• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI AKTIVITAS DARI EKSTRAK RUMPUT LA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "POTENSI AKTIVITAS DARI EKSTRAK RUMPUT LA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI AKTIVITAS DARI EKSTRAK RUMPUT LAUT

SARGASSUM

CINEREUM

TERHADAP BAKTERI PATOGEN ICE ICE PADA

GRACILARIA VERRUCOSA

Nasmia,Syahir Natsir dan Eka Rosyida 1)

Staf PengajarProgram Sudi Akuakultur Fakultas Peternakan dan Perikanan Untad

2)

Staf Pengajar Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako

ABSTRAK

Keanekaragaman hayati yang melimpah di Indonesia sangat mendukung pengembangan tanaman potensial termasuk rumput laut yang dapat digunakan sebagai obat atau antibiotik. Beberapa jenis rumput laut seperti Sargassumcinereum memiliki keragaman produk metabolit sekunder dengan aktivitas antibakteri yang berbeda terhadap sel-sel uji. Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi akitivitas ekstrak rumput laut Sargassum cinereum terhadap bakteri patogen penyebab penyakit ice ice pada Gracilaria verrucosa dengan metode difusi agar. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan senyawa antibakteri yang aman digunakan dan ramah lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang patogen penyebab penyakit ice ice pada G.verrucosa yaitu Acinetobacter sp., Pseudomonas sp., dan Flavo-Cytophaga sp. Hasil uji sidik ragam (ANOVA) memperlihatkan bahwa ekstrak air dari Sargassum cinereum memiliki aktivitas antibakteri tertinggi terhadap Pseudomonas sp. (20,43 mm), Acinetobacter sp., (19,37 mm ), dan bakteri Flavo-Cythopaga (16,63 mm). Hasil isolasi senyawa menunjukkan bahwa ekstrak ini mengandung senyawa Flavonoid.

Kata kunci : Gracilaria verrucosa, Sargassum cinereum, ice ice, antibakteri

ABSTRACT

The richness of Indonesia biodiversity strongly supports the utilization of potential plants including seaweed that can be used as a drug or antibiotic. Some types of seaweed such as Sargassum cinereum produce a varity of secondary metabolites with a different antibacterial activity against pathogens. This study aims to determine the potential activites of Sargassum cinereum axtracts against bacteria causing ice ice disease on Gracilaria verrucosa by the agar diffusion method. The outcome of this research are can produce antibacterial compounds that are safe to be used and environmentally friendly. The results showed that ice ice disease infected G.verrucosa caused by Acinetobacter sp., Pseudomonas sp., and Flavo-Cytophaga sp., Analysis of Variance (ANOVA) showed that the Sargassum cinereum water extract had the highest antibacterial activity on Pseudomonas sp. (20.43 mm), Acinetobacter sp., (19.37 mm), and Flavo-Cytophaga (16.63 mm), and the extract contains flavonoid compounds

Keywords: Gracilaria verrucosa, Sargassum cinereum, Ice ice, antibacterial

PENDAHULUAN

(2)

tahun (Akmal dkk., 2007). Namun seiring dengan semakin meningkatnya permintaan rumput laut, pembudidaya kadang mengalami berbagai masalah dalam kegiatan budidaya.

Salah satu masalah yang dialami dalam proses budidaya rumput laut antara lain penyakit. Penyakit merupakan masalah paling merugikan dalam budidaya rumput laut karena sulit ditanggulangi dan waktu penyebarannya cepat. Daya rusaknya relatif cepat yaitu sekitar satu minggu setelah infeksi. Fenomena demikian sangat merugikan bagi pembudidaya, bahkan dapat menyebabkan kerugian yang cukup tinggi. Timbulnya penyakit pada rumput laut diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan hubungan antara inang, patogen dan lingkungan habitat media rumput laut (Lobban dan Horrison, 1994).

Meningkatnya intensitas aktivitas virulensi bakteri patogen memicu serangan penyakit ice-ice pada rumput laut Gracilaria verrucosa. Pengendalian penyakit ice-ice pada rumput laut di Indonesia belum tertangani dengan baik yang berakibat penurunan produksi rumput laut berkisar 70-100% (Vairappan dkk., 2008). Nasmia (2014) melaporkan bahwa salah penyebab penyakit ice ice pada rumput laut Gracilaria verrucosa yaitu bakteri Acinetobacter sp., Pseudomonas sp., dan Flavo-Cythopaga sp.

Keanekaragaman hayati yang ada di laut sangat melimpah dan jenisnya sangat beragam. Sumber daya hayati laut menjadi sumber berbagai produk yang bermanfaat untuk industri kimia, kosmetik, farmasi termasuk obat-obatan dan sebagainya. Salah satu sumber daya alam yang ada di perairan Indonesia yang mulai banyak mendapat perhatian dalam mengendalikan beberapa patogen tanaman adalah rumput laut.

Pemanfaatan potensi aktivitas alga laut termasuk rumput laut mulai dikembangkan dalam mengatasi berbagai penyakit baik yang disebabkan oleh bakteri, riketsia, virus, maupun jamur patogen. Pengendalian atau pencegahan penyakit dengan menggunakan bahan-bahan kimia kini mulai dihindari karena berdampak negatif bagi lingkungan. Oleh karena itu penggunaan produk-produk alami sangat diperlukan. Penggunaan bahan-bahan kimia khususnya antibiotik yang tidak bijaksana dapat menimbulkan masalah pencemaran lingkungan, gangguan keseimbangan ekologis dan residu yang ditinggalkannya dapat bersifat racun dan bakteri patogen menjadi resisten terhadap antibiotik, karena mutasi gen bahkan dapat bersifat karsinogenik. Sedangkan antibiotik alami pada umumnya berasal dari metabolit sekunder yang diperoleh dari ekstrak suatu tanaman yang memiliki khasiat untuk obat termasuk rumput laut (Delattre dkk., 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak rumput laut Sargassum duplicatum sebagai antibakteri terhadap bakteri patogen ice ice Gracilaria verrucosa.

METODE PENELITIAN

Pengumpulan Sargassumcinereum

Rumput laut yang digunakan sebagai sampel adalah Sargassum cinereum Sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik dimasukkan ke dalam cool box yang telah diberi es batu agar kesegaranya tetap terjaga selama pengangkutan.

Pencucian Sargassumcinereum.

(3)

kemudian dicuci dengan air laut bersih yang bertujuan untuk mencegah terjadinya proses osmosis, yaitu keluarnya cairan dari talus rumput laut. Selanjutnya Sargassum sp. dicuci dengan air tawar untuk membersihkan garam-garam yang menempel. Terakhir sampel dibilas dengan aquades untuk membersihkan kotoran dan garam yang masih menempel. Sargassum sp. kemudian ditiriskan dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan selanjutnya ditimbang berat basahnya selanjutnya dikeringkan tetapi tidak di bawah sinar matahari langsung.

Penghalusan Sargassumcinereum.

Untuk memudahkan dalam ekstraksi rumput laut, rumput laut kering terlebih dahulu dihaluskan dengan blender. Tepung yang telah dihaluskan kemudian disaring untuk mendapatkan butiran yang seragam. Setelah halus tepung rumput laut kemudian dimasukkan dalam kantong plastik yang telah diberi label, ditimbang dengan timbangan elektrik dan disimpan dalam kondisi kering, untuk proses selanjutnya yaitu proses ekstraksi.

Ekstraksi Sargassumcinereum.

Ekstraksi Sargassum cinereum diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan stirer (pengaduk) selama 24 jam. Proses ekstraksi dilakukan secara berturut-turut dimulai dari pelarut non polar sampai polar, yaitu dari n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol, metanol/air (1:1), dan air. Sebanyak 50 g simplisia direndam dengan 300 ml pelarut (1:6) dalam labu erlenmeyer dan diekstraksi di atas magnetic stirrer dengan putaran sedang. Ekstraksi dilakukan selama 24 jam dan diulang sebanyak tiga kali. Setelah diekstraksi dengan pelarut n-heksana, ampas dikeringkan terlebih dahulu sebelum diremaserasi dengan pelarut kloroform dan begitu seterusnya hingga pelarut terakhir yaitu air. Setelah selesai proses ekstraksi, pelarut organik diuapkan secara vakum dengan menggunakan rotavapor sampai diperoleh ekstrak. Ekstrak yang belum kering sempurna, selanjutnya diuapkan airnya dengan cara diliofilisasi/ pengeringan dengan menggunakan freeze dryer. Ekstrak yang telah diuapkan pelarutnya kemudian dimasukkan ke dalam vial yang telah ditimbang beratnya, kemudian dibiarkan mengering pada suhu kamar. Setelah pelarut kering, ekstrak kental ditimbang beratnya dan disimpan pada suhu dingin sampai akan digunakan untuk pengujian.

Pengujian Aktivitas Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar dengan menggunakan paper disk. Ke enam ekstrak (n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol, metanol : air (1:1), dan air) ditimbang dengan konsentrasi 2 mg/disk/50 l, lalu dimasukkan ke dalam tabung ependorf dan dilarutkan dengan masing-masing pelarutnya. Selanjutnya dihomogenkan dengan menggunakan vortex dan siap untuk dilakukan pengujian. Isolat bakteri patogen penyakit ice-ice dikultur kembali dalam media TSA miring, selanjutnya diinkubasikan selama 24 jam. Sebagai kontrol positif digunakan antibiotik kloramfenikol 30 ppm. Kontrol negatif yang digunakan adalah pelarut yang digunakan untuk ekstraksi (n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol, metanol/air (1:1), dan air).

(4)

fisiologis 0,9%, kemudian divortex dan dimasukkan sebanyak 200 µl ke dalam enam botol yang berisi 20 mL media TSA hangat dan diratakan dengan gerakan memutar botol agar bakteri tersebut merata. Setelah itu, media agar dalam botol yang masih cair dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan hingga memadat.

Aktivitas daya hambat bakteri ditunjukkan dengan adanya zona penghambatan (zona bening/zona halo) disekitar paper disc. Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri diukur dalam satuan mm dan dijadikan ukuran kuantitatif untuk ukuran zona hambat.

Senyawa Aktif Antibakteri dengan Metode KLT

Deteksi senyawa aktif antibakteri dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan plat silika gel F254. Ekstrak yang memperlihatkan aktivitas antimikroba yang tertinggi diambil sebanyak 0.5 mg selanjutnya dilarutkan dengan pelarut yang sesuai. Selanjutnya ditotolkan pada lempeng kromatografi lapis tipis silika gel G-60 F254 yang

berfungsi sebagai fase tetap (stationary phase), kemudian lempeng tersebut dielusi dengan menggunakan sistem pelarut (SP) sebagai fase gerak (mobile phase). Selama perendaman bejana ditutup agar media jenuh dengan larutan eluen (Gambar 5). Ekstrak akan ditarik keatas oleh eluen sampai jarak 1 cm dari bagian atas plat. Plat selanjutnya dikeringkan. Pembacaan kromatogram dilakukan dengan sinar UV (254 nm dan 366 nm).

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Sargassum cinereum

Hasil analisis Anova dari 6 ekstrak (n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol, metanol/air, air) terhadap masing-masing isolat bakteri (Acinetobacter sp., Pseudomonas sp., dan Flavo-cythopaga sp.,) memperlihatkan pengaruh yang signifikan (P<0.05) (Tabel 1).

Tabel 1. Rata-rata diameter zona hambat dari beberapa ekstrak Sargassum sp. terhadap bakteri patogen dari Gracilaria verrucosa yang terinfeksi penyakit ice ice

Ekstrak dari Pelarut

Rata-rata Diameter zona hambat (mm)

Acinetobacter sp Pseudomonas sp Flavo - Cythopaga

n-heksana 7.57±053a 8.02±0.49a 6.43±0.28a

Kloroform 7.00±0.44a 7.27±0.24a 7.50±0.38a

Etil Asetat 6.80±0.30a 7.07±0.08a 6.83±0.25a

Metanol 11.98±0.53b 13.07±0.65b 9.70±1.40a

Metanol : Air 16.48±0.54c 15.27±0.84c 13.95±3.12b

Air 19.37±0.93d 20.43±0.51d 16.63±1.45b

(5)

- Bakteri Acinetobacter sp.

Hasil uji Tukey (Tabel 1) menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana tidak berbeda nyata (P>0,5) dengan ekstrak kloroform dan etil asetat, tetapi (P<0,5) berbeda nyata dengan ekstrak metanol, metanol/air, dan ekstrak air. Ekstrak metanol berbeda nyata dengan ekstrak n-heksana, kloroform, metanol/air dan ekstrak air, begitu juga ekstrak metanol/air berbeda nyata dengan kelima ekstrak (n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol, dan air). Selanjutnya ekstra air berbeda nyata dengan n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol, dan air

Diameter zona hambat dari keenam ekstrak yang memperlihatkan aktivitas tertinggi pada ekstrak air (19,37 mm), kemudian disusul dengan ekstrak metanol/air (16,48 mm) yang dikategorikan dalam tingkat aktivitas tinggi. Aktivitas yang terendah adalah ekstrak n-heksana (7,57 mm) yang masuk dalam kategori aktivitas lemah karena berada dibawah

diameter zona hambat ≤ 10 mm (Gambar 1).

Gambar 1. Diameter zona hambat bakteri Acinetobacter sp.

- Bakteri Pseudomonas sp.

Hasil uji Tukey (Tabel 1) menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana tidak berbeda nyata (P>0,5) dengan ekstrak kloroform dan etil asetat, tetapi berbeda nyata (P<0,5) dengan ekstrak metanol, metanol/air, dan ekstrak air. Ekstrak metanol berbeda nyata dengan kelima ekstrak (n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol/air dan air), begitu juga ekstrak metanol/air berbeda nyata dengan kelima ekstrak (n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol dan air). Selanjutnta ekstrak air berbeda nyata dengan n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol, dan metanol/air.

(6)

Gambar 2. Diameter zona hambat bakteri Pseudomonas sp.

- Bakteri F lavo-Cyhtopaga sp.

Hasil uji Tukey (Tabel 1) menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana tidak berbeda nyata (P>0,5) dengan ekstrak kloroform, etil asetat, dan metanol, tetapi berbeda nyata (P<0,5) dengan ekstrak metanol/air dan ekstrak air. Ekstrak metanol/air tidak berbeda nyata dengan ekstrak air, tetapi berbeda nyata dengan ekstrak n-heksana, kloroform, etil asetat dan ekstrak metanol

Diameter zona hambat memperlihatkan bahwa dari keenam ekstrak, yang mempunyai aktifitas tertinggi diperlihatkan oleh ekstrak air (16.63 mm) dengan kategori aktivitas tinggi. Disusul oleh ekstrak metanol/air (13.95 mm) dengan aktivitas sedang, sedangkan ekstrak n-heksana (6.43), kloroform (7.50 mm), etil asetat (6.83 mm), dan metanol (9.70 mm) di kategorikan dalam aktivitas rendah (Gambar 3)

Gambar 3 Diameter zona hambat bakteri Flavo-cytophaga

Ekstrak (n-heksana, etil asetat dan metanol) dari rumput laut Sargassum duplicatum mengandung zat aktif yang dapat menghambat bakteri Flavobacterium cythophaga.

8,02 7,27

n-heksana Kloroform Etil Asetat Metanol Metanol/ Air Air

(7)

Sargassum duplicatum mengandung golongan senyawa alkaloid, saponin, quinon, fenolik, steroid, dan flavonoid (Santi. dkk., 2014).

PEMBAHASAN

Hasil uji difusi aktivitas ekstrak Sargassum cinereum dengan pelarut yang berbeda (n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol, metanol/air, air) menunjukkan bahwa semua mempunyai potensi untuk menghambat bakteri Acinetobacter sp., Pseudomonas sp., dan bakteri Flavo-Cytopaga yang merupakan bakteri patogen penyebab penyakit ice ice pada Gracilaria verrucosa. Hasil aktivitas ekstrak aktif tersebut memperlihatkan bahwa yang paling tinggi aktivitasnya yaitu diperoleh pada ekstrak air dengan zona hambat 20.43 mm terhadap bakteri Pseudomonas sp. Hal ini disebabkan bahwa ekstrak Sargassum cinereum yang diujikan mengandung senyawa flavonoid yang merupakan salah satu senyawa antibakteri. Ini didukung oleh Cushnie and Lamb (2005), yang menyatakan bahwa banyak penelitian telah mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa flavonoid dan struktur flavonoid yang memiliki antijamur, aktivitas antivirus dan antibakteri. Sedangkan Izzati (2007) mengemukakan bahwa ekstrak air dari Sargassum mengandung senyawa aktif yaitu florotanin, dan Hay dan Fenical (1988) melaporkan bahwa florotanin mempunyai sifat antibakteri yang bersifat polar, sehingga larut dalam air (Glombitza dan Keusgen, 1995).

Siregar (2012) melaporkan bahwa ekstrak etil asetat dari rumput laut Sargassum sp. aktif terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Selanjutnya Bibiana dkk. (2012) dan Kayalvizhi dkk. (2012) mendapatkan zat aktif dari Sargassum wightii terhadap bakteri Pseudomonas aeriginosa. Yunianto dkk. (2014) melaporkan bahwa ekstrak metanol dari Sargassum plagyophyllum mempunyai zat aktif terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa karena mengandung senyawa kimia saponin dan steroid yang merupakan senyawa antibakteri.

Senyawa flavonoid merusak struktur protein sel bakteri karena adanya ikatan hydrogen, sehingga struktur dinding sel dan membran sitoplasma bakteri menjadi tidak stabil dan aktivitas biologi bakteri tersebut terhambat yang dapat menyebabkan kematian sel bakteri (Harborne, 1987). Hal ini didukung oleh Evans (1989) bahwa zat antibakteri pada flavonoid bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan pada bakteri dengan merusak dinding sel dan membran sitoplasma. Selain itu efek flavonoid juga dapat mencegah pembelahan bakteri sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak.

SIMPULAN

Hasil uji aktivitas ekstrak aktif dari rumput laut Sargassumcinereum didapatkan yang paling tinggi aktivitasnya terdapat pada ekstrak air dengan zona hambat 19.37 mm, dan hasil isolasi senyawa bahwa esktrak ini mengandung senyawa Flavonoid yang merupakan salah satu senyawa antibakteri.

UCAPAN TERIMA KASIH

(8)

Ekonomi (PENPRINAS MP3EI). Terima kasih kepada seluruh Staf Laboratorium Farmakologi Universitas Hasanuddin, Staf Laboratorium Perikanan Universitas Tadulako, Staf Laboratorium Mikrobiologi dan Immunologi Kedokteran Universitas Hasanuddin, dan Staf pengajar Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako Palu.

DAFTAR PUSTAKA

Akmal, Ilham, Suaib, M., Irwan, Arifin, M. 2007. Produksi Spora dalam Upaya Penyediaan Bibit Rumput Laut Gracilaria verrucosa. Laboratorium Kultur Jaringan Rumput Laut BBAP Takalar. Makassar.

Allen, V.G., Pond, K.R., Saker, K.E., Fontenor, J.P., Bagley, C.P., Ivy R.L, Evans, R.R., Schmidt, R.E., Fike, J.H., Zhang, X., Ayad, J.Y., Brown, C.P., Miller, M.F., Montgomery, J.L., Mahan, J. Wester D.B., Melton, C. 2001. Tasco: Influence of a Brown Seaweed on Antioxidants in Forages and Livestock-a Review. J. Anim Sci 79(E Suppl):E21-E31.

Austin, B., dan Austin, D.A. (eds). 1993. Bacterial Fish Pathogen Disease in Farmed and Will Fish. Second Edition. Ellis Horwood Limited. Departement of Biological Sciences, Heriot-Watt University. England.

Bibiana, M.A., Nithya, K.M.S., Manikandan, P. Selvamani, P. dan Latha, S. 2012. Antimicrobal Evaluation of the Organic Extracts of Sargassum wightii (Brown Algae) and Kappaphycus alvarezii (Red Algae) Collected from The Coast of Meemesal. Tamilnadu. International Journal of Pharamaceutical, Chemical and Biological Sciences.

Castro, R. I., Zarrab, dan Lamas, J. 2004, Water-soluble Seaweed Extracts Modulate the Pantoea Agglomerans Lipopolysaccharide (LPS). Fish Shellfish Immunol, 10: 555– 558.

Chapman and Chapman, D.J. 1980. Sea Weeds and Their Uses. 3rd ed. Chapman and Hall. New York.

Choudhury, S. Sree, A. Mukherjee, S.C., Pattnaik, P. Bapuji, M. 2005. In Vitro Antibacterial Activity of Extracts of Selected Marine Algae and Mangroves Against Fish Pathogens. Journal Asian Fisheries Science. 18:185-294.

Cowan, S.T., dan Steels. D. 1973. Manual for Identification of Medical Bacteria, Second Edision. Cambridge University Press: London.

Delattre, C., Michaud, B. Courtois, B. Courtois, J. 2005. Oligosaccharides Engineering from Plants and Algae Applications in Biotechnology and Therapeutics. Minerva Biotechnol. 17: 107–117.

Deval, A.G., Platas, G. Basilio, A. Cabello, J. Gorrochategui, I. Suay, F. Vicente, E. Portilllo, M.J., del Rio, G.G. Reina, F. Peláez. 2011. Screening of Antimicrobial Activities in Red, Green and Brown Macroalgae from Gran Canaria (Canary Islands, Spain). Int. Microbiologi. 4: 35-40.

Eaves, L.E., Ketterer P.J. 1994. Mortalities in Red Claw Crayfish Cherax quadricarinatus Associated With Systemic Vibrio mimicus Infection. Dis Aquar. Organ. 19:233-237.

Fortes E. T. G., 1989. Introduction to The Seaweed. Their Characteristics and Economic Importance. Report in Training Course of Gracillaria Algae. Up-South China Sea Project. Manila Philippines.

Gabrielsen, B.O. 1996. Historic Review on Immunological Effects of Seaweed. The Algea Symposium. Taipei, Taiwan. June 10-13.

(9)

Harborne, J. B. 1987. Metode Kimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan kedua. Penerbit ITB. Bandung.

Hay, M. E., dan Fenical, W. 1988. Marine Plant Herbivore Interactions; The Ecology of Chemical Defense. Ann. Rev. Ecol. Syst. 19: 111-145.

Hofman, A.J. 1987. The Arival of Seaweed Propagulus at The Shore : A Review. Botanica Marina. 30 :151 – 165.

Izzati, M. 2007. Skreening Potensi Antibakteri pada Beberapa Spesies Rumput Laut terhadap Bakteri Patogen pada Udang Windu. BIOMA. Vol. 9(2).

Kayalvizhi, K., Subramanian, V. Anantharaman, P. Kathiresan, K. 2012. Antimicrobial Activty of Sea Weeds from The Gulf of Mannar. International Journal of Pharmaceutical Applications. Vol.3.

Largo, D.B., Fukami, K., dan Nishijima, T. 1999. Time-Dependent Attachment Mechanism of Bacterial Pathogen During Ice-ice Infection in Kappaphycus alvarezii (Gigartinales, Rhodophyta). Journal of Applied Phycology 11:129-136.

Largo, D.B., Fukami, K., Adachi, M., Nishijima, T. 2003. Immunofluorescent detection of ice-ice Disease-Promoting Bacterial Strain Vibrio sp. P11 of the Farmed Macro Alga, Kappaphycus alvarezii of Aquatic Environmental Science (LAQUES), Departement of Aquaculture, Faculty of Agriculture, Kochi University-Japan.

Lobban, C. S., dan Harrison, P. J. 1994. Seaweed Ecology and Physiology. Cambridge University Press. Australia.

Luning, K. 1990. Seaweeds Their Environment, Biogeography and Ecophisiology. John Wiley and Sons. New York. p. 328.

Nasmia. 2014. Characterization and Identification of Bacteria Isolated from Seweed Gracilaria verrucosa (Linn., 1758) Infected by Ice-Ice. International Journal of Aquaculture Vol.4 (23).

Santi, I.W., Radjasa, O.K., dan Widowati, I. 2014. Potensi Rumput Laut Sargassum duplicatum Sebagai Sumber Senyawa Antifouling. Journal Of Marine Research. Vol.3 (2).

Siregar, A.F., Sabdono, A. Pringgenies, D. 2012. Potensi Antibakteri Ekstrak Rumput Laut Terhadap Bakteri Penyakit Kulit Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus epidermidis, dan Micrococcus luteus. Journal of marine Research. Vol. 1(2).

Stricland, J.D.H., dan Parson, C.J., 1970. A practiced handbook of seawater analysis. Fish. Res. Bd of Canada ottawa, Canada. 310p.

Trono, G.C., dan Corrales, R.A. 1983. The genus Gracilaria (Gigartinales, Rhodophyta) in the Philippines. Kalika-san Phillipp. J. Biol. 12 (1-2) : 5-41.

Vairappan, C. S., Chung, C.S., Hurtado, A.Q., Soya, F.E., Bleicher-Lhonneur, G., Critchley, A. 2008. Distribution and Symptoms of Epiphyte Infection in Major Carrageenophyte-Producing farms. J. Appl. Phycol. 20: 477–483.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata diameter zona hambat dari beberapa ekstrak Sargassum sp. terhadap bakteri patogen dari Gracilaria verrucosa yang terinfeksi penyakit ice ice
Gambar 1. Diameter zona hambat bakteri Acinetobacter sp.
Gambar 2. Diameter zona hambat bakteri Pseudomonas sp.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian secara serempak biaya bahan baku (Rp), biaya tenaga kerja (Rp), biaya investasi (Rp), pengalaman usaha (tahun), dan pendidikan (tahun) (sebagai variabel

In conclusion, the days from calving to the first insemination increased, first service conception rate decreased, services per conception increased and consequently

Lapiere (1954) melihat pengendalian sosial terutama sebagai suatu proses yang lahir dari kebutuhan individu akan penerimaan kelompok. Ia mengatakan bahwa kelompok akan

After graduating from the Newman School in 1913, Fitzgerald decided to stay in New Jersey to continue his artistic development at Princeton University.. He firmly

dengan darah, cairan tubuh, sekret, kulit yang tidak utuh, selaput lender pasien. dan benda yang terkontaminasi

Madrasah kami belum memiliki ruang perpustakaan dengan ukuran luas minimum sama dengan ruang kelas dan dilengkapi dengan sarana yang standar. Madrasah kami memiliki

bahwa: Suatu Desain Industri tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum Tanggal Penerimaannya, Desain Industri

Kami yang bertanda tangan di bawah ini ini para ahli waris dari almarhum MUNIR.D dengan ini menyatakan yang sebenarnya dan sanggup di angkat sumpah bahwa almarhum MUNIR.D dan