• Tidak ada hasil yang ditemukan

40015124 PENANGANAN KONFLIK SOSIAL. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "40015124 PENANGANAN KONFLIK SOSIAL. pdf"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

EXECUTIVE SUMMARY

PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

GUNA MENCIPTAKAN KEHIDUPAN NASIONAL YANG KONDUSIF PASCA PEMILU 2009 DALAM RANGKA MEWUJUDKAN

STABILITAS NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN

1. UMUM

Setiap masyarakat senantiasa berada di dalam proses perubahan sosial (social change), dan setiap elemen masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya perubahan-perubahan sosial yang seringkali menimbulkan pertentangan atau konflik antar masyarakat yang pada akhirnya dapat menimbulkan disharmonisasi yang berakibat pada instabilitas. Konflik terjadi akibat adanya perbedaan sosio kultural, politik, ekonomi dan ideologi diantara berbagai komunitas masyarakat, dan hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari hakekat keberadaan manusia dalam kehidupan kolektif. Konflik yang terjadi bukan hanya antar masyarakat (konflik horizontal), tetapi juga dapat terjadi antara masyarakat dengan pemerintah (konflik vertikal).

Konflik sosial secara horizontal dan vertikal yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia berakar pada sejumlah faktor struktural. Kecemburuan sosial yang muncul akibat adanya gap sosial dan ekonomi pada berbagai kelompok masyarakat merupakan sumber utama konflik.

(2)

Penyelenggaraan Pemilu 2009 terdiri dari 2 (dua) fase, yaitu pemilihan Legislatif / DPD dan Presiden / Wakil Presiden. Posisi partai politik pada pemilihan Legislatif akan menentukan keikutsertaannya dalam mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana syarat yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karenanya menjelang pemilihan Legislatif, Presiden dan Wakil Presiden suhu politik akan memanas. Penyampaian berbagai isu yang dilakukan oleh partai politik seperti diskursus sistem pemilihan umum yang diatur dalam UU yang masih mengandung multi interpretasi yang dapat menimbulkan atau menciptakan rawan konflik.

Pasca pemilihan Legislatif atau menjelang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, suhu politik akan semakin memanas lagi, bagi partai politik yang berhasil atau memenuhi syarat untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden akan semakin gencar melakukan manuver-manuver politik. Sedangkan bagi partai politik yang tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden akan melakukan koalisi yang dibarengi dengan perjanjian-perjanjian tertentu.

Pemicu lain yang dapat menimbulkan konflik yang dimanfaatkan oleh partai politik tertentu, juga bersumber dari kesiapan KPU dan KPUD untuk menyelenggarakan Pemilu, baik dari segi kelengkapan regulasi, pendataan peserta Pemilu, maupun kelengkapan Pemilu lainnya (seperti pendistribusian kotak suara, kertas suara, tinta, kelengkapan kepanitiaan hingga TPS, dan lain sebagainya).

(3)

menimbulkan konflik, dan pada umumnya di picu pada saat penghitungan suara, yang sebagian partai politik menganggap terjadinya pengelembungan suara terhadap partai politik tertentu yang mengakibatkan terjadinya konflik antara partai tertentu dengan KPU maupun KPUD yang walaupun dapat diselesaikan melalui jalur hukum.

Mengingat berbagai jenis dan sumber konflik yang memungkinkan terjadinya pada saat menjelang dan pasca Pemilu 2009, baik pemilihan Legislatif/ DPD maupun Presiden dan Wakil Presiden diperlukan suatu strategi penanganan konflik, dengan mengambil langkah-langkah strategis, agar konflik tersebut tidak menimbukan instabilitas nasional dan hasil pelaksanaan Pemilu tersebutpun dapat di terima oleh semua komponen bangsa.

Terlepas dari sumber konflik yang mendasarinya, yang jelas bahwa dengan adanya konflik, maka situasi keamanan menjadi tidak kondusif yang akhirnya akan melumpuhkan aktivitas masyarakat termasuk aktivitas ekonomi. Sarana prasarana ekonomi juga akan menjadi sasaran konflik, yang mengakibatkan roda perekonomian di daerah konflik tersebut menjadi tidak berjalan, demikian juga para investor akan memindahkan assetnya dan/ atau perusahaannya dari daerah tersebut apabila konflik berkepanjangan, yang mengakibatkan instabilitas ekonomi di daerah konflik tersebut yang pada akhirnya daerah konflik tersebut akan terpuruk dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk memulihkan, yang pada gilirannya berdampak pada gangguan stabilitas nasional.

2. MAKSUD DAN TUJUAN

a. Maksud. Kajian ini dibuat dengan maksud mendeskripsikan kemungkinan timbulnya berbagai konflik sosial pasca Pemilu 2009, yang berdampak pada instabilitas nasional.

(4)

konflik sosial guna menciptakan kehidupan nasional yang kondusif pasca Pemilu 2009 dalam rangka mewujudkan stabilitas nasional.

3. PERMASALAHAN

Setiap masyarakat selalu mendambakan suatu suasana sosial yang mengandung harmoni antara tata hidupnya dengan kekuatan-kekuatan di dalam lingkungannya, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Dalam hubungan antara kedua faktor itu ada beberapa komponen sosial yang bermakna strategis bagi masyarakat yaitu keamanan dan ketertiban, kesejahteraan, keadilan. Maka yang menjadi pokok permasalahan adalah “Bagaimana penanganan konflik sosial guna menciptakan kehidupan nasional yang kondusif khususnya pasca Pemilu 2009 dalam rangka mewujudkan stabilitas nasional“.

4. RUANG LINGKUP DAN TATA URUT

Ruang Lingkup bahasan dalam kajian ini meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik sosial khususnya Pasca Pemilu 2009, dan strategi penanganan konflik sosial, dengan tata urut sebagai berikut :

a. BAB I : PENDAHULUAN

b. BAB II : LANDASAN PEMIKIRAN

c. BAB III : KONDISI AWAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

d. BAB IV : ANALISA DAN UPAYA e. BAB V : PENUTUP

5. METODE DAN PENDEKATAN

(5)

hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang relevan dalam rangka menjawab permasalahan maupun ruang lingkup kajian serta mengadakan Focus Group Discussion (FGD) yang dilanjutkan dengan Roundtable Discussion

(6)

BAB II

LANDASAN PEMIKIRAN

6. UMUM

Pada era reformasi yang berlangsung sejak tahun 1998 yang lalu, gejala konflik sosial muncul diberbagai daerah, demokratisasi yang sedang berjalan telah menyebabkan kepentingan individu dan kelompok sangat menonjol, sehingga banyak terjadi benturan kepentingan.

Mengingat kondisi kemajemukan bangsa yang selalu dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan strategis yang cenderung bersifat dinamis, maka dalam membahas penanganan konflik, kajian ini menggunakan paradigma nasional, dan berbagai norma/ peraturan perundang-undangan serta landasan teori yang relevan.

7. PARADIGMA NASIONAL

Dalam setiap penyelesaian konflik sosial maka Paradigma Nasional harus dijadikan sebagai pedoman. Dalam kajian ini Paradigma Nasional tersebut adalah Pancasila sebagai Ladasan Idiil, UUD RI 1945 sebagai Landasan Konstitusional. Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional, Ketahanan Nasional sebagai Landasan Konsepsional.

8. LANDASAN TEORI a. Perubahan Sosial

(7)

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan sosial, adalah : Interaksi yang terus menerus pada masyarakat, kebudayaan dan struktur pada masyarakat. Sedangkan penyebab perubahan sosial, meliputi 1) Mobilitas penduduk yang meliputi perpindahan, bertambah dan berkurangnya penduduk.

2) Penemuan-penemuan baru yang merupakan perubahan yang terjadi secara besar-besaran dan dalam jangka waktu yang terlalu lama.

3) Pertentangan masyarakat yang terjadi antara individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan kelompok.

4) Terjadinya pemberontakan atau revolusi yaitu dimana sistem komunikasi antara birokrat dan rakyat menjadi berubah.

5) Dan yang berasal dari luar masyarakat, misalnya : Peperangan, lingkungan dan kebudayaan lain yang masuk dari Negara lain.

b. Konflik

Konflik adalah segala bentuk interaksi yang bersifat oposisi atau suatu interaksi yang bersifat antagonistis (berlawanan, bertentangan atau berseberangan). Konflik terjadi karena perbedaan atau kelangkaan posisi sosial dan posisi sumber daya atau karena disebabkan sistem nilai dan penilaian yang berbeda secara ekstrim”.

(8)

Secara positif, konflik dapat berfungsi sebagai pendorong tumbuh-kembangnya solidaritas sosial dalam suatu kelompok. Tidak sedikit pula konflik yang bersifat destruktif terhadap keutuhan kelompok dan integrasi sosial masyarakat dalam skala yang lebih luas.

Insiden-insiden dampak dari suatu konflik yang menjurus pada kekerasan sosial dikelompokkan ke dalam empat kategori besar, yaitu: kekerasan komunal, kekerasan separatis, kekerasan negara-masyarakat (state-community violence), kekerasan industrial (industrial relations

related violence).

c. Karakteristik atau jenis konflik

Berdasarkan karakteristik atau jenis konflik dapat dikategorisasikan sebagai berikut :

1) Berdasarkan bentuknya meliputi : konflik terbuka, konflik tertutup, konflik tersembunyi, dan konflik terselubung.

2) Berdasarkan sifat meliputi : Konflik Realitas; Konflik Irrasional, Konflik Non Realitas.

3) Berdasarkan batas-batas perilaku meliputi : konflik terkendali dan konflik tidak terkendali.

4) Berdasarkan proses meliputi : Konflik Terstruktur, Konflik Situasional.

5) Berdasarkan hubungan interaksi meliputi : Konflik vertikal, horizontal dan diagonal.

6) Berdasarkan lingkup permasalahan meliputi : konflik lingkup lokal, nasional, regional dan internasional.

(9)

d. Hakekat Konflik

1) Konflik merupakan suatu peristiwa yang selalu dimungkinkan terjadi dalam hubungan interaksi antar individu atau antar kelompok individu, namun dapat dihindari dan dikendalikan jika masing-masing pihak menghendakinya.

2) Setiap individu pada dasarnya mempunyai potensi konflik yang tersembunyi (laten) dibawah alam sadarnya, potensi konflik ini dapat berkembang menjadi tindakan konflik apabila karena alasan atau motif tertentu kemudian diangkat ke dalam alam sadarnya dengan cara dipermasalahkan dan dipertentangkan sedemikian rupa dengan kepentingan individu lainnya.

3) Pada hakikatnya setiap individu mempunyai perbedaan satu sama lain, namun adanya perbedaan tidak selalu menyebabkan terjadinya konflik, kecuali didorong oleh adanya kesadaran, kemauan, kemampuan, alasan dan peluang dari masing-masing pihak untuk melakukan konflik.

4) Adanya perbedaan kepentingan tertentu dapat menjadi dasar alasan untuk terjadinya konflik, tetapi dapat juga menjadi alasan untuk terciptanya kerjasama yang saling melengkapi atas dasar perbedaannya. Sebaliknya kesamaan kepentingan selain dapat menjadi dasar terbentuknya hubungan kerjasama, juga dapat menjadi dasar alasan dari terjadinya konflik karena memperjuangkan kepentingan yang sama.

(10)

6) Dalam setiap peristiwa konflik antar kelompok individu, akan selalu terbentuk polarisasi kelompok konflik atau pihak-pihak yang saling berhadapan dalam posisi konflik.

7) Pada dasarnya terdapat kecenderungan bahwa individu dalam kehidupan sosial lebih membutuhkan situasi dan hubungan kerjasama dari pada konflik, sehingga ada saatnya pihak-pihak yang bertikai akan berada pada situasi untuk berupaya menghentikan konflik.

(11)

BAB III

KONDISI AWAL KONFLIK SOSIAL DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

9. UMUM

Indonesia memiliki kemajemukan suku bangsa , agama, bahasa dan lain sebagainya, yang mempunyai potensi kerawanan konflik antar anak bangsa dengan latar belakang yang berbeda antara wilayah. Dalam catatan sejarah potensi konflik ini sudah terbukti terjadi dihampir seluruh wilayah Indonesia, baik dalam skala besar maupun kecil. Di samping itu semangat individualistik dan kebebasan serta kemewahan produksi teknologi asing, kompetitif demokrasi proses Pilkada dan demonstrasi perjuangan kepentingan nasib rakyat terhadap pemerintah yang ditayangkan oleh media pemberitaan telah mempengaruhi karakter masyarakat menjadi beringas dan terbiasa melakukan kekerasan. Persiapan Pemilu 2009 pada tahap pemilihan calon legislatif yang diwarnai oleh kondisi provokatif pemberitaan dalam proses kinerja KPU dan kompetitif debat kampanye yang saling menyalahkan, tentu hal ini akan merupakan potensi negatif bagi tujuan perwujudan stabilitas berbangsa guna mencapai tujuan nasional.

10. FAKTA

a. Daerah Yang Berpotensi konflik.

(12)

Prediksi Pemetaan daerah konflik :

1) Aceh : intimidasi, teror, sparatisme;

2) Papua : isu golput dan boikot pemilu, sparatisme; 3) Jawa Timur : lumpur lapindo;

4) Maluku : isu sara, sparatisme; 5) Bali, Jakarta : terorisme wisata. b. Peristiwa Konflik Sosial.

1) Khusus di Indonesia selama 10 (sepuluh) tahun kebelakang ini tercatat cukup menonjol sejumlah konflik antar kelompok masyarakat yang berlatarbelakang pada perbedaan kepentingan. Apabila dilihat satu persatu dari kasus konflik tersebut, maka dapat dilihat akar permasalahan benturan adalah masalah sosial, misalnya: kasus Poso 1998 - 2006, kasus Ambon Maluku 1999 - 2004, kasus di Kalimantan Barat 1978 - 2001, kasus di Kalimantan Tengah pada tahun 2003, konflik antara Achmadiyah dengan kelompok pembela Islam yang terjadi di beberapa wilayah, konflik perbatasan di Kabupaten Mamasa, konflik di Masohi (Maluku Tengah) tahun 2008 dan berbagai konflik sosial yang dikendalikan kepentingan politik disintegrasi di Aceh, Papua dan Maluku, yang secara rinci dapat dilihat pada laporan akhir kajian ini.

c. Penyelesaian Konflik Sosial Selama Ini.

(13)

sosial yang terjadi, sehingga banyak konflik yang terjadi berulang pada satu wilayah atau terjadi pada daerah rawan konflik yang lain.

11. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Perkembangan ancaman, hambatan, gangguan dan tantangan yang dihadapi oleh seluruh bangsa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tentu akan sangat berpengaruh terhadap upaya penyelesaian konflik sosial. Pengaruh ini menjadi semakin kuat, mengingat dengan adanya fakta yang muncul di daerah konflik, yaitu bahwa telah terjadi disharmonisasi dalam hubungan antar anak bangsa. Situasi yang kurang menunjang kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa ini akan menjadi penghambat, sehingga perlu dilakukan perumusan konsepsi penyelesaian konflik sosial yang lebih efektif dengan memanfaatkan peluang dan kendala yang muncul dari perkembangan lingkungan strategis.

a. Pengaruh Lingkungan Global.

Proses percepatan globalisasi yang didorong oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa dampak luas bagi bangsa-bangsa di dunia. Secara lebih khusus dampak tersebut berpengaruh dibidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan. Perubahan pola hidup dan perilaku bangsa sebagai akibat dari derasnya informasi budaya asing telah pula mendorong proses global homogenitas dan internasionalisasi budaya. Proses ini dapat membunuh kreatifitas budaya nasional maupun budaya lokal dari berbagai wilayah yang derajat keterpengaruhannya tergantung pada derasnya arus informasi yang masuk ke wilayah tersebut. Bagi Indonesia yang masih bertumpu pada kekuatan Bhinneka Tunggal Ika dalam mempertahankan kemajemukan bangsa sebagai satu ketangguhan, tentu akan terpengaruh oleh proses homogenitas dan internasionalisasi budaya ini.

(14)

pelaksanaan pembangunan nasional. Perkembangan yang bersifat kendala adalah munculnya paradigma baru dalam kehidupan sosial budaya bangsa yang tidak cocok dengan budaya nasional Indonesia, yang pada akhirnya dapat menimbulkan konflik.

b. Pengaruh Lingkungan Regional.

Secara berlanjut perkembangan lingkungan global akan ber-pengaruh terhadap lingkungan regional, Asia Timur dan ASEAN. Kerjasama antar negara-negara ASEAN berawal dari kerjasama dibidang sosial budaya dan ekonomi, kemudian berkembang dibidang politik dan keamanan.

Kerjasama bidang keamanan antar negara ASEAN lainnya yang terlihat menonjol, yaitu tentang penyelesaian tanpa kekerasan terhadap permasalahan yang dihadapi bersama. Diatur juga dalam kerjasama ini, adalah adanya perlindungan terhadap kemungkinan pelarian tersangka separatis ke luar wilayah, yaitu pemerintah tidak akan saling memberikan tempat perlindungan. Namun terhadap permasalahan yang menyangkut perbatasan akan tetap menjadi ancaman bagi timbulnya konflik antar Negara.

c. Pengaruh Lingkungan Nasional.

(15)

BAB IV

ANALISA DAN UPAYA

12. UMUM

Mendasari permasalahan yang dihadapi dan sifat-sifat dari konflik itu sendiri sebagai suatu proses interaksi yang bersifat alamiah dan tidak dapat dihindari, maka ada suatu harapan bagi penanggulangan, penyelesaian dan pengelolaan konflik secara baik. Upaya-upaya ini harus mendasari pada adanya kebijakan yang efektif dan berwawasan komprehensif integral, strategi yang menyentuh setiap permasalahan dan melibatkan berbagai komponen bangsa serta upaya-upaya yang efektif dapat dilaksanakan dan menyentuh sasaran dengan melibatkan unsur pemerintah dan masyarakat dalam pelaksanaannya.

13. ANALISA STRATEGIK a. Aspek Geografi.

(16)

b. Aspek Demografi.

Berdasarkan data dari KPU bahwa jumlah pemilih tetap tahun 2009 sebanyak 169.789.595 pemilih, yang terdiri dari 519.047 TPS yang tersebar di seluruh nusantara. Dengan jumlah pemilih yang cukup besar tersebut dan kondisi geografis sangat memungkinkan terjadinya mobilisasi penduduk khususnya pada saat pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, yang semuanya dapat menimbulkan konflik.

c. Aspek Sumber Kekayaan Alam.

Mencermati pengelolaan sumber kekayaan alam tersebut, seiring dengan perkembangan lingkungan strategis, sebagian masyarakat Indonesia menyadari bahwa sistem pengelolaan sumber kekayaan alam tersebut tidak sesuai dengan Pasal 33 UUD RI 1945.

Berdasarkan uraian tersebut di atas kondisi inilah yang dapat menimbulkan terjadinya konflik di sejumlah daerah, yang seringkali sarana dan prasarana perusahaan asing yang bekerja sama ataupun yang mengelola hal tersebut, menjadi sasaran dan target pelampiasan emosi masyarakat yang pada akhirnya dapat menganggu stabilitas perekonomian di daerah.

d. Aspek Ideologi.

(17)

Meskipun saat ini tidak mempermasalahkan tentang ideologi Pancasila, namun pada tahap implementasi ideologi tersebut belum sesuai dengan nilai-nilai yang tercermin dalam ideologi Pancasila tersebut, hal inilah yang dapat memungkinkan terjadinya konflik.

e. Aspek Politik.

Di dalam suatu negara yang menganut demokrasi sebagai sistem politiknya, Pemilihan umum adalah salah satu bagian terpenting dari proses kehidupan politik. Pemilu tidak saja diletakkan sebagai mekanisme untuk terciptanya pergantian kekuasaan politik secara stabil dan konstitusional, tetapi juga dimaknai sebagai bagian dari upaya untuk memperbaiki proses dan kualitas kehidupan demokrasi di negeri ini. Aurel Croissant mengemukakan tiga fungsi pokok Pemilu dalam politik demokrasi. Pertama, fungsi keterwakilan (representativeness). Kedua, fungsi (integration), yaitu fungsi terciptanya penerimaan partai politik satu terhadap partai politik lain dan masyarakat terhadap partai politik. Ketiga, fungsi mayoritas yang cukup besar untuk menjamin stabilitas pemerintah dan kemampuannya untuk memerintah (governability).

Implementasi kebijakan politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dapat juga menimbulkan suatu konflik yang lambat laun akan beralih pada suatu instabilitas nasional, jika keputusan politik tersebut tidak mengakomodasi kepentingan kelompok maupun individu sebagai warga negara, sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kecenderungan para pelaku politik saat ini, terlihat masih mementingkan kebutuhan akan kelompoknya, walaupun dibungkus dengan kepentingan nasional, hal ini juga akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan.

f. Aspek Ekonomi.

(18)

kesejahteraan masyarakat. Seiring dengan berlakunya sistem desentralisasi, kewenangan untuk mengembangkan ekonomi wilayah dipertanggungjawabkan pada pemerintah daerah. Dalam kenyataannya wilayah ternyata tidak mampu menciptakan iklim usaha yang baik, sehingga pertumbuhan ekonomi wilayah sulit memenuhi kebutuhan kesejahteraan masyarakatnya. Kemampuan ekonomi yang rendah di berbagai wilayah secara langsung berkembangnya kemiskinan dan secara tidak langsung akan mempengaruhi dan/ atau menimbulkan konflik sosial. Kondisi perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat yang lemah dan kehilangan sikap sosial kebersamaan bangsa juga merupakan potensi konflik, dengan kemungkinan mendorong intensitas ketidak puasan hasil pemilu 2009.

g. Aspek Sosial Budaya

Berbagai konflik yang bernuansa keagamaan sering terjadi, mekanisme peradilan sering ternoda dengan perilaku para aparat penegak hukum yang kurang jujur, budaya daerah yang bersifat tradisional mengalami degradasi karena pengaruh budaya luar yang tersebar melalui media, masyarakat sering cenderung bersikap primordial khususnya di daerah yang banyak pendatangnya, tingkat pendidikan sekolah masih rendah demikian juga dengan tingkat kesehatan masyarakat yang masih belum baik.

(19)

h. Aspek Pertahanan dan Keamanan.

Unsur pertahanan dan keamanan menjadi sangat penting dalam mengatasi konflik yang terjadi di masyarakat, meskipun disadari bahwa untuk melaksanakan fungsi pertahanan dan keamanan bukan hanya tanggung jawab aparat negara namun melainkan segenap komponen bangsa. Menjelang dan pasca pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, situasi atau kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat akan mengalami gangguan, yang jika tidak dapat diatasi secara cepat akan dapat mengarah timbulnya konflik khususnya di daerah rawan konflik antara lain Papua, Aceh, Maluku, Poso. Oleh karenanya peningkatan pengawasan dan penambahan personil aparat keamanan sangat diperlukan, dengan tujuan untuk mengantisipasi timbulnya konflik laten.

14. UPAYA PENANGANAN KONFLIK.

Dalam rangka penanganan konflik sosial maka perlu dilakukan penanganan berskala nasional yang meliputi konsistensi implementasi sistem peraturan perundang-undangan dan melaksanakan langkah-langkah strategis yang diuraikan sebagai berikut :

a. Konsistensi Implementasi Peraturan Perundang-undangan

Dalam rangka penanganan konflik yang terjadi di beberapa daerah harus segera diselesaikan agar tidak menjalar atau meluas yang dapat membahayakan kelangsungan hidup masyarakat yang menuju pada titik nadir. Upaya yang harus dilakukan dalam hal ini adalah mengimplementasikan peraturan perundang-undangan secara konsisten yang berpihak pada kebenaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya daerah dan penegakan hukum.

b. Strategi Penanganan Konflik

(20)

dan elite politik memiliki etika dan kedewasaan berpolitik, yang berwawasan kebangsaan Indonesia, serta mengedepankan pendekatan pemberdayaan masyarakat (soft power) dan pencegahan dini.

(21)

BAB V PENUTUP

15. KESIMPULAN

a. Dinamika proses perubahan sosial dalam kelompok masyarakat (Elite, Middle and Lower Class), apabila tidak mengarah kepada tercapainya suatu keseimbangan dalam tatanan kehidupan yang baru, berpotensi kuat untuk memunculkan masalah sosial. Hal ini sesuai dengan pandangan Dennis E. Poplin yang menyatakan bahwa A. Pattern of Behavior That Constitutes A Threat To Society Or Those Groups And

Institutions Of Which Society Is Composed.

b. Pemilu tidak saja dimaknai sebagai mekanisme pergantian kekuasaan politik secara konstitusional, tetapi juga merupakan upaya untuk memperbaiki proses dan kualitas kehidupan demokrasi di dalam memilih Pemimpin Nasional di Indonesia, sehingga sering dikatakan bahwa tidak mungkin seorang dapat memimpin tanpa kekuasaan (Power Is The Ability To Affect The Behavior Of Others To Get The Outcomes You Want

Aurel Croissant) mengemukakan ada 3 (tiga) fungsi pokok Pemilu dalam

politik demokrasi, yaitu fungsi : Representativeness (Keterwakilan), Integration (Penerimaan antar Partai Politik), Governability (stabilitas

pemerintah dan kemampuan untuk memerintah).

c. Perkembangan instrumen politik yang tidak paralel dengan perubahan budaya demokrasi, berpotensi memunculkan ketidak harmonisan hubungan antar Parpol, bahkan dapat memicu terjadinya kekerasan politik yang diarahkan ke Lembaga Pemerintah termasuk KPU dan PANWASLU. Prediksi dimaksud sesuai dengan pernyataan Boguslaw and George R. Vickers, yang menyebutkan A Social Problem As An Objective Condition In Society, Viewed By Some Members Of

(22)

d. Bentuk riil dari ancaman faktual dimaksud, antara lain teraktualisasikan dalam aksi teror, intimidasi, sabotase, penutupan jalan, penguasaan kantor/ gedung lembaga pemerintah, bentrok fisik, pengrusakan, pembakaran dan penganiayaan.

e. Faktor-Faktor Yang Berpotensi Memunculkan Konflik Sosial. 1) Persaingan Elit Politik yang semakin tajam melalui cara-cara yang tidak etis (eksploitasi masalah politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan), seperti pembunuhan karakter, pemaksaan kehendak maupun pengerahan massa yang tidak terkontrol.

2) Ketidak puasan Pendukung Parpol tertentu terhadap kinerja seluruh perangkat penyelenggara Pemilu, penuntasan penanganan kasus pelanggaran dan atau tindak pidana Pemilu, penetapan hasil perhitungan cepat (Quick Count) maupun rekapitulasi hasil Pemilu Legislatif dan Presiden/ Wakil Presiden.

3) Gesekan/ Benturan kelompok massa yang pro dan kontra pada internal (maupun diantara pendukung Partai Politik).

4) Kurang seimbangnya jumlah aparat keamanan yang mengamankan serangkaian kegiatan Pemilu 2009 dan atau menangani aksi unjuk rasa, sehingga terkesan :

a) Tindakan petugas pengendalian massa menjadi ragu-ragu.

b) Aparat dianggap memberi peluang kepada massa untuk melakukan tindakan yang lebih berani.

c) Ada keperpihakan terhadap salah satu kelompok Partai Politik.

(23)

5) Berdasarkan hasil analisis permasalahan bahwa :

a) Kelemahan fungsi intelijen di dalam mendeteksi berbagai bentuk potensi kerawanan sosial, termasuk manuver pihak ke tiga yang secara sengaja berupaya untuk memelihara konflik/ kekacauan sosial.

b) Kepekaan dan ketanggap segeraan seluruh penanggung jawab penyelenggara Pemilu 2009, khususnya aparat keamanan yang secara sinergi harus mampu dengan cepat dan tepat mencegah munculnya kontinjensi sosial, yang sangat berpeluang berubah menjadi aksi kekerasan.

c) Pemberitaan yang tidak berimbang dan kurang dapat dipertanggung jawabkan nilai kebenarannya, bahkan memicu memunculkan reaksi spontanitas emosional massa yang destruktif.

f. Kecenderungan melemahnya tingkat kesadaran beberapa pihak akan semangat persatuan dan kesatuan bangsa, ditengah-tengah meningkatnya dinamika suhu politik tahun 2009.

16. REKOMENDASI

a. Mendorong pemerintah untuk secara simultan terus mengintensifkan program penuntasan akar masalah munculnya konflik sosial, antara lain :

1) Mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran, mempermudah mendapatkan akses pendidikan serta pelayanan kesehatan dengan prinsip “Cheaper, Faster and Better”.

2) Mencegah penggunaan simbol-simbol Agama dalam kegiatan politik praktis.

(24)

masyarakat luas, agar terwujud rasa nasionalisme dan wawasan kebangsaan yang berakar kepada ideologi Pancasila.

b. Meningkatkan kegiatan penggalangan kepada “Human Intelligence” dan memobilisasi seluruh kekuatan teknologi informasi

untuk memonitor arus komunikasi antar tokoh separatis dan para kader terorisme terpilih yang sudah bebas dari lembaga pemasyarakatan, maupun yang masih dalam pengejaran (Noordin M. Top cs).

c. Memunculkan kesepakatan nasional dari seluruh komponen bangsa bahwa dalam setiap penanganan konflik sosial, harus lebih mengedepankan pendekatan Soft Power dan tindakan pencegahan dini yang didukung oleh penegakan hukum secara tegas, konsisten serta dapat memenuhi asas kepastian hukum dan rasa keadilan.

d. Mengintensifkan kembali keberadaan dan atau pembangunan pusat pengendalian krisis di Indonesia, yang secara teknis berada di bawah tanggung jawab salah satu Departemen/ Lembaga pemerintah yang ditunjuk oleh Presiden RI, agar pengerahan seluruh kekuatan diteksi, prevensi serta penegakan hukum yang diarahkan untuk menangani kasus-kasus konflik sosial lebih berhasil dan berdayaguna.

e. Dalam hal penyelenggaraan Pemilu 2009 dapat berjalan dengan aman, tertib dan lancar, Pemerintah RI perlu mengumandangkan sukses dimaksud kepada masyarakat Internasional, hal ini sesuai dengan bunyi salah satu artikel seorang kolumnis Amerika Serikat, yang menyatakan “Indonesia Should Stop Being Modest and Should Hold it Self up as A

Model for the Developing and Semi Developed World”.

Paraf :

1. Debidjian Strat : ...

Jakarta, April 2009 GUBERNUR

(25)

Referensi

Dokumen terkait

Perlu adanya suatu perencanaan dalam pembangunan industri tekstil yaitu suatu dokumen analisis dampak lingkungan (ANDAL) dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berwawasan

Implementasi kebijakan program pemberdayaan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Enrekang di tinjau dari lingkungan sosial, ekonomi, dan politik cukup memberikan pengaruh

Model ki- netika LH orde 1 memiliki kecocokan dengan kinetika reaksi yang terjadi pada fotodegradasi larutan MB yang diberi ka- talis, dengan konstanta laju reaksi 0,033 jam

berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban ; (2) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan desa ; (3)

Oleh karena itu perusahaan harus mengoptimalkan penetapan harga pada produk yang akan dipasarkan agar konsumen lebih tertarik dan mudah dalam mengambil keputusan

: Mengesahkan Komposisi dan Personalia Dewan Pimpinan Daerah Partai GOLKAR Kota Cilegon masa bhakti 2014-2019 hasil Musyawarah Daerah Partai GOLKAR Kota Cilegon,

- Setelah kegiatan diskusi siswa dapat menjelaskan arti pentingnya kacang polong dalam memelihara kesuburan tanah - Setelah kegiatan diskusi siswa dapat menjelaskan arti

Pemerintah Kota Tarakan, Kalimantan Utara memberlakukan sejumlah aturan baru setelah usulan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterima Kementerian Kesehatan