• Tidak ada hasil yang ditemukan

PIDATO ILMIAH KEARIFAN LOKAL DALAM PUSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PIDATO ILMIAH KEARIFAN LOKAL DALAM PUSAR"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

“KEARI FAN LOKAL” DALAM PUSARAN MODERNI TAS

( Studi Kasus: Partisipasi Masyarakat Suku Tengger

dalam Proses Penganggaran)

Oleh:

Dr. Ana Sopanah, SE., M.Si., CMA.

Dosen Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi

Universitas Widyagama Malang

Disampaikan pada

Rapat Terbuka Senat Universitas Widyagama Malang

Dalam Rangka Wisuda Program Diploma, Sarjana dan Pascasarjana

Semester Gasal 2013/ 2014

dan Dies Natalis Ke 29 Universitas Widyagama Malang

(2)

PIDATO ILMIAH1

“KEARIFAN LOKAL” DALAM PUSARAN MODERNITAS

(Studi Kasus: Partisipasi Masyarakat Suku Tengger Dalam Proses Penganggaran)

Disampaikan pada Rapat Terbuka Senat Universitas Widyagama Malang dalam rangka Wisuda Program Diploma, Sarjana, dan Pascasarjana Semester Gasal 2013/2014

dan Dies Natalis Ke 29 Universitas Widyagama Malang Tanggal 29 Maret 2014

Oleh:

Dr. Ana Sopanah, SE., M.Si., CMA.

Dosen Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Widyagama Malang

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Selamat Pagi dan Salam Sejatera Untuk Kita Semua,

Kepada Yang Terhormat:

Ketua dan Pengurus Yayasan Pembina Pendidikan Indonesia Widyagama Malang Rektor Universitas Widyagama Malang

Anggota Senat Universitas Widyagama Malang Para Wisudawan dan Orangtua Wisudawan

Segenap Civitas Akademika dan Karyawan Universitas Widyagama Malang Serta para mahasiswa, alumi dan undangan lain yang berbahagia,

Pertama, Marilah Kita panjatkan rasa syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas limpahan Rahmat-Nya kita semua dapat hadir dalam keadaan sehat pada acara Wisuda Program Diploma, Sarjana dan Pascasarjana. Kepada seluruh wisudawan dan keluarga, saya atas nama pribadi mengucapkan SELAMAT dan SUKSES atas prestasi yang telah diraih. Ucapan selamat juga kami sampaikan kepada Universitas yang telah berhasil mendidik lulusan baru yang siap berkiprah dalam pembangunan nasional.

Kedua, Wisuda kali ini adalah istimewa karena bersamaan dengan acara Dies Natalis ke 29. Semoga Universitas Widyagama Malang dapat terus meningkatkan kualitas dalam mengemban amanah Tridharma; mencetak manusia-manusia yang berilmu dan berkarakter, menyelenggarakan penelitian dan pengabdian yang memberikan manfaat iptek dan kesejahteraan masyarakat. Saya berharap ditahun mendatang Universitas Widyagama tetap menjadi Universitas Unggulan dan Terbaik di Jawa Timur.

Ketiga, saya mengucapkan terimakasih kepada Rektor dan sidang senat pada hari ini, yang memberi kesempatan kepada saya untuk menyampaikan pidato ilmiah menandai pengelenggaraan Dies Natalis ke 29. Semoga pidato ini bermanfaat dan memperkaya khasanah keilmuan sivitas akademika.

Hari ini juga menjadi istimewa. Kita kedatangan tamu Undangan dari Australia yaitu Professor Janek Ratnatunga, MBA, PhD, Dip. M, FCA, CPA, ICMA, CMA. He is Chief Executive Officer of the Institute of Certified Management Accountants and Professor of Accounting at the University of South Australia (UniSA). He is my Dean and Head of Commerce at UniSA When I took Sandwich Program at UniSA. Now He is President of Florida International University. Thank you very much for your coming in My Univesity for Graduation Ceremony.

1

(3)

Hadirin Yang Berbahagia,

Sebuah kehormatan dan kebahagian yang tidak akan pernah terlupakan, dengan segala kerendahan hati, saya akan menyampaikan Pidato Ilmiah dengan Judul “KEARIFAN LOKAL” DALAM PUSARAN MODERNITAS: Studi Kasus; Partisipasi Masyarakat Suku Tengger Dalam Proses Penganggaran. Mengapa saya mengambil tema ini?. Saya ingin menunjukkan bahwa di Zaman Modernitas dan Era Globalisasi saat ini, masih ada sebuah suku di Indonesia, tepat nya Suku Tengger di Gunung Bromo yang tetap mempertahankan

“Nilai Kerarifan Lokal” dalam kehidupannya, yang kemudian terinternalisasi ketika mereka

beranggaran, baik pada saat penyusunan, pelaksanaan maupun pertanggungjawaban anggaran. Seandainya, nilai-nilai kearifan lokal ini menjadi pedoman tidak hanya masyarakat di Suku Tengger, tetapi menjadi pedoman bagi seluruh masyarakat di Indonesia, khususnya para pejabat baik eksekutif maupun legislatif, Pemda maupun Pemerintah Pusat, pengelolaan dana APBN maupun APBD, saya yakin kesejahteraan masyarakat Indoensia akan semakin meningkat karena tidak akan ada lagi (minimal) Korupsi APBN dan APBD karena semua proses melibatkan rakyat, transparan, jujur, adil dan akuntabel.

Pidato Ilmiah yang akan saya paparkan merupakan bagian dari Disertasi saya yang telah diuji pada tanggal 15 Juli 2013, dan dipublikasikan dalam Jurnal International The Journal of Applied Management Accounting Reserch (JAMAR) Edisi Summer 2013. dengan Judul

“Beyond Ceremony; The Impact of Local Wisdom on Public Participation in Local Government Budgeting. Pada kesempatan ini saya juga mengucapkan terimakasih kepada Prof. Janek Ratnatunga yang telah membantu proses editing. Selain itu, Makalah (Paper) ini juga menjadi “Makalah Terbaik” dalam Ajang Bergengsi di Simposium Nasional Akuntansi (SNA) ke 16 di Manado pada tanggal 25-28 September 2013.

Hadirin yang saya muliakan,

Wong Tengger tidak paham good governance, tetapi semua masyarakat, tokoh adat, pamong desa bekerja bersama-sama untuk menciptakan pemerintahan desa yang baik dan transparan (Supoyo, Petinggi Tengger, 30 Januari 2010) A. Apakah Partisipasi Masyarakat dan Mengapa Penting?

Dalam dekade terakhir, di negara berkembang termasuk Indonesia, isu good governance menjadi perdebatan karena ada tuntutan perubahan dalam pengelolaan kehidupan kenegaraan. Perubahan dari sisi pemerintah yang diharapkan adalah perubahan dalam penggunaan sumber daya publik yang lebih efisien dan efektif (Sukardi, 2009; 36). Sementara itu, perubahan dari sisi masyarakat terdapat peningkatan demokratisasi yang ditandai salah satunya dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan urusan publik (Muluk, 2007).

Partisipasi Masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan public. Mardiasmo (2002) yang menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam penganggaran harus dilakukan pada setiap tahapan dalam siklus anggaran mulai dari penyusunan, pelaksanaan, sampai dengan pertanggungjawaban. Sisk (2002) juga menegaskan, bahwa partisipasi merupakan kunci sukses dalam pelaksanaan otonomi daerah karena dalam partisipasi menyangkut aspek pengawasan dan aspirasi.

(4)

demokrasi lokal. Hasil penelitian Laurian dan Adams (2004) sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sopanah dan Wahyudi (2003, 2004, dan 2005).

Penelitian tentang partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan anggaran telah dilakukan oleh penulis sejak tahun 2003. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2003, 2004, 2005 menunjukkan hasil bahwa partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan penganggaran sangat penting karena dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Hasil lain juga menunjukkan bahwa meskipun partisipasi sangat penting dalam realitasnya partisipasi masyarakat masih rendah. Penelitian lanjutan yang dilakukan pada tahun 2008 dan 2009 menemukan adanya perubahan partisipasi masyarakat, yang semula rendah menjadi tinggi karena adanya dorongan dari pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat.

Pentingnya partisipasi adalah sebagai berikut: pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal; kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut; ketiga, bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Oleh karena itu, masyarakat harus dilibatkan dalam pembuatan kebijakan dengan memanfaatkan ruang publik yang ditawarkan oleh Habermas dalam bentuk partisipasi politik. Dengan partisipasi politik maka masyarakat dapat mempengaruhi pemerintah dan meminta komitmen serta akuntabilitas pemerintah (Cornwall dan Gaventa, 2001; 127).

Partisipasi masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan itu sendiri, sehingga seluruh lapisan masyarakat akan memperoleh hak dan kekuatan yang sama untuk menuntut manfaat pembangunan (Krina, 2003) Salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah partisipasi dalam proses penganggaran daerah yang terdiri dari tahap penyusunan (perencanaan), tahap implementasi anggaran, dan tahap pertanggungjawaban anggaran. Partisipasi masyarakat yang terjadi di daerah berbeda-beda tergantung pada karakteristik lingkungan, ekonomi, budaya, dan politik yang terjadi di daerah tersebut. Teori yang sangat terkenal dalam menunjukkan kadar partisipasi masyarakat dikemukakan oleh Arnstein (1971) sebagai tangga partisipasi (Ladder of Participation). Teori ini menjelaskan tentang partisipasi sebagai kekuasaan warga dalam mempengaruhi perubahan dalam pembuatan kebijakan. Dalam teori tangga partisipasi terdapat tiga derajat partisipasi yang kemudian diperinci menjadi delapan tangga partisipasi. Lebih lengkap delapan tangga partisipasi Arnstein (1971; 4) dijelaskan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 1: Delapan Tangga Partisipasi Publik 8 Kontrol oleh warga

Partisipasi penuh Derajat kuasa warga 7 Pendelegasian wewenang

6 Kemitraan

5 Konsesi (penentraman)

Partisipasi simbolik (tokenism)

4 Konsultasi

3 Pemberian Informasi

2 Terapi Tidak ada partisipasi

Non partisipasi 1 Manipulasi

Sumber: Arnstein (1971)

(5)

B. Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Penganggaran Daerah

Siapa yang paling berkuasa untuk menentukan anggaran?. Pertanyaan ini begitu penting untuk menentukan siapa pihak yang paling berkuasa dan memainkan peran-peran politik dalam mengatur anggaran. Dalam banyak wacana dan diskusi, eksekutif mempunyai peran yang lebih dominan dalam penyusunan anggaran di bandingkan legislatif (Wiratraman, 2004; 1). Namun, sering terjadi politik bargaining (tawar menawar) anggaran antara eksekutif dan legislatif yang didasarkan bukan pada kebutuhan masyarakat, tetapi didasarkan pada kepentingan individu maupun kelompok pemain politik tersebut.

Permainan politik anggaran yang terjadi di berbagai daerah jenisnya beragam. Secara

umum “tawar menawar” anggaran yang sering terjadi didasarkan kepada berapa besar nilai proyek dan untuk apa proyek tersebut dilakukan. Selain “tawar menawar” nilai proyek dan

daerah pelaksanaan proyek, kasus yang ramai menjadi perbincangan publik adalah

“makelar proyek”. Banyaknya anggota badan anggaran (banggar) DPR menjadi makelar proyek yang berperan dalam memuluskan program yang diusulkan oleh eksekutif.

Berbagai kasus di atas menunjukkan bahwa anggaran sebagai instrumen pemerintah dalam menyelenggarakan roda kekuasaannya, dalam prakteknya tak terlepas dari sejumlah kepentingan yang harus diakomodasi. Kepentingan pribadi dan kelompoknya yang biasa disebut sebagai “kepentingan politik” seringkali memiliki bobot prioritas yang sangat besar dibandingkan dengan kepentingan masyarakat. Politik penganggaran yang terjadi di pemerintah pusat maupun di berbagai daerah merupakan bentuk sederhana atau miniatur dari ruwetnya politik di Indonesia secara umum. Politik anggaran dapat diartikan sebagai proses pengalokasian anggaran yang di dasarkan pada kemauan pejabat yang berkuasa. Rubin (2000) menyebutkan dalam penentuan besaran maupun alokasi dana untuk rakyat senantiasa ada kepentingan politik yang diakomodasi oleh pejabat. Berbagai persoalan politik anggaran di atas mengharuskan masyarakat berpartisipasi dalam proses penganggaran untuk memastikan bahwa anggaran digunakan untuk pembangunan yang berkeadilan (Mariana dan Edi, 2008; 2). Oleh karena itu dibutuhkan partisipasi masyarakat dalam proses penganggaran daerah.

Tulisan ini akan menggambarkan partisipasi masyarakat dalam proses penganggaran, baik dalam perencanaan, implementasi maupun pertanggungjawabannya dalam konteks masyarakat Suku Tengger. Masyarakat Suku Tengger mempunyai adat istiadat dan budaya yang berbeda dengan masyarakat lainnya di Indonesia. Perbedaan ini memungkinkan melahirkan bentuk partisipasi yang berbeda dengan desa lainnya di Indonesia.

C.Metodologi Penelitian

Penelitian akuntansi sekarang ini telah berkembang dan lebih menekankan pada aspek manusia dan realitas sosial serta fungsi utama akuntansi sebagai media simbolis. Akuntansi kini dipandang sebagai suatu praktik yang menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang disebabkan oleh manusia dan konteks sosial dimana akuntansi itu beroperasi dan juga akibat interaksi akuntansi dengan organisasi-organisasi lain atau fenomena sosial (Hopwood, 1989; Burgstahler dan Sundem, 1989; Caplan, 1989). Selain itu, para peneliti bidang akuntansi keperilakuan telah melakukan studi terhadap riset terdahulu sehingga terjadilah pembentukan tubuh pengetahuan/body of knowledge tentang akuntansi yang sistematis. Riset mereka telah memberikan dasar interpretasi pemahaman akuntansi sekaligus memberikan apresiasi terhadap manusia dan konteks sosial akuntansi.

(6)

perilaku orang-orang yang terlibat di dalamnya, proses penganggaran daerah dipengaruhi oleh negosiasi, perubahan kekuasaan dan politik internal (Siegel dan Marconi, 1989;124, Covaleski et al., 1996, Wildavsky, 2004).

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang ingin mengungkap realitas sosial dalam proses penganggaran daerah berbasis kearifan lokal di masyarakat Suku Tengger. Studi ini menggali dan memahami nilai-nilai lokalitas yang ada pada masyarakat Suku Tengger dan menjelaskan keberadaan nilai lokalitas tersebut dalam proses penganggaran, sehingga paradigma dalam penelitian ini adalah interpretif dengan pendekatan etnometodologi. Etnometodologi menyangkut studi mengenai kegiatan manusia sehari-hari, khususnya aspek-aspek interaksi sosial yang diambil begitu saja (taken for granted). Etnometodologi membatasi penyelidikan atas ungkapan indeksikal dan tindakan praktis lainnya sebagai kesatuan penyelesaian yang sedang dilakukan dari praktek kehidupan sehari-hari yang terorganisir.

D. Hasil Penelitian

1. Menggali Kearifan Lokal Di Suku Tengger

Rona wajah yang memerah, kain sarung yang selalu dililitkan dilehernya, serta kupluk atau topi yang menjadi penutup kepala merupakan ciri khas dan penanda Suku Tengger yang merupakan hasil adaptasi untuk menyesuaikan dengan suhu Gunung Bromo yang begitu dingin dan beku.

(Yudi, 1 Februari, 2010) Suku Tengger merupakan sebuah suku yang tinggal di daerah pedalaman pegunungan Bromo yang tersebar di 4 (empat) kabupaten, yaitu Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Pasuruan. Jumlah desa di seluruh 4 (empat) kabupaten yang dihuni oleh Suku Tengger sebanyak 33 (tiga puluh tiga) desa. Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengamati Suku Tengger yang ada di Desa Ngadisari Kabupaten Probolinggo yang merupakan desa tertinggi dan paling dekat lokasinya dengan Kawah Gunung Bromo dibandingkan desa-desa lain.

Gobyah (2003) mengatakan bahwa kearifan lokal (local wisdom) adalah kebenaran yang telah mentradisi dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Geriya (2003) mengatakan bahwa secara konseptual, kearifan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan melembaga. Kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya (Geertz, 2007).

Menurut Sukari et al. (2004) nilai kearifan lokal di masyarakat Suku Tengger Desa Ngadisari didasarkan pada konsep hidup masyarakat Suku Tengger yang didasarkan pada hubungan tiga arah yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungan alam (tryadic relationship). Hubungan manusia dengan Tuhan diwujudkan dengan ketaatan beribadah sesuai agama hindu dan melakukan berbagai upacara adat budaya. Sedangkan hubungan manusia dengan manusia diwujudkan dengan sikap hidup sesanti panca setia, guyub rukun, sanjan-sinanjan (saling mengunjungi), sayan (gotong royong, saling bantu membantu) yang didasari semboyan

(7)

“sepi ing pamrih, rame ing gawe”, dan genten kuat (saling tolong menolong). Terakhir, hubungan manusia dengan alam diwujudkan dengan melakukan berbagai upacara adat yang berkaitan dengan siklus alam dan juga melakukan pemeliharaan alam.

Selain konsep hidup yang dijelaskan di atas masyarakat Suku Tengger mempunyai pandangan hidup prasaja berarti jujur, tidak dibuat-buat apa adanya; prayoga berarti senantiasa bersikap bijaksana; pranata berarti senantiasa patuh pada raja, berarti pimpinan atau pemerintah; prasetya berarti setya; prayitna berarti waspada. Nilai kearifan lokal yang dapat di identifikasi dalam kehidupan masyarakat Suku Tengger diantaranya: ramah tamah, kepatuhan (setuhu), guyub rukun, sanjan-sinanjan (tolong menolong), gotong royong (sayan), dan kejujuran (prasaja). Berbagai nilai kearifan lokal tersebut mewarnai seluruh kehidupan masyarakat Suku Tengger. Dalam penelitian ini, nilai kearifan lokal yang akan dijelaskan adalah nilai yang terinternalisasi dalam proses penganggaran.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 3 (tiga) nilai kearifan lokal yang terinternalisasi dalam proses penganggaran yaitu nilai kepatuhan (setuhu), nilai kegotongroyongan (sayan), dan nilai kejujuran (prasaja). Nilai kepatuhan atau setuhune wong tengger diwujudkan dengan tetap melakukan mekanisme proses perencanaan penganggaran dan mengikuti jadwal dan tahapan yang telah ditetapkan pemerintah meskipun sesungguhnya mekanisme tersebut sudah dilakukan. Nilai kearifan lokal kegotong royongan (sayan) diwujudkan dalam implementasi pembangunan di wilayah Suku Tengger. Nilai kearifan kejujuran (prasaja) diwujudkan dalam proses pertanggungjawaban penggunaan anggaran.

2. “Setuhune” Wong Tengger; Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan

Modernisasi yang masuk ke wilayah tengger tidak akan melunturkan identitas wong tengger, mereka berpegang teguh pada ajaran welas asih pepitu dan tetap melakukan berbagai upacara adat (Supoyo, Petinggi, 30 Januari 2010) Petikan wawancara di atas menunjukkan bahwa meskipun Masyarakat Adat Tengger menerima pengaruh kehidupan modern yang dibawa oleh pendatang (wisatawan), tetapi mereka masih tetap memegang teguh nilai-nilai budaya setempat. Bahkan mereka mampu mengasimilasikan pengaruh-pengaruh modern ke dalam budaya adat mereka. Masyarakat Suku Tengger Patuh dengan adat istiadat sampai saat ini. Berbagai upacara adat seperti Karo, Kasodo, Unan-Unan dan lain-lain tetap dilaksanakan untuk mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal di tengah arus modernitas dan globalisasi. Selain patuh pada adat istiadat, masyarakat Suku Tengger patuh kepada pemerintah. Mereka tetap melakukan Musyawarah Dalam Proses Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) baik yang formal sesuai dengan ketentuan

pemerintah, maupun nonformal “Ala Wong Tengger”.

Berikut Hasil kutipan diskusi dengan Bapak Supoyo selaku Petinggi Tengger pada tanggal 31 Desember 2010 seperti disampaikan dalam kutipan berikut.

Peneliti : Pak Inggi, musrenbang desa sini kapan ya Pak? Apa sudah ?

Petinggi : Belum bu yang formal, dalam waktu dekat ini, nanti saya kabari ya. Tapi Bulan Desember kemarin ada acara rembug warga Tengger, yang hampir dihadiri oleh seluruh masyarakat Tengger

(8)

Petinggi : Rembug Warga Tengger dilakukan untuk mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan selama satu tahun sekaligus forum untuk mengusulkan pembangunan.

Peneliti : Berarti sudah musyawarah ya pak, tetapi apa musrenbang yg sesuai aturan tetap dilakukan.

Petinggi : Iya bu, masyarakat tengger patuh sama pemerintah, jadi meskipun informalnya sudah musyawarah, formalnya tetap dilakukan.

Dari kutipan hasil wawancara tersebut di atas ungkapan indeksikalitas tentang kepatuhan secara eksplisit disampaikan oleh Petinggi. Makna dari ungkapan ini adalah bahwa nilai kearifan lokal kepatuhan terinternalisasi dalam proses perencanaan

pembangunan. Makna refleksivitas dari ungkapan “...Tapi Bulan Desember kemarin ada acara rembug warga Tengger, yang hampir dihadiri oleh seluruh masyarakat Tengger...”

menunjukkan bahwa hadirnya seluruh warga tengger menunjukkan nilai kepatuhan terhadap undangan disampaikan oleh Petinggi. Jadi nilai kearifan lokal kepatuhan terbentuk karena masyarakat Suku Tengger patuh kepada pemimpin dan pemerintah.

Pelaksanaan Musrenbang Desa Ala Tengger di Desa Ngadisari menurut teori partisipasi yang dikemukakan oleh Arnstein (1971) dikategorikan dalam tangga partisipasi yang ketiga yaitu derajat tangga partisipasi penuh. Tangga ini ditandai dengan adanya kemitraan, pendelegasian wewenang dan adanya kontrol oleh warga. Pelaksanaan Musrenbang Ala Tengger dengan sebutan “Rembug Desa Tengger” menjadi temuan menarik, karena partisipasi informal ini merupakan salah satu bentuk inovasi yang dilakukan oleh desa dengan memperhatikan nilai kearifan lokal. Nilai kearifan lokal kepatuhan atau dalam

bahasa Tengger “Setuhu” di wujudkan dengan tetap melakukan mekanisme musrenbang formal meskipun roh partisipasinya terdapat dalam musrenbang informal. “Setuhu” yang merupakan salah satu nilai kearifan lokal Suku Tengger tetap dipertahankan dalam konteks penganggaran merupakan bentuk kepatuhan kepada pemerintah daerah dan pusat. Jadi partisipasi masyarakat di Suku Tengger adalah tidak sekedar formalitas (ceremonial) seperti dikebanyak desa lainnya di Indonesia.

3. Kegotong-Royongan Yang Membumi: Partisipasi Masyarakat Suku Tengger Dalam Pembangunan

Hayo rowang hangayahi kardi, nora kendat pembangunan deso, pamuji murih becik’e, supoyo tansyah maju (mari saudara-saudara menjalankan kewajiban, jangan sampai berhenti membangun desa, memuji sesuatu yang lebih baik, supaya senantiasa maju (Langgam Mbagun Deso) Pembangunan diartikan sebagai proses perubahan yang terencana yang melibatkan pemerintah dan masyarakat. Jika pembangunan hanya melibatkan pemerintah, maka tujuan pembangunan tidak akan tercapai, hanya sebatas menghabiskan anggaran. Penelitian yang dilakukan oleh Sopanah (2011) menunjukkan bahwa terjadi fenomena penolakan pembangunan sumur bor dari dana APBD di RT 03 RW 02 Kelurahan Polowijen dengan nilai 5 juta di tolak oleh warga setempat karena dianggap prosesnya tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tidak partisipatif.

(9)

Berbagai permasalahan pembangunan yang terjadi di masing-masing kota/kabupaten di Indonesia hampir sama yaitu dominannya penguasa dalam menentukan pembangunan sehingga pembangunan dianggap hanya sekedar proyek yang akan menguntungkan siapa yang berkuasa. Beberapa penelitian tentang anggaran mendukung hasil bahwa penentuan alokasi anggaran untuk pembangunan banyak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi serta kekuasan dan politik internal (Hackman (1985) dalam Covaleski et al (1996) dan Wildavsky (2004).

Dalam mengimplementasikan berbagai pembangunan maka masyarakat Suku Tengger selalu menerapkan nilai-nilai kegotong-royongan (sayan). Beberapa pekerjaan yang didanai oleh APBD berdasarkan hasil observasi penulis dilapangan dilakukan secara gotong royong. Sedangkan dalam kegiatan yang berupa pemberdayaan nilai kegotong-royongan diwujudkan dalam bentuk rembug atau musyawarah untuk menentukan sebuah keputusan.

Berikut kutipan hasil wawancara dengan Bapak Joko yang sedang berada dalam wilayah pembangunan jalan menuju Gunung Bromo.

Peneliti : Pak kalau boleh tahu, pembangunan ini dana nya dari mana ya pak? Pak Joko : Dari APBD

Peneliti : Jadi memang, suku tengger sangat diperhatikan oleh pemerintah terbukti dengan banyaknya pembangunan yang didanai oleh APBD

Pak Joko : Iya...

Peneliti : Swadaya dari masyarakat ada gak pak?

Pak Joko : Swadaya masyarakat dalam bentuk gotong royong, kalau ada dalam

bentuk dana nilainya kecil...

Dalam kutipan tersebut secara eksplisit terdapat ungkapan atau indeksikalitas yang menyatakan bahwa “Swadaya masyarakat dalam bentuk gotong royong, kalau ada dalam

bentuk dana nilainya kecil..”. Secara reflektif juga tersirat bahwa banyaknya pembangunan di Suku Tengger merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah kepada Suku Tengger tersebut. Walaupun usulan pembangunan yang diusulkan oleh Desa Tengger tidak semua didanai atau terrealisasi, namun kalau di prosentasi jumlahnya diatas 30%, hal ini kalau dibandingkan dengan realsiasi pembangunan di desa lain lebih tinggi. Desa lainnya rata-rata realisasi pembangunannya 10-20%.

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat Suku Tengger dan hasil observasi penulis dapat disimpulkan bahwa nilai kegotong-royongan atau Sayan sangat mewarnai berbagai sendi kehidupan masyarakat Suku Tengger mulai dari kehidupan bermasyarakat, kehidupan beragama, maupun kehidupan bernegara dimana masyarakat Suku Tengger mempunyai beberapa pedoman hidup yang dijadikan sebagai panutan dan pedoman meskipun arus modernisasi masuk di wilayah Tengger. Arus modenisasi tidak mempengaruhi karakter kegotong-royongan masyarakat Suku Tengger. Nilai kearifan lokal sayan yang ditemukan dalam kehidupan keseharian masyarakat Suku Tengger terinternalisasi dalam sikap hidup dan kemudian diterapkan dalam pembangunan dengan melakukan gotong-royong di setiap pembangunan yang ada di wilayah Tengger.

(10)

4. Pertanggungjawaban Ala Rakyat “Tengger”; Membangun Kejujuran Untuk Kesejahteraan

“ Saya sebagai pemimpin Suku Tengger yang telah dipilih oleh masyarakat dan tokoh adat, setiap tahunnya mempertanggungjawabkan kegiatannya secara langsung kepada masyarakat. Ini merupakan bentuk kejujuran seorang pemimpin terhadap rakyat yang dipimpinnya” (S, 20 Februari 2012). Penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Probolinggo kepada DPRD merupakan mekanisme pertanggungjawabn secara formal. Selain pertanggungjawaban formal Bupati Probolinggo menyampaikan LKPJ secara langsung kepada rakyat di alun-laun Kraksan pada tanggal 20 Februari 2012. Pertanggungjawaban ala rakyat yang dilakukan oleh Bupati, juga dilakukan oleh Petinggi Suku Tengger. Berdasarkan hasil wawancara dengan Petinggi (kepala desa) Suku Tengger bentuk pertanggungjawaban ini merupakan bentuk kejujuran yang telah dilakukan oleh pemimpin kepada rakyatnya. Sementara dari sisi masyarakat Suku Tengger sendiri melihat bahwa rembug desa merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh masyarakat Suku Tengger yang manfaatnya sangat banyak bagi terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih serta transparan. Hal ini seperti yang diungkap pada saat wawancara sebagai berikut:

“ Saya sebagai pemimpin Tengger yang telah dipilih oleh masyarakat dan tokoh adat, setiap tahunnya mempertanggungjawabkan kegiatannya secara langsung kepada masyarakat. Ini merupakan bentuk kejujuran seorang pemimpin terhadap rakyat yang dipimpinnya” (S, 3

Februari 2011).

“ Kegiatan rembug warga Tengger merupakan kegiatan rutin tahunan yang sangat bagus sebagai ajang silaturhmi. Dalam kegiatan itu banyak sekali warga Tengger yang hadir untuk mendengarkan pertanggungjawaban secara langsung pak Petinggi. Pertanggungjawaban ini

merupakan kejujuran pemimpin terhadap warganya dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan (P, 3 3 Februari 2011)

Berbagai ungkapan di atas menunjukkan terdapat nilai kearifan lokal kejujuran yang terinternalisasi dalam pertanggungjawaban pembangunan selama satu tahun. Pertanggungjawaban ala rakyat yang dilakukan oleh Kepala Desa Ngadisari selaku Petinggi Suku Tengger merupakan bentuk kejujuran yang dilakukan pemimpin kepada rakyat yang telah memilihnya. Terlepas dari motif politik di balik pertanggungjawaban ala rakyat, kegiatan ini perlu mendapatkan ruang apresiasi bahwa ada niat baik dari Bupati sebagai pemimpin untuk mempertanggungjawabkan kegiatannya di depan rakyat secara langsung. Dalam konteks pertanggungjawaban petinggi kepada masyarakat Suku Tengger yang

dilaksanakan pada akhir tahun yaitu bulan Desember dengan sebutan “rembug desa Tengger” merupakan bentuk internalisasi nilai kearifan lokal kejujuran dan keterbukaan pemimpin atau Petinggi Tengger kepada masyarakatnya secara langsung. Bentuk pertanggungjawaban ini tidak ditemui di desa lainnya di luar Wilayah Tengger.

E. Ikhtisar

(11)

secara formal maupun informal “Rembug Desa Tengger. Pelaksanaan Rembug Desa Tengger di Desa Ngadisari menurut teori partisipasi yang dikemukakan oleh Arnstein (1971) dikategorikan dalam partisipasi penuh. Temuan ini menarik karena partisipasi penuh hampir tidak pernah terjadi di daerah lainnya. Oleh karena itu, temuan ini perlu mendapat perhatian pemerintah daerah dan pusat untuk lebih memperhatikan karakteristik daerah dan kearifan lokal dalam proses perencanaan penganggaran dan melembagakan bentuk partisipasi informal tersebut.

Kearifan lokal (local wisdom) masyarakat Suku yang berhasil ditemukan dan terinternalisasi dalam konteks penganggaran daerah yaitu: Setuhu, Sayan, dan Prasaja. Nilai kearifan lokal kepatuhan (setuhu) terinternalisasi dalam proses perencanaan, nilai kearifan lokal gotong royong (sayan) terinternalisasi dalam implementasi pembangunan, dan nilai kearifan lokal kejujuran (prasaja) terinternalisasi dalam pertanggungjawaban pembangunan.

Temuan penelitian memperkuat teori tentang partisipasi masyarakat dalam proses penganggaran daerah yang lebih efektif jika memperhatikan nilai kearifan lokal. Nilai kearifan lokal yang merupakan “kekayaan Bangsa Indoensia” harus tetap “dipertahankan” dalam pusaran modernitas. Nilai kearifan lokal ini diharapkan akan mewarnai proses penganggaran daerah baik di tingkat Kabupaten/Kota, Propinsi, maupun Pemerintah Pusat. Dengan nilai-nilai tersebut diharapkan pembangunan di Indonesia semakin leboh baik sehingga kesejahteraan masyarakat semakin meningkat, tidak ada lagi kemiskinan dan pengangguran, Korupsi APBN dan APBD, karena semua proses melibatkan rakyat, transparan, jujur, adil dan akuntabel.

Mengakhiri Pidato Ilmiah ini, saya mengajak seluruh alumi Universitas Widyagama Malang yang di wisuda hari ini, untuk menjaga nama baik almamater tercinta di tempat kerja (bagi yang sudah bekerja), bagi yang belum bekerja marilah kita ciptakan lapangan usaha baru sesuai dengan ilmu yang telah saudara dapatkan di sini serta sesuai dengan kemampuan dan minat saudra. Saya atas nama pribadi menghimbau agar saudara mempromosikan Universitas Widyagama kepada keluarga besar, teman, kolega dan lain-lainnya agar bergabung dengan Universitas Widyagama yang kita cintai ini. Semoga Pidato Ilmiah ini bermanfaat dan menjadi inspirasi kita semua untuk tetap berkarya demi kehidupan yang lebih baik. Mohon maaf atas segala kekurangannya.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Arnstein, Sherry R., 1971. “Eight Rungs on the Ladder of Citizen Participation” in Edgar S.

Cahn and Barry A. Passet. Citizen Participation: Effecting Community Change. New York: Praegar Publishers.

Burgstahler, David dan Sundem, Gary L., (1989), The Evolution of Behavioral Accounting Reseach in the United States, 1968-1987, Behavioral Research In Accounting Volume 1, Printed in USA.

Cornwall, Andrea, dan Gaventa, John, 2001. From Users and Choosers to Makers and Shapers: Repositioning Participation in Social Policy, IDS Working Paper 127, Juni 2001.

Covaleski, M.A., M. Dirsmith, dan S. Samuel. 1996. Managerial Accounting Research: The Contributions of Organizational and Sociological Theories, Journal of Management Accounting Research, Vol. 8: 1-35

Cooper L. and Elliot, J. (2000). “Public participation and social acceptability in the philippine EIA process”, Journal of Environmental Assessment Policy and Management, 2(3): pp 339-367.

Geertz, C. (1992) Kebudayaan dan Agama, Kanisius Press, Yogyakarta, 1992b

Gobyah, I Ketut (2003) Berpijak pada Kearifan Lokal, dalam http://www.balipos.co.id, didownload 17/9/03.

Hackman, J.D., (1985). Power and Centrality in the Allocation of Resources in Colleges and, Universities, Administrative Science Qaarterly, 30: pp 61-77.

Hopwood, A.G. 1989. Behavioral Accounting In Retrospect And Prospect, Behavioral Research In Accounting, Volume 1, pp: 1-22

Krina P., Loina Lalolo. 2003. Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi & Partisipasi, Jakarta: Sekretariat Good Public Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Laurian, Lucie. 2004. Public Participation in Environmental Decision Making: Findings from Communities Facing Toxic Waste Cleanup, Winter

Mardiasmo, 2002, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit ANDI Yogyakarta

Mariana and Edi, 2008, Representative democracy is Minimal Representation, Courtesy IRE http://ireyogya.org/id/flamma/flamma-32-demokrasi-perwakilan-yang-minim

keterwakilan.html;download= 58521e4e2bd3d4b988cbd17d7365df3c#downloadFile Muluk, M.R. Khairul. 2007. Menggugat Partisipasi Publik Dalam Pemerintah Daerah (Sebuah

Kajian Dengan Pendekatan Berpikir Sistem). Bayu Media-Lembaga Penerbitan FIA-Unibraw, Malang.

Rubin, Irene S., (2000). The Politics Of Public Budgeting: Getting and Spending, Borrowing and Balancing, 4th Edition, 4 th ed. New York: Chatham House.

Siegel, G. and Marconi, H.M. (1989), Behavioral Accounting, South Western Publishing Co. Ohio, USA.

Sisk, T.D. (Editor) (2002). Democracy at the Local Level: International IDEA Handbook Regarding Engagement, Representation, Conflict Management and Governance, Seri 4, Internasional IDEA, Jakarta, Indonesia.

(13)

_______, Wahyudi, Isa dan Azmi, Happy. 2004. Strategi penguatan masyarakat dalam pengawasan proses penyusunan dan pelaksanaan APBD Kota Malang, Laporan penelitian tidak dipublikasikan MCW dan YAPPIKA.

_______, dan Wahyudi, Isa. 2005a. Strategi Penguatan Masyarakat sipil dalam meminimalisasi Distorsi Penyusunan APBD Kota Malang, dalam Procesing Simposium Riset II ISEI, Percepatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Pengangguran, Surabaya 23-24 November 2005

_______ dan Wahyudi, Isa. 2005b. Strategi Penguatan Partisipasi Rakyat terhadap Pengawasan dalam Proses Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Kota Malang, dalam Procesing Simposium Riset II ISEI, Percepatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Pengangguran, Surabaya 23-24 November 2005

Sopanah, A. (2011). “Refusal of a local goverment budgeting: an interpretive case study”, Asia Pacific Journal of Accounting and Finance, June, Departement of Accounting, Faculty of Economic, University of Indoensia, 1(2): pp. 165-177

Sukardi, Akhmad. 2009. Participatory Governance dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, Laksbang Pressindo. Yogyakarta.

Sukari, et al. (2004) Kerifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Tengger Pasuruan Jawa Timur. Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.

Wildavsky, A. 2004. The New Politics of The Budgetary Process. Fifth Edition. Pearson Education Inc. United States.

(14)

Lampiran: Analisis Indeksikalitas dan Refleksifitas

Tabel 1: Analisis Indeksikalitas dan Refleksifitas Kepatuhan

Tahapan Bentuk Data Indeksikalitas Refleksivitas

Bagian 1: suku tengger patuh pada Tuhan YME, Orang tua, guru dan pemerintah.

Makna dari upacara kasodo untuk mencari berkah dan

Semua proses ini harus di patuhi dan dilaksanakan. harus dilakukan untuk menebus arwah sanak saudaranya yang telah meninggal, kalau masyarakat Suku Tengger tidak patuh maka ia akan maka mendapatkan musibah.

Makna upacara entas-entas adalah untuk

menyempurnakan arwah orang yang telah meninggal dunia dan semoga masuk ke alam nirwana

Tabel 2: Analisis Indeksikalitas dan Refleksifitas Kegotong-royongan

Tahapan Bentuk Data Indeksikalitas Refleksifitas

Bagian 1: Agung, yang terdiri dari tiga nyiur berisi sembilan buah karo dengan penuh suka cita, mereka mengenakan pakaian baru, makanan berlimpah dan untuk upacara di balai desa secara bersama-sama dan bergotong royong oleh semua masyarakat Suku Tengger.

Makna dari upacara karo adalah mengadakan akan di tanggung secara gotong royong oleh seluruh warga masyarakat desa Setelah sesajian dimantrai dibagi ke masyarakat dan dimakan bersama-sama. , pada upacara ini

Makna yang terkandung hingga dewasa, pria, wanita untuk bergotong-royong keliling desa

Tabel 3: Analisis Indeksikalitas dan Refleksitas Kejujuran

Tahapan Bentuk Data Indeksikalitas Refleksifitas

Bagian 1:

Secara implisit makna kata kotor adalah didesa tersebut ada orang yang telah berbuat kesalahan, sehingga diharapkan kejujurannya untuk tidak mengikuti upacara kasada

(15)

kotor” dengan melempar ongkek. menghormati Dewa Bromo.

Secara eksplisit Dukun Pandhita

menyatakan bahwa “Semua

Dukun wajib melakukan megeng patigeni, untuk tidak berhubungan dengan duniawi khususnya tidak

kumpul istri” disini di tuntut

kejujuran dan kekuatannya.

Makna dari upacara

Tabel 4: Analisis Indeksikalitas dan Refleksitas Kepatuhan: Berpartisipasi Dalam Perencanaan Penganggaran

Tahapan Bentuk Data Indeksikalitas Refleksifitas

Bagian 2:

“..masyarakat tengger patuh sama pemerintah, jadi meskipun informalnya sudah musyawarah, formalnya tetap

dilakukan.”

“..Bulan Desember kemarin ada acara rembug warga Tengger, yang hampir di hadiri oleh seluruh masyarakat Tengger. dana swadaya juga 10% dari total yang dianggarkan.

“..biasanya hanya sedikit usulan yang didanai, tetapi kita juga gak pernah protes, gak ilok (tidak sopan)..”

Ibu-ibu di desa sini rajin mengikuti kegiatan PKK di Balai Desa Ngadisari

“..meskipun di akhir tahun desa kami

telah menyepakati usulan, kami tetap melakukan Musrenbang Desa

“Musrenbang desa menurut saya

Kami percaya bahwa semua hari baik, tapi ada satu hari yang paling baik untuk melakukan kegiatan warga

“..kami percaya bahwa dengan menghitung hari baik, semua proses

akan berjalan dengan lancar....”

Tabel 5: Indeksikalitas dan Refleksifitas Kegotongroyongan: Berpartisipasi dalam Pembangunan

Tahapan Bentuk Data Indeksikalitas Refleksifitas

Bagian 2:

“ Proyek pembangunan jalan didanai oleh APBD, sedangkan warga Tengger memberikan sumbangan berupa gotong-royong tenaga dan makanan...”

“Swadaya dari masyarakat dalam bentuk dana ada tetapi nilainya kecil...”

Wawancara Dengan Masyarakat

Wawancara dengan masyarakat

“Gotong-royong tidak hanya dilakukan

pada saat pembangunan desa...” “...gotongsaat masyarakat ada yang mempunyai -royong juga dilakukan pada hajatan seperti sunatan...”

Tabel 6: Indeksikalitas dan Refleksifitas Kejujuran: Berpartisipasi dalam Pertanggungjawaban Pembangunan

Tahapan Bentuk Data Indeksikalitas Refleksifitas

Bagian 2:

Dalam bentuk media apapun Kepala Daerah berkewajiban menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas kinerja pemerintahan yang tidaklah harus rigit dan kaku yang telah dilakukan dan dibiayai oleh APBD

“petinggi juga melaporkan kegiatan -kegiatan keagamaan yang didanai oleh swadaya masyarakat bentuk kejujuran seorang pemimpin terhadap rakyat yang dipimpinnya

(16)

Lampiran Curiculum Vitae

I. Data Pribadi

II. Pendidikan

No Keterangan Lulus (IPK) Tempat

1 S1 Fakultas Ekonomi Universitas Widya Gama 2001 (3,87) Malang 2 S2 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada 2003 (3,93) Yogyakarta 3 S3 Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang 2013 (3,91) M Malang

4 CMA Program 2013 Unair-CMA Australia

III. Pengalaman Kerja

No Keterangan Tahun

1 Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Widya Gama Malang 2001-sekrng 2 Staf Auditor pada Kantor Akuntan Publik (KAP) Santoso and Patners Surabaya 2003- 2006 3 Konsultan Service Provider Program BEC-TF Word Bank 2009-2011

4 Manajer INSPIRE Indonesia 2009-sekrng

5 Direktur CV INSPIRE Consulting 2010-sekrng

5 Tenaga Ahli DPRD Kabupaten Malang dan Kota Batu 2011-sekrng

6 Konsultan Individu Proyek AIPD 2012-sekrng

IV. Penelitian, Publikasi Ilmiah, Buku dan Modul A. Penelitian

1. Sopanah dan Syamsul Bahri, 2004, Strategi Penguatan Partisipasi Rakyat terhadap Pengawasan dalam Proses Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Kota Malang, Penelitian Dosen Muda (di biayai DIKTI)

2. Sopanah dan Endah PS., 2005, Analisis APBD Berprespektif Gender, Penelitian Kajian Wanita, (dibiayai DIKTI)

3. Syamsul Bahri dan Sopanah, 2005, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Korupsi dan Modus Korupsi APBD di Malang Raya, Penelitian Dosen Muda (di biayai DIKTI)

4. Irfan Fatoni dan Sopanah, 2005, Strategi Penguatan Masyarakat Sipil Dalam Meminimalisasi Distorsi Penyusunan APBD, Penelitian Dosen Muda (di biayai DIKTI)

5. Sopanah, dkk, 2006, Model Pengembangan Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Penyusunan APBD, Penelitian Hibah Bersaing (Di Biayai Dikti)

6. Irfan Fatoni dan Sopanah, 2006, Analisis Alokasi APBD Dan Dampaknya Terhadap Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya Masyarakat, Penelitian Dosen Muda (di biayai DIKTI)

7. Zaenudin dan Sopanah, 2006, Analisis Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2006, Penelitian Dosen Muda (di biayai DIKTI)

8. Survival dan Sopanah, 2006, Analisis Efisiensi Dan Efektivitas Proses Perencanaan Dan Penganggaran Daerah (Studi Kasus Kota Malang), Penelitian Dosen Muda (di biayai DIKTI) 9. Anggota Peneliti, 2006-2007, Model Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Malang, Kerjasama

Univ. Widyagama Malang dengan BAPPEKO Malang

10. Anggota Peneliti, 2007, Pemetaan Dampak Program dan Kegiatan Dana Bantuan Pemerintah Kabupaten Belu Bagi Rakyat Miskin di Kabupaten Belu NTT, Kerjasama Univ. Gajayana Malang dengan BAPEDA Belu Nusa Tenggara Timur (NTT)

11. Anggota Peneliti, 2007-2008, Strategi Pengembangan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Nama : Dr. Ana Sopanah, SE, MSi., CMA.

TTL : Brebes, 11 Agustus 1979 Agama : Islam

Alamat Kantor : Fakultas Ekonomi Universitas Widya Gama Malang . Jl. Borobudur No 35 Malang

Telp : 0341-492282, 411291 pswt 213 Fax 0341- 496919 Alamat Rumah : Jl.Cakalang Kav AURI No 16 Polowijen Malang Telp/Hp/

E-Mail

Jab. Akademik :

:

0341473810/08155508584/081252651675 anasopanah@gmail.com

Lektor

(17)

(UMKM) Unggulan Kabupaten Malang, Kerjasama FE Univ. Widyagama Malang dengan BAPPEDA Malang

12. Ketua Peneliti, 2008, Strategi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Banyuwangi, LPPM Univ. Widyagama Malang dan Litbang Propinsi Jawa Timur

13. Anggota Peneliti, 2008, Strategi Pemberdayaan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kabupaten Banyuwangi, Kerjasama LPPM Univ. Widyagama Malang dengan Litbang Propinsi Jawa Timur 14. Anggota Peneliti, 2008, Strategi Pemberdayaan UMKM di Kabupaten Sidoarjo, Kerjasama YPPMI

Malang dengan Litbang Propinsi Jawa Timur

15. Anggota Peneliti, 2008, Model Pengembangan Pelayanan Publik di Kota Surabaya, Kerjasama Insipire Indonesia dengan Litbang Propinsi Jawa Timur

16. Anggota Peneliti, 2008, Strategi Pengembangan Modal Sosial Sektor Informal di Kota Surabaya, Kerjasama Insipire Indonesia dengan Litbang Propinsi Jatim

17. Ketua Peneliti, 2008, Model Pengembangan Kemitraan Dalam Pemberdayaan Ekonomi Lokal di Kota Probolinggo, Kerjasama LPPM Univ. Widyagama Malang dengan Bappeko Probolinggo 18. Ketua Peneliti, 2008, Pemetaan UMKM dan Koperasi di Kabupaten Probolinggo, Kerjasama

LPPM Univ. Widyagama Malang dengan Dinas UMKM dan Koperasi Kabupaten Probolinggo. 19. Anggota Peneliti, 2008, Studi Pengukuran IPM Sebagai Strategi Pencapain MDGs di Sektor

Pendidikan, Kesehatan dan Ekonomi, Pemkab Belu NTT

20. Ketua Peneliti, 2009, Analisis Pengaruh APBD terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kab. Belu 21. Ketua Peneliti, 2012-2013, Strategi Pengentasan Kemiskinan di Bodowoso, Hibah Stranas,

DIKTI Jakarta

B. Publikasi Ilmiah

1. Sopanah, 2003 “Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Publik Terhadap Hubungan antara Pengetahuan Dewan tentang Anggaran dengan Pengawasan Keuangan

Daerah”, Proseding SNA ke 6 di Surabaya. 2006

2. Sopanah, 2003, “Pengaruh Pemilihan Metode Akuntansi untuk Marger dan Akuisisi terhadap

Volume Perdagangan Saham di Bursa Efek Surabaya”, Jurnal Manajemen Akuntansi dan Bisnis, Fakultas Ekonomi Widya Gama Malang. , Volume I, Nomor 2 Agustus, 2003

3. Sopanah, 2004 “Analisis Hubungan antara Konsep Akuntabilitas dengan Pengukuran Kinerja

pada Pemerintah Kota/Kabupaten”, Jurnal Manajemen Akuntansi dan Bisnis, Fakultas Ekonomi Widya Gama Malang. Volume 2, Nomor 1 April, 2004

4. Sopanah, 2004 “Memantau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Dalam Kerangka Peningkatan Akuntabilitas Publik Di Era Otonomi Daerah” Jurnal Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi, Volume I, Nomor 2 Juni, Fakultas Ekonomi Univ. Merdeka Malang, 2004

5. Penelitian : “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penentuan Audit Fee”, Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Bisnis, FE Univ. Widya Gama Malang, Vol 2 No 2 Agustus 2004

6. Sopanah dan Isa Wahyudi, 2005, “Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Korupsi APBD, Jurnal Legality Fakultas Hukum Univ. Muhammadiyah Malang” Vo. 13 No 1 2005

7. Sopanah dan Syamsul Bahri, 2005, Hubungan Antara Tipologi Strategi Kompetitif, Kematangan Teknologi Informasi, Dan Ukuran Perusahaan Manufaktur Dengan Respon Strategik Dalam Menghadapi Globalisasi, Jurnal Manajemen Akuntansi & Bisnis Univ. Widya Gama Malang, Vol 3 No 1 April, 2005.

8. Sopanah, 2005 ”Strategi Penguatan Partisipasi Rakyat terhadap Pengawasan dalam Proses

Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Kota Malang”, Procesing Simposium Riset II ISEI, Surabaya 23-24 November 2005.

9. Sopanah, 2005 ”Strategi Penguatan Partisipasi Masyarakat Sipil dalam Meminimalisasi Distorsi

Penyusunan APBD Kota Malang”, Procesing Simposium Riset II ISEI, Surabaya 23-24 November 2005 .

10. Sopanah, 2005 ” Pengaruh Akuntabilitas Publik, Partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Publik Terhadap Hubungan antara Pengetahuan DPRD tentang Anggaran dengan

Pengawasan APBD”, Jurnal Logos Univ. Muhammadiyah Gresik, Vol 3 No 1 Juli 2005 .

11. Sopanah, 2006, “Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah (APBD) Berprespektif Gender di Kota Malang, Jurnal Manajemen Akuntansi dan Bisnis, Fakultas Ekonomi Widya Gama Malang. Volume 4, Nomor 3 Desember, 2006

12. Sopanah dan Wiwin P, 2008, Strategi Penguatan dan Pertumbuhan Ekonomi Rakyat Kota Malang, Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen, ISEI Jawa Timur

(18)

Jurnal Manajemen Akuntansi dan Bisnis, Volume 5, Nomor 1, 2008

14. Sopanah, 2008, Model Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Penyusunan APBD, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, Edisi April, University of Muhamadiyah Surakarta

15. Sopanah, 2009, Strategi Pengalokasian APBD Berbasis Gender Untuk Meningkatkan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Jurnal Ventura Edisi Desember No 3, STIE Perbanas Surabaya 16. Sopanah, 2009, Model Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Penyusunan APBD, Proceding

Research Conference of Public Sector Finacial II, 2-3, June 2009

17. Fenomenoly Study: Open Public Participation in Local Budeting Preparation Process On Malang, Proceding Accounting National Symposium XII, Palembang, 4-6 Nov 2009

18. Sopanah, 2010, “Wong Cilik” Economy:Deconstruction On Capitalist Economy, Proceding Economic Research Symposium IV On Economic Faculty Widya Mandala Surabaya

19. Sopanah, 2011, Refusal of a Rural Development Project Funded By Local Expenditure and Income Budget (LEIB): An Interpretive Case Study, International, Bussiness Research Conference, Sydney, 16-17 November, 2011

20. Sopanah, 2012, A Model Of Public Participation Development For Local Expenditure Income Budget (Leib) Preparation Proceses, IRSA Conference International, 9-11 Juli 2012.

21. Sopanah, 2012, Ceremonial Budgeting Dalam Proses Perencanaan Penganggaran Daerah, Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XV Banjarmasin, Unlam Banjarmasin, 20-23 September 2012

22. Sopanah, 2012, Model For Community Empowerment By Access To Capital For Poverty Alleviation Efforts, World Islamic Banking, Finance and Investment, 17-18 December, 2012, Kuala Lumpur, Malaysia.

23. Sopanah, 2012, Ceremonial Budgeting: Public Participation in Development Planning at an Indonesian Local Government Authority, The Journal of Applied Management Accounting Research Volume Number 2, Summer 2012.

24. Sopanah, 2013, Model Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Penganggaran Daerah BerbasisKearifanLokal di SukuTengger, Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XVI, Unsrat Manado, 25-28 September 2013.

25. Sopanah, 2013, Beyond Ceremony: The Impact of Local Wisdom on Public Participation in Local Government Budgeting, The Journal of Applied Management Accounting Research, Volume Number 2, Summer 2012.

C. Buku dan Modul

1. Sopanah dkk, 2005, Metode Membaca dan Analisa Anggaran Publik, Modul MCW-YAPIKA 2. Sopanah, dkk, 2005, Advokasi Kebijakan Anggaran Publik, Modul MCW-YAPIKA

3. Sopanah, dkk, (Kontributor) 2006, Ruang Gelap Penganggaran daerah dalam buku Dinamika Politik Lokal, Penerbit UMM Press, Malang

4. m Sopanah, dkk, (Kontributor) 2006, Participatory Budgeting: Arah Baru Penyusunan APBD dalam buku, Hak Rakyat Mengontrol Negara, Penerbit In-trans, Malang

V. Pengalaman Lain

1. Pembicara pada Simposium Nasional Akuntansi VI di Univ. Airlangga Surabaya, 16-17 Oktober

2003 dengan judul “Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Publik

Terhadap Hubungan antara Pengetahuan Dewan tentang Anggaran dengan Pengawasan

Keuangan Daerah”,

2. Pembicara pada Seminar dan Lokakarya Penguatan Partisipasi Rakyat dalam Pengawasan APBD oleh MCW-YAPPIKA di Batu, 15-16 April 2004

3. Fasilitator Refresing Management Outbond Training di Pusat Keahlian Psikologi UMG tanggal 6,7 Februari 2004

4. Pembicara pada Seminar dan Lokakarya Penguatan Partisipasi Rakyat dalam Pengawasan APBD oleh MCW-YAPPIKA di Batu, 15-16 April 2004

5. Trainer pada Training of Trainer (TOT) Analisa Anggaran Publik (APBD) oleh MCW-YAPPIKA di Batu, 28-30 April 2004

6. Pemateri Women budget Analysis pada Latihan Khusus Kohati oleh Kohati HMI Cabang Malang di Batu, 25-30 April 2004

7. Fasilitator Pelatihan Advokasi Kebijakan APBD oleh MCW-YAPPIKA di Batu, 26-27 Mei 2004 8. Pemateri Metode Penyusunan dan Analisa APBD pada Pelatihan dan Pembekalan Anggota

(19)

9. Fasilitator pada Pelatihan Metode Membaca dan Analisa APBD oleh Aliansi APBD dan FH Unibraw di Malang, 15-16 Juni 2004.

10. Pemateri Metode Penyusunan dan Analisa APBD pada Pelatihan dan Pembekalan Anggota Legislatif Partai Keadilan Sejatera (PKS) Se-Jawa Timur, di batu 24-26 Juni 2004.

11. Pemateri Metode Penyusunan dan Analisa APBD pada Pembekalan Anggota Legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan se Malang Raya di kepanjen Malang 27 Juli 2004.

12. Pemateri Konsultasi Publik Penyusunan APBD Tandingan, MCW-YAPPIKA di Balai Kelurahan Blimbing Kota Malang, 9 juli 2004

13. Fasilitator Training Manajemen dan Pemberdayaan Organisasi Rakyat, MCW-YAPPIKA di Batu, 09-11 Agustus 2004

14. Pemateri Penyuluhan Politik Hak dasar Rakyat dalam Anggaran, MCW-YAPPIKA di Balai Kelurahan Sawojajar Kota Malang, 28 Agustus 2004

15. Pemateri Konsultasi Publik Penyusunan APBD Pro-women Budget, MCW-YAPPIKA di Univ. Islam Negeri Malang, 29 September 2004

16. Pemateri Konsultasi Publik Penyusunan APBD Tandingan, MCW-YAPPIKA di Kelurahan Tanjung Kota Malang Tanggal, 28 Oktober 2004

17. Pemateri Konsultasi Publik Penyusunan APBD Tandingan, MCW-YAPPIKA di Gedung IKA Brawijaya Tanggal, 8 Pebruari 2005

18. Pembicara pada Simposium Riset Ekonomi II di Surabaya Tanggal 23-24 November 2005

dengan judul “Strategi Penguatan Partisipasi Rakyat terhadap Pengawasan dalam Proses Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Kota Malang”, di selenggarakan oleh ISEI Jatim

19. Pembicara pada Simposium Riset Ekonomi II di Surabaya Tanggal 23-24 November 2005

dengan judul “Strategi Penguatan Partisipasi Masyarakat Sipil dalam Meminimalisasi Distorsi Penyusunan APBD Kota Malang”, di selenggarakan oleh ISEI Jatim

20. Pembicara, Pelatihan Penyusunan Neraca Dengan Pendekatan Double Entry System (Berdasarkan PP. No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan), Kerjasama FE Univ. Widyagama Malang dengan Bagian Keuangan Kota Malang, Tanggal 7-9 Juni 2006. 21. Pembicara, Pelatihan Penyusunan Neraca Dengan Pendekatan Double Entry System

(Berdasarkan PP. No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan), Kerjasama FE Univ. Widyagama Malang dengan Bagian Keuangan Kota Batu, Tanggal 20-22 Desember 2006. 22. Pembicara, Pelatihan Pengembangan Kompetensi Dan Peningkatan Fungsi Kontrol Anggota

Pimpinan Dan DPRD Kabupaten Belu, Kerjasama FE Univ. Widyagama Malang dengan DPRD Belu NTT, 8-10 Mei 2007

23. Pembicara, Pelatihan Pengembangan Kompetensi Dan Peningkatan Fungsi Kontrol Anggota Pimpinan Dan DPRD Kabupaten Bima, Kerjasama FE Univ. Widyagama Malang dengan DPRD Bima NTB, 11- 13 Juni 2007

24. Tim Pendamping, Penyusunan Laporan Keuangan SKPD (Unit Kerja), Kerjasama FE Univ. Widyagama Malang dengan Bagian Keuangan Kota Batu, Juni-November 2007.

25. Tim Penyusun, Data Base Usaha Produktif Dan Kawasan Sentra Usaha Potensial Daerah Di Kabupaten Probolinggo, Kerjasama FE Univ. Widyagama Malang dg BAPPEDA Probolinggo, 2007

26. Pembicara pada Simposium Riset Ekonomi III, Pada Tanggal 24 November 2007 dengan judul

“Strategi Penguatan dan Pertumbuhan Ekonomi Rakyat Kota Malang, Diselenggarakan oleh ISEI Jatim

27. Pembicara pada Simposium Riset Ekonomi III, Pada Tanggal 24 November 2007 dengan judul

“Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja UMKM di Kota Malang, Diselenggarakan ISEI Jatim 28. Pembicara pada Pelatihan Strategi Peningkatan Pemberdayaan Ekonomi Bagi Pelaku UMKM di

Kabupaten Sidoarjo, Pada Tanggal 20 Desember 2008 di Wisma Haji Juanda Surabaya, Diselenggarakan oleh YPPMI Malang.

29. Fasilitator pada Pelatihan Strategi Pemberdayaan Kelompok Nelayan di Kota Surabaya, Pada Tanggal 21 Desember 2008, Di Hotel Utami Juanda Surabaya, Diselenggarakan oleh INSPIRE Indonesia.

30. Fasilitator pada Pelatihan Pemetaan dan Analisis Keluarga Buruh Migran di Kabupaten Gresik, Pada Tanggal 28 Desember 2008, Di Hotel Saptanawa Gresik

31. Kajian Pansus Pembahasan LKPJ Kabupaten Malang Tahun 2010 (Bidang Ekonomi, Keuangan dan Kesejahteraan Rakyat), 1 April 2011, Hotel Grand Palace Malang.

(20)

33. Pendampingan Koordinasi dan Konsultasi ke Kementrian Perencanaan Pembangunan tentang RPJMD Kabupaten Malang Tahun 2011-2015, 3 April 2011.

34. Perencanaan Penganggaran Daerah Berdasarkan PP No 58 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Permendagri 13 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, DPRD Kab Bangkalan, 5 April 2011, Hotel Tunjungan Plaza Surabaya.

35. Kajian Pembahasan RPJMD Kabupaten Malang Tahun 2011-2015, 8 April 2011, Hotel Grand Palace Malang.

36. Kajian Strategi Menciptakan Pendidikan Murah Berkualitas Bagi Masyarakat Miskin, 4 Mei 2011, Hotel Grand Palace Malang.

37. Kajian Pansus Pembahasan LKPJ Kabupaten Malang Tahun 2011 (Bidang Ekonomi, Keuangan dan Kesejahteraan Rakyat), 9 April 2012, Hotel Grand Palace Malang.

38. Kajian Perda Tentang Perubahan Atas Perda No 15 Kab Malang Tentang Penyertaan Modal Daerah Pada Pt Bank Jatim, 31 Mei 2012, Hotel Aria Gajayana Malang

39. Workshop Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013, Workshop DPRD Kab Ponorogo, tgl 27-29 oktober 2012, hotel ina simpang surabaya, 40. Kajian tentang Revitasisasi Peran BUMD untuk Mendongkrak PAD Kabupaten Malang, 13 April

2012, Hotel Grand Palace Malang.

41. Bimtek Penanganan Konflik dan Isu Startegis di Belitung, Hotel Pelanggi, 24 November 2012 42. Peranan Ormas Dalam Pembangunan Untuk Penguatan Civil Society Di Kabupaten Belitung,

Seminar Kebangsaan, 26 Maret 2013, Hotel Bahamas Belitung

43. Kajian Pansus Pembahasan LKPJ Kabupaten Malang Tahun 2012 (Bidang Ekonomi, Keuangan dan Kesejahteraan Rakyat), 9 April 2013, Hotel Gadjah Mada Malang.

44. Kajian Pansus Pembahasan LKPJ Kabupaten Kediri Tahun 2012, 22 April 2013, di Ruang Sidang DPRD Kabupaten Kediri.

45. Bimtek Anggota DPRD Kabupaten Kediri Tentang Cara Cepat Membaca APBD, Hotel Tunjungan Plaza, 18 November 2013.

46. Kajian Pansus LKPJ Kabupaten Malang Tahun 2013, Hotel Grand Palace, 18 Maret 2014

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan penuh rasa tanggung jawab.

Malang, 24 Maret 2014

ttd

Dr. Ana Sopanah, SE., M.Si., CMA

Naskah dapat didownload dari

Gambar

Tabel 1: Delapan Tangga Partisipasi Publik
Tabel 1: Analisis Indeksikalitas dan Refleksifitas Kepatuhan

Referensi

Dokumen terkait

Secara teoritis, penelitian ini bertujuan untuk merumuskan konstruksi kekuatan agama dan kearifan lokal masyarakat Kasongan Bantul Yogyakarta yang mampu mendorong

Upaya tersebut dilakukan untuk menjaga agar hasil pembangunan dapat dinikmati secara merata dan berkeadilan oleh seluruh lapisan masyarakat Sulawesi Tenggara sebagai bagian

tradisional ini ternyata masih dipraktikkan oleh masyarakat utamanya masyarakat adat di Indonesia. 7 Cara pandang serta konsep itulah yang dapat kita artikan sebagai

memperoleh kombinasi pengetahuan tentang kesiapsiagaan menghadapi tsunami yaitu pertautan antara kesiapsiagaan secara tradisional dan kontemporer; 2) masyarakat

Kearifan lokal masyarakat Baduy adalah kekuatan dari sistem pengetahuan kolektif untuk hidup di atas nilai-nilai yang membawa kelangsungan hidup yang beradab, yaitu: hidup

Melalui haluan negara, maka perencanaan pembangunan hukum nasional tetap dapat memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Indonesia sebagai langkah atau

Dengan menghargai dan mempelajari kearifan lokal, bangsa Indonesia dapat tumbuh sebagai masyarakat yang berakar pada budaya sendiri, menghormati nilai-nilai luhur, dan menjadi garda

Salah satu bagian dari kebudayaan Aceh adalah kearifan lokal itu sendiri dan menjadi peran yang penting dalam perkembangan taraf pendidikan masyarakat, agama, bahasa, perkembangan