• Tidak ada hasil yang ditemukan

TASAWUF KULTURAL Fenomena Shalawat Wahidiyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TASAWUF KULTURAL Fenomena Shalawat Wahidiyah"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

TASAWUF KULTURAL

Fenomena Shalawat Wahidiyah

Penulis: Sokhi Huda

(Staf Pengajar Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Diperbantukan di Fakultas Dakwah IKAHA Tebuireng Jombang)

Kata Pengantar:

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel Surabaya)

Penerbit:

Bedah Buku pada Hari Sabtu, 23 Agustus 2008 Di Gedung Perpustakaan Teatrikal

(2)

Tasawuf Kultural

Senin, 21 Juli 2008

Judul : Tasawuf Kultural Penulis : Sokhi Huda

Tebal Buku : xxiv + 372 Halaman ISBN : 979 979 1283 724

Shalawat Wahidiyah merupakan interpretasi terhadap Islam yang dilakukan secara genius oleh pendirinya dan ditransformasikan secara terus-menerus sehingga menjadi habitualisasi di dalam kehidupan sehari-hari. Ia merupakan tasawuf lokal yang menjadi ajang bagi para penganutnya untuk memenuhi gelegak keilahian dan menjadi wadah bagi pemenuhan kebutuhan

(3)

ABSTRAK

(RINGKASAN)

 Dengan ungkapan Alhamdulillah, terimakasih

kepada segenap informan, partisipan, dan penerbit LKiS Yogyakarta buku ini hadir di hadapan para pemerhati yang budiman.

 Buku ini merupakan hasil penelitian lapangan

dengan pendekatan interdisipliner (berbagai disilpin ilmu), dengan segenap kekurangan yang ada padanya. (dijelaskan pada Bab I)

 Buku ini berusaha menjelaskan realitas sosok

dan dimensi ajaran, kesejarahan, aspek

(4)

GAMBARAN SINGKAT ISI BUKU

Dengan 5 Perspektif (Sudut Pandang

)

Perspektif Ilmu Tasawuf

Perspektif Sejarah (Historis)

Perspektif Antropologi

Perspektif Sosiologi

(5)

PERTAMA: PERSPEKTIF ILMU

TASAWUF (Bab I dan Bab III)

 Shalawat Wahidiyah (SW) merupakan salah

satu dari tiga unsur sistem ideologi

Wahidiyah. Dua unsur lainnya adalah ajaran Wahidiyah dan lembaga khidmah Penyiar

Shalawat Wahidiyah (PSW) yang dibentuk oleh Muallifnya (KH. Abdoel Madjid Ma’roef dari

Kediri-Jawa Timur-Indonesia)

 Shalawat Wahidiyah merupakan sarana batiniah

untuk tercapainya kesadaran kepada Allah SWT dan Rasul-Nya SAW, dengan seruannya yang tegas “Fafirru Ilallahi wa Rasulihi SAW

(6)

Lanjutan

PERTAMA: PERSPEKTIF ILMU

TASAWUF (Bab I dan Bab III)

 Seruan tersebut ditujukan untuk menembus

segala sekat aliran dan agama, tanpa pandang bulu; lintas status sosial, kalangan, dan usia, ke segenap masyarakat global (jami’ al-’alamin).

 Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut,

Wahidiyah menghidupkan kembali sosok Rasulullah SAW, sebagai koreksi dan arah

kemudi zaman. Karena Beliaulah yang diyakini sebagai satu-satunya makhluk/hamba Allah

yang dapat bertemu langsung dengan Allah, dan tidak membeda-bedakan kalangan dan status

(7)

Lanjutan

PERTAMA: PERSPEKTIF ILMU

TASAWUF (Bab I dan Bab III)

 Shalawat Wahdiyah dikemas sedemikian rupa

secara praktis, tanpa baiat

(inklusif/terbuka), dapat diamalkan oleh

segala status dan usia, dan telah diijazahkan secara mutlak oleh Muallifnya.

 Sifat inklusif, ijazah mutlak, dan ijtihad

ketasawufan Wahidiyah menjadi

habitualisasi kultural pada relung kalbu

setiap pengamal. Ia menjiwai perilaku dalam segala aspek kehidupan pengamal yang

(8)

Lanjutan

PERTAMA: PERSPEKTIF ILMU

TASAWUF (Bab I dan Bab III)

Wahidiyah adalah

aliran tasawuf

yang

tidak termasuk aliran thariqah.

Wahidiyah merupakan

salah satu dari 2

aliran

tasawuf produk asli Indonesia.

Satu aliran lainnya adalah thariqah

Shiddiqiyah yang dirintis oleh K.H.

Mukhtar, Ploso-Jombang-Jawa Timur.

Tipe tasawuf

Wahidiyah adalah

(9)

Lanjutan

PERTAMA: PERSPEKTIF ILMU

TASAWUF (Bab I dan Bab III)

 Wujud khas Tasawuf Falsafi Wahidiyah

adalah pada prinsip ajaran “Lillah-Billah”, tidak seperti Tasawuf Falsafi pada umumnya yang cenderung bermuatan ajaran “Manunggaling Kawula-Gusti” milik Syaikh Siti Jenar dan

Ronggowarsito, “Wahdatul Wujud” milik Ibnu Arabi, “Ittihad” milik Abu Yazid al-Busthami, atau “Hulul” milik al-Hallaj.

 Wujud khas Tasawuf Sunni Wahidiyah

adalah pada pentingnya Mujahadah Shalawat Wahidiyah sebagai sarana batiniah untuk

(10)

KEDUA: PERSPEKTIF SEJARAH

(Bab II)

 Shalawat Wahidiyah dalam sistem ideologi

Wahidiyah lahir pada 2 tahun sebelum peristiwa G 30 S/PKI yang ateis (anti

Tuhan), dan orientasi historis Wahidiyah tidak terbatas pada lokal waktu dan lokal teritorial.

 Wahidiyah hadir sebagai koreksi dan arah

kemudi zaman, dengan ide dan sasaran tegas kesejahteraan lahir-batin masyarakat gobal.

 Berbagai ujian sejarah dan respons dialami

oleh Wahidiyah, dari: para tokoh organisasi sosial keagamaan, tokoh thariqah/tasawuf, kelompok masyarakat, serta instansi

(11)

Selain respons-respons dari dalam negeri

(termasuk Direktorat Sospol, Pemda, dan

MUI), pada tahun 1989 (tepatnya pada

tanggal 14 Pebruari) Mufti Kerajanaan

Negara Brunei Darussaslam memberikan

respons formal, yang intinya adalah

Shalawat Wahidiyah boleh diamalkan

.

Berbagai respons dihadapi oleh para aktivis

Wahidiyah dengan sikap piawai/bijaksana,

patriotik, dan diusahakan efisien dan

akurat.

Lanjutan

(12)

Lanjutan

KEDUA: PERSPEKTIF SEJARAH

(Bab II)

 Misi “jami’ al-’alamin” dan sifat “inklusif” (terbuka)

memperkokoh eksistensi dan gerak Wahidiyah menembus wilayah manca negara (Timor Leste,

Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Australia, Hongkong, Thailand, Filipina, Jepang, Arab Saudi, Belanda, Selandia Baru, Peru, dan lainnya).

 Ada 2 problem historis yang menonjol: pertama,

Wahidiyah teruji oleh munculnya organisasi-organisasi selain PSW yang dibentuk oleh

Muallifnya. Dalam hal ini muncul ranah ijtihad dan pergeseran nilai-nilai ajaran, berdampingan

dengan usaha konsistensi (istiqamah) dan berpegang teguh pada kemurnian ajaran

(13)

Lanjutan

KEDUA: PERSPEKTIF SEJARAH

(Bab II)

Problem kedua, Wahidiyah secara ajek

berhadapan dengan tekanan agar berurusan dengan “status keabsahan” (kemu’tabarahan) Shalawatnya. Padahal status ini tidak diperlukan bagi Shalawat Wahidiyah sebagai sarana tasawuf yang bukan tarekat. (Problem politis)

 Di sisi lain, adanya prasangka bahwa Shalawat

Wahidiyah tergolong tasawuf falsafi murni,

berakibat Wahidiyah secara ajek diklaim “sesat”. Karena dalam sejarah ketasawufan di Indonesia, semua aliran tasawuf sunni (tarekat)

(14)

KETIGA: PERSPEKTIF ANTROPOLOGI

(Bab II dan Bab III)

 Shalawat Wahidiyah dita’lif sebagai pelaksanaan

terhadap amanat spiritual yang diterima oleh

Muallifnya (K.H. Abdoel Madjid Ma’roef) pada tahun 1963, 2 tahun sebelum peristiwa G 30 S/PKI yang ateis.

 Wahidiyah merupakan ajaran yang mengemban

Shalawat Wahidiyah sebagai sarana spiritual menuju kesadaran kepada Allah SWT wa Rasulihi SAW.

 Dengan latar belakang Muallif sebagai aktivis NU,

perkembangan Wahidiyah berawal dari kalangan Nahdliyin. Kemudian pada dekade selanjutnya sampai sekarang, Wahidiyah diamalkan oleh

(15)

Lanjutan

KETIGA: PERSPEKTIF ANTROPOLOGI

(Bab II dan Bab III)

 Nuansa misi “jam’ al-’alamin” (global) dan sifat

“inklusif” (tanpa baiat) menjadi karakter khas Wahidiyah yang membedakannya dengan

seluruh aliran tasawuf/thariqah yang ada.

Nuansa inilah yang membuat Wahidiyah tegar menapaki eksistensinya dan menghadapi

respons yang ada.

 Lima ajaran pokok Wahidiyah dan seluruh

bimbingan Muallifnya mengarah pada usaha mencapai tiga sasaran pokok: (1) menata

(16)

KEEMPAT: PERSPEKTIF SOSIOLOGI

(Bab IV)

 Dengan misi “jami’ al-’alamin” dan sifat

“inklusif”, Wahidiyah bergerak dengan cara “gethok tular” (multi step flow

communication), retorika penyiaran, dan terorganisasi.

 Dengan 9 dimensi ajarannya, Wahidiyah

menaruh perhatian besar terhadap partisipasi spiritual dan keperilakuan agar tercapai

(17)

Lanjutan

KEEMPAT: PERSPEKTIF SOSIOLOGI

(Bab IV)

 Dengan karakter khasnya, Wahidiyah meraih

simpati dan empati berbagai kalangan masyarakat, aliran organisasi, bahkan lintas agama, dengan

pengalamannya masing-masing. Bahkan, ada

tasyafu’an di Gereja, yang berbuah sebagian warga

Nasrani masuk Islam lewat pintu Wahidiyah dan menjadi pengamal Wahidiyah.

 Aneka pengalaman spiritual berbagai kelompok

(18)

Lanjutan

KEEMPAT: PERSPEKTIF SOSIOLOGI

(Bab IV)

 Aneka respons dan kritik yang dihadapi oleh

aktivis Wahidiyah disajikan secara lebih dekat pada Bab IV, termasuk respons dan kritik

keperilakuan, tertulis, maupun berbentuk diskusi terbuka, khususnya peristiwa

musyawarah bertajuk “Piagam Ngadiluwih” pada Bulan Oktober dan Desember 1979 (menjelang tahun 1980 M/1400 H). Dari

(19)

Lanjutan

KEEMPAT: PERSPEKTIF SOSIOLOGI

(Bab IV)

 Sikap Wahidiyah terhadap aneka respons dan

kritik meliputi tiga kategori: (1) tabyin

(penjelasan/klarifikasi) dan tanggapan

langsung berbentuk surat resmi kepada pihak kritikus, dengan kesiapan pihak Wahidiyah

melakukan diskusi sacara muwajahah (tatap muka), (2) kolom tabyin dan informatif

Wahidiyah yang terbit secara berkala harian pada harian “Bangsa” Surabaya (mulai April

(20)

KELIMA: PERSPEKTIF YURIDIS

(Bab I dan Bab II)

 Organisasi Wahidiyah yang dibentuk oleh Muallif

Shalawat Wahidiyah adalah PSW (Penyiar Shalawat Wahidiyah).

 Pada tanggal 16 Juni 1987 Muallif Shalawat

Wahidiyah mengamanatkan kepada Ketua PSW Pusat supaya minta penjelasan kepada Dirjen Sospol Depdagri di Jakarta mengenai UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi

Kemasyarakatan. Kesimpulan dari Dirjen Sospol Depdagri adalah PSW perlu didaftarkan.

 Pada tanggal 8 September 1987 PSW Pusat

(21)

Lanjutan

KELIMA: PERSPEKTIF YURIDIS

 Pada tanggal 29 September 1992 terjadi

penyelesaian masalah legalitas

(keabsahan) keorganisasian Wahidiyah, bertempat di Kantor Jawatan Penerangan Ditsospol Jawa Timur.

 Kemudian, dengan perjuangan yang panjang,

PSW secara resmi terdaftar pada

Departemen dalam Negeri RI, dalam hal ini pada Direktorat Jenderal Sosial Politik, pada

(22)

Lanjutan

KELIMA: PERSPEKTIF YURIDIS

 Saat ini PSW telah menjadi organisasi sosial

yang berbadan hukum, dengan Akta Notaris Khusnul Hadi, SH, Jombang, nomor: 10, 26 Januari 2007. Selanjutnya, notaris

menyampaikan berkas permohonan

pengesahan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, dan berkas tersebut diterima di Kantor Direktorat Jenderal Administrasi

Referensi

Dokumen terkait

Paham islam dan pentingnya pendidikan serta berkemajuan bagi gerakan Muhammadiyah maupun Aisyiyah menghasilkan jenis – jenis pembaharuan kegiatan yang telah dilakukan yaitu

Fungsi pelabuhan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 pada pasal 1 [8] menyatakan bahwa “Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan / atau perairan

Tren metodologi yang digunakan sepertinya juga bergantung pada tren subyek penelitian, misalnya pada prosiding KNSI 2005, 2006 dan 2007 yang memiliki subyek Sistem Informasi,

Seperti telah diketahui bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi besarnya arus tunel yang timbul, salah satu faktor yang cukup penting dalam menentukan haasil pengukuran topografi

P olRES Kota Tangerang menetapkan mantan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Kadisdukcapil) Kabupaten Tangerang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkat rahmat, hidayah, dan karunia –Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul PENGARUH

Suriasumtri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular. Jakarta: Sinar Harapan. Penelitian Pendidikan Matematika.. pemahaman konsep matematika yang saling berkaitan dan