• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesepatakan Dalam Perjanjian Atau Kontra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kesepatakan Dalam Perjanjian Atau Kontra"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KESEPATAKAN

DALAM PERJANJIAN ATAU KONTRAK

OLEH :

JANUARSE DJAMI RIWU

NIM.1202011076

DPA. BILL NOPE,SH.,LLM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

(2)

KESEPATAKAN

DALAM PERJANJIAN ATAU KONTRAK

Suatu perjanjian terbentuk karena adanya pernyataan kehendak

dari para pihak dan tercapai kata sepakat di antara mereka yang

kemudian dituangkan dalam bentuk kata-kata lisan atau tulisan, sikap,

maupun tindakan.

Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian adalah sah atau tidak

sah, maka perjanjian tersebut harus diuji dengan beberapa syarat. Pasal

1320 KUH Perdata menentukan empat syarat untuk sahnya suatu

perjanjian, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subyektif

karena kedua Syarat tersebut harus dipenuhi oleh subyek hukum.

Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat obyektif

karena kedua syarat ini harus dipenuhi oleh obyek perjanjian. Tidak

dipenuhinya syarat subyektif akan mengakibatkan suatu perjanjian

menjadi dapat dibatalkan. Maksudnya ialah perjanjian tersebut menjadi

batal apabila ada yang memohonkan pembatalan. Sedangkan tidak

dipenuhinya syarat obyektif akan mengakibatkan perjanjian tersebut

menjadi batal demi hukum. Artinya sejak semula dianggap tidak pernah

(3)

Dalam pembahasan kali ini, hanya akan dibahas syarat subjektif

yang pertama yakni Kesepatakan Kehendak (Consensus, Agreement)

Kesesuaian antara kehendak dan pernyataan merupakan dasar

dari terbentuknya kesepakatan. Meskipun terdapat kesesuaian antara

kehendak dan pernyataan, suatu tindakan hukum masih dapat

dibatalkan. Hal ini terjadi apabila terdapat cacat pada kehendak. Cacat

pada kehendak terjadi apabila seseorang telah melakukan suatu

perbuatan hukum, padahal kehendak tersebut terbentuk secara tidak

sempurna.

Kehendak yang terbentuk secara tidak sempurna tersebut dapat

terjadi karena adanya:

1. Ancaman/paksaan (bedreiging, dwang);

2. Kekeliruan/kesesatan/kekhilafan (dwaling);

3. Penipuan (bedrog);

Mengenai ancaman, kekeliruan dan penipuan, diatur dalam

Pasal 1322 – Pasal 1328 KUH Perdata. Sedangkan mengenai

penyalahgunaan keadaan tidak diatur dalam KUH Perdata

1. ANCAMAN/PAKSAAN (BEDREIGING, DWANG)

Ancaman terjadi apabila seseorang menggerakkan orang lain

untuk melakukan suatu perbuatan hukum, dengan

menggunakan cara yang melawan hukum mengancam akan

menimbulkan kerugian pada orang tersebut atau kebendaan

miliknya atau terhadap pihak ketiga dan kebendaan milik

(4)

Suatu ancaman dapat terjadi atau dilakukan dengan

menggunakan cara atau sarana yang legal maupun ilegal.

Contoh sarana yang ilegal adalah mengancam dengan pisau.

Sedangkan contoh sarana yang legal adalah mengancam

untuk melakukan permohonan pailit.

2. KEKELIRUAN/KESESATAN/KEKHILAFAN (DWALING)

Kekeliruan yang dimaksud adalah terdapat kesesuaian

antara kehendak dan pernyataan, namun kehendak salah

satu atau kedua pihak terbentuk secara cacat. Diluar hal

tersebut, maka akibat dari kekeliruan harus ditanggung oleh

dan menjadi risiko pihak yang membuatnya.

3. PENIPUAN (BEDROG)

Yang dimaksud dengan penipuan adalah apabila seseorang

sengaja dengan kehendak dan pengetahuan menimbulkan

kesesatan pada orang lain. Penipuan dapat terjadi karena

suatu fakta dengan sengaja disembunyikan atau bila suatu

informasi dengan sengaja diberikan secara keliru atau

dengan menggunakan tipu daya lainnya. Terdapat hubungan

yang erat di antara kekeliruan dan penipuan. Perbedaan

utama di antara keduanya adalah pada penipuan, unsur

perbuatan melawan hukum dari pihak yang menipu dan

tanggung gugatnya terlihat dengan jelas. Sedangkan pada

(5)

masih terdapat peluang untuk mengubah perjanjian.

Sedangkan pada penipuan tertutup peluang untuk

mengubah perjanjian.

Apabila didapati bahwa perjanjian yang dibuat tidak sah maka

salah tu pihak dapat meminta pembatalan, Hak meminta pembatalan

hanya ada pada satu pihak saja, yaitu pihak yang oleh UU diberi

perlindungan itu (pihak yang tidak cakap dan pihak yang tidak bebas

dalam memberikan sepakat). Meminta pembatalan itu oleh pasal 1454

KUHPer dibatasi sampai suatu batas waktu tertentu, yaitu 5 tahun, yang

mulai berlaku (dalam hal ketidakcakapan suatu pihak) sejak orang ini

menjadi cakap menurut hukum. Dalam hal paksaan, sejak hari paksaan

itu telah berhenti. Dalam hal kekhilafanatau penipuan, sejak hari

diketahuinya kekhilafan atau penipuan itu.

Ada dua cara untuk meminta pembatalan perjanjian:

1. Pihak yang berkepentingan secara aktif sebagai penggugat

meminta kepada hakim upaya perjanjian itu dibatalkan.

2. Menunggu sampai ia digugat di depan hakim untuk memenuhi

perjanjian tersebut, kemudian mengemukakan bahwa

perjanjian tersebut telah disetujuinya ketika ia masih belum

cakap, atau karena diancam, ditipu atau khilaf mengenai objek

perjanjian. Di depan sidang pengadilan itu ia memohon kepada

hakim supaya perjanjian dibatalkan. Meminta pembatalan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil training data JST dengan input berupa massa (m), kekakuan (k), redaman (c), elevasi (H), perioda natural (Tn) dan faktor beban dinamik (DLF) serta target

Subroto MH., bahwa jika pengajuan permohonan isbat nikah di Pengadilan Agama Kajen yang pernikahannya terjadi sebelum berlakunya Undang-undang Perkawinan, hakim

Menurut Rommy (2010), Bioreaktor tipe batch Tipe batch memiliki keuntungan yaitu dapat digunakan ketika bahan tersedia pada waktu – waktu tertentu dan bila memiliki

Mengunjungi tempat-tempat keramat (mis : batu pinabetengan ) dengan memohon berkat. Berbakti kepada orang suci yang dianggap sakti. Mengaadakan upacara-upacara khusus untuk

strategi pemasaran yang maksimal,maka diharapkan akan menarik minat masyarakat atau nasabah sehingga mereka bisa mengambil keputusan untuk menabung atau menggunakan

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa cacat pada kulit kambing post mortem yang terbanyak adalah cacat irisan dan cacat penyakit kulit (± 60%) dan cacat flek darah paling sedikit

DE tidak digunakan dalam kejadian dimana ada keterlambatan atau permasalahan tak diduga diluar lingkup pekerjaan awal sehingga unit tersebut tidak mampu untuk mencapai

Saat larva telah mencapai PL10, maka pemanenan sudah dapat dilakukan, namun ada beberapa hal yang harus dilakukan yaitu tes virus terhadap larva,