• Tidak ada hasil yang ditemukan

VOREMIDE ALGORITMA DIAGNOSIS DEFINITIF M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "VOREMIDE ALGORITMA DIAGNOSIS DEFINITIF M"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

i KARYA TULIS ILMIAH GAGASAN TERTULIS

VOREMIDE: ALGORITMA DIAGNOSIS DEFINITIF MIGRAIN MUTAKHIR MENGGUNAKAN KOMBINASI PENGUKURAN KONSENTRASI

CERAMIDE DAN AKTIVITAS VON WILLEBRAND FACTOR TERINTEGRASI

KRITERIA DIAGNOSTIK ICHD-2

Ditulis oleh :

Hiradipta Ardining 1306440120 - 2013

Clara Gunawan 1306409766 - 2013

Gede Nyoman Jaya Nuraga 1306376194 - 2013

UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA

(2)
(3)

iii Migrain, menurut WHO, merupakan kondisi yang cukup umum terjadi secara global, dan 10% pasien yang sakit kepala mengalami migrain. Migrain menjadi suatu permasalahan serius karena dapat mengurangi kualitas hidup pasien dan meningkatkan risiko penyakit jantung. Namun, saat ini terdapat angka misdiagnosis migrain yang cukup tinggi sehingga pasien tidak mendapatkan tatalaksana yang tepat. Banyaknya kesalahan diagnosis saat ini menunjukkan diagnosis klinis melalui anamnesis dengan kriteria ICHD-2 tidak cukup untuk mendiagnosis migrain. Atas dasar itulah, penulis mengajukan sebuah solusi rancangan algoritma Voremide; suatu algoritma diagnosis migrain dengan mengintegrasikan pemeriksaan konsentrasi biomarker ceramide dan aktivitas biomarker von Willebrand Factor (vWF) dengan kriteria diagnostik ICHD-2. Metode penulisan berupa tinjauan pustaka dengan menganalisis informasi yang tersedia untuk disintesis menjadi sebuah solusi diagnosis migrain yang lebih akurat. Berdasarkan patofisiologi migrain, penulis mendapatkan biomarker

ceramide dan vWF yang berpotensi digunakan untuk diagnosis migrain. Molekul

ceramide mengalami penurunan konsentrasi pada migrain akibat peningkatan katabolisme ceramide di tubuh penderita migrain, sedangkan vWF mengalami peningkatan aktivitas seiring dengan disfungsi endotel yang terjadi pada penderita pasien migrain. Melalui penghitungan data, diketahui nilai sensitivitas-spesifisitas

ceramide dan aktivitas vWF secara berturut turut sebesar 90,48%-65,58% dan 29%-92%. Berdasarkan hasil tersebut, penulis mengajukan algoritma Voremide dengan tahapan pemeriksaan sakit kepala melalui anamnesis sesuai kriteria ICHD-2, dilanjutkan dengan pemeriksaan ceramide, kemudian pemeriksaan aktivitas vWF. Algoritma ini memiliki kelebihan berupa diagnosis yang lebih objektif, dapat dilakukan pada fase interiktal dan dapat mengatasi hambatan komunikasi dokter-pasien. Akan tetapi masih diperlukan penyempurnaan seperti pengembangan alat pengukuran yang lebih efisien, penentuan nilai titik potong yang lebih tepat, dan uji efektivitas algoritma malalui replikasi penelitian pada sampel yang lebih luas dan populasi yang lebih beragam.

(4)

iv Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Gagasan Tertulis (KTI-GT) dengan judul “VOREMIDE: Algoritma Diagnosis Definitif Migrain Mutakhir Menggunakan Kombinasi Pengukuran Konsentrasi Ceramide

dan Aktivitas von Willebrand Factor Terintegrasi Kriteria Diagnostik ICHD-2”.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan KTI-GT ini, yaitu

1. Dr. dr. Al Rasyid, SpS(K) sebagai dosen pembimbing yang telah membantu penulis melalui kritik, saran, dan dukungan,

2. orangtua penulis yang telah mendukung penulis,

3. teman-teman penulis yang telah memberikan dukungan kepada penulis, dan

4. pihak-pihak lain yang telah membantu dan mendukung penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Pepatah mengatakan bahwa tidak ada gading yang tidak retak, demikian pula KTI-GT yang sudah penulis buat dengan sungguh-sungguh ini tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis dengan terbuka menerima kritik dan saran dari pembaca supaya KTI-GT ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan bagi dunia kedokteran nantinya.

Jakarta, 5 Januari 2016

(5)

v

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

Daftar Isi... v

Daftar Gambar ... viii

Daftar Tabel ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat ... 3

1.4.1. Manfaat bagi Masyarakat ... 3

1.4.2. Manfaat bagi Dunia Kedokteran... 3

1.4.3. Manfaat bagi Penulis ... 4

BAB II TELAAH PUSTAKA ... 5

(6)

vi

2.4. Penelitian Terkait Diagnosis Migrain ... 10

BAB III METODE PENULISAN ... 13

3.1. Tempat dan Waktu Penulisan ... 13

3.2. Metodologi Penulisan ... 13

3.3. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ... 13

3.4. Analisis dan Sintesis ... 13

3.5. Penarikan Kesimpulan ... 13

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS ... 14

4.1. Permasalahan pada Metode Diagnosis Migrain Saat Ini ... 14

4.2. Mekanisme Perubahan Biomarker pada Migrain ... 16

4.2.1. Mekanisme Perubahan Konsentrasi Ceramide ... 16

4.2.2. Mekanisme Perubahan Aktivitas vWF ... 18

4.3. Teknik Pengukuran Biomarker pada Migrain ... 19

4.3.1. Teknik Pengukuran Konsentrasi Ceramide pada Migrain ... 19

4.3.2. Teknik Pengukuran Aktivitas vWF pada Migrain ... 21

4.4. Integrasi Penggunaan Biomarker Ceramide, vWF, dan Kriteria ICHD2 untuk Diagnosis Migrain ... 23

4.4.1. Analisis Spesifisitas dan Sensitivitas Konsentrasi Ceramide ... 23

(7)

vii

Menegakkan Diagnosis Migrain ... 28

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 30

5.1. Simpulan ... 30

5.2. Saran ... 30 DAFTAR PUSTAKA

(8)

viii Gambar 1. Jalur parasimpatis-hipotalamus untuk aktivasi neuron SSN

memicu pelepasan asetilkolin, VIP, dan NO dari neuron parasimpatis SPG... 6

Gambar 2. Input sensorik mengenai perubahan homeostasis fisiologis dan emosional yang mengubah eksitabilitas neuron trigeminovaskular ... 7

Gambar 3. Tonus batang otak membatasi rangsang nosiseptif yang mencegah sakit kepala terjadi... 7

Gambar 4. Patofisiologi migrain dari fase prodromal, aura, hingga migrain ... 8

Gambar 5. Jalur pembentukan Ceramide ... 17

Gambar 6. Metode ekstraksi Bligh and Dyer ... 20

Gambar 7. Teknik Pengukuran Ceramide Menggunakan HPLC ... 21

Gambar 8. Probabilitas area yang menunjukkan, nilai positif sebenarnya(a) dan nilai positif palsu(b)... ..24

(9)

ix Tabel 1. Tabel perbandingan hasil pengukuran konsentrasi ceramide pada

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Migrain, berdasarkan definisi pada kamus Merrien-Webster merupakan suatu kondisi sakit kepala yang berat dan berulang. Berdasarkan International Headache Society (IHS), migrain merupakan kelainan sakit kepala primer yang memiliki prevalensi yang tinggi dan sangat mempengaruhi kehidupan personal dan sosioekonomi penderita dan keluarga. Secara global, data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa terdapat 47% penderita sakit kepala yang setengah hingga tiga perempatnya berusia 18-65 tahun dan 10% di antara mereka dilaporkan menderita migrain. Dalam setahun, prevalensi migrain terjadi pada sekitar 4,5-6% laki-laki dan 14,5-18% wanita.1,2 Migrain di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2012, memiliki prevalensi sekitar 22,43%.3

Pada layanan primer, keluhan migrain merupakan salah satu alasan pasien datang ke dokter untuk mendapatkan pengobatan. Dokter memainkan peran yang penting dalam mendiagnosis dan memberikan tatalaksana migrain.2 Selama ini, dokter menggunakan kriteria yang dibuat oleh IHS yaitu

(11)

Kesalahan dalam mendiagnosis terjadi karena masih banyak dokter yang belum familiar dengan kriteria tersebut dan masih belum mendapat pelatihan yang tepat untuk mengintepretasikan gejala spesifik migrain. Selain itu, kesalahan juga terjadi karena adanya sakit kepala jenis lain yang ikut menyertai migrain.7 Kesalahan dalam mendiagnosis migrain tersebut menyebabkan pasien tidak mendapatkan pengobatan yang cukup. Hanya sepertiga penderita migrain yang mendapatkan pengobatan yang tepat. Pasien yang tidak mendapatkan pengobatan tepat akan terus mengalami sakit kepala yang dapat bertambah parah, sehingga menyebabkan penurunan kemampuan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dan penurunan kualitas hidup.2,5,7 Migrain yang salah didiagnosis sebagai nonmigrain akan menyebabkan penanganan tidak tepat dan menyebabkan sakit kepala yang berat, mual, muntah, photophobia, phonophobia, dan dapat berkembang menjadi CM. Pasien CM akan lebih rentan mengalami depresi, kecemasan, dan nyeri kronik sebanyak dua kali lipat. Selain itu, penderita CM juga rentan mengalami kelainan respiratorik seperti asma, bronkitis, PPOK, dan peningkatan risiko penyakit jantung seperti hipertensi.7,8

Atas dasar tersebut, penulis mengajukan solusi berupa algoritma Voremide, yaitu algoritma diagnosis migrain dengan mengintegrasikan pemeriksaan konsentrasi biomarker ceramide dan aktivitas biomarker von Willebrand Factor (vWF) dengan kriteria diagnostik ICHD-2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2015, konsentrasi ceramide dalam sirkulasi akan turun pada penderita migrain.9 Selain itu, ditemukan pula pada sebuah penelitian bahwa konsentrasi von Willebrand Factor (vWF) meningkat.10 Algoritma Voremide dapat dipakai pada saat pasien tidak sedang sakit kepala dan diharapkan dapat membantu penegakkan diagnosis definitif migrain menjadi lebih optimal sehingga diharapkan tatalaksana migrain berhasil dan terjadi peningkatan kesembuhan serta mencegah progresi EM menjadi CM.7 1.2.Rumusan Masalah

(12)

2. Bagaimana mekanisme perubahan konsentrasi ceramide dan aktivitas vWF pada migrain?

3. Bagaimana teknik pengukuran konsentrasi ceramide dan aktivitas vWF untuk menegakkan diagnosis migrain?

4. Bagaimana solusi penegakan diagnosis migrain dengan menggunakan algoritma Voremide?

5. Bagaimana kelebihan dan kekurangan penggunaan algoritma Voremide? 1.3.Tujuan

1.3.1.Tujuan Umum

Mendapatkan metode diagnosis migrain yang lebih akurat sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien migrain.

1.3.2.Tujuan Khusus

1. Mengetahui permasalahan diagnosis migrain saat ini.

2. Mendapatkan data karakteristik (mekanisme, metode pengukuran, dan aplikasi) penegakkan diagnosis migrain dengan biomarker

ceramide.

3. Mendapatkan data karakteristik (mekanisme, metode pengukuran, dan aplikasi) penegakkan diagnosis migrain dengan biomarker aktivitas vWF.

4. Mengetahui peran integrasi kriteria ICHD-2, ceramide, dan vWF sebagai diagnosis migrain.

5. Mendapatkan algoritma Voremide untuk menegakkan diagnosis migrain.

1.4.Manfaat

1.4.1. Manfaat bagi Masyarakat

1. Dengan algoritma Voremide, diharapkan diagnosis migrain dapat ditegakkan dengan baik sehingga tatalaksana yang diberikan kepada masyarakat optimal.

(13)

1. Memberikan cara baru untuk penegakkan diagnosis migrain yang dapat diaplikasikan oleh klinisi.

2. Mendorong penelitian lebih lanjut untuk mencari validitas algoritma yang mengintegrasikan ICHD-2, biomarker ceramide, dan biomarker vWF.

1.4.3. Manfaat bagi Penulis

(14)

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1. Definisi dan Epidemiologi Migrain

Migrain adalah sakit kepala akibat kelainan neurovaskular yang sering terjadi, bersifat multifaktorial, rekuren, dan diturunkan. Biasanya, serangan migraine terjadi beberapa kali per tahun pada anak-anak dan berkembang menjadi beberapa kali per minggu pada orang dewasa. Migrain lebih sering menyerang wanita, dengan perbandingan wanita:pria adalah 3:1 di paruh baya. Data menunjukkan bahwa 1 dari 4 wanita pernah merasakan migrain. Migrain adalah penyakit yang dapat menyebabkan disabilitas secara signifikan dan memiliki komorbiditas medis dan psikiatri yang tinggi. Di USA, prevalensi migrain bervariasi dari 16,6% hingga 22,7%.11 Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2012, migrain di Indonesiamemiliki prevalensi sekitar 22,43%.3

2.2.Patofisiologi Migrain

Serangan migrain sering diawali dengan gejala prodromal dan aura (gejala neurologis fokal dan transien), yang diperkirakan terbentuk dengan melibatkan hipotalamus, batang otak, dan korteks. Fase aura mencakup berbagai gejala neurologis yang terjadi sesaat sebelum, atau selama fase sakit kepala. Gejala aura migrain berkembang secara gradual dan dapat hilang dengan sempurna.12

(15)

Fase prodromal mencakup gejala-gejala yang muncul beberapa jam sebelum migrain, misalnya kelelahan, menguap, dan perubahan mood yang transien. Otak pasien migrain sangat sensitif terhadap deviasi homeostasis ini, sehingga diperkirakan hipotalamus (yang menjaga homeostasis manusia secara kontinyu) berperan pada patogenesis migrain.12

Neuron hipotalamus dapat meregulasi eksitasi neuron parasimpatis preganglionik di nukleus salivatorius superior (SSN) dan neuron preganglionik simpatis di nukleus intermediolateral spinalis. SSN dapat menstimulasi pelepasan asetilkolin, vasoactive intestinal peptide (VIP), dan nitrit oksida dari terminal meningeal neuron postganglionik parasimpatis di ganglion sfenopalatina (SPG). Hal ini menyebabkan dilatasi pembuluh darah intrakranial, ekstravasasi protein, dan pelepasan molekul inflamatorik secara lokal yang menyebabkan aktivasi nosiseptor meningeal. Aktivasi neuron SSN juga dapat memodulasi aktivitas neuron trigeminovaskular sentral di nukleus trigeminalis spinalis (SpV) menjadi lebih mudah tereksitasi.12

(16)

Gambar 2. Input sensorik mengenai perubahan homeostasis fisiologis dan emosional yang mengubah eksitabilitas neuron trigeminovaskular.12 Selain itu, terdapat pula bukti bahwa neuron hipotalamus dan batang otak yang mengatur respons terhadap deviasi homeostasis fisiologis dan emosional dapat menurunkan ambang batas untuk transmisi sinyal nosiseptif trigeminovaskular dari talamus ke korteks.12

Gambar 3. Tonus batang otak dapat membatasi rangsang nosiseptif yang mencegah sakit kepala terjadi. Namun pada pasien migraine, aktivitas batang

otak rendah sehingga neuron trigeminal menjadi lebih aktif.12

(17)

Depolarisasi neuron menyebabkan aktivasi caspase-1. Caspase-1 dapat menginisiasi inflamasi, sehingga terjadi pelepasan COX-2 dan iNOS kedalam ruang subarakhnoid. Jadi, diperkirakan terdapat respons inflamatorik steril di duramater saat migrain. Molekul proinflamatorik menyebabkan vasodilatasi di ruang subarakhnoid, akibatnya terjadi ekstravasasi plasma yang dapat mengaktivasi neuron trigeminal. Selain itu, molekul-molekul ini juga menurunkan ambang rangsang nyeri saraf trigeminal.12,13

Jalur trigeminovaskular membawa informasi nosiseptif dari meninges ke otak. Jalur ini berasal dari neuron trigeminal yang akson perifernya mencapai arteri serebral yang besar di piamater dan duramater, juga yang akson sentralnya mencapai kornu dorsalis nosiseptif di nukleus trigeminus spinalis. Di nukleus trigeminus spinalis, nosiseptor bergabung dengan neuron yang menerima tambahan input dari kulit periorbital dan otot perikranial, sehingga nyeri pada migrain juga dirasakan pada bagian-bagian tersebut. Kemudian, rangsang dibawa ke nukleus relay di thalamus untuk dilanjutkan ke korteks.12

(18)

Gejala-gejala yang bertahan setelah resolusi sakit kepala disebut postdromal. Gejala-gejala ini umumnya muncul saat predromal atau saat fase sakit kepala. Biasanya, pasien melaporkan anoreksia, mual, ketegangan otot, kelelahan, dan gangguan kognitif. Fase ini dinamakan migraine hangover dan dapat menyebabkan disfungsi hingga 1-2 hari setelah fase sakit kepala. Patofisiologi gejala postdromal masih belum diketahui, namun kemungkinan merupakan representasi dari fase resolusi yang gradual dari disrupsi neurologis ekstrem selama migraine.14

2.3.Diagnosis Migrain

Diagnosis migrain saat ini merupakan suatu diagnosis klinis dimana migrain ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis.15 Pemeriksaan lanjutan saat ini belum disarankan untuk dilakukan apabila pasien tidak secara signifikan memiliki kecenderungan untuk mengalami abnormalitas.16 Kriteria diagnosis migrain saat ini berpedoman pada

International Classification of Headache Disorder (ICHD) edisi kedua.17 Pada tahun 2013 International Headache Society (IHS) merilis ICHD edisi ketiga versi percobaan (ICHD III beta).6 namun masih belum diaplikasikan secara luas. Berdasarkan kriteria diagnosis tersebut migrain dibedakan menjadi migrain dengan aura, migrain tanpa aura dan probable migrain.

Kritera diagnosis migrain tanpa aura berdasarkan ICHD II berupa serangan minimal 5 kali yang memenuhi kriteria: 1) Sakit kepala yang berlangsung 4-72 jam (tidak ditatalaksana atau gagal ditata laksana), 2) Sakit kepala yang memenuhi minimal 2 kriteria berupa lokasi unilateral, berdenyut, intensitas nyeri sedang atau kuat, dan diperparah oleh atau menghambat orang untuk melakukan aktivitas fisik. 3) Saat sakit kepala minimal terdapat salah satu dari gejala; mual dan/atau muntah, fotofobia dan fonofobia. Diagnosis ditegakkan apabila tidak ada klasifikasi lain yang lebih sesuai.17

(19)

bertahap sekitar 5-20 menit dan bertahan kurang dari 60 menit. Sakit kepala dengan gambaran migrain dengan aura biasanya mengikuti setelah terjadinya aura. Kriteria diagnosis migrain dengan aura adalah setidaknya terdapat 2 kali serangan yang memenuhi kriteria gejala aura dan tidak berkaitan dengan gangguan lain.17 Pada ICHD III beta digambarkan lebih jelas berupa terdapat minimal 2 gejala yang memenuhi kriteria; 1) satu atau lebih gejala aura reversibel visual, sensoris, bahasa, motorik, batang otak, retinal serta 2) memiliki minimal 2 dari karakteristik: satu gejala aura yang menyebar gradual > 5 menit dan/atau dua atau lebih gejala yang berlangsung secara kontinyu, setiap aura berlangsung 5-60 menit, minimal salah satu aura bersifat unilateral, dan aura bersamaan atau diikuti oleh sakit kepala. Penegakan diagnosis dilakukan apabila kriteria terpenuhi, tidak terdapat klasifikasi dalam ICHD III beta yang lebih sesuai dan kemungkinan serangan iskemik transien sudah di eksklusi.6

Migrain kronik adalah sakit kepala migrain yang terjadi 15 hari atau lebih dalam satu bulan selama lebih dari 3 bulan tanpa adanya penggunaan obat yang berlebihan. Kriteria diagnosis berupa sakit kepala yang memenuhi kriteria migrain tanpa aura dan terjadi selama 15 hari tiap bulan selama lebih dari 3 bulan, dan bukan merupakan akibat gangguan lain yang diketahui pada pemeriksaan fisik dan neurologis.6,17

Sakit kepala dikatakan sebagai probable migrain apabila: sakit kepala > 15 hari per bulan selama lebih dari 3 bulan dan memenuhi kriteria: terjadi pada pasien yang mengalami minimal 5 kali serangan yang memiliki karakteristik seperti migrain dengan atau tanpa aura. Apabila serangan terjadi > 8 hari tiap bulan selama 3 bulan, jangka waktu sakit kepala tidak harus memenuhi kriteria sakit kepala bertahan 4-72 jam, tapi membaik dengan pemberian triptan atau derivat dan ergot.6,17

(20)

Salah satu pemeriksaan penunjang yang ada saat ini adalah neuroimaging.

Hingga saat ini belum terdapat penelitian yang cukup untuk mendukung

guideline yang berbasis bukti terkait uji diagnostik migrain dengan

neuroimaging. Terdapat review mengenai evidence penggunaan EEG namun ditemukan bahwa EEG tidak diindikasikan untuk pemeriksaan rutin dalam evaluasi sakit kepala.16 Neuroimaging pada sakit kepala dilakukan pada pasien dengan temuan abnormal pada pemeriksaan neurologis (evidence grade B). Pada pasien dengan migrain dan temuan normal pada pemeriksaan neurologis tidak disarankan untuk melakukan pemeriksaan neuroimaging (evidence grade B). Namun apabila sakit kepala berisifat atipikal dan tidak memenuhi kriteria migrain atau sakit kepala primer lainnya neuroimaging dapat dilakukan (evidence grade C). Penggunaan neuroimaging pada tension-type headache (TTH), dan sensitivitas relatif MRI dibandingkan CT pada evaluasi migrain belum memiliki dasar bukti yang cukup.16

Alternatif lain adalah penggunaan instrumen kuesioner. Berbagai form kuesioner digunakan untuk meningkatkan keakuratan diagnosis migrain dan mengetahui kualitas hidup pasien. Buku harian sakit kepala (headache diary) digunakan untuk memperoleh riwayat penyakit khususnya sakit kepala pasien dengan lebih baik. Kasus migrain seringkali diasosiasikan dengan komorbiditas psikiatri yang dapat dinilai dengan menggunakan Beck Depression Inventory (BDI), 9-item Patient Health Questionnaire (PHQ-9), ataupun Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS). Meskipun terdapat cukup banyak instrumen yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas diagnosis migrain, jenis kuesioner lebih banyak untuk menilai kualitas hidup pasien, dan kemampuan pendiagnosis tetap memegang peranan terpenting, sehingga kesalahan diagnosis masih sering terjadi.2

(21)
(22)

BAB III

METODE PENULISAN

4.1.Tempat dan Waktu Penulisan

Karya tulis ini dibuat mulai 22 Desember 2015 – 6 Januari 2016 di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

4.2.Metodologi Penulisan

Karya tulis ini dibuat dengan metode tinjauan pustaka. Informasi yang sesuai dengan topik penulisan dikumpulkan, dianalisis secara sistematis kemudian disintesis menjadi gagasan baru dan disimpulkan untuk menjawab rumusan masalah.

4.3.Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data diperoleh dari berbagai literatur yang relevan dan dapat dipercaya. Literatur yang digunakan antara lain jurnal kedokteran, artikel, dan buku teks kedokteran yang diperoleh dari database online NCBI, Science Direct, Clinical Key, dan Google Scholar. Informasi diperoleh melalui pencarian menggunakan kata kunci yang sesuai dengan topik penulisan seperti: ceramide, migraine, vWF activity, dan sebagainya.

4.4.Analisis dan Sintesis

Analisis dan sintesis dilakukan dengan meninjau kembali fakta dan informasi dari tinjauan pustaka, memberikan argumentasi yang logis terkait permasalahan diagnosis migrain saat ini, dan mensintesis solusi yang ditawarkan berupa algoritma diagnosis migrain dengan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan biomarker ceramide dan aktivitas vWF.

4.5.Penarikan Kesimpulan

(23)

BAB IV

ANALISIS DAN SINTESIS

4.1. Permasalahan pada Metode Diagnosis Migrain Saat Ini

Diagnosis migrain saat ini ditegakkan berdasarkan kriteria yang dibuat oleh

International Classification of Headache Disorders edisi kedua (ICHD-2). Akan tetapi saat ini tidak semua dokter familiar dengan kriteria diagnosis ini. Diagnosis migrain yang tidak adekuat (underdiagnosed) masih terjadi pada praktik klinik yang dapat berakibat pada tatalaksana yang tidak sesuai.

Tepper, et. al menyebutkan bahwa sekitar 25% pasien dengan migraine-perdefinisi IHS, tidak memperoleh diagnosis klinis migrain. Pada penelitian tersebut diketahui nilai sensitivitas dan spesifisitas diagnosis migrain saat ini berturut-turut sebesar 98% dan 75%. Pada publikasi tahun 2004 tersebut disebutkan secara keseluruhan, 94% dari seluruh sampel dengan sakit kepala yang mencari pengobatan ke layanan primer termasuk migrain-perdefinisi IHS (76%) atau probable migrain (18%). Sampel terdiri dari kelompok pasien yang didiagnosis sakit kepala primer non migrain oleh dokter, dan kelompok dengan diagnosis klinis migrain. Pada kelompok dengan diagnosis klinis migrain, 98% pasien memiliki migrain-perdefinisi IHS (87%) atau probable migraine-perdefinisi IHS (11%). Disisi lain tinjauan terhadap riwayat sakit kepala pasien dengan diagnosis klinis bukan migrain menunjukkan 82% pasien memiliki migrain-perdefinisi IHS (48%) atau probable migrain

(34%).19 Penelitian lain yang dilakukan Lipton et. al dengan sampel acak hanya 48% pasien migrain perdefinisi IHS memperoleh diagnosis klinis migrain pada tahun 1999, dan hanya 38% pada 1989. Berdasarkan data tersebut, kejadian underdiagnosed migrain masih harus menjadi perhatian agar pasien dapat diberikan tatalaksana yang lebih tepat.20

(24)

tipe sakit kepala lain yang terjadi lebih umum daripada migrain. Adanya sakit kepala konkomitan seperti tension-type headache (TTH) dan kondisi komorbid secara signifikan mempengaruhi kemampuan deteksi dan diagnosis migrain, sebab diagnosis akan lebih cenderung mengarah ke sakit kepala yang paling umum saja tanpa mempertimbangkan kemungkinan adanya konkomitan migrain. Migrain dan TTH memiliki pencetus yang sama sehingga semakin menyulitkan dalam melakukan diagnosis diferensial. Begitu juga apabila dokter menginterpretasikan dengan tidak tepat adanya gejala spesifik dan kondisi komorbid sebagai indikasi diagnosis tipe sakit kepala selain migrain seperti sakit kepala sinus. 45 % kasus migrain memiliki setidaknya 1 gejala otonom (contoh: lakrimasi, mata merah, ptosis, edema kelopak mata, hidung tersumbat, dan rhinorrhea) ketika terjadi serangan migrain sehingaa sering dianggap sakit kepala sinus. Migrain juga dapat memiliki manifestasi nyeri di leher dan ketegangan pada otot leher, bahu, dan punggung atas. Sekitar 75% pasien migrain mendeskripsikan adanya nyeri di leher yang sering diartikan oleh pemeriksa sebagai tanda TTH.7

(25)

Ketidaktersediaan alat diagnostik penunjang baik radiologi ataupun tes laboratorium semakin memperbesar kemungkinan misdiagnosis migrain. Berbagai modalitas pemeriksaan penunjang seperti penggunaan radiologi antara lain PET Scan, dan MRA belum memiliki dasar bukti yang cukup untuk diterapkan. Selain itu perubahan yang dapat diamati melalui modalitas ini dapat diamati hanya pada saat terjadinya serangan, dan tidak tampak pada interiktal sehingga sulit untuk diterapkan sebagai alat diagnosis.15 Penggunaan alat lain seperti kuesioner untuk meningkatkan kualitas dan objektivitas diagnosis masih terbatas untuk mengetahui dampak migrain terhadap kualitas hidup dan disabilitas. Penggunaan kuesioner tidak dapat mengurangi hambatan yang dialami berupa kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasien tentang detail sakit kepala yang dialaminya, dan kesalahan istiah yang sering digunakan. Alternatif lain adalah penggunaan biomarker. Namun hingga saat ini belum terdapat biomarker dengan validitas dan

evidence yang cukup untuk dapat diterapkan secara klinis.18 4.2. Mekanisme Perubahan Biomarker pada Migrain

4.2.1. Mekanisme Perubahan Konsentrasi Ceramide

Ceramide (N-asil sfingosin) merupakan salah satu bentuk sfingolipid, yang terdiri dari sfingosin yang terikat secara kovalen ke asam lemak.

Ceramide yang ada secara alami tersusun dari bermacam-macam spesies molekular yang merupakan hasil dari kombinasi asam lemak C16-26 dengan sfingosin. Ceramide merupakan grup lipid bioaktif yang merupakan komponen penting mikrodomain membran. Selain memiliki peran struktural yang penting, lipid ini berfungsi sebagai

second messengers pada proses seluler yang meregulasi homeostasis energi, apoptosis dan inflamasi.9

(26)

Ceramide dapat dibentuk de novo (dimulai dengan kondensasi palmitoil-koA dengan serin) atau melalui hidrolisis sfingomielin dan sfingolipid lainnya (misalnya monoheksilceramide seperti glukosilceramide dan galaktosilceramide).9

Sintesis ceramide de novo dimulai dengan transfer residu serin kepada asam asil-koA melalui serine palmitoiltransferase (SPT) membentuk 3-keto-sfinganine (3KSn). Kemudian, tiga reaksi enzimatik berikutnya, dikatalisis oleh 3KSn reduktase, dihidroceramide syintase (CerS), dan dihidroceramide desaturase (Des1 dan Des2) mengubah intermediet ini menjadi ceramide.9

Jalur pembentukan ceramide yang kedua adalah melalui hidrolisis sfingomielin. Pada jalur ini, terjadi hidrolisis gugus kepala fosfokolin dari sfingomielin oleh enzim sfingomyelinase (SMase). Sfingomielin merupakan sfingolipid paling banyak di mamalia, sehingga kapasitasnya besar sebagai sumber ceramide. Selain itu, ceramide

dapat diproduksi melalui katabolisme kompleks sfingolipid lainnya.9

Gambar 5. Jalur Pembentukan Ceramide21

Terdapat beberapa teori yang menghubungkan rendahnya konsentrasi

(27)

konsentrasi ceramide turun. Adiponektin, yang merupakan mediator inflamasi, meningkat pada pasien migrain, akibat adanya proses inflamasi pada otak yang sudah dijelaskan sebelumnya. Adiponektin ini akan menembus sawar darah otak dan meningkatkan aktivitas

ceramidase di otak, sehingga katabolisme ceramide meningkat dan konsentrasi ceramide akan turun.9

Teori kedua, terjadi perubahan aktivitas enzimatik hidrolisis sfingolipid. Pada pasien migrain, ditemukan peningkatan kadar sfingomielin dan penurunan level ceramide yang konsisten dengan hipotesis meningkatnya aktivitas enzimatik sfingomielin sintase. Teori lainnya adalah perubahan sfingolipid dapat merefleksikan aktivasi kronik sistem kompensatorik akibat inflamasi neurogenik yang repetitif dan meningkat secara kronik. Teori keempat, kemungkinan terjadi peningkatan metabolit ceramide proinflamatorik yakni ceramide-1-phosphate (C1P). Aktivasi C1P berasosiasi dengan proses-proses dalam patofisiologi migrain, seperti pelepasan asam arakidonat, peningkatan prostaglandin E2, dan kemotaksis makrofag.9

4.2.2. Mekanisme Perubahan Aktivitas vWF

(28)

subendotel, vWF akan berikatan dengan reseptornya di platelet yakni kompleks GPIbα dan GPIb-IX-V dan kompleks GPIIb-IIIa, yang terletak di membran platelet. Proses ini akan berujung pada adhesi platelet yang stabil melalui interaksi antara reseptor kolagen platelet GpVI dan GpIa/IIa38, aktivasi kompleks reseptor αIIbβ3, dan agregasi platelet.22

Saat ini, bukti bahwa terjadi disfungsi endotel pada migrain semakin meningkat. Salah satu biomarker disfungsi endotel adalah von Willebrand factor (vWF). Pada disfungsi endotel, aktivasi endotel meningkat. Endotel yang teraktivasi mensintesis lebih banyak vWF. Konsentrasi vWF secara signifikan lebih tinggi pada pasien migrain dibanding pada kontrol yang tidak memiliki migrain pada fase interiktal.23

Pada disfungsi endotel, terjadi ketidakseimbangan vasodilator (misalnya NO) dengan vasokonstriktor, sehingga pada disfungsi endotel pembuluh darah cenderung mengalami vasokonstriksi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pada pasien migrain terjadi

cortical spreading depression (CSD), yakni gelombang depolarisasi melewati korteks otak dan mengaktivasi nervus trigeminal. Vasokonstriksi inilah yang menyebabkan CSD.24

4.3. Teknik Pengukuran Biomarker pada Migrain

4.3.1. Teknik Pengukuran Konsentrasi Ceramide pada Migrain

Ceramide dapat diukur konsentrasinya didalam darah melalui metode

(29)

Kemudian, dilakukan Bligh and Dyer liquid-liquid extraction method

untuk mengekstraksi total lipid dari serum. Metode ini menggunakan prinsip pengukuran gravimetrik, secara garis besar serum dicampur dengan metanol, kloroform dan air. Lipid yang murni akan terkumpul pada lapisan kloroform.25

Gambar 6. Metode Ekstraksi Bligh and Dyer26

(30)

Gambar 7. Teknik Pengukuran Ceramide Menggunakan HPLC28 Kemudian, analisis sfingolipid dilakukan menggunakan HPLC (high-pressure liquid chromatography) yang digabungkan dengan

electrospray ionization tandem mass spectrometry. Liquid chromatography digunakan untuk membagi sampel menjadi beberapa fraksi sesuai dengan analitnya, dan tandem mass spectrometry digunakan untuk menghitung analit ini.

Pertama-tama, ekstrak lipid sebanyak 5 mikroliter diinjeksikan kedalam kolom dan sumber pengion. Fase mobile A adalah asetonitril/metanol/asam format, dan fase mobile B adalah metanol/asam format. Sampel dielusi dengan laju 1,2ml/menit melalui gradien-gradien selama 45 menit. LC-MS dilakukan dalam mode ion positif. Lipid dibagi menjadi beberapa spesies, seperti dihidroceramide (DHC), ceramide, monohexosylceramide (MHC), dihexosylceramide, dan sfingomyelin menggunakan C18 reverse-phase column. Deteksi dan penghitungan kadar setiap spesies sfingolipid akan dilakukan oleh electrospray ionization tandem mass spectrometry dengan cara memonitor beberapa reaksi. Ceramide

dikuantifikasi menggunakan kurva kalibrasi dan rasio area puncak subspesies ceramide dan standar internal. Hasil dari analisis adalah berupa konsentrasi (massa per volume).9,29

4.3.2. Teknik Pengukuran Aktivitas vWF pada Migrain

(31)

yang digunakan adalah sampel plasma darah pasien, reagen platelet, dan ristocetin. Instrumen yang digunakan dalam pengukuran aktivitas vWF adalah agregometer. Prinsip pengukuran ini adalah mengukur vWF dalam plasma darah yang berikatan pada reseptor reagen platelet GP1b untuk mengaglutinasikan platelet reagen normal dengan bantuan agonis agregasi ristocetin. Ristocetin

merupakan antibiotik yang diisolasi bakteri Nocardia lurida yang membantu pengikatan reseptor GP1b platelet dengan vWF. Platelet reagen normal tesebut mengandung formalin yang mensubstitusi platelet pasien yang dibuang setelah sentrifugasi.30,31

Pengukuran aktivitas vWF pada migrain dilakukan dengan mengesklusikan beberapa kriteria yaitu secara fisik tidak sehat, adanya penyakit diabetes melitus, vaskulitis, serangan iskemik, stroke, kehamilan, serta penggunaan antikoagulan, NSAID, dan agen antiplatelet.30,31

Pertama-tama, darah vena pasien diambil kemudian dimasukkan ke tabung yang telah ditambahkan 3.2%/0.109 M dapar natrium sitrat. Setelah itu, darah dicampur dengan sitrat yang berperan dalam mempertahankan pH dengan perbandingan volume darah dan sitrat 1:9. Kemudian, darah dimasukkan ke dalam vacutainer yang akan disentrifugasi selama tiga puluh menit pada suhu 4oC. Setelah itu, plasma darah diambil dan platelet darah pasien dibuang. Jika plasma darah tidak langsung digunakan, plasma disimpan pada aliquot pada suhu -80oC. Akan tetapi, plasma darah harus diuji antara tiga puluh menit hingga dua jam dan tidak boleh lebih dari empat jam.30

(32)

menit sebelum diuji untuk mendapatkan baseline yang stabil. Sebanyak 0.27 mL PRP diambil dan diletakkan ke dalam cuvette

yang akan dimasukkan ke dalam kanal agregometer. Saat mesin dinyalakan, spesimen diputar dalam kecepatan 1000-1200 rpm, akan terekam hasil baseline light transmittance. Setelah itu, ditambahkan agonis agen agregasi yaitu ristocetin sebanyak 0.03 mL dimana dimasukkan secara langsung bukan ditetesi dari pinggir tabung dan memasukkan kembali cuvette ke kanal agregometer. Kemudian, mesin dinyalakan kembali dan akan terjadi peningkatan agregasi platelet saat penambahan agonis yang akan menyebabkan peningkatan light transmittance. Perubahan hasil tersebut dikonversi ke sinyal elektronik dan terekam dalam bentuk grafik. Hasil pengukuran dalam bentuk persen yang dapat dilihat setelah lima sampai sepuluh menit dengan alat pengukur yang biasanya berupa komputer. Pada migrain, persentase aktivitas vWF akan meningkat.31,32

4.4. Integrasi Penggunaan Biomarker Ceramide, vWF, dan Kriteria ICHD-2 untuk Diagnosis Migrain

4.4.1. Analisis Spesifisitas dan Sensitivitas Konsentrasi Ceramide

(33)

berdasarkan bentuk penyampaian data yang digunakan berupa rerata, penulis mengasumsikan persebaran data pada penelitian tersebut normal. Berdasarkan hasil nilai tersebut penulis menghitung nilai spesifisitas dan sensitivitas dengan terlebih dahulu menentukan nilai batas (cut-off point). Penulis menetapkan nilai batas yang digunakan adalah 9500 ng/mL. Menggunakan Software HyperStat Online

diketahui presentase nilai positif sebenarnya, dan nilai positif palsu dengan melihat area dibawah kurva. Didapatkan bahwa nilai positif sebenarnya adalah 90,48%, dan positif palsu adalah 36,4%.

(a) (b)

Gambar 8. Probabilitas area yang menunjukkan, nilai positif sebenarnya(a), dan nilai positif palsu(b).33

Tabel 1. Tabel perbandingan hasil pengukuran konsentrasi ceramide pada kelompok pasien dengan migrain dan kelompok kontrol (Migrain negatif).

(34)

Nilai sensitivitas pengukuran konsentrasi ceramide dengan titik potong < 9.500 ng/mL adalah 90,48% dan spesifisitasnya 65,58%. 4.4.2. Analisis Spesifisitas dan Sensitivitas Aktivitas vWF

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tietjen et.al disebutkan bahwa sekitar 29% dari orang migrain dan hanya 8% dari kelompok kontrol memiliki aktivitas vWF diatas 150%.9 Data tersebut dapat dibentuk menjadi tabel 2x2 untuk melihat nilai sensitivitas dan spesifisitasnya.

Tabel 2. Tabel perbandingan hasil pengukuran aktivitas vWF pada kelompok pasien dengan migrain dan kelompok kontrol (Migrain negatif).

Migrain (+) (125

Nilai sensitivitas : a/(a+c) = 29% ; dan spesifisitas : d/(b+d) =92% 4.4.3.Pengajuan Algoritma Voremide dalam Menegakkan Diagnosis

Definitif Migrain

Besarnya kecenderungan underdiagnose dari migrain jika hanya menggunakan diagnosis klinik mengindikasikan diperlukan metode tambahan untuk mengantisipasi tidak terjaringnya pasien migrain akibat berbagai kendala pada proses anamnesis migrain.

(35)

seuai kriteria ICHD-2 (ICHD-2 positif), dokter dapat menegakkan diagnosis migrain tanpa melalui pemeriksaan penunjang. Akan tetapi, jika anamnesis menunjukkan gejala yang tidak sesuai kriteria ICHD-2, yaitu ketika pasien tidak memenuhi seluruh kriteria migrain, pasien tidak dapat menjelaskan dengan baik riwayat sakit kepala, atau terdapat keraguan dari dokter, dokter dapat melanjutkan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan kadar ceramide. Apabila didapatkan hasil kadar ceramide lebih dari 9500 ng/mL, maka pasien tidak mengalami migrain. Apabila kadar ceramide < 9500 ng/mL, maka pasien tidak langsung didiagnosis migrain, melainkan harus dilanjutkan dengan pemeriksaan aktivitas vWF. Hal ini disebabkan karena ceramide kecil kemungkinannya negatif palsu namun besar kemungkinan positif palsu. Oleh karena itu, jika ceramide diatas cut-off (hasil negatif) dapat dipastikan pasien tidak mengalami migraine namun jika ceramide dibawah cut-off (hasil positif) butuh pemeriksaan yang lebih spesifik yakni VWF. Apabila aktivitas vWF abnormal (positif; >150%) pasien dapat dipastikan migrain, namun apabila aktivitas vWF normal (negatif; ≤150%) diagnosis migrain belum dapat ditegakkan. Hal ini disebabkan karena vWF memiliki kemungkinan yang kecil untuk positif palsu, namun kemungkinan besar untuk negatif palsu.

Penegakan diagnosis tetap dapat dilakukan dengan metode diagnosis klinis apabila dokter yakin bahwa pasien memenuhi kriteria diagnosis ICHD2 dan tanpa adanya defisit neurologis. Hal ini didasarkan pada kesalahan diagnosis migrain umumnya berupa negatif palsu dimana migrain sebanyak 25% sebagai penyakit kepala lain atau tidak migrain. Sedangkan, 98% pasien yang didiagnosis positif migrain memang menderita migrain sesuai kriteria diagnosis ICHD-2.

(36)

akan tetapi masih terdapat kecurigaan migrain, tension-type headache,

atau sakit kepala sinus; pasien tidak dapat menjelaskan dengan baik riwayat sakit kepala; atau terdapat keraguan dari dokter. Untuk memastikan objektivitas pemeriksaan, pasien juga harus tidak termasuk dalam kriteria eksklusi berupa: sakit kepala sekunder, mengalami complicated migraine, mengalami retinal migraine, atau sedang mengalami kondisi yang meningkatkan aktivitas vWF seperti diabetes melitus, vaskulitis, serangan iskemik, stroke, kehamilan, serta penggunaan antikoagulan, NSAID, dan agen antiplatelet.30,31

Gambar 8. Algoritma Voremide untuk Penegakan Diagnosis Migrain

(37)

Pemeriksaan ceramide dilakukan terlebih dahulu sebab pemeriksaan ini lebih konklusif untuk memastikan bahwa apabila pemeriksaan negatif, pasien tidak mengalami migrain. Akan tetapi nilai positif palsu cukup besar, sehingga penegakan diagnosis migrain belum bisa dipastikan dan dibutuhkan pemeriksaan lain sepeti aktivitas vWF yang memiliki nilai positif palsu yang kecil.

4.5. Kelebihan dan Kekurangan Algoritma Voremide dalam Menegakkan Diagnosis Migrain

Secara umum penggunaan algoritma penegakan diagnosis yang penulis ajukan akan mengurangi kesalahan diagnosis migrain, yang sebagian besar merupakan kesalahan negatif palsu. Pada algoritma ini pasien yang secara anamnesis tidak memenuhi kriteria diagnosis ICHD2 tidak langsung dianggap bukan migrain, melainkan harus melalui pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan konsentrasi ceramide yang memiliki sensitivitas tinggi (90,48%) untuk kemudian ditegakkan diagnosisnya dengan melihat aktivitas vWF yang memiliki spesifisitas tinggi (92%). Meskipun demikian pemeriksaan aktivitas vWF pada keadaan tidak sedang sakit kepala masih memiliki nilai negatif palsu yang terlalu tinggi sehingga hasil negatif pada pemeriksaan aktivitas vWF saat tidak sedang sakit kepala bersifat tidak konklusif non-migrain.

(38)

untuk semakin sadar terhadap migrain dan meningkatkan keinginan mencari pertolongan medis apabila terjadi sakit kepala.

(39)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1.Simpulan

1. Diagnosis migrain saat ini dengan ICHD-2 yang merupakan diagnosis klinis memiliki kekurangan yang mengakibatkan adanya penegakan diagnosis yang tidak adekuat (underdiagnosed).

2. Konsentrasi ceramide mengalami penurunan ketika migrain akibat peningkatan katabolismenya saat migraine. Konsentrasi von Willebrand Factor mengalami peningkatan ketika migrain akibat aktivasi endotel yang meningkatkan sintesis vWF.

3. Pemeriksaan konsentrasi ceramide total dapat dilakukan dengan metode

High Pressured Liquid Chromatography (HPLC) dengan sampel darah pasien.

4. Pengukuran aktivitas vWF dapat dilakukan dengan pengukuran kofaktor

ristocetin.

5. Solusi algoritma Voremide untuk mendiagnosis migrain dilakukan dengan mengintegrasikan pemeriksaan konsentrasi ceramide dan aktivitas vWF dengan kriteria diagnotik ICHD-2 yang digunakan saat ini.

6. Penggunaan algoritma Voremide dapat mengurangi kesalahan diagnosis berupa kesalahan negatif palsu. Algoritma voremide cukup aplikatis sebab dapat digunakan pada kondisi interiktal.

5.2.Saran

1. Dilakukannya replikasi penelitian mengenai ceramide dan vWF sebagai biomarker migrain pada populasi yang lebih luas untuk memperoleh

evidence yang cukup sehingga nantinya dapat ditambahkan pada guideline

kriteria diagnosis migrain.

(40)

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health and Organization. Headache disorders [Internet]. 2012 [cited

2015 Dec 27]. Available from:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs277/en/

2. Peng KP, Wang SJ. Migraine diagnosis: Screening items, instruments, and scales Acta Ananesthesiologica Taiwanica.2012;50(2):69-73.

3. Riyadina W, Turana Y. Risk factor and comorbidity of migraine. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2014;17(4):371-8.

4. International Headache Society. The international classification of headache disorders, 3rd edition (beta version). Cephalalgia.2013;33(9):629-31.

5. Buse DC, Manack A, Serrano D, Turkel C, Lipton RB. Sociodemographic and comorbidity profiles of chronic migraine and episodic migraine sufferers. J Neurol Neurosurg Psychiatry.2010;81:428-32. migraine medications and evolution from episodic to chronic migraine: A longitudinal population-based study. Headache;2008;48(8):1157-68. 9. Peterlin BL, Mielke MM, Dicksens AM, Chatterjee S, Dash P, Alexander

G, et al. Interictal, circulating sphingolipids in women with episodic migraine. Neuorology. 2015;85(14):1214-23.

10.Tietjen GE. The role of endothelium in migraine. Cephalalgia. 2011;31(6):645-7.

(41)

of statistics from national surveillance studies. Headache: The Journal of Head and Face Pain. 2013;53(3):427-36.

12.Burstein R, Noseda R, Borsook D. Migraine: Multiple processes, complex pathophysiology. Journal of Neuroscience. 2015;35(17):6619-29.

13.PJ G. Pathophysiology of migraine. Ann Indian Acad Neurol. 2012;15(Suppl 1):S15-S22.

14.Ng-Mak D, Fitzgerald K, Norquist J, Banderas B, Nelsen L, Evans C et al. Key Concepts of Migraine Postdrome: A Qualitative Study to Develop a

Post-Migraine Questionnaire. Headache: The Journal of Head and Face

Pain. 2011;51(1):105-117.

15.Goadsby PJ. Recent advances in the diagnosis and management of migraine. BMJ. 2006; 332(7532): 25–9.

16.Silberstein SD. Practice parameter: Evidence-based guidelines for migrain headache (an evidence based review). Neurology. 2000; 55(6): 754-62. 17.International Headache Society. The international classification of

headache disorders 2nd edition. Headache. 2013;53(8):1383-95.

18.Durham P, Papapetropoulos S. Biomarker associated with migraine and their potential role in migraine management. Headache. 2013. Research submission: 1-16.

19.Tepper SJ, Dahlof CGH, Dowson A, Newman L, Mansbach H, Jones M, Pham B, Webster C, Salonen R. Prevalence and diagnosis of migraine in patients consulting their physician with a complaint of headache: data from the landmark study. Headache. 2004; 44: 856-64.

20.Daniel BT. Migraine. USA:Author House;2010. Chapter 8, Migraine epidemiology. p187.

21.Borodzicz S, Czarzasta K, Kuch M, Cudnoch-Jedrzejewska A. Sphingolipids in cardiovascular diseases and metabolic disorders. Lipids Health Dis. 2015;14(1).

(42)

23.Liao J. Linking endothelial dysfunction with endothelial cell activation. Journal of Clinical Investigation. 2013;123(2):540-541.

24.Rubino E, Fenoglio P, Gallone S, Govone F, Vacca A, De Martino P et al. Genetic variants in the NOTCH4 gene influence the clinical features of migraine. J Headache Pain. 2013;14(1):28.

25. Jensen S. Improved Bligh and Dyer extraction procedure. Lipid Technology. 2008;20(12):280-281.

26.Haunerland J. Separation Methods [Internet]. Simon Fraser University. 2008 [cited 2016 Jan 2]. Available from: http://www.sfu.ca/bisc/bisc-429/folch.gif

27.Hanamatsu H, Ohnishi S, Sakai S, Yuyama K, Mitsutake S, Takeda, et al. Altered levels of serum sphingomyelin and ceramide containing distinct acyl chains in young obese adults. Nutrition and Diabetes. 2014;141:1-7. 28.Hyderabad L. High Performance Liquid Chromatography Laboratory

Furniture [Internet]. Laboratory Furniture. 2015[cited 2016 Jan 2]. Available from: http://www.lcgclabs.com/high-performance-liquid-chromatography/

29.Kasumov T, Huang H, Chung Y, Zhang R, McCullough A, Kirwan J. Quantification of ceramide species in biological samples by liquid chromatography electrospray ionization tandem mass spectrometry. Analytical Biochemistry. 2010;401(1):154-161.

30.Bongers TN, Maat MPM, Goor ML, Bhagwanbali V, Vliet HHDM, Gaarcia EBG. High von willebrand factor levels increase the risk of first ischemic stroke. Stroke. 2006;37:2672-7.

31.Rodak BF, Fritsma GA, Keohane EM. Hematology: Clinical principles and applications. 4th ed. Philadelphia:Elsevier Saunders; 2012. Chapter 8, Hemostastis and trombosis. p746.

(43)

33.HyperStat Online Software. Area probability under normal curve. [Internet]. No date [cited 2015 Jan 2]. Available from:

(44)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Ketua

Nama Lengkap : Hiradipta Ardining Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 2 April 1996 Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat

- Sup Kuah Kuning sebagai Inovasi Antidepresan yang Mengandung Kurkumin, Piperin, dan Folat bagi Pasien PTSD

- Pemanfaatan Limbah Kulit Kacang Tanah untuk Bahan Baku Suplemen yang Kaya Luteolin sebagai Antioksidan

Penghargaan Ilmiah yang Pernah Diraih

(45)

-Anggota 1

Nama Lengkap : Clara Gunawan

Tempat ,Tanggal Lahir : Jakarta, 23 Agustus 1995 Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat

- Manfaat Allicin dalam Bawang Putih (Allium sativum) sebagai Terapi Preventif Infark Miokard

- Perkembangan Vaksin Anti-TB Sebagai Pengganti Vaksin Bacille Calmette-Guérin (BCG) Untuk Mencegah Efek Samping Imunisasi BCG Pada Anak-Anak

Penghargaan Ilmiah yang Pernah Diraih

(46)

Anggota 2

Nama Lengkap : Gede Nyoman Jaya Nuraga Tempat ,Tanggal Lahir : Badung, 4 Agustus 1995 Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat

- Potensi Pemanfaatan Bacillus arbutinivorans pada Sisa Pencernaan Ayam untuk Detoksifikasi Deoksinivalenol sebagai Strategi Preventif dan Kuratif Penanggulangan Mikotoksikosis Pascabanjir

- Potensi Pemanfaatan Kombinasi Teniposide dan Ifenprodil sebagai Agen Neuroprotektif Early Brain Injury (EBI) melalui Inhibisi P2X7 dan NMDA Subunit NR2B pada Perdarahan Subarakhnoid

Penghargaan Ilmiah yang Pernah Diraih

Gambar

Gambar 1. Jalur parasimpatis-hipotalamus untuk aktivasi neuron SSN
Gambar 2. Input sensorik mengenai perubahan homeostasis fisiologis dan
Gambar 4. Patofisiologi migrain dari fase prodromal, aura, hingga migrain
Gambar 5. Jalur Pembentukan Ceramide21
+6

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pelaksanaan observasi ini dapat dilakukan secara langsung yaitu pengamat berada langsung bersama objek yang diselidiki dan tidak langsung yakni pengamatan yang

Panen ke-4 yang bertepatan dengan umur tanaman 19 bulan, terjadi sedikit penurunan produksi, dan produksi segar maupun kering daun tertinggi tetap dihasilkan oleh strain

S1 - Teknik Informatika/ Sistem Informasi/ Ilmu

Kesesuaian teori dengan hasil penelitian ini disebabkan karena secara teoritis apabila BOPO mengalami peningkatan yang berarti, peningkatan biaya operasional dengan

Padi, yaitu dalam tradisi berkat lumbung setiap masyarakat Dayak Mali yang telah panen (mereka yang telah panen) wajib terlebih dahulu menggantungkan padi seberat setengah

[r]

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dalam mengidentifikasi unsur intrinsik cerita pendek dan berdasarkan tujuan dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan

Analisis dan interpretasi menggunakan teori Roland Barthes, dimana penulis akan mencari makna yang ada dalam lagu “Jogja Istimewa” dengan mencari makna denotasi, konotasi,