• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Pribadi Konselor dalam (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kualitas Pribadi Konselor dalam (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS PRIBADI KONSELOR

Zakki Nurul Amin1

Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang Kampus Sekarang, Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia 50229

e-mail : zakki.nurul.amin@gmail.com

Layanan bimbingan dan konseling merupakan sebuah relasi yang membantu

“helping relationhsip”, dimana menurut pendapat Rogers (1961:37) mengartikan

“helping relationship” sebagai suatu relasi yang terjadi diantara dua pihak, dimana salah satu pihak mempunyai kehendak untuk meningkatkan pertumbuhan, perkembangan, kedewasaan, memperbaiki berfungsinya dan memperbaiki kemampuan pihak lain untuk menangani dan menghadapi kehidupannya sendiri. Terkait dengan hal itu konselor sebagai helper, dalam menyelenggarakan pelayanan ahli bimbingan dan konseling senantiasa digerakkan oleh motif altruistik, sikap empatik, menghormati keragaman, serta mengutamakan kepentingan konseli, dengan selalu mencermati dampak jangka panjang dari pelayanan yang diberikan. Kinerja konselor sebagai suatu keutuhan kompetensi konselor merujuk pada pengusaan konsep, penghayatan dan perwujudan nilai, penampilan pribadi yang bersifat membantu dan ujuk kerja profesional yang akuntabel.

Guru bimbingan dan konseling yang efektif memiliki kualitas pribadi yang spesifik serta mampu memodelkan kualitas tersebut kepada siswa dan kepada orang yang dibantu. Kualitas pribadi tersebut menjadi faktor yang penting dalam konseling karena menajadi faktor penentu bagi pencapaian konseling yang efektif disamping faktor pengetahuan akan perilaku dan ketrampilan konseling. Beberapa pakar konseling yang telah mengadakan penelitian (dalam Wilis, 2004:79) seperti Carkhuf dan Truax (1965); Waren (1960); Virginia Satir (1967) mengemukakan dari hasil penelitiannya yaitu bahwa kefektifan konselor banyak ditentukan oleh kualitas pribadinya. Dengan kata lain, kualitas pribadi konselor tersebut memunculkan nuansa terapeutik atau nuansa yang “menyembuhkan” yang meningkatkan keefektifkan proses konseling. Lebih jauh lagi, penelitan Bertolino

1Zakki Nurul Amin, Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

(2)

& O’Hanlon (2002, dalam Mulawarman, 2014) menjelaskan bahwa relasi terapeutik antara konselor dan konseli, yang dimunculkan karena pribadi terapeutik konselor mempengaruhi hingga 30% prosentase perbaikan konseli, lebih tinggi dari penerapan model atau teknik konseling. Dari penelitian tersebut, dapat dipahami bahwa begitu kuatnya dampak dari kualitas pribadi terapeutik konselor yang dimunculkan dalam relasi konseling bagi tercapainya perubahan dalam diri konseli. Hal senada juga diungkapkan dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli (dalam Corey, 2009:18), seperti Norcross (2002); Lambert & Barley (2002) yang mengungkapkan bahwa relasi terapeutik yang dimunculan dari pribadi terapeutik terapis secara kuat dan konsisten menjadi faktor utama yang menunjang tercapaianya tujuan terapi dari klien. Berikut akan dipaparkan ciri-ciri pribadi terapeutik berdasarkan kajian teoritik, dalam rangka menyusun sejumlah kriteria tentang ciri pribadi terapeutik Guru bimbingan dan konseling/Konselor.

Rogers, peletak pendekatan Person Centererd Therapy (dalam Corey, 2009:173; Jones, 2011:162; Neukrug, 2012:18) mengemukan pendapat mengenai 3 kondisi yang dibutuhan untuk memfasilitasi, mencukupi, dan memunculkan perubahan kepribadian terapeutik adalah sikap yang selaras dan keaslian (congruence or genuineness), penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard), dan pemahaman empati yang tepat (accurate emphatic understanding). Kongruensi ditunjukkan melalui diri terapis yang sebenarnya, tidak berpura-pura, tulus, terbuka, dan secara sadar menghadirkan dirinya selama proses konseling berlangsung. Penerimaan tanpa syarat ditunjukkan dengan sikap kehangatan, perhatian, penghargaan, penerimaan, dan penghormatan postive konseli tanpa syarat apapun kondisi dan masalah yang dibawa konseli. Sedangkan pemahaman empati yang tepat ditunjukkan ketika konselor mampu mensejajarkan dirinya pada

internal frame of reference yang dirasakan konseli.

(3)

kepada seorang ”manusia baru”, dan dalam hal ini konselor menanggung setengahnya. Stabilitas psikologis dari kejelasan pikiran, keberanian dan kekuatan keinginan yang dimilki konselor akan menyusup kedalam diri konseli, dan memberikan bantuan yang besar dalam perjuangan kepribadiannya. Untuk itu seorang konselor harus mempunyai empati.

Selanjutnya Corey (2009:18) mengemukan pendapatnya tentang karaktersistik personal dari konselor yang efektif dari beberapa hasil penelitan adalah sebagai berikut:

Effective therapists have an identity. They know who they are, what they are capable of becoming, what they want out of life, and what is essential.

Effective therapists respect and appreciate themselves. They can give and receive help and love out of their own sense of self-worth and strength. They feel adequate with others and allow others to feel powerful with them.

Effective therapists are open to change. They exhibit a willingness and courage to leave the security of the known if they are not satisfi ed with the way they are. They make decisions about how they would like to change, and they work toward becoming the person they want to become.

Effective therapists make choices that are life oriented. They are aware of early decisions they made about themselves, others, and the world. They are not the victims of these early decisions, and they are willing to revise them if necessary. They are committed to living fully rather than settling for mere existence.

Effective therapists are authentic, sincere, and honest. They do not hide behind masks, defenses, sterile roles, or facades.

Effective therapists have a sense of humor. They are able to put the events of life in perspective. They have not forgotten how to laugh, especially at their own foibles and contradictions.

Effective therapists make mistakes and are willing to admit them. They do not dismiss their errors lightly, yet they do not choose to dwell on misery.

Effective therapists generally live in the present. They are not riveted to the past, nor are they fi xated on the future. They are able to experience and be present with others in the “now.

(4)

Effective therapists have a sincere interest in the welfare of others. This concern is based on respect, care, trust, and a real valuing of others.

Effective therapists possess effective interpersonal skills. They are capable of entering the world of others without getting lost in this world, and they strive to create collaborative relationships with others. They do not present themselves as polished salespersons, yet they have the capacity to take another person’s position and work together toward consensual goals (Norcross, 2002b).

Effective therapists become deeply involved in their work and derive meaning from it. They can accept the rewards fl owing from their work, yet they are not slaves to their work.

Effective therapists are passionate. They have the courage to pursue their passions, and they are passionate about life and their work (Skovholt & Jennings, 2004).

Effective therapists are able to maintain healthy boundaries. Although they strive to be fully present for their clients, they don’t carry the problems of their clients around with them during leisure hours. They know how to say no, which enables them to maintain balance in their lives.

Brammer (1979:4) mendeskripsikan kualifikasi konselor sebagai pribadi memilki sifat-sifat dan sumber kepribadian seprti memiliki perhatian kepada orang lain, bertanggung jawab, empati, dan sensitivitas. Brammer juga mengakui adanya kesepakatan helper, tentang pentingnya pribadi konselor sebagai alat yang mengefektifkan proses konseling, menurut Brammer (1979:25), kompetensi kepribadian seorang konselor harus mencakup :

1. Awareness of self and values (kesadaran akan diri dan nilai), konselor memerlukan kesadaran tentang posisi diri mereka sendiri. konselor harus memiliki kesadaran mengenai siapa dirinya, peranan dirinya, alasan mengapa ia menjadi seorang konselor, dan menyadari nilai-nilai sebagai seorang

helper. Kesadaran ini membantu konselor membantuk kejujuran akan dirinya dan bertanggung jawab akan peranan dan tugas-tugasnya.

(5)

itu perilaku konselor maupun perilaku konseli, seorang konselor haruslah mempunyai kesadaran akan nilai budaya.

3. Ability to analyze the helper’s oen feeling (kemampuan untuk menganalsis kemampuan konselor itu sendiri). Pemahaman dan pengetahuan tentang diri sendiri merupukan hal awal yang harus dilakukan seorang helper (konselor) sebelum ia membantu orang lain memahami tentang dirinya.

4. Ability so serve as model and influencer (kemampuan melayani sebagai teladan dan pemimpin atau orang yang berpengaruh), kemampuan ini penting terutama dengan kredibilitas konselor dimata konseli. Dalam kehidupan sehari-hari seorang konsleor diharapkan mampu menajadi model yang bijak dan baik bagi orang lain, terutama bagi konselinya.

5. Altruism (Altruisme), pribadi altruism ditandai kesediaan untuk berkorban untuk kepentingan kebahagiaan, atau kesenangan orang lain (konseli). Rasa senang dalam membantu dan mengutamakan kepentingan konseli merupakan unsure-unsur dalam altruism.

6. Strong sense of ethics (penghayatan etnik yang kuat), Rasa etik konselor menunjukkan rasa aman konseli dengan ekspektasi masyarakat. Konselor mempunyai kode etik yang harus dijunjung dalam kaitannya rasa aman konseli akan kredibilitas konselor.

7. Responsibility (tanggung jawab), tanggung jawab konselor dalam hal ini khusus berkenaan dengan konteks bantuan khusus yang diberikan kepada konselinya. Konselor bertanggung jawab membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh konselinya, bahkan apabila ia tidak mampu ia juga bertanggung jawab untuk melakukan referall.

(6)

1. Self knowledge (Pemahaman diri) ini berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara pasti apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan hal itu, dan masalah apa yang harus dia selesaikan. 2. Competence (Kompeten) yang dimaksud kompeten disini adalah bahwa

konselor itu memiliki kualifikasi fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna.

3. Good Psychological Helath (Kesehatan Psikologis yang Baik) konselor dituntut untuk memilki kesehatan psikologis yang lebih baik dari kliennya, sebab dengan kesehatan psikologis yang baik akan secara positif dapat menunjang keefektifan pelaksanaan konseling.

4. Trustworthiness (dapat dipercaya) kualitas ini berarti bahwa konselor itu tidak menjadi ancaman atau penyebeb kecemasan klien akan masalahnya dapat diketahui oleh orang lain.

5. Honesty (jujur) yang dimaksud jujur disisini adalah bahwa konselor itu bersikap transparan, terbuka, autentik, genuine/asli.

6. Strength (Kekuatan) konselor harus kuat dan tabah dalam mengahadapi masalah, dapat mendorong klien untuk mengatasi masalahnya, serta dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi.

7. Warmth (bersikap hangat) yang dimasud hangat disini artinya bersikap ramah, penuh perhatian, dan memeberikan kasih sayang. Penerimaan yang hangat adalah salah satu komponen terciptanya hubungan yang baik.

8. Actives responsiveness (pendengar yang aktif) keterlibatan konselor dalam proses konseling bersifat dinamis, tidak pasif, dan mendengarkan secara aktif, dan merespon secara positif. Hal ini sangat penting karena mendengarkan adalah salah satu kemampua dasar yang benar-benar harus dikuasai oleh konselor.

9. Patience (sabar) melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami.

(7)

11. Holistic awareness (kesadaran holistic) pendekatan holistic dalam konseling berarti bahwa konselor memahami klien secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan/sebagian saja.

Sosok utuh kompetensi konselor seperti yang tercantum dalam Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang Standard Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor yang mencakup kompetensi akademik dan professional sebagai suatu kesatuan yang secara terintegrasi membangun keutuhan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Dalam aspek kompetensi kepribadian mencakup : (1) Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, (2) Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan kebebasan memilih, (3) Menunjukkan integritasdan stabilitas kepribadian yang kuat, (4) Menampilkan kinerja berkualitas tinggi.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas (Rogers, Corey, Brammer, Cavanagh, dan Kompetensi Pribadi Konselor Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang SKAKK). Beberapa kriteria ideal yang penting dimiliki oleh konselor sebagai

helper yang menunjukkan pribadi terapeutik, adalah sebagai berikut:

a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, hal ini menjadi landasan dasar dan hal utama (Sutoyo, 2009), yang ditunjukkan dengan kepercayaan yang hakiki terhadap Sang Khalik baik secara lisan, dalam hati, dan ditunjukkan dengan amaliah perbuatan yang menampilkan pribadi kaffah,

menjalankan perintah dan menjauhi larangan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga konselor dapat menjadi dan memberikan teladan bagi siswa, konseli, ataupun orang dan masyarakat disekiratnya.

b. Menghargai perbedaan individu, ditunjukkan dengan sikap toleran akan perbedaan, peduli, saling menghargai dan menghormati keberagaman, bersikap demokratis, dan memahami bahwa perbedaan merupakan sesuatu yang secara kodrati diciptakan untuk saling melengkapi.

(8)

dengan sikap jujur, dapat dipercaya, berwibawa, ramah, konsisten, hangat, “meneduhkan”, peduli, peka dan empati dengan keadaan sekitar, sopan santun, sabar, menjaga kerahasian, dan mempunyai sense of humor.

d. Menampakkan kinerja dan penampilan yang berkualitas tinggi, ditunjukan dengan Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan produktif, Bersemangat, berdisiplin, dan mandiri, Berpenampilan menarik dan menyenangkan, serta Berkomunikasi secara efektif.

DAFTAR REFERENSI

Brammer, L. M. 1979. The Helping Rerlathionsip Process and Skills. New Jersey: Prentice Hall.

Cavanagh, Micheal E. 1982. The Counseling Experience. California : Wadsworth Inc.

Corey, Gerald. 2009. Theory and Practice Counseling and Psychotherapy. United States: Brook/Cole.

Jones, Richard Nelson. 2011. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Yogya:Pustaka Pelajar.

Mulawarman. Prinsip dan Aplikasi Konseling dalam Layanan Konselor Profesional. Semarang: materi disajikan pada kegiatan matrikulasi mahasiswa Pascasarjana BK FIP Unnes tgl 21/08/2014.

Neukrug, Ed. 2012. The World of The Counselor, an Introduction to the Counseling Professional. USA: Thomson Brooks/Cole

Rogers, Carl. 1961. On Becoming a Person. dalam bentuk E-book.

Sutoyo, Anwar. 2009. Bimbingan dan Konseling Islami: Teori & Praktik. Widya Karya:Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian memberikan bahwa varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter Tinggi Tanaman dan pemberian pupuk NPKMg memberikan pengaruh yang

Berdasarkan uraian diatas, maka judul penelitian ini adalah “Peningkatan Loyalitas Pelanggan Sepeda Motor Merk Honda Melalui Daya Tarik Iklan, Persepsi Harga

Dalam proses ini, dibutuhkan dua buah tangki terpisah untuk pengolahan air buangan dan menstabilkan lumpur aktif. Lumpur aktif yang telah distabilkan kemudian

Dari 39 mahasiswa yang mengikuti perkuliahan Analisis Real dengan metode inkuiri dapat diketahui nilai kemampuan berpikir kritis matematis yang di atas 65 diraih oleh 8

Dengan kemampuan politik tingkat tinggi yang dimiliki oleh Kiai Wahab, NU akhirnya memutuskan ikut serta dalam gerbong demokrasi terpimpin. Kehendak Sukarno

Oleh karena itu sebagai pelaksana amanah undang undang Pemprov DKI Jakarta melalui Direktorat Jenderal dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Republik

Perlakuannya berupa penggunaan bahan ajar fisika kontekstual pada kelas eksperimen dan penggunaan bahan ajar yang biasa digunakan oleh guru pada kelas kontrol,

Dari hasil pencatatan yang telah dilakukan oleh ibu-ibu tersebut, diperoleh hasil bahwa sebanyak 64% ibu rumah tangga dapat mengatur pengelolaan keuangan rumah tangga dengan