• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar Pembentukan undang undang dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Dasar Pembentukan undang undang dasar "

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

+

(2)

+

Pengantar

Ilmu pengetahuan perundang-undangan adalah ilmu pengetahuan tentang

pembentukan peraturan negara, yang merupakan ilmu yang bersifat interdisipliner— berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi.

Perundang-undangan:

a. merupakan proses pembentukan atau proses membentuk peraturan negara, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah;

b. segala peraturan negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.

UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

merumuskan:

a. Pembentukan peraturan perundang-undangan: pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan [vide Pasal 1 angka 1]

n Peraturan perundang-undangan: peraturan tertulis yang memuat norma hukum

yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan [vide Pasal 1 angka 2].

 Dengan demikian, pembahasan ilmu di bidang perundang-undangan mencakup

(3)

ILMU PENGETAHUAN PERUNDANG-UNDANGAN*

ilmu pengetahuan interdisipliner tentang pembentukan peraturan perundang-undangan

TEORI PERUNDANG-UNDANGAN

bersifat kognitif

berorietasi kepada menjelaskan dan menjernihkan pemahaman

*Berdasarkan pembagian menurut Burkhardt Krems, dalam bukunya

(4)

+

Hans Kelsen

: teori mengenai jenjang norma hukum (

Stufentheorie

):

 Norma hukum itu berjenjang dalam suatu tata susunan hierarki. Suatu norma yang

lebih rendah berlaku dan bersumber atas dasar norma yang lebih tinggi, serta norma yang lebih tinggi itu, berlaku dan bersumber kepada norma yang lebih tinggi lagi. Demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri, yang bersifat hipotetis dan fiktif, yaitu yang dikenal dengan istilah grundnorm (norma dasar).

 Norma Dasar yang merupakan norma tertinggi dalam suatu sistem norma tidak lagi

dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi norma dasar ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai norma dasar yang merupakan gantungan bagi norma-norma yang berada di bawahnya, sehingga suatu norma dasar dikatakan

pre supposed.

Hans Nawiasky

: teori hierarki norma hukum negara (

die Theorie vom

Stufenordnung der Rechtsnormen

):

 Bahwa selain norma berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, norma hukum dari suatu

negara juga berkelompok-kelompok, dan pengelompokan norma hukum dalam suatu negara terdiri atas empat kelompok besar, yaitu:

Kelompok I : Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara)

Kelompok II : Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara)Kelompok III : Formell Gesetz (Undang-Undang ‘formal’)

Kelompok IV : Verordnung & Autonome Satzung (Aturan Pelaksana dan Aturan

otonom)

(5)

Persamaan: norma berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis, dalam arti suatu norma itu berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang di atasnya, norma yang diatasnya berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang di atasnya lagi, semikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tertinggi dan tidak dapat ditelusuri lagi sumber dan asalnya, tetapi bersifat ‘pre-supposed’ dan ‘axiomatis’.

Perbedaannya: 1) Kelsen tidak mengelompokkan norma, sedangkan Nawiasky membagi norma ke dalam empat kelompok yang berlainan; 2) Kelsen membahas jenjang norma secara umum (general) dalam arti berlaku untuk semua jenjang norma (termasuk norma hukum negara), sedangkan Nawiasky membahas teori jenjang norma secara lebih khusus, yaitu dihubungkan dengan suatu negara; 3) Nawiasky menyebutkan Norma Dasar Negara tidak dengan sebutan

(6)

+

 Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas: [vide Pasal 7 ayat (1)]

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

 Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) [vide Pasal 7 ayat 2]

 Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat

(1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat [vide Pasal 8 ayat (1)]

 Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui

keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan

[vide Pasal 8 ayat (2)]

HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

(7)

+

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

 UUD NRI 1945 terdiri atas dua kelompok norma hukum yaitu:

1 Pembukaan UUD 1945 merupakan Staatsfundamentalnorm atau Norma Fundamental Negara—

merupakan norma hukum tertinggi yang bersifat ‘pre-supposed’ dan merupakan landasan dasar filosofis yang mengandung kaidah dasar bagi pengaturan negara lebih lanjut.

2 Batang Tubuh UUD 1945 merupakan Staatsgrundgesetz atau Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok

Negara yang merupakan garis-garis besar atau pokok-pokok kebijaksanaan negara untuk menggariskan tata cara membentuk peraturan perundang-undangan yang mengikat umum. Sifat norma hukum masih bersifat garis besar dan pokok serta merupakan norma hukum tunggal, jadi belum dilekati oleh norma sanksi.

 Cara mencari dan menemukan materi muatan Undang-Undang dapat dilaksanakan

melalui ketiga cara yaitu:

1. Ketentuan dalam Batang Tubuh UUD NRI 1945

Terdapat 43 hal yang diperintahkan secara tegas untuk diatur dengan Undang-Undang, yang dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yang memiliki kesamaan dan tiga kelompok lainnya, walaupun pembagian tersebut tidak dapat dibedakan secara tegas karena berhubungan satu dan lainnya. Pembagian tersebut sebagai berikut:

1Kelompok lembaga negara: Pasal 2 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 6A ayat (5), Pasal 19 ayat (2),

Pasal 20A ayat (4), Pasal 22B, Pasal 22C ayat (4), Pasal 22D ayat (4), Pasal 23G ayat (2), Pasal 24 ayat (3), Pasal 23A ayat (5), Pasal 24B ayat (4), Pasal 24C ayat (6) dan Pasal 25.

2Kelompok penetapan organisasi dan alat kelengkapan negara: Pasal 16, Pasal 17 ayat (4), Pasal 18

ayat (7), Pasal 18A ayat (1), Pasal 23D, Pasa; 23 ayat (4), dan Pasal 23 ayat (5).

3Kelompok hak-hak (asasi) manusia: Pasal 12, Pasal 15, Pasal 18A ayat (2), Pasal 18B ayat (1), Pasal

18B ayat (2), Pasal 22E ayat (6), Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A, Pasal 23B, Pasal 23D, Pasal 23E ayat (3), Pasal 26 ayat (1), Pasal 26 ayat (2), Pasal 28, Pasal 28I ayat (5), Pasal 30 ayat (5), Pasal 31 ayat (1), Pasal 33 ayat (5), dan Pasal 34 ayat (4).

(8)

+

2. Berdasarkan wawasan negara berdasar atas hukum (rechtsstaat)

Dalam Pasal 1 ayat (3) ditentukan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtsstaat). Mengandung beberapa konsekuensi di bidang perundang-undangna, oleh karena hal itu menyangkut masalah pembagian kekuasaan negara dan perlindungan hak-hak (asasi) manusia.

3. Berdasarkan wawasan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi

Negara RI menganut wawasan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi, maka kekuasaan

perundang-undangan di Negara RI terikat oleh Undang-Undang Dasar dan Hukum Dasar, sedangkan kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan peradilan terikat oleh Undang-Undang dan hukum negara.

Penjelasan UUD 1945 menentukan pelimpahan kewenangan kepada Undang-Undang untuk mengatur

hal-hal yang merupakan pengaturan lebih lanjut dari UUD, dan pembentukan Undang-Undang yang memerlukan persetujuan DPR. Selain itu, Presiden mempunyai kewenangan membentuk Peraturan Pemerintah bagi pelaksanaan lebih lanjut dari Undang-Undang, serta adanya kewenangan Presiden untuk membentuk peraturan lainnya dalam menjalankan pemerintahan, dapat dikelompokkan menjadi dua bagian:

1. Peraturan perundang-undangan yang memerlukan persetujuan DPR, yaitu Undang-Undang;

2. Peraturan perundang-undangan yang tidak memerlukan persetujuan DPR, yaitu Keputusan

Presiden dimana peraturan perundang-undangan disini merupakan peraturan yang sifatnya delegasian atau atribusian dari Undang-Undang.

UU No. 12 Tahun 2011, hal mengenai materi muatan UU dan peraturan

(9)

+

Materi muatan yang harus diatur dengan UU berisi [

vide

Pasal 10 ayat (1)

]:

a. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD NRI Tahun 1945; b. Perintah suatu UU untuk diatur dengan UU;

c. Pengesahan perjanjian internasional tertentu;

d. Tindak lanjut atas Putusan Mahkamah Konstitusi; dan atau e. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat

Tindak lanjut atas putusan MK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d

dilakukan oleh DPR atau Presiden [

vide

Pasal 10 ayat (2)

]:

UNDANG-UNDANG

PERPU

(10)

+

Sesuai dengan sifat dan hakikat PP, yang merupakan peraturan delegasi dari UU, atau

peraturan yang melaksanakan suatu UU, maka materi muatan PP adalah seluruh materi muatan UU tetapi sebatas yang dilimpahkan, artinya sebatas yang perlu dijalankan atau diselenggarakan lebih lanjut oleh PP.

Pasal 12 UU No 12 Tahun 2012 merumuskan: “materi muatan PP berisi materi untuk

menjalankan UU sebagaimana mestinya”.

Penjelasan Pasal 12, yang dimaksud dengan “sebagaimana mestinya” adalah penetapan

PP untuk melaksanakan perintah UU atau untuk menjalankan UU sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam UU yang bersangkutan.

PERATURAN PEMERINTAH

PERATURAN PRESIDEN

 Setelah mengetahui dan menemukan apa yang menjadi materi muatan UU dan PP,

amaka dapat diketahui materi muatan ‘sisanya’, yaitu materi muatan dari Keputusan Presiden (sekarang Peraturan Presiden), baik yang bersifat delegasi maupun atribusi.

Pasal 13 UU No. 12 Tahun 2011 merumuskan: “materi muatan Peraturan Presiden berisi

materi yang diperintahkan oleh UU, materi untuk melaksanakan PP, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.

 Penjelasan Pasal 13, sesuai dengan kedudukan Presiden menurut UUD NRI, Peraturan

(11)

+

PERATURAN DAERAH

 Pasal 14 UU No. 12 Tahun 2011 merumuskan: “materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Ketentuan PIDANA

 Pasal 15 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2012 merumuskan: “materi muatan mengenai

ketentuan pidana hanya dimuat dalam:

a. Undang-Undang;

b. Peraturan Daerah Provinsi; atau

c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

 Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berupa

ancaman pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) [vide Pasal 15 ayat (2)]

Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dapat memuat

(12)

+

Dalam hal

suatu

Undang-Undang

diduga bertentangan dengan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya

dilakukan oleh

Mahkamah Konstitusi

[

vide

Pasal 9 ayat (1)]

Dalam hal suatu

Peraturan Perundang-undangan di bawah

Undang-Undang

diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya

dilakukan oleh

Mahkamah Agung

[

vide

Pasal 9 ayat (2)]

(13)

+

Menurut I.C. van der Vlies: membagi ke dalam asas-asas yang formal dan

yang material.

 Asas-asas yang formal meliputi:

1. Asas tujuan yang jelas

2. Asas organ/lembaga yang tepat 3. Asas perlunya pengaturan

4. Asas dapatnya dilaksanakan 5. Asas konsesus

 Asas-asas yang material meliputi:

1. Asas tentang terminologi dan sistematika yang benar 2. Asas tentang dapat dikenali

3. Asas tentang perlakuan yang sama dalam hukum 4. Asas kepastian hukum

5. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual

Asas

PEMBENTUKAN

PERATURAN

(14)

+

Menurut A. Hamid S. Attaminimi:

Asas-asas yang formal meliputi:

1. Asas tujuan yang jelas 2. Asas perlunya pengaturan 3. Asas organ/lembaga yang tepat 4. Asas materi muatan yang tepat 5. Asas dapatnya dilaksanakan 6. Asas dapatnya dikenali

Asas-asas yang material meliputi:

1. Asas sesuai dengan Cita Hukum Indonesia dan Norma Fundamental Negara 2. Asas sesuai dengan Hukum Dasar Negara

3. Asas sesuai dengan prinsip-prinsip negara berdasar atas hukum. Dam 4. Asas sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan berdasar sistem konstitusi

 Rumusan Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011:

Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan

perundang-undangan yang baik meliputi:

a. Kejelasan tujuan

b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan d. Dapat dilaksanakan

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan f. Kejelasan rumusan

(15)

Asas-asas yang dimaksudkan dalam Pasal 5 diberikan penjelasannya dalam Penjelasan Pasal 5

sebagai berikut:

a. Asas kejelasan tujuan, bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus

mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

b. Asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, bahwa setiap jenis peraturan

perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

c. Asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan, bahwa dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.

d. Asas dapat dilaksanakan, bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus

memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.

e. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat

karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

f. Asas kejelasan rumusan, bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi

persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

g. Asas keterbukaan, bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari

(16)

+

 Rumusan Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2011:

1. Materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas:

a. Pengayoman

h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan

i. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

j. Kesimbangan, keserasian dan keselarasan

2. Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), peraturan perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

yang dimaksud asas lain antara lain:

a. Dalam hukum pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa

kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah.

b. Dalam hukum perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian antara lain: asas

kesepakatan, asas kebebasan berkontrak dan itikad baik.

(17)

a. Asas pengayoman, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus

berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat.

b. Asas kemanusiaan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus

mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

c. Asas kebangsaan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus

mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Asas kekeluargaan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus

mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

e. Asas kenusantaraan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan

senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

f. Asas bhinneka tunggal ika, bahwa Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus

(18)

g. Asas keadilan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.

h. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

i. Asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.

(19)

+

Kegiatan mengatur (

regeling

), yaitu membuat keputusan yang secara materiil

berupa

pengaturan

, berarti perbuatan menciptakan norma hukum yang

berlaku

umum

(tidak disebut nama orang atau badan hukum yang dikenai norma

hukum) dan biasanya bersifat

abstrak

(tidak mengenal hal dan keadaan yang

konkrit)

Kegiatan mengurus (

bestuur

), yaitu membuat keputusan yang bersifat

penetapan

(

beschikking

)—dapat

berarti

perbuatan

hukum

(

rechtelijkehandelingen

) atau perbuatan materiil (

feitelijke handelingen

). Dalam

arti perbuatan hukum, mengurus berarti menciptakan norma hukum yang

berlaku individual dan bersifat konkrit, sedangkan dalam arti materiil, mengurus

berarti memberikan layanan dan melakukan pembangunan proyek-proyek

tertentu (secara konkrit dan kasuistik).

(20)

+

PERBEDAAN PERATURAN (

REGELING

) DAN PENETAPAN

(

BESCHIKKING

)

Bersifat

individual and concrete

Pengujiannya melalui gugatan di

peradilan tata usaha negara

Bersifat sekali-selesai (

enmahlig

).

Keputusan (

Beschikking

)

PERATURAN

(

REGELING

)

Bersifat

general and abstract

Pengujian untuk peraturan di bawah

undang-undang (

judicial review

) ke

Mahkamah Agung, sedangkan untuk

undang-undang diuji ke Mahkamah

Konstitusi.

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Boy, kids, you know, they just grow up so fast.. So I heard that you were

sudah terasa agak remah sejak hari ke-25. Sangat berbeda dengan kompos P3, kompos kontrol yang dibuat dengan campuran 1 Kg daun jati kering dengan air sumur ini

Artikel ini membahas praktik pendekatan integrasi-interkoneksi dalam kajian manajemen dan kebijakan pendidikan Islam yang difokuskan pada praktik manajemen

Laporan penelitian ini ditulis sebagai realisasi untuk memenuhi tugas mata kuliah Tugas Akhir Skripsi, sekaligus diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Program Studi PGSD

4.3 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabelA. Indikator Pencapaian

Intensitas naungan hingga 75% menyebabkan peningkatan tinggi tanaman dan spesifik luas daun, tetapi mengurangi jumlah dan luas daun, laju penyerapan cahaya (PAR), laju

Pandangan subjek penelitian mengenai prestasi memiliki kesamaan yaitu melanjutkan sekolah. Melanjutkan sekolah dianggap sudah berprestasi karena bagi anak-anak yang

TABEL 16.. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar frame rate maka bandwidth maksimum yang dibutuhkan semakin besar juga. Pada percobaan 2, diperoleh nilai bandwidth