• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Hak Atas Tanah docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemberian Hak Atas Tanah docx"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Resume Pertemuan Ke II Pemberian Hak Atas Tanah

A. Tanah Negara

Berbagai peraturan perundang-undangan merumuskan bahwa tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai negara sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Dengan demikian, di atas tanah negara tidak ada melekat hak atas tanah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 4 jo. 16 UUPA. Makna ‘langsung dikuasai negara’ berarti secara langsung menjadi objek dari Hak Menguasai Negara (HMN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 2 ayat (2) UUPA. Sesungguhnya, semua tanah yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah objek dari HMN, namun bagi tanah yang sudah ada haknya, tidak langsung dikuasai oleh negara; sedangkan yang tidak ada melekat hak atas tanahnya adalah langsung dikuasai negara. Dalam Hukum Tanah Barat pada pemerintahan Hindia Belanda, tanah negara yang seperti itu disebut sebagai tanah negara bebas. Menurut Hukum Tanah Nasional, hubungan negara dengan tanah pada tanah yang langsung dikuasai negara ini bersifat publik.

Inilah salah satu perubahan mendasar yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam UUPA, karena menurut Hukum Tanah Barat pemerintahan Hindia Belanda hubungan negara dengan tanah adalah hubungan yang bersifat perdata. Tegasnya, inilah yang disebut sebagai ‘asas domein’ dalam Hukum Tanah Barat.

Menurut Effendi Perangin, ada 4 (empat) kemungkinan tipologi/jenis dari tanah negara, yakni ;

1) Sejak semula tanah negara

Pada jenis/tipologi ini berarti tanah negara yang sejak semula berstatus tanah negara, belum pernah ada hak pihak tertentu selain negara. Tanah negara jenis ini tentu sudah sangat sulit ditemukan pada daerah yang berpenduduk.

2) Bekas tanah partikelir

(2)

3) Bekas tanah hak barat

Tanah negara bekas tanah hak barat merupakan implikasi yuridis dari ketentuan konversi tanah-tanah hak barat, yang menyatakan bahwa tanggal 24 September 1980 merupakan habisnya waktu berlaku dari bekas tanah hak barat (kecuali sudah dikonversi menjadi Hak Milik). Batas waktu pengajuan permohonan tanah negara bekas hak barat agar dapat berdasarkan PMDN 3 Tahun 1979 adalah tanggal 24 September 1980. Perlu diingat, sekarang atau kapan pun, permohonan hak di atas bekas tanah hak barat itu masih boleh dilakukan, akan tetapi tidak lagi dihubungkan dengan PMDN No. 3 Tahun 1979 tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-hak Barat. PMDN No. 3 Tahun 1979 ini merupakan penjabaran dari Keppres No. 32 Tahun 1979 tentang Pokok-pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-hak Barat. Hal penting yang perlu dicermati dalam Keppres ini, antara lain, adalah ketentuan Pasal 3 yang menyatakan bahwa kepada bekas pemegang hak yang tidak diberikan hak baru karena tanahnya diperlukan untuk proyek pembangunan, akan diberikan ganti rugi yang besarnya akan ditetapkan oleh suatu Panitia Penaksir.

4) Bekas tanah hak

Suatu tanah hak dapat menjadi tanah negara karena hak yang ada di atasnya: dicabut oleh yang berwenang, dilepaskan secara sukarela oleh yang berhak, habis jangka waktunya, karena pemegang hak bukan subjek. Selanjutnya, PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan bahwa terjadinya tanah negara dari tanah hak bisa juga karena hak atas tanah itu dibatalkan.

B. Perbandingan Regulasi Terhadap Pelimpahan Kewengan Pemberian Hak Atas Tanah

1. Peraturan Mendagri No. 6 Tahun 1972

Wewenang pemberian hak atas tanah dan pembukaan tanah dilimpahkan kepada Gubernur/ Bupati/ Walikota Kepala Daerah dan Kepala Kecamatan dengan memberi keputusan mengenai :

a. Gubernur :

 HM atas Tanah Negara tidak lebih dari 20.000 m2 untuk tanah pertanian dan 2.000

(3)

 HGU luas tanahnya tidak lebih dari 25 Ha dengan perpanjangan 5 tahun

 HGB luas tanahnya tidak lebih dari 2.000 m2 jangka waktu tidak lebih dari 20

tahun

 HP yang bukan bermodal asing luas tanahnya tidak lebih dari 2.000 m2, jangka

waktu tidak melebihi 10 tahun b. Bupati/Walikota Kepala Daerah

Bupati / Walikota Kepala Daerah memberi keputusan untuk memindahkan hak milik, hak guna bangunan dan hak pakai.

c. Kepala Kecamatan

Kepala Kecamatan memberi keputusan mengenai izin membuka tanah jika luasnya tidak lebih dari 2 Ha.

2. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999

a. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya memberi keputusan mengenai :

 HM atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha, dan non pertanian

yang luasnya tidak lebih dari 2.000 m2 kecuali mengenai tanah bekas HGU

 HGB atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 2.000 m2 kecuali mengenai HGU

serta semua pemberian HGB atas Tanah HPL

 HP atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha, non pertanian yang

luasnya tidak lebih dari 2.000 m2 kecuali mengenai tanah bekas HGU serta pemberian HP diatas tanah HPL.

 Memberi keputusan mengenai semua perubahan hak atas tanah kecuali perubahan

HGU menjadi Hak Lain

b. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasioanal

 HM atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha, dan non pertanian

yang luasnya tidak lebih dari 5.000 m2 kecuali kewenangan telah dilimpahkan ke Kakantah

 Pemberian HGU yang luasnya tidak lebih dari 200 Ha

 HGB atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 150.000 m2 kecuali kewenangan

telah dilimpahkan ke Kakantah

 HP atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 Ha, non pertanian yang luasnya

(4)

Memberi keputusan mengenai pemberian dan pembatalan hak atas tanah yang tidak dilimpahkan maupun yang telah dilimpahkan kewenangannya kepada Kanwail atau Kantah bila diperlukan.

3. Peraturan Kepala Badan Petanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2011 a. Kepala Kantor Pertanahan

 HM atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha, dan non pertanian

yang luasnya tidak lebih dari 2.000 m2.

 HGB atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 1.000 m2 untuk perseorangan dan

5.000 m2 untuk badan hukum, serta pemberian HGB atas tanah HPL

 HP atas tanah Pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha untuk perseorangan dan

tidak lebih dari 20.000 m2 untuk badan hukum. Non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000 m2 untuk perseoranagan dan badan hukum serta pemberian HGB atas tanah HPL

b. Kepala Kantor Wilayah BPN

 HM untuk perseorangan dan badan hukum atas tanah pertanian yang luasnya lebih

dari 20.000 m2. Non pertanian yang luasnya lebih dari 2.000 m2 dan tidak lebih dari 5.000 m2

 Memberi keputusan atas HGU yang luasnya tidak lebih dari 1.000.000 m2

 `HGB untuk perseorangan lebih dari 1000 m2 dan tidak lebih dari 5.000 m2. Untuk

badan hukum pemberian HGB lebih dari 5.000 m2 dan tidak lebih dari 75.000 m2

 HP atas tanah pertanian untuk perseorangan dan badan hukum lebih dari 20.000

m2 . Non Pertanian untuk perseorangan luasnya lebih dari 2.000 m2 dan tidak lebih dari 5.000 m2 adapun terhadap badan hukum luasnya lebih dari 2.000m2 dan tidak lebih dari 25.000 m2.

c. Kepala Badan Pertanahan Nasional

Memberi keputusan mengenai pemberian Haka atas Tanah yang tidak dilimpahkan ke Kanwil atau Kantah.

4. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2013 a. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya

 HM atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 5 Ha, dan non pertanian

(5)

 HGB atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 3.000 m2 untuk perseorangan dan

20.000 m2 untuk badan hukum, serta pemberian HGB atas tanah HPL

 HP atas tanah Pertanian yang luasnya tidak lebih dari 5 Ha untuk perseorangan.

Non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 3.000 m2 untuk perseoranagan dan badan hukum luasnya tidak lebih dari 2 Ha, serta pemberian HGB atas tanah HPL dan pemberian HP aset Pemerintah Pusat dan Pemda

 Pemberian izin kerja sama pemegang HPL dengan pihak ketiga serta pemberian

izin perolehan tanah bagi Badan Sosial dan Keagamaan. b. Kepala Kantor Wilayah BPN

 HM untuk perseorangan atas tanah pertanian luasnya lebih dari 5 ha dan tidak lebih

dari luas batas maksimum kepemilikan tanah pertanian perorangan, serta untuk non pertanian luasnya lebih dari 3.000 m2 dan tidak lebih dari 1 Ha.

Untuk badan hukum atas tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 5 ha dan tidak lebih dari 15 Ha.

 Memberi keputusan atas HGU yang luasnya tidak lebih dari 2.000.000 m2

 `HGB untuk perseorangan lebih dari 3000 m2 dan tidak lebih dari 10.000 m2.

Untuk badan hukum pemberian HGB lebih dari 20.000 m2 dan tidak lebih dari 150.000 m2

 HP atas tanah pertanian untuk perseorangan dan badan hukum lebih dari 50.000

m2 dan tidak lebh dari 100.000 m2 . Non Pertanian untuk perseorangan luasnya lebih dari 3.000 m2 dan tidak lebih dari 10.000 m2. Adapun terhadap badan hukum luasnya lebih dari 20.000m2 dan tidak lebih dari 150.000 m2.

 Selain itu Kakanwil pun memberi keputusan mengenai penetapan tanah negara

untuk menjadi tanah obyek landreform. c. Kepala Badan Pertanahan Nasional

Memberi keputusan mengenai pemberian Haka atas Tanah yang tidak dilimpahkan ke Kanwil atau Kantah.

C. Hak Ulayat

(6)

tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan. Tanah ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu. Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.

Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila ( Pasal 2 PMNA/KBPN Nomor 5 Tahun 1999) :

 Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya

sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari,

 Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan

hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya seharihari, dan

 Terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan

tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut. Untuk menentukan mmasih adanya hak ulayat maka diperlukan penelitian dan penentuan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah serta para pakar hukum adat, masyarakat hukum adat yang ada di daerah bersangkutan, Lembaga Swadaya Masyarakat dan instansi-instansi yang mengelola sumber daya alam. Tanah ulayat dapat digunakan untuk keperluan seperti HGU atau HP dengan penglepasan tanah ulayat dengan penyerahan penggunaan tanah untuk jangka waktu tertentu. Adapun ketika HGU atau HP tersebut habis, hapus atau diterlantarkan maka penggunaan selanjutnya berdasarkan persetujuan dari hukum adat yang bersangkutan sepanjang hak ulayat masyarakat hukum adat itu masih ada.

D. Hak Guna Usaha

(7)

peternakan, (3) jangka waktunya tertentu. Pemberian HGU baru dapat dilaksanakan setelah diselesaikannya pelepasan jika tanah yang akan digunakan terdapat tertentu diatasnya ataupun terdapat kawasan hutan. Selanjutnya, dalam hal di atas tanah yang akan diberikan HGU itu terdapat tanaman dan/atau bangunan milik pihak lain yang keberadaannya berdasarkan atas hak yang sah, pemilik bangunan dan tanaman tersebut diberikan ganti kerugian yang dibebankan pada pemegang HGU.

Penjelasan Pasal 29 UUPA menyatakan bahwa menurut sifat dan tujuannya, hak guna-usaha adalah hak yang waktu berlakunya terbatas. Jangka waktu 25 atau 35 tahun dengan kemungkinan memperpanjang dengan 25 tahun dipandang sudah cukup lama untuk keperluan pengusahaan tanaman-tanaman yang berumur panjang. Penetapan jangka-waktu 35 tahun misalnya mengingat pada tanaman kelapa sawit.

Pengaturan jangka waktu HGU yang lebih rinci dapat dilihat pada Pasal 8-10 PP No. 40 Tahun 1996, yang pada intinya mengatakan sebagai berikut:

1. Jangka waktu HGU paling lama 35 tahun, namun itu dapat diperpanjang untuk jangka waktu 25 tahun; dan jika jangka waktu pemberian dan perpanjangan itu pun sudah berakhir dapat diberikan pembaruan di atas tanah yang sama. Perlu ditegaskan bahwa perpanjangan jangka waktu tidaklah menghentikan berlakunya HGU tersebut, melainkan tetap berlangsung menyambung pada jangka waktu semula. Penegasan itu perlu untuk kepentingan hak-hak pihak lain yang membebani HGU, misalnya Hak Tanggungan, yang akan hapus dengan sendirinya apabilan HGU itu hapus. PP No. 40 Tahun 1996 itu tidak menegaskan jangka waktu pembaruan HGU, namun dapat ditafsirkan bahwa jangka waktu pembaruan itu adalah 35 tahun (Pasal 8 dan Penjelasannya).

2. Perpanjangan dan pembaruan hak tidak harus dikabulkan. Dengan perkataan lain, hal itu baru dapat dikabulkan jika memenuhi syarat: (a) tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut; (b) syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; (c) pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak. Permohonan perpanjangan dan pembaruan HGU diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGU tersebut (Pasal 9-10).

(8)

hanya dikenakan biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Kepala BPN setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. Persetujuan untuk memberikan perpanjangan atau pembaruan dan perincian uang pemasukan dicantumkan dalam keputusan pemberian HGU tersebut.

Perpanjangan hak adalah penambahan jangka waktu berlakunya sesuatu hak tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut. Perpanjangan dilakukan sebelum jangka waktu Hak Guna Usaha berakhir sehingga hak-hak sebelumnya masih melekat pada pemegang hak. Pembaharuan hak adalah pemberian hak yang sama kepada pemegang hak atas tanah yang telah dimilikinya dengan HGU, HGB atau HP sesudah jangka waktu hak tersebut atau perpanjangan habis.

Referensi

Dokumen terkait

Eko Saputra Dkk, 2011, “Perhitungan Keausan Pada Sisitem Kontak Rolling - Sliding Menggunakan Finite Element Method ” Jurnal, Jurusan Teknik Mesin,

Jauh di bawah spam , network incident berada pada peringkat kedua jumlah pengaduan, sekitar 2.800 pesan (9,36%) dari total pengaduan – bandingkan dengan 80% untuk

Kita harus menanamkan kesadaran pada diri kita untuk selalu berani membela kebenaran dan berperilaku jujur, baik kepada Allah Swt., orang lain, maupun diri sendiri.. Jika kita

Dalam Islam suatu aktifitas hubungan kelamin ( sexs acts ) hanya boleh dilakukan dalam suatu ikatan perkawinan yang sah, dan hanya boleh dilakukan dengan

Ketidaknyamanan pasien untuk menjadi proses hemodialisis sebanyak tiga kali seminggu dengan perawatan selama empat jam mendorong ahli medis untuk mengevaluasi cara yang berbeda

In particular, the interorganizational dimension of these applications poses great organizational challenges, involving collaboration and trust among multiple partners, and

Mengesahkan Persetujuan Dasar Kerjasama Ekonomi, Ilmu Pengetahuan dan Teknik antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Jamaica yang telah ditandatangani

Pada tanggal delapan, patung Guru Rinpoche dan Buddha Shakyamuni baru di Wihara Tegchen Chöling diselesaikan, jadi saya pergi untuk melakukan Sojong keberuntungan, mengambil peraturan