Perbandingan Hukum
Salah satu tujuan dalam perbandingan
hukum menurut Soerjono Soekanto adalah
dalam rangka pelaksanaan pembaharuan
hukum.
Prinsip dasar Perbandingan
Prinsip dasar untuk membandingkan
Perbandingan Hukum Pidana
Objek kajian di dalam perbandingan hukum
pidana adalah membandingkan hukum pidana
materiil serta hukum pidana formilnya.
Perbandingan hukum pidana materiil
membandingkan prinsip-prinsip dasar dari hukum
pidana materiil masing-masing negara, sedangkan
perbandingan hukum pidana formil
membandingkan tentang lembaga dan
Perbandingan Hukum Pidana
Formil
Hukum pidana formil adalah bentuk-bentuk dan
jangka waktu yang mengikat pemberlakuan hukum
pidana materiil.
(Lihat P.A.F. Lamintang, 1997: 10)
Dengan kata lain, hukum pidana formil adalah
pengaturan tentang prosedur dalam menjalankan
hukum pidana materiil.
Perbandingan hukum pidana tidak hanya
membandingkan prosedurnya melainkan juga
Perbandingan Hukum Pidana
Formil (lanjutan)
Di dalam kajian ini, yang akan dibandingkan adalah
hukum pidana formil Indonesia dengan Belanda,
Inggris dan Amerika.
Ada tiga hal yang menjadi kriteria pembanding yaitu:
1. Pengaturan hukum pidana formil;
2. Lembaga penegak hukum;
Kenapa Belanda, Inggris dan
Amerika?
Alasan untuk memilih Inggris, Belanda dan Amerika
sebagai objek perbandingan dalam sistem peradilan
pidana adalah:
1. Sistem hukum yang sama (Belanda);
2. Sistem hukum yang berbeda (Inggris dan Amerika);
3. Adanya kesamaan dalam lembaga penegak hukum
(Inggris, Belanda dan Amerika);
Persamaan Indonesia dan Belanda
Sebelum melihat perbedaan antara sistem peradilan pidana Indonesia dan Belanda, baiknya untuk mengetahui persamaan antara sistem peradilan pidana Indonesia dan Belanda.
1. Pengaturan hukum acara terkodifikasi dalam suatu kitab undang-undang, yaitu KUHAP dan Wetboek van
Strafvordering;
2. Pengaturan tentang kewenangan masing-masing lembaga juga diatur di dalam undang-undang tersendiri, misal di Indonesia dengan UU Kepolisian, UU Kejaksaan dll, di
Persamaan Indonesia dan Belanda
(lanjutan)
3. Adanya lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, kehakiman, pemasyarakatan dan
advokat;
4. Adanya pembagian daerah hukum seperti pengadilan negeri dan kejaksaan negeri;
5. Adanya kesamaan dalam proses penyidikan,
Perbedaan Indonesia dan Belanda
Perbedaan antara sistem peradilan pidana Indonesia
dan Belanda dalam pembahasan ini dilihat dari
kriteria kewenangan lembaga penegak hukumnya dan
proses dalam sistem peradilan pidananya.
Walaupun memiliki lembaga penegak hukum yang
sama, namun dalam kewenangannya memiliki
Perbedaan Kepolisian Indonesia
dan Belanda
Kepolisian Indonesia dibagi ke dalam 33 regional (sesuai dengan propinsi/ POLDA), kemudian masing-masing
regional dibagi lagi ke dalam satuan kabupaten/ kota
(POLRES) dan masing-masing POLRES dibagi lagi ke dalam satuan Kecamatan (POLSEK).
Kepolisian di Belanda dibagi ke dalam 25 (dua puluh lima) regional dan satu polisi nasional, dengan berbagai macam divisi pembantu. Pembagian wilayah tersebut tergantung banyak faktor seperti kepadatan penduduk, tingkat
Perbedaan Kepolisian Indonesia
dan Belanda (lanjutan)
No
Variabel
Indonesia
Belanda
1.
Struktur
Organisasi
Non
departemen
dan langsung
berada di
bawah Presiden
Berada di bawah
kementrian
hubungan internal
dan kementrian
kehakiman
2.
Fungsi
utama
Penyelidikan
dan penyidikan
Perbedaan Kepolisian Indonesia
dan Belanda (lanjutan)
No
Variabel
Indonesia
Belanda
Berada di bawah
perintah kejaksaan
dalam melakukan
penyidikan
Perbedaan Kepolisian Indonesia
dan Belanda (lanjutan)
No Variabel Indonesia Belanda
4. Kewenangan
untuk
menghentikan penyidikan
Dibatasi oleh undang-undang
Tidak terbatas
5. Kewenangan
penyelesaian perkara di luar persidangan
Perbedaan Kejaksaan Indonesia
dan Belanda
Seperti halnya Kepolisian, Kejaksaan Indonesia dibagi ke dalam 33 regional (sesuai dengan propinsi/ KEJATI),
kemudian masing-masing regional dibagi lagi ke dalam satuan kabupaten/ kota (KEJARI) kecuali untuk wilayah-wilayah tertentu yang membutuhkan lebih dari satu
Kejaksaan Negeri.
Perbedaan Kejaksaan Indonesia
dan Belanda (lanjutan)
No Variabel Indonesia Belanda
1. Struktur
Organisasi
Non departemen dan langsung
berada di bawah Presiden
Berada di bawah
kementrian kehakiman
2. Fungsi utama Penuntutan,
penyidikan untuk perkara tertentu dan pelaksana eksekusi
Supervisi penyidikan, penuntutan dan
Perbedaan Kejaksaan Indonesia
dan Belanda (lanjutan)
No
Variabel
Indonesia
Belanda
3.
Kewenangan
untuk
menghentikan
penuntutan
Terbatas oleh
undang-undang
Tidak terbatas oleh
undang-undang
4.
Kewenangan
penghentian
perkara di luar
persidangan
Tidak ada
Dengan
menggunakan
Perbedaan Pengadilan Indonesia
dan Belanda
No Variabel Indonesia Belanda 1. Pengadilan
superior dan inferior
Mahkamah Agung Pengadilan Tinggi Pengadilan Negeri
Mahkamah Agung Pengadilan Tinggi
Pengadilan Magistraate
2. Lingkungan
peradilan
Peradilan Umum Peradilan Agama Peradilan Militer
Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan pidana/ perdata
Peradilan Pajak Peradilan Miiliter Peradilan Anak
Perbedaan Pengadilan Indonesia
dan Belanda
No Variabel Indonesia Belanda 1. Pengadilan
superior dan inferior
Mahkamah Agung Pengadilan Tinggi Pengadilan Negeri
Mahkamah Agung Pengadilan Tinggi
Pengadilan Magistraate
2. Lingkungan
peradilan
Peradilan Umum Peradilan Agama Peradilan Militer
Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan pidana/ perdata
Peradilan Pajak Peradilan Miiliter Peradilan Anak
Perbedaan Pengadilan Indonesia
dan Belanda
No Variabel Indonesia Belanda
3. Struktur
Organisasi
Berada di bawah Mahkamah Agung
Berada di bawah
Perbandingan Sistem Peradilan
Pidana Indonesia dan Belanda
Walapun memiliki lembaga penegak hukum
yang secara garis besarnya sama, namun
kewenangan yang dimiliki oleh
masing-masing lembaga penegak hukum tersebut
tidaklah sama. Perbedaan kewenangan
Penyidikan di Belanda
Sebagaimana diatur di dalam Pasal Menurut Pasal 141 Wetboek van Strafvordering (selanjutnya disebut KUHAP Belanda), dinyatakan
bahwa yang berwenang melakukan penyidikan (Opsporing) adalah: 1. Penuntut Umum;
2. Polisi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan c, dan anggota kedua sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Kepolisian Belanda tahun 1993;
3. Kepolisian Militer Kerajaan yang ditunjuk berdasarkan kerjasama antara Menteri Kehakiman dengan Menteri Pertahanan;
Penyidikan di Belanda (lanjutan)
Di dalam proses penyidikan tindak pidana, kepolisian
melakukan koordinasi dengan penuntut umum, atau
lebih tepatnya dapat dikatakan, kepolisian melakukan
penyidikan berdasarkan arahan dari penuntut umum.
Menurut
Wet Bijzondere Opsporingsbevoegdheden
(BOB)
atau yang juga dikenal dengan
The Special
Powers of Investigation Act
yang berlaku efektif tanggal
01 Februari 2000, Penuntut Umum adalah lembaga
Penuntutan di Belanda
Setelah penuntut umum menerima dokumen mengenai perkara tindak pidana dari kepolisian, penuntut umum memiliki
beberapa pilihan terhadap perkara tersebut, antara lain: a. Membebaskan perkara tersebut dengan dalih tidak
beralasan (kekuasaan untuk tidak menuntut/ non presekusi). Pembebasan perkara tersebut disebut juga dengan
penolakan (sepot) yang dapat dibedakan ke dalam dua bentuk:
a. Penolakan karena alasan tidak berwenang (bevoegdheidsspot).
Penuntutan di Belanda (lanjutan)
Setelah penuntut umum menerima dokumen mengenai perkara tindak pidana dari kepolisian, penuntut umum memiliki
beberapa pilihan terhadap perkara tersebut, antara lain: 1. Membebaskan perkara tersebut dengan dalih tidak
beralasan (kekuasaan untuk tidak menuntut/ non presekusi). Pembebasan perkara tersebut disebut juga dengan
penolakan (sepot) yang dapat dibedakan ke dalam dua bentuk:
a. Penolakan karena alasan tidak berwenang (bevoegdheidsspot).
Penuntutan di Belanda (lanjutan)
2. Apabila tindak pidananya ringan dan juga pada tindak pidana yang lebih serius dengan kriteria-kriteria tertentu, ia dapat mengadakan transaksi dengan pelaku tindak pidana, dengan catatan pelaku tindak pidana setuju untuk membayar
sejumlah uang tanpa penghukuman. Ketentuan ini diatur di dalam Pasal 74 Wetboek van Strafrecht (selanjutnya disebut dengan KUHPidana Belanda)
3. Penuntut Umum dapat membebaskan kasus tersebut setelah memanggil pelaku tindak pidana dan menegurnya karena
Penuntutan di Belanda (lanjutan)
4. Penuntut Umum dapat menetapkan untuk memberikan
pembebasan bersyarat (
voorwardelijksepot
) dengan
menggunakan syarat berupa penggantian kerugian kepada
korban, menyerahkan pelaku pada departemen sosial
(untuk dibina) atau pusat rehabilitasi medis atau
menempatkannya untuk masa percobaan/ probasi;
5. Penuntut Umum dapat meminta kepada polisi untuk
melengkapi atau menambah informasi mengenai kasus
tadi atau meminta laporan sosial atau kejiwaan dari
Penuntutan di Belanda (lanjutan)
6. Penuntut Umum dapat mengajukan perkara tersebut
ke hakim komisaris (
rechter-commisaris
) untuk
mengadakan pemeriksaan pendahuluan sebelum
mengambil keputusan;
7. Penuntut Umum dapat menangguhkan keputusannya
untuk menuntut dan tidak hingga batas waktu
penuntutan telah lewat;
Penuntutan di Belanda (lanjutan)
9. Penuntut umum juga memiliki kewenangan untuk meminta hakim komisaris untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan. Pemeriksaan pendahuluan pada dasarnya hanya dapat dimulai atas permohonan penuntut umum. Setelah pemeriksaan
pendahuluan, penuntut umum hanya memiliki beberapa pilihan terhadap perkara yang diajukan kepadanya, yaitu:
a. Tidak melakukan penuntutan lebih lanjut dan menolak perkara;
b. Melakukan transaksi dengan pelaku tindak pidana sebagaimana telah diuraikan di atas;