• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI DAN PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN KITAB KUNING DENGAN ARAB PEGON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI DAN PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN KITAB KUNING DENGAN ARAB PEGON"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

28

IMPLEMENTASI DAN PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN KITAB KUNING DENGAN ARAB PEGON

( Studi di Ponpes Al-Falah Karangrejo Pacitan )

Oleh: Achmad Ridlowi

ABSTRAK

Pendidikan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kehidupan bangsa, salah satunya pendidikan kitab kuning dengan arab pegon,menurut penulis pengajaran Arab pegon sangat penting, karena melestarikan peninggalan nenek moyang. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas pendidikan sangat menentukan kualitas kehidupan. Peningkatan mutu pendidikan merupakan komitmen untuk meningkatkan sumber daya manusia, baik pribadi maupun sebagai modal dasar pembangunan bangsa.

Problem pembelajaran kitab kuning dengan Arab pegon. Mencakup; a. Problem apa saja yang muncul pada penerapan kitab kuning dengan Arab pegon?. b. Apakah penerapan kitab kuning dengan Arab pegon dapat memberikan pemahaman yang utuh terhadap isi teks? c. Problem apa saja yang muncul ketika siswa mengkomunikasikan pemahaman kepada orang lain atas pembacaan kitab kuning

yang menggunakan Arab pegon?. d. Apa kelebihan dan kekurangan penggunaan Arab pegon bagi pemahaman terhadap isi teks pada siswa?

Tujuan Penulisan: a. untuk mengetahui problem apa saja yang muncul pada penerjemahan kitab kuning dengan Arab pegon?. b. untuk mengetahui apakah penerjemahan kitab kuning dengan Arab pegon dapat memberikan pemahaman yang utuh terhadap isi teks c. untuk mengetahui problem apa saja yang muncul ketika siswa mengkomunikasikan pemahaman kepada orang lain atas pembacaan kitab kuning yang menggunakan Arab pegon?d. untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan penggunaan Arab pegon bagi pemahaman terhadap isi teks pada siswa.

Hasil Penulisan dapat memperlihatkan semua unsur teks yang ada, Siswa dapat mengetahui kedudukan kalimat dalam setiap tulisan, Menggunakan simbol-simbol linguistik tertentu yang memudahkan siswa mengetahui kedudukan kalimat, Mendapatkan banyak kosakata, Para siswa dapat menghayati dzauqul arabiyah. (rasa bahasa), Menggunakan Arab pegon berarti sedikit banyak kita telah berusaha menjaga kelestarian khasanah budaya Nusantara, khususnya budaya bahasa Jawa.

(2)

29 Pendahuluan

Arab pegon, sebenarnya hanya merupakan ungkapan yang digunakan oleh orang Jawa, Jadi, huruf Arab pegon atau disebut dengan aksara Arab-Melayu ini merupakan tulisan dengan huruf Arab tapi menggunakan bahasa lokal. Dikatakan

bahasa lokal karena ternyata tulisan Arab pegon itu tidak hanya menggunakan Bahasa Jawa saja tapi juga dipakai di daerah-daerah lain.

Keberadaan Arab pegon di Nusantara sangat erat kaitannya dengan syi’ar agama Islam, hal ini merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh para ulama

sebagai upaya menyebarkan agama Islam. Selain itu aksara Arab ini juga digunakan

dalam kesusasteraan Indonesia. Menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat, dalam

kesusasteraan Jawa ada juga yang ditulis dengan tulisan pegon atau gundhul,

penggunaan huruf ini terutama untuk kesusasteraan Jawa yang bersifat agama Islam,1 untuk meningkatkan kualitas pendidikan membutuhkan strategi yang sesuai dengan

situasi dan kondisi. Menurut Noeng Muhajir, strategi merupakan suatu penataan

potensi dan sumber daya agar dapat efisien dalam memperoleh hasil sesuai yang

direncanakan.2

Dengan adanya setrategi tersebut pembelajaran kitab kuning diharapkan

mendapatkan hasil yang maksimal yang sesuai dengan harapan, mempelajari bahasa

arab memang membutuhkan waktu yang panjang, minimal bisa membaca qur`an,

setelah bisa membaca qur`an maka akan lebih mudah dalam mempelajari kitab

kuning dengan menggunakan Arab pegon.

Selain itu, keberadaan penggunaan Arab pegon di madrasah terutama yang

masih kuat kultur masyarakatnya sampai saat ini masih tetap dipertahankan. Karena

selama ini madrasah masih dianggap banyak membawa keberhasilan untuk mencetak

kader-kader ulama. Penerapan kitab kuning dengan menggunakan Arab pegon di madrasah sangat membantu kepada siswa yang sedang mendalami isi kandungan

kitab kuning.

1

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta, Balai Pustaka, 1994, hlm. 20. 2

(3)

30

Dalam pengertian umum bahwa kitab kuning selalu dipandang sebagai kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab, sebagai produk pemikiran ulama masa lampau (as-salaf) yang ditulis dengan format khas pra-modern

Hal yang membedakan kitab kuning dari yang lainnya adalah metode mempelajarannya. Sudah dikenal bahwa ada dua metode yang berkembang di

lingkungan Madrasah untuk mempelajari kitab kuning: adalah metode sorogan dan metode bandongan. Pada cara pertama, siswa membacakan kitab kuning dihadapan ustadz yang langsung menyaksikan keabsahan bacaan siswa, baik dalam konteks

makna maupun bahasa (nahw dan sharf). Sementara itu, pada cara kedua, siswa

secara kolektif mendengarkan bacaan dan penjelasan ustadz sambil masing-masing

memberikan catatan pada kitabnya.

menjadi paham. Pemakaian bahasa Jawa dalam penulisan Arab Pegon

sebagai sistem yang diterapkan di madrasah merupakan salah satu simbol masuk dan

bercampurnya budaya Jawa sebagai usaha untuk lebih dapat memahami isi kitab kuning yang didalamnya menggunakan bahasa Arab.

Pembahasan

Tinjauan Umum Tentang Kitab Kuning dan Arab Pegon

1. Kitab kuning

Menurut Bahri Ghazali, MA. Kitab-kitab klasik Islam yang dikenal

dengan istilah kuning yang terpengaruh oleh warna kertas. Kitab-kitab itu ditulis

oleh ulama zaman dulu yang berisikan tentang ilmu keislaman seperti : fiqih,

hadist, tafsir maupun tentang akhlaq. Ada dua esensinya seorang santri belajar

kitab-kitab tersebut di samping mendalami isi kitab maka secara tidak langsung

juga mempelajari bahsa arab sebagai bahasa kitab tersebut. Oleh karena itu,

seorang santri yang telah tamat belajarnya di pesantren cenderung memiliki

pengetahuan bahasa arab. Hal ini menjadi ciri seorang santri yang telah

menyelesaikan studinya di pondok pesantren, yakni mampu memahami isi kitab

tersebut memjadi bahasanya.3

3

(4)

31 2. Tujuan dan fungsi dari kitab kuning

Mengutip dari kutipan diatas bahwa fungsi dan tujuan dari kitab kuning

adalah sebagai tambahan wawasan seorang santri atau siswa agar memiliki

pengetahuan tentang bahasa Arab.

3. Tinjauan umum tentang arab Pegon

Proses Akulturasi Budaya

Akulturasi merupakan suatu proses percampuran dua kebudayaan atau lebih

yang saling bertemu dan saling mempengaruhi, proses masuknya pengaruh

kebudayaan asing terhadap suatu masyarakat, sebagai menyerap secara selektif sedikit

atau banyak unsur kebudayaan asing itu, dan sebagian berusaha menolak pengaruh

itu4.

Akulturasi terjadi apabila kelompok-kelompok individu yang memiliki

kebudayaan yang berbeda saling berhubungan secara langsung dengan intensif,

kemudian menimbulkan perubahan-perubahan besar pada pola kebudayaan

dari salah satu atau kedua kebudayaan yang bersangkutan. Di antara

variabel-variabel yang banyak itu termasuk tingkat perbedaan kebudayaan; keadaan,

intensitas, dan semangat persaudaraan dalam hubungannya.

Dengan adanya budaya-budaya tersebut kita harus bisa memilih yang

dapat memberikan manfaat, karena tidak semua budaya itu baik tentu ada yang

yang tidak baik jika diterapkan di negara kita. Oleh karena itu, terjadinya

akulturasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya; (1) Apabila

ditemukan unsur-unsur baru, (2) Apabila unsur baru dipinjam dari kebudayaan

lain, (3) Apabila unsur-unsur kebudayaan yang ada tidak lagi cocok dengan

lingkungan, lalu ditinggalkan atau diganti dengan yang lebih baik, (4) Apabila

ada unsur-unsur yang hilang karena gagal dalam perwujudan dari suatu

angkatan ke angkatan berikutnya.5

Dalam hal ini peristiwa akulturasi yang terjadi di Nusantara telah

melahirkan produk kebudaayaan sehingga memunculkan terjadinya proses

4Kamus Besar Bahasa Indonesia

, penerbit Balai Pustaka 1989 hlm. 18. 5

(5)

32

Islamisasi melalui Arab pegon yang kebanyakan diterapkan dipondok-pondok pesantren salaf.

Dalam memahami ilmu-ilmu yang berkaitan dengan sejarah pendidikan

islam tersebut perlu memahami mana yang perlu dikembangkan dan mana

yang perlu diperbaiki. Dalam hal ini hendaknya sejarah pendidikan islam perlu

dikembangkan melalui nilai-nilai yang positif, untuk dikembangkan dalam

modernitas, tanpa nilai-nilai itu modernitas akan anarkis dan tidak

menghiraukan hak-hak asasi manusia. Demikian sebaliknya, banyak nilai luhur

dari sejarah pendidikan islam di didalam zaman modern ini tidak akan berdaya

dan hanya menjadi dongeng bagi anak-anak.

Dengan demikian kedatangan agama Islam yang mulai menyebar di

Nusantara semenjak abad ke-13 M, ternyata juga tidak mengganggu budaya

asli di Jawa yang masih eksis seperti sekarang. Ini karena budaya asli tersebut

mempunyai watak yang elastis6, (mudah diubah bentuknya dan mudah kembali kebentuk asal) sehingga ajaran Islam yang datang dapat menyebar ke

Nusantara.

Masuknya Islam di pulau Jawa sejak awal hingga sekarang secara terus

menerus masih merupakan suatu proses akulturasi. Tradisi Islam yang datang

ke pulau Jawa sangat akomodatif terhadap tradisi Jawa, begitu juga sebaliknya, tradisi Jawa sangat apresiatif menerjemahkan tradisi Islam-Arab ke dalam sistem budaya Jawa. Agama sebagai salah satu unsur dari kebudayaan

memiliki peran dalam perubahan kebudayaan itu sendiri.7

Proses interaksi antara Islam dan budaya lokal itu berlangsung

terus-menerus tanpa henti, mengalami pertumbuhan ke arah yang lebih kompleks.

Proses pertumbuhan yang berjalan rapi dikarenakan penyampaian pesan-pesan

Islam yang ditempuh melalui pendekatan kultural. Dengan masuknya agama

Islam di pulau Jawa, kemudian munculah pondok-pondok pesantren sebagai

pusat pendidikan agama Islam di jawa.

6

Fatkhan, Muh. Sinkretisme Jawa-Islam, Jurnal Religi. Vol. I/ No 2, Juli 2002, h. 194 7

(6)

33

Keberhasilan para wali yang dalam menyebarkan agama Islam,

merupakan salah satu bukti bahwa mereka telah berhasil menyerap, kemudian

menerjemahkan ke dalam bahasa kebudayaan masyarakatnya. Sehingga masyarakat melihat hasil “babaran” kebudayaan itu sebagai miliknya, sebagai sesuatu yang memancar dari cipta rasa mereka.8

Bagi masyarakat, agama adalah nomor satu dan segalanya, sebaliknya

para penguasa dan pendukung sastra budaya Jawa, kedudukan dan kekuasaan

politik adalah yang nomor satu dan segalanya. Perlu kita sadari bahwa

menetapkan strategi budaya untuk menghubungkan dua lingkungan budaya.

Yaitu lingkungan budaya tidak berbahasa arab dengan sastra budaya agama

yang berbahasa Arab dengan lingkungan budaya kejawen dengan sastra budaya

Jawa yang berpusat di lingkungan istana kerajaan-kerajaan Jawa. Adapun

strategi untuk membaurkan unsur-unsur Islam dalam budaya Jawa, dimulai

dengan mengganti perhitungan tahun saka yang berdasarkan perjalanan matahari, menjadi perhitungan tahun hijriyah, yang berdasar pada perjalanan bulan.

Dalam sejarah masyarakat, bahasa memungkinkan manusia membentuk

hubungan ruhaniyah. Secara jasmaniyah warga masyarakat terpisah antara satu

dengan lainnya, tapi secara ruhaniyah mereka berhubungan. Tanpa hubungan

ruhaniyah masyarakat tidak terbentuk. Dengan bahasa, si A menyampaikan apa

yang ada dalam dirinya (pikiran, perasaan, keinginan, dan pengalaman) kepada

si B, tanpa saluran tersebut si B tidak akan mengetahui apa yang dipikirkan,

dirasakan, diinginkan dan dialami si A. Kemudian si B timbul reaksi., reaksi

menimbulkan aksi lagi, melalui bahasa itu pula reaksi si B kemudian

menimbulkan reaksi pula pada si A. sehingga terjadilah interaksi antara dua

orang bahkan sekelompok orang. Dengan interaksi terwujudlah kerjasama dan

kehidupan bersama antara kelompok pribadi itu, sehingga terbentuklah

8

(7)

34

masyarakat. Sampai sekarang bahasa memainkan peranan utama dalam

masyarakat.9

Sebuah agama akan tersebar dan berkembang dengan baik apabila para

penyiar agama yang bersangkutan memiliki kesanggupan dan pengetahuan

yang luas tentang kebudayaan dan segala seluk beluk kehidupan masyarakat,

termasuk bahasa, adat istiadat, kesusasteraan, seni, pandangan hidup, dan

gambaran dunia yang ada. Dalam hal ini, para wali di Jawa berhasil menjadi

penyebar Islam karena mereka mengenal dengan baik, bukan saja ilmu-ilmu

agama, tetapi juga kebudayaan Jawa, sekalipun kelihatannya mudah bahasa

jawa tersebut bukan bahasa yang mudah kadang-kadang orang jawa sendiri

tidak bisa bahasa jawa, mengapa demikian karena kehidupanya sering

diperkotaan sehingga bahasanya sendiri lupa, maka dengan adanya arab pegon

ini diharapkan dapat melestarikan budaya jawa.

Penggunaan Arab Pegon di Pondok Pesantren Al-Falah

1. Metode dan Sistem Pengajaran

Metode pengajaran sebagai suatu strategi atau tehnik belajar mengajar

merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan proses

pengajaran. Pemilihan metode pengajaran yang tepat akan menjadikan proses

belajar mengajar dapat berjalan menarik dan memudahkan tercapainya tujuan

pengajaran.

Disini penulis akan menjelaskan tentang berbagai macam penggunaan

tehnik;

a. Tehnik drill/latihan siap

Tehnik drill merupakan tehnik pengajaran pokok dalam setiap

pengajaran di madrasah Aliyah Al Falah. Karenanya tehnik ini selalu digunakan

dalam setiap proses pengajaran. Penggunaaan tehnik drill ini berfungsi untuk

melatih siswa dalam belajar kitab kuning secara mandiri melalui bimbingan ustadz.

9

(8)

35

Melalui tehnik drill ini, siswa dapat belajar kitab kuning dengan menggunakan beberapa metode sebagai berikut:

- Latihan membaca

- Latihan tarjamah

- Latihan tata bahasa/ gramatika

Agar lebih jelas, maka penulis akan memberikan sedikit uraian tentang

tehnik latihan diatas;

1) Latihan membaca

Kitab Kuning merupakan referensi pokok dan sumber bagi bahan

pengajaran keagamaan di madrasah pada umumnya. Dalam mempelajari Kitab Kuning tersebut berarti juga belajar bagaimana cara membaca kitab dengan baik. Oleh karena itu, penggunaan tehnik latihan membaca menjadi mutlak

diperlukan.

2). Latihan tarjamah

Kitab kuning adalah kitab atau buku berbahasa asing yaitu bahasa Arab. Kegiatan membaca buku-buku berbahasa Arab tersebut tidak bisa dilepaskan

dari kegiatan menerjemah. Dengan demikian latihan menerjemah sangat

penting untuk membantu pemahaman dalam belajar baca kitab kuning. (3). Latihan tata bahasa /gramatika

Agar diperoleh hasil penerjemahan dan pemahaman yang baik dalam

membaca kitab kuning, maka latihan gramatikal juga digunakan sebagai

kegiatan untuk mempraktekkan penerapan kaidah-kaidah tata bahasa Arab

dalam bacaan teks kitab kuning.

b. Tehnik ceramah.

Tehnik ceramah merupakan cara mengajar yang digunakan untuk

menyampaikan keterangan atau uraian tentang suatu pokok masalah secara

lisan. Tehnik ini digunakan jika siswa belum memahami tentang materi yang

dikaji secara jelas, maka ustadz akan menggunakan tehnik pengajaran ceramah

(9)

36

c. Tehnik Tanya Jawab (Dialog)

Untuk menciptakan kehidupan interaksi belajar mengajar yang baik,

maka dalam metode pembelajarannya madrasah Aliyah salah satunya juga

menggunakan tehnik tanya jawab atau dialog. Tujuannya yaitu agar dapat

memberikan motivasi dan menumbuhkan minat serta perhatian sehingga dapat

membangkitkan pemikiran siswa untuk bertanya atau menjawab pertanyaan

setiap materi yang diajarkan sehingga siswa dapat memahaminya secara lebih

mendalam dan luas serta mampu menjelaskan langkah berfikir dalam

memecahkan masalah tentang fakta yang sedang dipelajari.

d. Tehnik pemberian tugas (resitasi)

Tehnik ini digunakan sebagai pelengkap dari tehnik-tehnik yang sudah

ada. Bentuk pemberian tugas ini berupa pertanyaan atau tugas mencari

keterangan tambahan yang diperlukan berkaitan dengan materi yang sedang

dikaji.

2. Proses Belajar Mengajar

a. Proses pengajaran kitab kuning dengan metode sorogan

Dalam proses pengajaran kitab kuning dengan metode sorogan ini

terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahapan sebelum pengajaran, tahapan

pengajaran dan tahapan sesudah pengajaran.

Dari hasil observasi terhadap proses pengajaran kitab kuning dengan metode sorogan di madrasah Aliyah Al Falah, penulis dapat menguraikan

sebagai berikut:

1) Tahapan Sebelum Pengajaran

Tahap ini disebut juga tahap perencanaan. Dalam pengajaran sorogan

tahap perencanaan dilakukan oleh siswa dengan mempersiapkan materi

sebelum pengajaran dimulai.

(10)

37

Dalam tahapan ini, siswa melakukan interaksi dengan guru pengajar

sorogan untuk memperoleh bimbingan dalam belajar kitab kuning sesuai dengan yang telah direncanakannya.

Adapun langkah-langkah tahapan pengajaran dalam pengajian sorogan

adalah:

a) Siswa membaca materi kitab kuning yang sudah dipersiapkannya secara perseorangan di hadapan guru pengajar sorogannya.

b) Guru sorogan mendengarkan bacaan kitab kuning tersebut dan akan membenarkannya secara langsung jika terjadi kesalahan bacaan.

c) Setelah selesai membaca, siswa diberi kesempatan bertanya tentang

beberapa hal yang belum jelas.

3). Tahapan Sesudah Pengajaran

Tahap ini digunakan untuk melakukan penilaian terhadap proses

belajar mengajar yang berlangsung, sehingga dari hasil penilaian tersebut

dapat diketahui keberhasilan pelaksanaan pengajaran kitab kuning dengan metode sorogan yang telah dilakukan, baik oleh siswa maupun ustadz pengajar sorogannya.

b. Proses pengajaran kitab kuning dengan metode bandongan

Dari hasil observasi terhadap proses pengajaran kitab kuning dengan metode bandongan di madrasah Aliyah Al Falah ini, proses belajar mengajar yang berlangsung tampak lebih mudah karena untuk dapat mengikuti

pengajian ini, siswa tidak dikenakan ketentuan khusus seperti yang di terapkan

sesuai aturan yang dibuat oleh pengurus dari pihak madrasah.

Proses pengajian bandongan yang berlangsung adalah sebagai berikut;

a) Para siswa datang dan menghadiri tempat yang ditetapkan sebagai tempat

pengajian bandongan, masing-masing siswa sambil membawa kitabnya masing masing.

b) Kemudian ustadz hadir dan memulai pengajian dengan cara membacakan

materi kelanjutan dari hari sebelumnya. Setelah membaca, kemudian

(11)

38

c) Siswa mendengarkan dan menyimak kitab masing-masing serta membuat

beberapa catatan mengenai hal-hal yang dianggapnya penting.

c. Proses Penerjemahan kitab kuning dengan menggunakan Arab pegon

pada siswa madrasah Aliyah Al Falah Karangrejo Pacitan.

Mempelajari kitab kuning dengan pendekatan tradisional menggunakan Arab pegon sebagai bahasa sasaran yang ditulis secara menggantung ini, diletakkan pada bahasa sumber (bahasa Arab). Proses

penerjemahannya berlangsung setiap kata, frase dan berbagai unsur gramatikal

yang ada.

Contoh proses penerjemahan kitab kuning dengan Arab pegon yang dilakukan oleh siswa;

“Al-Hamdu utawi sekabehane jenise puji iku lilahi tetep kagungane Allah” (segala puji bagi Allah).

Kata utawi dalam terjemahan tersebut digunakan untuk menunjukkan

status mubtada (subjek isim, kata benda), dan dilambangkan dengan huruf م (mim) serta ditulis diatas kata al-hamdu. Kata sekabehane jenise, untuk menunjukkan لا (al) listigraraqil jins, yaitu (al) yang digunakan untuk makna cakupan, segala (istigraqiyah), sedang kata puji untuk menunjuk leksikal

hamdu.

Kata iku yang dilambangkan dengan huruf خ menunjukkan status khobar, (lillahi, “bagi Allah), tetep untuk menunjukkan ta’alluq jar wa majrur (keterkaitan fungsi jar dan majrur yang wajib dibuang, yaitu kata mustaqorrun, yang berarti tetep (tetap) atau kata istaqarra (tetap dengan dibatasi waktu lampau), kaduwe menunjukkan arti leksikal kata li (al-jar) yang men-jarkan kata “Allah’, sedangkan “Allah” adalah terjemahan dari Allah.

Adapun pesan yang dihasilkan dari terjemahan adalah segala puji milik Allah.

Salah satu kelebihan dari penggunaan terjamahan ini adalah ditampakkannya semua

(12)

39

siswa paham pada struktur tata bahasanya secara lebih detail. kalimat diatas disebut

jumlah ismiyah (kalimat nominal).

3. Problem Pembelajaran Kitab Kuning dengan Arab Pegon

1. Problem Penerjemahan dengan Arab Pegon

Belajar membaca kitab kuning, berarti belajar bahasa asing. Dalam mempelajari bahasa asing, salah satu kegiatannya adalah menerjemah.

Dengan demikian terjemahan tata bahasa adalah suatu cara menelaah

bahasa yang mendekati bahasa tersebut, pertama-tama melalui analisis kaidah

bahasa secara terperinci diikuti oleh penerapan pengetahuan ini pada tugas

penerjemahan kalimat-kalimat dan teks-teks kedalam dan dari bahasa sasaran.

Oleh karena itu, membaca dan menulis merupakan fokus utama atau sasaran

pokok.

Dalam penerjemahan kitab kuning, hal yang lebih ditekankan kepada

penerjemah (dalam hal ini adalah siswa) dari bahasa sasaran ke bahasa ibu

adalah membaca teks-teks Arab namun belum sampai pada keterampilan

menulis kitab yang berbahasa Arab.

Menerjemahkan adalah menyampaikan berita yang terkandung dalam

bahasa sumber ke dalam bahasa penerima atau bahasa sasaran agar isinya

benar-benar mendekati aslinya. Sedangkan tujuan penerjemahan yaitu

menyampaikan berita ke dalam bahasa penerima (bahasa sasaran), yang berarti

apa yang diterjemahkan harus dapat dimengerti dan tidak di salah fahami oleh

orang-orang yang akan mendengarkan atau membaca hasil terjemahan

tersebut.10

Kemampuan menerjemahkan teks berbahasa Arab ke dalam bahasa

Jawa khususnya dalam pengajaran kitab kuning di madrasah, menuntut

berbagai pengetahuan prasyarat yang harus dimiliki oleh para siswa. Beragam

pengetahuan tentang penerjemahan kitab kuning dengan Arab pegon telah disebutkan pada bagian sebelum ini. Hal tersebut tentu saja menimbulkan

berbagai problem pada siswa, meskipun setiap siswa tentu tidak mengalami

problem yang sama.

10

(13)

40

Problem-problem penerjemahan kitab kuning dengan Arab pegon yang penulis temukan selama melakukan penelitian pada madrasah Aliyah Al Falah

ini, pada dasarnya terbagi menjadi dua katagori, yaitu problematika linguistik

dan non linguistik.

a. Problematika Linguistik

(1). Problem morfologis

Morfologi merupakan cabang linguistik yang mempelajari

bentuk-bentuk kata dan perubahan bentuk-bentuk kata serta makna akibat perubahan bentuk-bentuk

itu. 11 Dalam bahasa Arab, morfologi identik dengan ilmu shorof yang

merupakan cabang linguistik yang mempelajari perubahan bentuk kata dari

satu wazan menjadi beberapa wazan lainnya yang membawa konsekuensi pada

perubahan makna.12

Umumnya kesalahan penerjemahan terletak pada kesalahan

menentukan katagori jenis kata tertentu yang dilambangkan dengan kesalahan

membaca (memberi syakal/harokat). Kesalahan membaca ini jelas membawa konsekuensi pada penentuan makna yang salah, yang berakibat pada kesalahan

penerjemahan secara keseluruhan.

(2). Problem sintaksis

Sintaksis merupakan bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang

membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase. 13 Dalam linguistik bahasa Arab, sintaksis dikenal dengan sebutan ilmu nahwu , yaitu linguistik yang mempelajari tentang kalimat serta segala hal yang berkaitan

dengannya.

Kesalahan sintaksis dalam proses penerjemahan umumnya berkaitan

dengan kesalahan menentukan peran kata atau frase dalam hubungan sintaksis

tertentu. Dengan kata lain, kesalahan sintaksis lebih sering disebabkan karena

ketidakmampuan atau kesalahan dalam melakukan analisis bahasa sumber

yang dalam hal ini adalah bahasa Arab.

11

Pateda, Mansoer, Linguistik:Sebuah Pengantar, Bandung, Angkasa, 1990, hlm. 71. 12

Abdul Munif, Op. Cit, hlm. 5 13

(14)

41

Pada umumnya, kesalahan yang banyak dilakukan adalah kesalahan

dalam menentukan jenis kalimat dan kedudukan kata atau frase dalam sebuah

kalimat. Misalnya kata mana yang menduduki posisi subjek (musnad ilaih), predikat (musnad), objek (maf’ul bih) atau keterangan. Kesalahan tersebut antara lain diwujudkan dengan kesalahan I’rob, yakni kesalahan dalam

memberi harokat/syakal huruf terakhir suatu kata dalam sebuah kalimat. (3). Problem semantik

Semantik merupakan cabang sistematika bahasa yang menyelidiki

tentang makna atau arti.14 Dalam bahasa Arab, semantik identik dengan ilmu

dalali yaitu ilmu yang mempelajari hubungan antara lambang dengan maknanya atau arti yang dimaksud oleh lambang bahasa tersebut. Dalam

semantik dikenal adanya dua makna, yaitu makna leksikal dan makna

kontekstual atau gramatikal. Makna leksikal adalah makna yang diperoleh dari

kamus, sedangkan makna kontekstuaal atau gramatikal adalah makna yang

diperoleh akibat proses gramatikal tertentu.

(4). Problematika restrukturisasi

Yang dimaksud dengan problematika restrukturisasi adalah

kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa ketika berusaha melakukan penyusunan kembali

makna atau isi terjemahan yang berupa Arab pegon dan diterjemahkan secara terpisah-pisah kedalam bahasa sasaran. Pada umumnya kesalahan yang

dilakukan pada tahap ini karena masih adanya interferensi struktur bahasa Arab

sebagi bahasa sumber ke dalam bahasa Jawa atau Nusantara sebagai bahasa

sasaran.

b. Problem non linguistik

Selain faktor linguistik, juga ada beberapa faktor non linguistik yang

menjadi problem dalam proses penerjemahan kitab kuning dengan Arab pegon

antara lain;

1. Banyak siswa yang belum menguasai bahasa sumber (bahasa Arab)

dengan baik.

14

(15)

42

2. Belum dikuasainya bahasa sasaran dengan lebih baik, dalam hal ini

menyangkut bahasa Jawa yang digunakan.

3. Adanya perbedaan dalam tata cara penulisan antara huruf Arab yang

berbahasa Arab dengan penulisan Arab pegon.

Berbeda dengan penerjemahan antar bahasa yang menggunakan huruf

yang sama, penerjemahan dari bahasa Arab ke selain bahasa Arab tentu

meminta perhatian tersendiri, termasuk masalah hurufnya. Diantaranya

yaitu;

C : ج contohnya,

G : contohnya,

NG : غ contohnya,

NYA : ب ث contohnya, 15

Pengajaran :

4. Isi atau materi dari bentuk naskah yang diterjemahkan.

Sebuah teks yang berisi permasalahan tertentu pada salah satu

bidang tertentu, tentu berbeda dengan bidang yang lainnya. Menyangkut.

perbedaan corak, gaya penuturan dan istilah-istilah teknis yang digunakan

dalam bidang disiplin yang berbeda.

5. Kondisi pada saat menerjemahkan

Proses penerjemahan yang dilakukan dengan tergesa-gesa tentu

akan berbeda hasilnya dengan proses penerjemahan yang dilakukan

dengan tenang dan waktu yang cukup. Misalnya saja pada saat pengajian

bandongan, jika para siswa yang mengikuti pengajian tersebut dapat serius mengikuti pengajaran yang diberikan tentu saja akan berdampak

positif bagi perkembangan keilmuan para siswa

6. Problem Pemahaman Isi Teks secara Utuh

Apakah penerjemahan kitab kuning dengan menggunakan Arab pegon

dapat memberikan pemahaman yang utuh terhadap isi teks?. Pertanyaan seperti

15

(16)

43

itulah yang seringkali dilontarkan oleh orang-orang yang khususnya berada di

luar madrsah.

Faktor pemahaman dalam setiap proses belajar-mengajar termasuk

proses penggunaan Arab pegon dalam terjemahan kitab kuning, merupakan salah satu tujuan pokok. Setiap siswa selalu mengharapkan bahwa apa yang

dipelajarinya dapat membuat pengetahuan keilmuannya bertambah, namun

ternyata tidak semua siswa dapat sukses mendapatkannya. Ada saja problem

yang muncul sehingga siswa harus terus bekerja keras untuk dapat memahami

isi teks secara utuh setiap terjemahan Arab pegon pada kitab kuning yang

dipelajarinya.

Timbulnya problem pemahaman isi teks secara utuh ini dikarenakan adanya

perbedaan pada setiap individu siswa. Diantaranya; faktor perkembangan kemampuan

dasar, ada siswa yang cerdas namun ada juga yang sedang-sedang saja dan ada pula

yang lamban dalam menerima pelajaran, faktor lingkungan, termasuk lingkungan

pendidikan yang menimbulkan perbedaan seperti dalam cara berfikir antara pelajar

dan mahasiswa, juga faktor kepribadian, contohnya perbedaan minat dan bakat

sehingga ada anak yang rajin tetapi juga ada anak yang malas.16

Penutup

Setelah menguraikan dan menganalisis proses penerjemahan kitab kuning

dengan menggunakan Arab pegon pada siswa madrasah Aliyah Al Falah Karangrejo Arjosari Pacitan, maka penulis dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Proses penerjemahan kitab kuning dengan Arab pegon ini mengungkap tiga hal, yaitu (1) isi atau pesan (2) unsur linguistik teks dan (3) unsur

ekstralinguistik teks.

2. Problem yang muncul ketika siswa mengkomunikasikan pemahamannya kepada orang lain atas pembacaan kitab kuning yang menggunakan Arab

pegon, yaitu; problem gramatika bahasa, penggunaan metode terjemahan kata demi kata, bahasa yang digunakan, kesulitan materi, dan kesanggupan

untuk memahami pengajaran.

16

(17)

44

3. Kelebihan penggunaan Arab pegon yaitu; a. Memperlihatkan semua unsur teks yang ada

b. Siswa dapat mengetahui kedudukan kalimat dalam setiap tulisan

c. Mendapatkan banyak kosakata

d. Kekurangannya penggunaan Arab pegon, yaitu membutuhkan waktu yang lama dan tenaga pengajar yang banyak

Daftar Pustaka

A. Chozin Nasuha, Epistemologi Kitab Kuning, Jurnal Pesantren. No.1/Vol. VI/1989,

Drs. H. M. Sulthon Masyhud, M. Pd. manajemen pondok pesantren, Diva Pustaka Jakarta, 2003,

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta, Balai Pustaka, 1994,

Mansur Mahfud Junaedi, Rekonstroksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, 2005

Muh. Fatkhan, Sinkretisme Jawa-Islam, Jurnal Religi. Vol. I/ No 2, Juli 2002,

Marginalisasi Budaya Lokal, Jurnal Religi, Vol. II, No. 2 Juli-Desember 2003,

M. Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan, LP3ES, Yogyakarta, 1995, Cet ke-5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk Mengidentifikasi jenis fungi mikoriza arbuskula (FMA) berdasarkan ukuran, warna, ornamen dari spora FMA yang di temukan pada sampel tanah pada

Bekisting yang dipakai dalam proses pengecoran ini dibuat sebaik mungkin dengan menggunakan bahan papan plywood karena asumsinya akan dipakai untuk proses pengecoran

Beban kerja mental perawat IGD RSUD Cianjur dapat berupa terdapatnya berbagai jenis pasien dan penyakit, tekanan waktu dalam membuat keputusan yang cepat dan

Pola intensitas cahaya LED dirangkai paralel dengan berbagai tegangan dan berbagai sudut sensor terhadap bidang LED dapat dilihat pada gambar 4.6 tentang intensitas cahaya

Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu, pada penelitian ini variabel yang digunakan untuk mengukur kinerja adalah kepemimpinan, motivasi, kepuasan

Hasil perhitungan diperoleh hasil signifikansi sebesar 0,891,dimana hasilnya menunjukkan bahwa TBH tidak berpengaruh positif terhadap pembiayaan Mudharabah, Secara Teori

Rata-rata persentase aktivitas siswa kelas eksperimen sebesar 70% berkriteria “Cukup”; (3) hasil belajar siswa sebelum penerapan model pembelajaran IPA terintegrasi

Tingkat pertumbuhan koloni stem cells yang dikultur pada feeder layer kumulus tidak berbeda (P>0,05) dengan MEF, dan keduanya lebih tinggi (P<0,05) daripada sistem kultur