Pertumbuhan, Kesenjangan, dan Kemiskinan
Hubungan antara tingkat kesenjangan pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan Kuznet Hypothesis. Hipotesis ini berawal dari pertumbuhan ekonomi yang pada mulanya menaik pada tingkat kesenjangan pendapatan rendah hingga pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu selanjutnya kembali menurun. Pemikiran tentang mekanisme yang terjadi pada phenomena “Kuznet” bermula dari transfer yang berasal dari sektor tenaga kerja dengan produktivitas rendah ke sektor yang mempunyai produktivitas tinggi. Dengan adanya kesenjangan antar sektor maka secara subtansial dapat menaikan kesenjangan diantara tenaga kerja yang bekerja pada masing-masing sektor. Versi dinamis dari Kuznet Hypothesis, menyebutkan bahwa kecepatan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun memberikan indikasi naiknya tingkat kesenjangan pendapatan dengan memperhatikan initial level of income. Periode pertumbuhan ekonomi yang hampir merata sering berasosiasi dengan kenaikan kesenjangan pendapatan yang menurun.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara antara lain: Kemiskinan dari gambaran kekurangan materi dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. Kemisiskinan dari kebutuhan sosial mencangkup keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Kemiskinan dari gambaran kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan
A. Indikator kesenjangan
Indokator kesenjangan dapat diukur dengan koefisien gini Nilai koefisien gini berada pada 0-1. Anka 0 menunjukan kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan). Angka 1 menunjukan ketidak merataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidak merataan distribusi pendapatan. Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0. Ketimpangan dikatakan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7. Ketimpangan dikatakan sedang dengan nilai koefisien gini antara 0,36-0,49. Ketimpangan dikatakan rendah dengan nilai koefisien gini antara 0,2-0,35.
Nama : Devi Yuliantikasari
NIM : 15080694049
Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga grup yaitu 40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk.
B. Indikator Kemiskinan
Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan. Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa. BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index.
Faktor Penyebab Kemiskinan
1. Laju pertumbuhan penduduk
2. Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja, dan Pengangguran. 3. Distribusi pendapatan dan pembangunan.
4. Tingkat pendidikan yang rendah 5. Kurangnya perhatian dari pemerintah. Faktor Penyebab Kemisikinan di Indonesia
1. Tingkat pendidikan yang rendah 2. Produktivitas tenaga kerja rendah 3. Tingkat upah yang rendah
4. Distribusi pendapatan yang tidak seimbang 5. Kesempatan kerja yang sedikit
6. Kwalitas sumber daya manusia masih rendah 7. Penggunaan teknologi masih kurang
8. Etos kerja dan motivasi pekerja yang rendah 9. Kultur/budaya (tradisi)
10. Politik yang belum stabil