar semata-mata kepada ajaran seorang manusia yang dianggap memiliki pengetahuan tentang kehidupan dalam berbagai aspeknya secara mendalam. Contohnya agama Budha yang berpangkal pada ajaran Sidharta Gautama dan Confusianisme yang berpangkal pada ajaran Kong Hu Cu. Agama wahyu disebut juga agama samawi (agama langit) dan agama bukan wahyu disebut agama budaya (ardhi/ bumi). Sedangkan yang termasuk dalam kategori agama samawi hanyalah Agama Islam.

Adapun ciri-ciri Agama Wahyu (langit), ialah :

(28)

2) Disampaikan oleh manusia yang dipilih Allah sebagai utusan-Nya. Utusan itu bukan menciptakan agama, melainkan menyampaikannya.

3) Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia.

4) Ajarannya serba tetap, walaupun tafsirnya dapat berubah sesuai dengan kecerdasan dan kepekaan manusia.

5) Konsep ketuhanannya adalah : monotheisme mutlak ( tauhid)

6) Kebenarannya adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusia , masa dan keadaan.

Adapun ciri-ciri agama budaya (ardhi), ialah :

1) Tumbuh secara komulatif dalam masyarakat penganutnya. 2) Tidak disampaikan oleh utusan Tuhan ( Rasul).

3) Umumnya tidak memiliki kitab suci, walaupun ada akan mengalami perubahan-perubahan dalam perjalanan sejarahnya.

4) Ajarannya dapat berubah-ubah, sesuai dengan perubahan akal pikiranmasyarakatnya ( penganutnya).

5) Konsep ketuhanannya : dinamisme, animisme, politheisme, dan paling tinggi adalah monotheisme nisbi.

6) Kebenaran ajarannya tidak universal , yaitu tidak berlaku bagi setiap manusia, masa, dan keadaan (ht t p: / / one.indoskr ipsi.com / j

udulskr ipsi m akalah t ent ang/ penger t ian agam a ser t a lat ar -belakang- per lunya- m anusia- t er hadap- agam a)

Agama pada lazimnya bermakna kepercayaan kepada Tuhan, atau sesuatu kuasa yang ghaib dan sakti seperti Dewa, dan juga amalan dan institusi yang berkait dengan kepercayaan tersebut. Agama dan kepercayaan merupakan dua pekara yang sangat berkaitan. Tetapi Agama mempunyai makna yang lebih luas, yakni merujuk kepada satu sistem kepercayaan yang kohensif, dan kepercayaan ini adalah mengenai aspek ketuhanan.

(29)

* Perlakuan

seperti sembahyang, membuat sajian, perayaan dan upacara. * Sikap

seperti sikap hormat, kasih ataupun takut kepada kuasa luar biasa dan anggapan suci dan bersih terhadap agama.

* Pernyataan

seperti jambi,mantera dan kalimat suci. * Benda-benda material

yang zahir seperti bangunan.Contohnya masjid, gereja, azimat dan tangkal.

2. Islamisasi

Islam adalah agama yang secara umum diartikan sebagai agama Allah SWT, diajarkan melalui utusan-Nya yaitu Nabi Muhammad SAW yang ajarannya terdapat dalam kitab suci Al Qur`an dan sunah Nabi Muhammad dalam bentuk perintah dan larangan serta petunjuk kebaikan bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Menurut Zidi Gazalba (1974: 24) Islam berasal dari bahasa Arab “Aslama” dan kata dasarnya adalah “Salima” yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak bercacat. Sedangkan “Aslama” berarti patuh, menerima, menganut Islam. Orang yang melakukan Aslama (masuk Islam) itu dinamakan Muslim yang patuh menerima karena Allah, pada kepatuhannya akan Allah itu tergantung keharmonian, kedamaian, dan keselamatan. Istilah “Islamisasi” dalam kamus bahasa Indonesia kontemporer berasal dari akar kata “Islam” dan mendapat awalan “-isasi”. Islam berarti agama yang diajarkan oleh nabi Muhammad SAW yang berpedoman pada kitab suci Al Qur`an dan Al Hadist. Sedangkan awalan –

isasi berarti keadaan menjadi, tindakan proses. Jadi Islamisasi berarti proses yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW maupun pengikutnya menjadikan seseorang atau banyak orang untuk memelik Islam, dengan kata lain mengislamkan seseorang atau banyak orang (Peter Salim & Yenny Salim, 1991: 11).

Toto Tasmoro (1987: 43) mengidentifikasikan Islamisasi dengan istilah

(30)

mengikuti ajaran Islam. Pendapat ini juga didukung oleh Chadijah Nasution (Tanpa tahun: 34), yang menyatakan bahwa dakwah dalam Islam adalah mengajak masyarakat untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam, menyuruh mereka berbuat baik itu adalah tugas dalam agama Islam. Pengertian dakwah secara makro, yaitu: Dakwah dalam Islam merupakan suatu rekontruksi masyarakat yang mengandung unsur-unsur Jahiliyyah menjadi masyarakat yang Islami, oleh karena itu dakwah juga merupakan proses Islamisasi pada seluruh kehidupan manusia. Jadi kegiatan dakwah dalam Islam meliputi segenap dimensi kehidupan manusia.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa Islamisasi maupun dakwah merupakan suatu proses untuk menyebarkan Islam. Untuk menyebut kedua istilah itu yaitu antara Islamisasi dan dakwah, maka dalam penelitian ini akan digunakan istilah Islamisasi di Jawa yaitu usaha untuk mendakwahkan dan menyebarkan Islam di Jawa.

Dalam mengembangkan agama Islam, Islam telah memberikan tuntunan atau cara menyebarkan atau mengembangkan Islam secara bijaksana (Hikmah).

Al Qur`an surat An Nahl ayat 125 memberikan tuntunan yang isinya:

Ajaklah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka menurut cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (Al Qur’an dan terjemahannya).

Berdasarkan ayat Al Qur`an tersebut, Islam telah memberikan pedoman dan tuntunan bagaimana caranya menyebarkan agama Islam yaitu:

a. Bilhikmati

Artinya kebijaksanaan dalam arti yang luas yaitu selalu memperhatikan situasi, tempat, waktu dan sasaran atau obyek dakwah.

b. Wal Mau`idhatil hasanah

Artinya dengan kata-kata yang baik, tidak menyakitkan hati, kadang-kadang menggembirakan, tetapi kadang-kadang-kadang-kadang menberikan pengertian atau ancaman.

(31)

Artinya dengan memperhatikan sifat manusia yang berbeda-beda, maka cara melayaninya juga harus berbeda. Sebagian dengan tutur kata yang manis, sebagian juga dengan kekerasan atau ancaman.

Dalam proses Islamisasi di Jawa ada sesuatu hal yang spesifik yaitu adanya penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia. Artinya dalam setiap bentuk dakwah selalu menjunjung tinggi prinsip-prinsip kemanusiaan, jadi di dalam dakwah tidak ada unsur paksaan tetapi harus dilakukan secara arif dan bijaksana. Hal ini juga telah di uraikan dalam Al Qur`an surat Al Ghaasyiah ayat 21-22 yang isinya: “Maka berilah mereka peringatan, karena engkau hanya memberi peringatan, engkau bukan pemaksa mereka”.

Atas dasar pertimbangan dari Al Qur`an surat Al Ghaasyiah maka para Wali di Jawa dalam menyebarkan Islam yaitu dengan menempuh jalan damai bukan dengan cara kekerasan atau paksaan. Jalan yang ditempuh yaitu dengan cara menyesuaikan ajaran-ajaran Islam dengan kepercayaan rakyat setempat, salah satunya dengan cara mengawinkan ajaran-ajaran Islam dengan ajaran-ajaran Hindu-Budha ( Solichin Salam,1986:10).

2.Kepemimpinan a. Pengertian Kepemimpinan

Definisi tentang kepemimpinan bervariasi sebanyak orang yang mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan. Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mepengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela atau sukacita ( Veithzal Rivai, 2004 : 3).

(32)

kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya, (3) adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara.

Selanjutnya Veithzal Rivai (2004: 3-4) mengatakan kepemimipinan itu pada hakikatnya adalah:

1. proses mempengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

2. Seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerjasama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama.

3. Kemampuan untuk mempengaruhi, memberi ispirasi dan mengarahkan tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang di harapkan. 4. Melibatkan tiga hal yaitu pemimpin, pengikut dan situasi tertentu.

5. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Sumber pengaruh dapat secara formal atau tidak formal.

Pada dasarnya kemampuan untuk mempengaruhi orang atau atau suatu kelompok untuk mencapai tujuan tersebut ada unsur kekuasaan. Kekuasaan tak lain adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan oleh pihak lainnya.

Kepemimpinan secara estimologis berasal dari kata dasar pimpin. Dengan mendapat awalan me- menjadi memimpin yang memiliki arti menuntun,

(33)

Pandji Anoraga (1992: 2) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain. Keberhasilan seorang pemimpin tergantung pada kemampuannya untuk mempengaruhi itu. Dengan kata lain kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakan orang-orang tersebut agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak-kehendak pemimpin itu.

Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Jika seseorang mulai berkeinginan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka di sini kegiatan kepemimpinan itu telah dimulai (Mitfah Thoha, 1983: 5).

Selanjutnya Pandji Anoraga (1992: 5) mengemukakan ada beberapa pengertian tentang kepemimpinan yang tergambarkan sebagai berikut:

1. kepemimpinan sebagai suatu fokus dari beberapa proses dalam rangka mencapai tujuan.

2. Kepemimpinan sebagai kepribadian dengan segala efeknya menggambarkan bahwa seorang pimpinan pribadinya menggambarkan pribadi organisasi yang dipimpinnya.

3. Kepemimpinan sebagai seni di dalam mengupayakan tercapainya pemenuhan kebutuhan.

4. Kepemimpinan merupakan sumber aktivitas untuk mempengaruhi orang lain agar bertindak dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan organisasi.

5. Kepemimpinan sebagai pemrakarsa dan sebagai pencetus inovasi baru, untuk lebih efisien dan efektifnya mencapai tujuan orgainsasi.

6. Kepemimpinan sebagai kumpulan kekuasaan.

(34)

b. Fungsi Kepemimpinan

Fungsi artinya jabatan (pekerjaan) yang dilakukan atau kegunaan sesuatu hal atau kerja suatu bagian tubuh. Sedangkan fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok atau organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok atau organisasi (Veithzal Rivai, 2004: 53).

Fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi seperti:

1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin.

2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi.

Fungsi utama kepemimpinan terletak dalam jenis khusus dari perwakilan kelompoknya (group representation). Seorang pemimpin harus mewakili kelompoknya melalui saluran-saluran yang khusus direncanakan dan dibuat oleh kelompoknya sendiri. Mewakili kepentingan kelompoknya mengandung arti bahwa si pemimpin mewakili fungsi administrasi secara eksekutif (Onong Uchjana Effendy, 1981: 3).

Secara operasional dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu:

1. Fungsi Instruksi

(35)

2. Fungsi Konsultasi

Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama menetapkan keputusan, pemimpin kerap kali memerlukan pertimbangan, yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsulatif dapat diharapkan keputusan-keputusan pimpinan, akan mendapat dukungan dan lebih mudah mengintruksikannya, sehingga kepemimpinan berlangsung efektif.

3. Fungsi Partisipasi

Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain.

4. Fungsi Delegasi

Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat atau menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. 5. Fungsi Pengendalian

Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses atau efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.

Onong Uchjana Effendy (1981: 4-7) mengemukakan beberapa fungsi penting dalam kepemimipinan, terutama kepemimpinan politik:

a) Pengembangan Imajinasi

(36)

hal-hal yang sungguh penting jika seseorang hendak membawa pengikutnya ke arah yang dituju. Imaginasi hendaknya merupakan stimulator yang kukuh dan hidup, tetapi senantiasa harus berada di bawah pengawasan untuk menjamin secara maksimal tercapainya rencana kegiatan yang dapat direalisasikan dengan praktis, dan secara minimal dapat diperolehnya anjuran-anjuran yang ampuh. Benak yang penuh imaginasi mempunyai peranan penting dalam perjumpaan dengan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin timbul. Benak yang imaginatif senantiasa mencari kondisi-kondisi yang unik serta cara-cara yang umum dalam tingkahlaku.

b) Pengembangan Kepatuhan

Fungsi kedua dari kepemimpinan ialah tanggung jawab terhadap pengembangan kepatuhan kepada pemimpin dan kepada organisasi. Seorang pemimpin harus mampu menciptakan rasa cinta, rasa hormat, kepercayaan dan kesetiaan di hati para pengikut serta pengembangannya senatiasa, sehingga kekuatan pemimpin akan tumbuh pula selalu. Penciptaan dan pengembangan kepatuhan pihak anggota kelompok kepada pemimpin dan kepada organisasi merupakan fungsi yang jelas dari seorang pemimpin yang konstruktif.

c) Pemrakarsaan, Penggiatan, dan Pengawasan Rencana

Tugas mereka yang berada di puncak piramida organisasi ialah memprakarsai dan selanjutnya bertanggunga jawab atas kemajuan rencana bagi pengrealisasian suatu tujuan tertentu. Kepemimpinan mengarahkan suatu kegiatan yang berencana dan selanjutnya bersiap-siap untuk melakukan kegiatan berikutnya.

d) Pelaksanaan Keputusan

(37)

e) Pengawasan

Fungsi pengawasan ialah pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan. Perintah-perintah yang jelas dan terang harus diikuti pengawasan yang seksama sejauh mana perintah-perintah itu mampu dilaksanakan.

f) Penganugerahaan Tanda Penghargaan

Pemimpin yang bijaksana tidak akan menganggap pekerjaannya selesai sebelum ia mengucapkan terimakasih kepada anak buahnya yang setia yang telah membantu merealisasikan tujuannya. Fungsi dari penganugerahan tanda jasa ini ialah diterimanya kepercayaan oleh pimpinan dalam rangka merelisasikan tujuan.

c. Gaya Kepemimpinan

Pandji Anoraga (1992: 7) mengidentifikasikan gaya kepemimpinan ialah ciri seorang pimpinan melakukan kegiatannya dalam membimbing, mengarahkan, mempengaruhi, menggerakan para pengikutnya dalam rangka mencapai tujuan. Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang dipergunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain (Mitfah Thoha, 1986: 124).

Dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, maka akan berkangsung aktivitas kepemimpinan. Apabila aktivitas tersebut dipilah-pilah, akan terlihat gaya kepemimpinan dengan polanya masing-masing. Menurut Veithzal Rivai (2004: 56) gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yaitu:

a) Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan pelaksanaan tugas.

b) Gaya kepemimpinan yang berpola pada pelaksanaan hubungan kerjasama

c) Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan hasil yang dicapai.

Berdasarkan ketiga pola dasar tersebut terbentuk perilaku kepemimpinan yang berwujud pada kategori kepemimpinan yang terdiri dari tiga tipe kepemimpinan, yaitu:

(38)

Tipe kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang. Pemimpin betindak sebagai penguasa tunggal. Pimpinan memandang dirinya kebih dalam segala hal, dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahannya selalu dipandang rendah, sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa diperintah.

2) Tipe Kepemimpinan Demokratis

Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok atau organisasi. Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga. Kepemimpinan tipe ini dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-masing.

3) Tipe Kepemimpinan Kendali Bebas

Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otoriter. Pimpinan berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinan dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masing-masing.

Selanjutnya Kartini Kartono (1983 : 51-56) membagi beberapa tipe kepemimpinan sebagai berikut:

1) Tipe Kharismatis

Tipe pemimpin kharismatis ini memiliki daya tarik dan perbawa yang luar biasa, sehingga ia mempunyai pengaikut yang jumlahnya luar biasa. Sampai sekarangpun orang tidak mengetahui sebab-sebab mengapa seseorang bisa memiliki kharisma yang cukup besar. Kharisma dianggap sebagai kekuatan ghaib

(supranatural power) yang diperoleh dari Tuhan Yang Maha Esa. Totalitas kepribadian pemimpin itu memancarkan pengaruh dan daya tarik yang teramat besar. Tokoh-tokoh besar semacam ini antara lain ialah: Jengis Khan, Mahatma Gandhi, John F Kennedy, Soekarno, dsb.

(39)

Yaitu tipe kepemimpinan yang kebapakan, dengan sifat-sifat antara lain sebagai berikut:

a) dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/ belum dewasa.

b) dia bersikap terlalu melindungi (overly protective)

c) jarang ia memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan sendiri

d) dia hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk berinisiatif

e) dia tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut dan bawahannya untuk mengambangkan fantasi dan daya kreativitasnya.

f) selalu bersikap maha tahu dan maha benar.

Tipe kepemimpinan yang maternalistis juga mirip dengan yang paternalistis, hanya perbedaannya pada adanya sikap over protective atau sikap melindungi yang lebih menonjol dan disertai kasih sayang yang berlebih-lebihan. 3) Tipe Militeristis

Hendaknya diperhatikan bahwa tipe kepemimpinan militeristis itu berbeda sekali dengan seorang pemimpin organisasi militer (seorang tokoh militer). Adapun sifat-sifat pemimpin yang militeristis antara lain ialah;

a) lebih banyak menggunakan sistem perintah/ komando terhadap bawahannya.

b) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahannya.

c) menyenangi formalitas dan upacara-upacara ritual yang berlebihan.

d) menuntut adanya disiplin keras dan kaku dari bawahannya (disiplin kadaver)

e) tidak menghendaki saran-saran dan kritikan-kritikan dari bawahannya. f) komunikasi hanya berlangsung searah saja.

4) Tipe Otokratis

(40)

Kepemimpinan otokratis itu mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang harus selalu dipatuhi. Pemimpinnya selalu ingin berperan sebagai “pemain tunggal” dan dia sangat berambisi untuk merajai situasi. Setiap perintah dan kebijakan diambil tanpa berkonsultasi dengan bawahannya dan tidak pernah diberikan informasi mendetail mengenai rencana dan tindakan yang harus dilakukan. Semua pujian dan kritikan terhadap anak buah di berikan atas pertimbangan pemimpin sendiri. Selanjutnya, pemimpin selalu jauh dari para anggota kelompoknya; jadi ada sikap menyisihkan diri. Pemimpin otokratis itu senantiasa ingin berkuasa mutlak dan tunggal dan selalu merajai keadaan. Dia itu semisal sebuah sistem pemanas kuno, yang memberikan energinya tanpa melihat dan mempertimbangkan iklim emosional anak buah dan lingkungannnya.

Sikap dan prinsip-prinsipnya sangat konservatif kuno dan ketat kaku. Dengan keras dia mempertahankan prinsip-prinsip “business is bussines”, “waktu adalah uang”, “yang kita kejar adalah uang”, dan “untuk bisa makan orang harus bekerja keras”. Dia mau bersikap “baik” terhadap bawahannya, asal bawahannya bersedia patuh secara mutlak, dan menyadari tempatnya sendiri-sendiri. Yang paling disukai ialah tipe pegawai dan buruh “hamba nan setia”.

5) Tipe Laisser Faire

Pada tipe kepemimpinan laisser faire ini sang pemimpin praktis tidak memimpin; sebab dia membiarkan kelompoknya berbuat semau sendiri. Pemimpin juga tidak berpartisipasi dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahanya. Dia merupakan pemimpin simbol, dan biasanya tidak memiliki ketrampilan teknis. Sebab duduknya sebagai Direktur atau Pemimpin (ketua dewan, komandan, kepala) biasanya diperolehnya melaui penyogokan, suapan atau berkat adanya sistem nepotisme. Dia tidak mempunyai kewibawaan dan tidak bisa mengontrol anak buahnya, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, dan tidak berdaya sama sekali untuk menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Sehingga organisasi atau perusahaan yang dipimpinnya menjadi kacau dan pada hakekatnya mirip satu firma tanpa kepala.

(41)

Profesor Peter Worsley dalam Kartini Kartono (1983: 56) mendefinisikan kepemimpinan populistis sebagai : kepemimpinan yang dapat membangunkan solidaritas rakyat (misalnya Soekarno dengan ideologi marhaenisme-nya), yang menekankan masalah kesatuan nasional, nasionalisme dan sikap yang berhati-hati terhadap penindasan-penghisapan dan penguasaaan kekuatan-kekuatan asing (luar negeri). Kepemimpinan populistis ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradhisional, lebih banyak dan kurang mempercayai bantuan serta dukungan kekuatan-kekuatan luar negeri (asing). Kepemimpinan jenis ini harus mengutamakan penghidupan (kembali) nasionalisme.

7) Tipe Administratif

Kepemimpinan tipe administratif ini ialah kepemimpinan yang mampu meyelenggarakan administrasi yang efektif. Para pemimpinnya terdiri dari pribadi-pribadi yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Dengan demikian dapat dibangun sistem administrasi dan birokrasi yang efisien untuk memerintah, khususnya untuk memantapkan integritas bangsa. Dengan kepemimpinan administratif ini diharapkan adanya perkembangan teknis (teknologi, industri dan management modern) dan perkembangan sosial ditengah masyarakat.

8) Tipe Demokratis

Kepemimpinan demokratis memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan dari semua bawahan, dengan penekanan rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. Kepemimpinan demokratis ini bukan masalah person atau individu pemimpin, akan tetapi kekuatannya justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok. Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasihat dan sugesti bawahan, bersedia mengakui keahlian dari para spesialis dengan bidangnya masing-masing, dan mampu memanfaatkan setiap anggauta se-efektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.

(42)

didelegasikan ke bawah, dan masing-masing orang menyadari tugas serta kewajibannya, sehingga mereka merasa senang-puas, pasti dan aman menyandang setiap tugas kewajibannya. Diutamakan tujuan-tujuan kesejahteraan pada umumya dan kelancaran kerjasama dari setiap warga kelompok. Dengan begitu pemimpin demokratis bisa berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat dinamisme dan kerjasama, demi pencapaian tujuan daripada organisasi dengan cara yang paling cocok dengan jiwa kelompok dan situasinya. Secara ringkas dapat dinyatakan, kepemimpinan demokratis menitik beratkan masalah aktivitas setiap anggota kelompok (juga para pemimpinya), yang semuanya terlibat aktif dalam penentuan sikap, pembuatan rencana-rencana, pembuatan keputusan, disiplin kerja (yang ditanamkan secara sukarela oleh kelompok-kelompok dalam suasana demokratis), dan ethik kerja.

Miftah Thoha (1986: 124) membagi gaya-gaya kepemimpinan menjadi lima, yaitu : gaya kepemimpinan kontinum (otokratis dan demokratis), gaya kepemimpinan managerial grid, gaya tiga dimensi dari Raddin, gaya empat sistem dari Likert, dan gaya kepemimpinan situsional dari Hersey dan Blanchard.

d. Kepemimpinan Cheng Ho

Dalam setiap pelayarannya, Cheng Ho telah melakukan manajemen strategi Nabi Muhamad, manajemen Tao Zugong, dan manajemen Confusiusme. Cheng Ho memimpin sekitar 208 kapal dengan armada yang berjumlah sekitar 28.000 orang selama 28 tahun dalam 7 kali pelayaran. Dengan menerapkan empat manajemen tersebut, Cheng Ho dapat mengatur dengan baik sistem kerja dari awak kapalnya sesuai dengan tugasnya masing-masing. Sistem kerja awak kapalnya terbagi dalam beberapa bagian, yaitu bagian komando, bagian teknik, bagian navigasi, bagian kemiliteran, bagian sipil, bagian kesehatan, bagian kebersihan, bagian logistik, bagian konsumsi, dan sebagainya. Bagian konsumsi merupakan bagian yang sangat penting, karena bagian ini mengatur makanan yang bergizi untuk awak kapal selama sekitar 2 tahun (Kong Yuanzhi, 2000: xiv).

(43)

kapalnya, sekaligus telah menata manajemen staff function dengan baik. Dengan demikian para awak kapalnya secara langsung memberikan kontribusi dan bantuan sebagai pelaksana teknis puncak dari perencanaan, pengorganisasian, dan pengontrolan tetap berada di tangan Cheng Ho sebagai pimpinan.

(44)

B. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan:

Kunjungan muhibah Cheng Ho ke Indonesia terjadi pada enam abad yang lalu. Pelayaran Cheng Ho ke Samudera Barat adalah karena di utus oleh Kaisar Zhu Di. Kaisar zhu Di telah menyusun pedoman diplomatiknya sebagai pemufakatan dengan Negara-negara asing agar pengaruh politik kerajaan Ming tersebut meluas. Politik diplomatiknya yang konkret dapat disimpulkan sebagai

Politik Luar Negeri Cina

Perjalanan Muhibah Cheng Ho

Islamisasi

Islam di Jawa Agama di Jawa sebelum abad 15

(45)

berikut (1) dengan melaksanakan politik kerukunan dan persahabatan dengan Negara-negara asing. Menurut Kaisar Zhu Di, rakyat di segala penjuru dunia adalah keluarga (2) mendorong perniagaan antara Tiongkok dengan Negara-negara asing (3) dilarang penduduk sepanjang pantai Tiongkok merantau ke luar negeri tanpa ijin. Bersamaan dengan itu, Kerajaan Ming menyatakan pengertian kepada perantau-perantau Tionghoa di negeri asing yang terpaksa meninggalkan tempat asal mereka karena kemiskinan dan sebab lainnya, dan diharap agar mereka menjadi penduduk yang baik di negeri yang ditempati.

Indikasi tersebut menerangkan bahwa pelayaran Cheng Ho bukan bermaksud untuk ekspansi atau agresi. Berbeda sekali dengan maksud pelayaran beberapa bahariawan Eropa yang terkenal, yang sebenarnya sebagai perintis jalan untuk usaha kolonisasi negerinya. Armada Cheng Ho tidak pernah menduduki sejengkal tanah pun dari negeri asing. Kunjungan Cheng Ho dan awak kapalnya senatiasa mendapat sambutan yang hangat dari berbagai negeri.

(46)

29 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Dalam penulisan skripsi yang bejudul “Peranan Laksamana Cheng Ho dalam Penyebaran Agama Islam di Jawa pada abad ke-15” ini dilakukan dengan studi pustaka, studi terhadap literatur-literatur sumber yang sesuai dengan objek penelitian.

Adapun tempat-tempat yang digunakan sebagai objek penelitian adalah sebaga berikut:

a. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta b. Perpustakaan FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta

c. Perpustakaan Program Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta d. Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret Surakarta e. Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta

f. Kelenteng Sam Po Kong Semarang

2. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejak pengajuan judul skripsi yaitu bulan Juli 2008 dan ditargetkan dapat selesai sampai dengan bulan Desember 2008. Adapun kegiatan penelitian secara rinci tampak pada tabel berikut:

No Jenis Kegiatan

Bulan

Juli Agust Septe Oktob Nove Dese 1 Pengajuan Judul X

2 Perijinan X

3 Proposal X

4 Pengumpulan Data X X

5 Analisis Data X X X

6 Penulisan Laporan X X X X X

(47)

30

B. Metode Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah penelitian historis, sehingga penelitian ini menggunakan metode historis. Pemilihan metode historis didasarkan pada pokok permasalahan yang dikaji yaitu peristiwa sejarah masa lampau. Menurut Koentjaraningrat (1977:16) kata metode berasal dari bahasa Yunani “methodos” yang berarti jalan atau cara. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah-masalah kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Menurut Helius Sjamsuddin (1996: 12) metode ada hubungannya dengan suatu prosedur, proses atau tekhnik yang sistematis dalam penelitian suatu ilmu tertentu untuk mendapatkan suatu bahan yang diteliti. Husnaini Usman (1996 :42) menyebutkan bahwa metode adalah suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis.

Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian sejarah (historis). Menurut Louis Gottschlak (1985: 32) metode historis adalah suatu cara yang meliputi kegiatan untuk mengumpulkan, menguji serta menganalisa data yang diperoleh dari peninggalan masa lalu untuk menemukan generalisasi yang berguna dalam usaha untuk memahami kenyataan-kenyataan sejarah serta untuk memahami situasi sekarang dan meramalkan masa yang akan datang.

Hadari Nawawi (1985: 67) mengatakan bahwa metode sejarah adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data peninggalan masa lampau untuk memahami masa sekarang dalam hubungannya dengan masa lampau. Sedangkan Sartono Kartodirjo (1992: 37) berpendapat bahwa metode penelitian sejarah adalah prosedur dari cara kerja para sejarawan untuk menghasilkan kisah masa lampau berdasarkan jejak-jejak yang ditinggalkan oleh masa lampau tersebut. Penelitian sejarah harus membuat rekonstruksi suatu kegiatan yang disaksikan sendiri, karena secara mutlak ia tidak mungkin mengalami lagi fakta yang diselidikinya. Mohammad Nazir (1985: 33) mengatakan bahwa:

(48)

31

dengan keadaan sekarang dan dapat meramalkan keadaan yang akan datang.

Berdasar pandangan-pandangan diatas, dapat disimpulkan bahwa metode historis adalah suatu kegiatan untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah, menguji dan menelitinya secara kritis mengenai peninggalan masa lampau sehingga menghasilkan suatu cerita sejarah. Dalam penelitian ini diusahakan pembuatan rekonstruksi peristiwa sejarah tentang bagaimana peranan Laksamana Cheng Ho dalam penyebaran agama Islam di Jawa pada abad ke-15. Pertimbangan yang mendasar digunakannya metode historis dikarenakan metode ini lebih sesuai dengan data yang dikumpulakan, diuji dan dianalisis secara kritis sumber-sumber sejarah yang terkait.

C. Sumber Data

Data dapat diartikan sebagai suatu fakta atau prinsip yang diberikan atau ditampilkan, sesuatu yang menjadi dasar suatu argumen dalam setiap susunan sistem intelektual, materi yang menjadi dasar untuk diskusi, penetapan suatau kebijakan atau setiap informasi rinci (Helius Sjamsuddin, 1996: 1). Menurut Moh. Nazir (1988: 57), data sejarah adalah sumber-sumber sejarah yang digunakan dalam penelitian dengan metode sejarah.

Menurut Helius Sjamsuddin (1996: 74), sumber sejarah dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara, yaitu: (a) kontemporer (contemporary) dan lama (remote), (b) formal (resmi) dan informal (tidak resmi), (c) pembagian menurut asal (dari mana asalnya), (d) isi (mengenai apa), (e) tujuan (untuk apa), yang masing-masing dibagi lebih lanjut menurut waktu, tempat, dan cara atau produknya. Pembagian tersebut berkaitan dengan beberapa aspek dari sumber dan dapat membantu dalam mengevaluasai sumber sejarah. Untuk kepentingan praktis, sumber sejarah dapat dibagi atau diklasifikasi secara garis besar menjadi dua macam, yaitu peninggalan-peninggalan (relics atau remains) dan catatan-catatan.

(49)

32

tempat atau gudang penyimpanan yang orisinil dari data sejarah. Data primer merupakan sumber-sumber dasar yang merupakan bukti atau saksi utama darai kejadian masa lampau.contoh dari data atau sumber primer adalah catatan resmi yang dibuat pada suatu acara atau upacara, suatu keterangan oleh saksi mata, keputusan-keputusan rapat, foto-foto, dan ssebagainya. Sedangkan sumber sekunder adalah catatan tentang adanya suatu peristiwa atau catatan-catatan yang jaraknya telah jauh dari sumber orisinil.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber sekunder yang berupa data maupun buku-buku serta tuisan-tulisan di majalah atau surat kabar yang relevan. Adapun sumber data sejarah sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: (1) Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara, tulisan Slamet Mulyana (2) Semarang Riwayatmu dulu, tulisan Amen Budiman (3) Arus China Islam Jawa, tulisan Al Qurtuby (4) Laksamana Cheng Ho dan Kelenteng Sam Po Kong, tulisan Ahmad Fauzan Hidayatullah dan lain lain.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode mengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan, yaitu memberi arah dan mempengaruhi metode pengumpulan data (Moh. Nazir, 1988: 211).

(50)

33

kepustakaan adalah penelitian dengan mengumpulkan data dan informasi yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya buku-buku, majalah, naskah, catatan kisah sejarah dan dokumen.

Kentungan menggunakan studi pustaka yaitu memperdalam kerangka teoritis yang digunakan sebagai landasan pemikiran, memperdalam pengetahuan akan masalah yang akan diteliti, mempertajam konsep yang digunakan sehingga mempermudah dalam perumusan dan menghindari pengulangan penelitian (Koentjaraningrat,1986: 19)

Berdasarkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, maka teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan teknik studi pustaka, yaitu melakukan pengumpulan data tertulis dengan membaca buku-buku literature, majalah dan bentuk pustaka lainnya. Untuk memperoleh data – data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti melakukan studi mengenai sumber-sumber sekunder.

(51)

34

E. Teknis Analisis Data

Data yang dikumpulkan oleh peneliti tidak akan berguna jika tidak dianalisis. Analisis data merupakan bagaian yang sangat penting dalam metode ilmiah karena dengan analisis, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian (Moh. Nazir, 1988:405)

Berdasar metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode historis, maka teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data historis. Analisis data historis adalah analisis yang mengutamakan pada ketajaman dalam melakukan intepretasi sejarah menjadi fakta sejarah. Intepretasi dilakukan karena fakta-fakta tidak dapat berbicara sendiri, fakta mempuyai sifat yang kompleks sehingga fakta tidak dapat dimengerti atau dilukiskan oleh fakta itu sendiri (Sartono Kartodirjo, 1992: 63).

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam menganalisis data sejarah didalam penelitian ini adalah dengan melakukan pengumpulan data yang kemudian diklasifikasikan sesuai tema penelitian. Dalam menganalisis sebuah sumber diperlukan adanya kritik intern dan kritik ekstern untuk menentukan kredibilitas dan otentisitas sumber yang didapatkan. Langkah ini berguna untuk mengetaui sumber yang benar-benar diperlukan dan relevan dengan permasalahan yang diteliti. untuk mendapatkan data yang kredibel dilakukan dengan mengidentifikasi gaya bahasa, ejaan, tata bahasa, lingkungan dan pola pikir yang berkembang pada masa penulisan dilakukan. Data-data yang telah dikumpulkan tersebut kemudian diseleksi atau dibandingkan satu dengan yang lainnya sehingga diperoleh fakta sejarah yang benar-benar relevan. Langkah selanjutnya adalah merangkaikan fakta-fakta tersebut, untuk mengetahui hubungan sebab – akibat antar peristiwa satu dengan peristiwa lainnnya, kegiatan ini disebut kegatan interpretasi. Fakta – fakta yang sudah didapatkan dan dihubungkan untuk disusun menjadi sebuah karya yang menyeluruh.

F. Prosedur Penelitian

(52)

35

menggunakan metode sejarah. Dalam metode penelitian sejarah prosedur penelitian yang penulis lakukan, yaitu: (1) Heuristik atau pencarian jejak-jejak sejarah, (2) Kritik, atau kegiatan mengidentifikasi sumber-sumber sejarah, (3) Interpretasi atau penafsiran terhadap sumber-sumber yang relevan, dan (4) Historiografi atau penyampaian hasil rekontruksi sejarah dalam bentuk penulisan sejarah.

Berdasar prosedur diatas dapat digambarkan skema metode historis adalah sebagai berikut:

Keterangan:

1. Heuristik

Langkah pertama dan merupakan langkah awal dalam penelitian sejarah adalah dengan mencari atau mengumpulkan sumber dan bukti-bukti sejarah yang relevan. Kegiatan inilah yang disebut dengan heuristik. Sumber sejarah tersebut yang akan menuntun peneliti untuk mendapatkan gambaran tentang kehidupan masa lampau yang telah ditinggalkan manusia.

Pada tahap ini penulis berusaha untuk mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dengan perkembangan agama Islam pada abad ke-15 khususnya di pulau Jawa serta golongan pembawa agama Islam di Jawa pada abad ke-15. Data-data tersebut diperoleh dari beberapa perpustakaan diantaranya Perpustakaan Program Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Universitas

Heuristik

Fakta Sejarah Peristiwa Sejarah

Historiogr afi Interprestasi

Gambar

Gambar 1. Tabel waktu penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil uji multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik pada step ke 1 variabel anemia sedang dengan nilai p = 0,002, karena p < 0,05 maka dapat

Setelah melakukan pengamatan, siswa mampu menuliskan hasil pengamatan tentang bentuk luar tumbuhan dan fungsinya dengan benar 3.. Setelah melakukan pengamatan, siswa

This research concluded that if organizations want to measure the maturity level of data governance is based on the fulfillment of the governance structure of the

Dalam penggabungan yang tidak bersahabat, atau sering disebut “ hostile takeover “ manajemen perusahaan-perusahaan yang terlibat tidak menyetujui

Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field research) yang berlokasi di Desa Kunti Kecamatan Sampung Kabupaten Ponorogo. Sumber data diperoleh dengan menggunakan

Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang Cipta Karya atau disingkat sebagai RPIJM Cipta Karya adalah dokumen rencana dan program pembangunan infrastruktur

memberikan jaminan mutu hasil kepada pelanggan dengan hasil uji yang valid, maka perlu dilakukan validasi terhadap metode pengujian albendazol dengan menggunakan

MENYAMBUT INISIASI KAMPUS ATAU YANG LEBIH DIKENAL DENGAN NAMA OSPEK / ADALAH. MOMEN YANG SANGAT DITUNGGU / KHUSUSNYA BAGI PENJUAL ATRIBUT KEPERLUAN