Konsep Persepsi Wisatawan, Ekspektasi Wisatawan dan Destinasi
Pariwisata
1.1.1 Konsep Persepsi Wisatawan
Persepsi merupakan salah satu aspek psikologi yang penting bagi manusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Persepsi mengandung pengertian yang sangat luas, menyangkut intern dan ekstern. Beberapa ahli telah memberikan definisi yang beragam tentang persepsi, walaupun pada prinsipnya mengandung makna yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.
Banyak ahli yang mencoba mendefinisikan tentang persepsi, beberapa diantaranya adalah Sugihartono, dkk (2007: 8) mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Persepsi manusia terdapat perbedaan sudut pandang dalam penginderaan, ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata.
Rakhmat (2007: 51) menyatakan persepsi adalah pengamatan tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Sedangkan, Suharman (2005: 23) menyatakan persepsi merupakan suatu proses mengintepretasikan atau menafsir informasi yang diperoleh melalui sistem alat indera manusia. menurutnya ada tiga aspek di dalam persepsi yang dianggap relevan dengan kognisi manusia yaitu, pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian.
informasi dan pengalaman–pengalaman yang ada kemudian menafsirkan dalam gambaran dan sikap. Dalam hal ini ruang lingkup konteksnya adalah wisatawan terhadap d destinasi pariwisata Lakey-Hu’u.
Kreitner dan Kinicki (2003) (dalam Permana, 2013: 22) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses interpretasi seseorang terhadap lingkungannya. Dari pendapat kedua pakar tersebut mereka lebih tertarik menyebut persepsi itu sebagai persepsi sosial karena fokus utama perilaku organisasi adalah manusia. Mereka mengatakan persepsi (sosial) meliputi rangkaian empat tahap proses informasi yang kemudian disebutnya sebagai “proses
informasi sosial” yang terdiri atas :
Tahap 1 : Perhatian pemahaman yang selektif, adalah tahap di mana orang secara selektif menerima rangsangan yang dibombardir oleh lingkungan karena tidak punya kapasitas mental untuk menerima semua jenis rangsangan yang datang.
Tahap 2 : Pengkodean dan penyederhanaan, suatu tahap di mana informasi diolah, dibandingkan, dievaluasi, dan diarahkan untuk menciptakan kesan.
Tahap 3 : Penyimpanan dan mengingat, suatu fase penyimpanan informasi pada ingatan jangka panjang.
Tahap 4 : Mendapatkan kembali tanggapan, adalah suatu fase dimana orang mencari kembali informasi dari dalam ingatannya kemudian membuat penilaian – penilaian dan keputusan.
Berdasarkan penjelasan di atas yang dimaksud dengan persepsi wisatawan adalah tanggapan dari wisatawan tentang adanya kawasan Lakey-Hu’u sebagai destinasi pariwisata melalui kontak serta tanya jawab langsung untuk mengetahui tanggapan–tanggapan apa yang mereka rasakan sejak Lakey-Hu’u ini menjadi kawasan yang dikelola oleh pemerintah dan swasta.
1.1.2 Konsep Ekspektasi Wisatawan
Kata ekspektasi berasal dari bahasa Inggris, yang berarti expectation atau expectancy. Bila diterjemahkan langsung kedalam bahasa Indonesia berarti harapan atau tingkat harapan. Secara sederhana pengertian ekspektasi adalah harapan, (Widodo, 2013).
Dalam uraian yang di kemukakan oleh Aldo (2012), dalam bahasa Inggris, kita dapat menerjemahkan harapan dari kata hope dan expectation. Kedua kata ini kelihatannya sama, namun dalam pemahamannya adalah berbeda. Hope dan expextation adalah dua kata yang sering membuat kita bingung karena kesamaan dalam konotasinya. Sebenarnya ada beberapa perbedaan antara kedua kata dan istilah tersebut.
Expectations sering dicirikan untuk sebuah keinginan yang tidak terpenuhi. Di sisi
lain hope bukan tentang keinginan yang terpenuhi. Hope selalu mengenai sesuatu yang
mungkin terjadi. Sedangkan Expectations lebih luas bahkan sebagian besar mengenai sesuatu
yang tidak mungkin terjadi (sulit terjadi). Pemahaman ini paling tidak menurut ukuran
kondisi seseorang pada saat ini terhadap sesuatu yang diinginkan dapat terjadi di masa
depan. Ini adalah salah satu perbedaan utama dari keduanya.
Hope adalah semua tentang imajinasi yang sangat mungkin terjadi
sedangkan expectation sering menyangkut imajinasi yang berlebihan dan sulit
terjadi. Expectations membuat anda seolah-olah dapat mengendalikan hidup anda karena
gairah dan obsesi, sementara hope adalah chance(kesempatan) atau probabilitas dimana anda
Expectation adalah pola pikir yang jauh lebih aktif bila dibandingkan dengan hope.
Hal ini karena fakta menunjukan bahwa ketika anda berharap (hope) akan sesuatu, anda
kadang lebih berserah diri pada takdir (destiny). Sedangkan dalam kasus Expectation, anda
mengupayakan segala upaya untuk menggapai atau merealisasikannya.
Pemikir berkeyakinan bahwa expectation kadang-kadang dapat disamakan dengan
keadaan "berharap-harap cemas". Perbedaan penting lainnya
antara hope dan expectation adalah bahwa expectation mungkin tidak realistis. Di sisi
lain hope selalu tentang sesuatu yang realistis. Dalam pengertian ini
terkadang Expectation seolah-olah merupakan wujud dari Fantasy atau Illusion.
Expectation sering membawa kejutan., sedangkan Hope tidak selalu membawa
kejutan. Hal ini karena Hope melihat suatu kenyataan dan berharap sesuatu darinya. Di sisi
lain karena tidak adanya realitas dalam expectation, sering berakhir pada sebuah keheranan
atau kejutan.
Hasil dari expectation sering membuat kekecewaan sedangkan hope tidak selalu
mengakibatkan kekecewaan. Pikiran anda berada dalam keadaan atau kesiapan dalam
hal hope. Di sisi lain pikiran anda tidak dalam keadaan siap untuk menerima kenyataan
dalam hal expectation.
Berdasarkan pembahasan yang dikemukakan oleh Aldo diatas, penulis menyimpulkan
bahwa ekspektasi wisatawan merupakan sebuah keinginan atau harapan seseorang
(wisatawan) terhadap sesuatu yang belum terpenuhi.
1.1.3 Konsep Destinasi Pariwisata
geografi yang dirumuskan seperti negara, pualu dan sebuah kota Hall (2000) (dalam Budiartha, 2011: 17).
Menurut Undang-Undang Kepariwisataan No. 10. Tahun 2009 (pasal 1 ayat 6) menyatakan bahwa daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya pariwisata.
Destinasi merupakan suatu tempat yang dikunjungi dengan waktu yang signifikan selama perjalanan sesorang dibandingkan dengan tempat lain yang dilalui selama perjalanan (misalnya daerah transit). (Pitana dan Diarta, 2009: 126). Gunn (1993), menyatakan bahwa kawasan wisata (destinasi) merupakan suatu tempat yang tidak saja menyediakan segala sesuatu yang dapat dilihat wisatawan, namun juga menawarkan aktivitas yang dapat dilakukan pada tempat tersebut dan menjadi daya tarik yang memikat orang untuk berkunjung ke tempat tersebut.
Leiper yang dikutip Marpaung (2000) (dalam Arjana, 2015:17), daerah tujuan wisata atau destinasi pariwisata adalah daerah yang memiliki obyek-obyek yang menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan lokal/domestik atau yang berasal dari berbagai negara (mancanegara) dan tersedianya fasilitas penunjang transportasi dan akomodasi.
syarat tersebut masih perlu ditambah, yakni: (d) sesuatu yang dapat dinikmati, yakni hal-hal yang memenuhi selera dan cita rasa wisatawan dalam arti luas, dan (e) sesuatu yang berkesan, sehingga mampu menahan wisatawan lebih lama atau mendorong untuk melakukan kunjungan ulang. Destinasi wisata merupakan salah satu elemen yang paling penting karena menjadi alasan orang-orang melakukan perjalanan wisata serta daya tarik wisata yang ada di dalamnya akan menarik kunjungan wisatawan (Cooper dkk, 1993).
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa destinasi pariwisata adalah sebuah kawasan yang memiliki daya tarik wisata yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung dalam waktu sementara, serta terdapat berbagai macam fasilitas-fasilitas penunjang untuk mendukung jalannya kegiatan kepariwisataan.
Menurut Kusudianto (1996) (dalam Pitana dan Diarta, 2009: 126), destinasi wisata dapat digolongkan atau dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri destinasi tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Destinasi sumber daya alam, seperti iklim, pantai, hutan
2. Destinasi sumber daya budaya, seperti tempat bersejarah, museum, teater, dan masyarakat lokal.
3. Fasilitas rekreasi, seperti taman hiburan.
4. Event seperti Pesta Kesenian Bali, Pesta Danau Toba, pasar malam.
5. Aktivitas spesifik, seperti kasino di Genting Highland Malaysia, Wisata Belanja di Hong Kong.