• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaku Perkawinan Poligami Konflik Manaj

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pelaku Perkawinan Poligami Konflik Manaj"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN KONFLIK RUMAH TANGGA PADA PASANGAN PERKAWINAN POLIGAMI DI KOTA MALANG

Bunga Sapadyna Harlia - 0911220009 Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya

Malang

ABSTRAK

Poligami merupakan permasalahan dalam perkawinan yang paling banyak diperdebatkan sekaligus kontroversial. UU tentang Perkawinan No. 1/1974, Hukum Perkawinan di Indonesia menganut asas monogami, baik untuk pria maupun untuk wanita (pasal 3 (1) UU No. 1/1974). Dan dalam hal suami yang bermaksud untuk beristri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan (pasal 4 UU No. 1/1974 dan pasal 40 PP No.9/1975).

Landasan teori yang digunakan yaitu, teori kebutuhan Abraham Maslow, teori komunikasi antarpribadi, teori pertukaran sosial, teori interaksionisme simbolik, konsep pembetukan diri, disonansi kognitif serta manajemen konflik. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan metode interaksionisme simbolik. Sumber data diperoleh melalui data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam, observasi non partisipan, dan dokumentasi. Teknik pengumpulan informan yang akan digunakan adalah snawball sampling.

Penelitian ini menghasilkan manajemen konflik rumah tangga yang berbeda dari ketiga keluarga yang menjadi informan. Manajemen konflik pada keluarga pertama menerapkan settlement conflict avoidance. Pada keluarga kedua dengan cara resolution conflict, yakni memposisikan diri sebagai negosiator saat terjadi konflik, untuk pencapaian win win solution. Lalu pada keluarga ketiga termasuk kedalam settlement conflict koersi. Konflik yang muncul di dalam perkawinan, terutama perkawinan poligami bisa diminimalisir dengan strategi manajemen konflik rumah tangga. Dan setiap keluarga memiliki cara-cara tersendiri dalam mengelolahnya. Dan disini terlihat bahwa, kepala keluarga memiliki peranan besar dalam menentukan manajemen konflik seperti apa yang diterapkan dalam keluarganya.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkawinan poligami adalah perkawinan seseorang dengan beberapa wanita, bisa dua,

tiga atau empat. (Asnawi, 1975:26). Perkawinan poligami masih merupakan persoalan yang terus

diperbincangkan di masyarakat, khususnya Indonesia. Berbagai macam reaksi pro dan kontra

dari masyarakat menanggapi hal tersebut. Walaupun mendapat kecaman masyarakat khususnya

kaum wanita, hal tersebut tetap terjadi di Indonesia.

Untuk kelancaran pelaksanaan UU No. 1/1974, telah dikeluarkan PP No. 9/1975, yang

mengatur ketentuan-ketentuan pelaksaan dari UU tersebut. Dan dalam hal suami yang

bermaksud untuk beristri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan secara

tertulis kepada pengadilan (vide pasal 4 UU No. 1/1974 dan pasal 40 PP No.9/1975). Pegawai

Pencatat Perkawinan dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan

beristri lebih dari seorang sebelum adanya izin pengadilan (vide pasal 44 PP No. 9/1975)

Tak bisa dipungkiri, poligami masih menjadi momok untuk wanita. Poligami dianggap

sebagai tindakan yang melanggar HAM, dan juga banyak tuduhan senada lainnya. Intinya,

poligami dirasakan tidak adil dan diskriminatif. Secara kasat mata, apabila seorang laki-laki

berpoligami ia tampak beruntung, karena tidak terikat oleh satu istri, bahkan bisa memiliki istri

(3)

karena mereka terikat oleh satu suami. Namun demikian tidak setiap wanita yang dimadu merasa

dizhalimi1, karena ada di antara mereka pun ada yang merasa bahagia.

Perkawinan poligami juga akan akan berjalan lancar jika dilakukan secara terbuka, jujur,

tidak sembunyi-sembunyi, adanya izin dari istri pertama serta adanya nilai-nilai dan motivasi

agama yang mempengaruhi dalam menjalankan keluarga poligami. Komunikasi adalah satu

aspek yang paling mendukung dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dalam membangun

rumah tangga yang harmonis diperlukan komunikasi yang baik diantara pasangan suami dan istri

itu sendiri sekalipun pasangan poligami.

Konflik bisa muncul dari suami atau istri sehingga seharusnya ada pola komunikasi yang

bisa membantu menyelesaikan konflik atau manajemen konflik yang muncul akibat komunikasi

yang kurang baik, bagaimana pasangan dalam perkawinan poligami dalam mencegah terjadinya

konflik rumah tangga, tindakan apa yang diambil ketika konflik tersebut terjadi, serta hal apa

saja yang dilakukan setelah konflik rumah tangga tersebut reda. Sehubungan dengan latar

belakang tersebut, peneliti melakukan penelitian dengan judul “ Manajemen Konflik Rumah

Tangga pada Pasangan Poligami di Kota Malang.”

Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini akan meneliti pasangan poligami. Permasalahan utamanya adalah

bagaimana pelaku perkawinan poligami memanajemen konflik yang terjadi di dalam rumah

tangganya serta konflik apa saja yang muncul terutama yang berkaitan dengan keadilan.

       1

(4)

Namun, menurut asumsi peneliti, faktor penyebab melakukan poligami tersebut

mempengaruhi timbulnya konflik rumah tangga. Untuk itu apa yang menyebabkan

melakukan poligami menjadi permasalahan juga disini.

KERANGKA TEORI

Gambar 1: Kerangka pemikiran penelitian

Sesuai dengan kerangka pemikiran yang tertuang di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa penelitian ini akan dilakukan pada pasangan perkawinan poligami yang menjadi subjek

utama dalam penelitian ini. Dalam perkawinan poligami, pelaku perkawinan poligami

dipengaruhi oleh kebutuhan untuk mendapatkan rasa aman, dalam artian ada yang melindungi

(5)

dari rasa taakut, ada yang menjaga dirinya dari gangguan atau ancaman apapaun, lalu rasa saling

mencintai ataupun rasa aktualisasi diri, yang mana ia mampu menunjukkan pada keluarga atau

lingkungan sekitar bahwa ia memiliki pasangan yang bertanggungjawab, yang dapat memenuhi

kebutuhannya, dan penjabaran di atas termasuk dalam teori kebutuhan Maslow, selain itu juga

pembentukan konsep diri serta disonansi kognitif pelaku poligami mempengaruhi dalam setiap

tindakan ataupun keputusan yang ia ambil. Untuk itu faktor intrapersonal pelaku poligami

digambarkan dengan garis putus-putus, karena ranah penelitian ini ke arah interpersonal.

Pasangan poligami disini terbagi atas dua bagian, yang pertama adalah pasangan poligami yang

terbuka, dalam artian semua istri yang dipoligami saling mengetahui satu sama lain, dan bagian

yang kedua adalah pasangan poligami yang mana salah satu dari istri yang dipoligami tidak

mengetahui akan hal tersebut (hal ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pengelolaan

konflik pada pasangan poligami).

Dalam sebuah perkawinan pasti terjadi komunikasi antarpribadi. Komunikasi mengacu

pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh

gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada

kesempatan untuk melakukan umpan balik. Meskipun komunikasi terus terjalin, namun setiap

orang tidak dapat menghindari datangnya konflik, karena komunikasi sendiri bukanlah panasea,

ia bukan satu-satu obat mujarab untuk menyelesaikan masalah, namun komunikasi merupakan

salah satu cara untuk menyelesaikan masalah. Pada saat muncul konflik maka pasti akan ada

pertimbangan-pertimbangan didalam diri pelaku poligami mengenai apakah nilai atau

keuntungan yang di dapatkannya lebih besar atau lebih kecil dari pengorbanan yang

(6)

itu akan dilanjutkan atau tidak. Oleh karena untuk itu dibutuhkan manajemen konflik untuk

mengelola konflik rumah tangga yang sedang terjadi.

METODOLOGI Jenis dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma komunikasi interpretatif, dimana realitas yang terbentuk

berdasarkan interpretasi masing-masing orang. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif.

Penelitian ini menggunakan interaksionalisme simbolik sebagai metode penelitian. Blumer

(1969:34) menegaskan bahwa metode interaksi simbolis merupakan pengkajian fenomena sosial

secara langsung pendekatan yang mendasar untuk mempelajari secara ilmiah kehidupan

kelompok dan tingkah laku manusia. (Poloma, 2004:270). Penelitian ini menggunakan metode

interaksionisme simbolik karena penelitian yang dilakukan berdasarkan interaksi yang terjadi

diantara pelaku poligami, peneliti melihat dari sudut pandang pasangan, bukan dari salah satu

pelaku.

Subjek Penelitian

1) Pelaku perkawinan poligami

2) Pernah mengalami konflik dalam sebuah hubungan rumah tangga

3) Tinggal di Kota Malang

4) Bersedia memberikan keterangan atau informasi yang dibutuhkan untuk menjawab

pertanyaan penelitian ini.

Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara mendalam

(7)

3. Observasi Non Partisipan

Teknik Pengumpulan Informan

Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teknik snowball sampling, cara ini banyak dipakai

ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya.

Keabsahan Data

Keabsahan data penelitian kualitatif sebagai disciplined inquiry harus memiliki kriteria atau

standar validitas (kesahihan) dan reliabilitas (keterandalan). Keabsahan penelitian ini akan

menggunakan analisis triangulasi. Triangulasi dapat dilakukan dengan cross check data yang

didapatkan dengan berbagai tolak ukur, seperti teori, sumber, metode, waktu, dan periset.

Penelitian ini menggunakan bentuk triangulasi metode.

Teknik Analisis Data

Penjelajahan (exploration) merupakan metode fleksibel yang memberi peluang kepada para

peneliti “bergerak ke pemahaman yang lebih tepat mengenai bagaimana masalah seseorang harus

dikemukakan serta Penyelidikan (inquiry) yang kedua: yaitu pemeriksaan (inspection). Lewat

metode ini para peneliti memeriksa konsep-konsep tersebut dari sudut pembuktian empiris.

GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum Informan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil informan sebanyak tujuh orang. Yang terbagi atas tiga

keluarga. Informan kunci sebanyak tiga orang informan dari satu keluarga. Keluarga pertama

(Anang, Ani, Arina), Keluarga kedua (Carlie dan Caca), Keluarga ketiga (Dedy dan Dinda).

Masing-masing informan telah memenuhi kriteria (Pelaku perkawinan poligami, pernah

(8)

memberikan keterangan atau informasi yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan penelitian

ini.yang ditetapkan oleh peneliti).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsep Diri serta Alasan Melakukan Perkawinan Poligami bagi Anang

Konsep diri Anang terkait dengan identitasnya sebagai pelaku perkawinan poligami

tidak begitu saja terbentuk, namun melalui proses interaksi yang panjang. Pembentukan konsep

diri sebagai pelaku poligami sebenarnya tidak terjadi sejak Anang masih kecil. Bahkan sewaktu

kecil meskipun ayahnya sering mengajaknya berdiskusi mengenai banyak hal, namun sama

sekali tidak pernah sedikitpun menyinggung tentang perkawinan poligami. Pengetahuan pertama

kali mengenai poligami justru saat ia mengikuti pengajian di kampusnya. Namun pada saat itu

Anang masih belum tefikirkan untuk melakukan hal tersebut. Interaksi juga terjadi ketika Anang

sedang berkumpul dengan temannya dan membahas mengenai poligami, dari

teman-temannya itu Anang mengetahui tentang DARUL ARKOM2.

Sebagai ketua Lembaga Dakwah Kampus tentunya ia sering melakukan kegiatan

organisasi bersama teman-temannya. Disitulah awal mula Anang mengenal sosok Ani. Ani

merupakan salah seorang pengurus di dalam lembaga dakwah tersebut. Pada saat pernikahan

berlangsung, pada saat pembacaan janji nikah Anang mengaku tidak mau membaca shigota’le

(janji nikah) seperti lelaki pada umumnya. Hal tersebut dilakukan karena kondisinya sebagai

aktivis yang gandrung melakukan perjuangan dakwah dan tidak mau berjanji atas apa yang

berkaitan dengan takdir Allah.

      

2 

(9)

Pernikahan merupakan suatu ibadah, selain itu juga pernikahan merupakan salah satu

pemenuhan kebutuhan manusia. Tentunya Anang berani melamar Ani selain karena untuk

memenuhi kebutuhan rasa cinta dan kasih sayang, tentunya untuk pemenuhan kebutuhan

fisiologis, memiliki keturunan. Dan pada awal pernikahanpun tidak ada komuitman yang

membahas mengenai poligami.

Konsep Diri serta Alasan Melakukan Perkawinan Poligami bagi Ani

Sedari kecil Ani tinggal bersama orang tuanya di Nganjuk. Ani kecil tumbuh bersama

keluarga yang selalu mengedepankan ajaran agama dalam setiap tindakan. Ani selalu di didik

dasar-dasar agama Islam terutama oleh ayahnya. Namun semenjak kecil orang tua Ani tidak

pernah bercerita kepada Ani bahwa kakek Ani berpoligami, justru Ani tahu akan hal tersebut saat

ia mahasiswi . Meskipun ada keluarganya yang berpoligami, tapi tidak pernah berpikiran untuk

menjalani rumah tangga yang poligami.

Pada suatu ketika, Anang datang pada Ani untuk mengajak menikah, dan Ani bilang jika

Anang serius melamarnya maka silahkan datang ke orang tua Ani, ternyata Anang serius.

Sewaktu akan menikah, teman-teman Ani seakan memberikan suatu peringatan, agar Ani

berhati-hati karena Anang pada saat itu banyak penggemarnya. Dan dari situ lah obrolan-obrolan

tentang poligami mulai diperbincangkan. Namun, Ani tidak menghiraukan teman-temannya. Saat

mereka sudah menikah, interaksi sangat terjalin dengan baik. Anang dan Ani selalu berdiskusi

banyak hal. Interaksi tentang poligami juga sering didiskusikan ketika salah seorang teman

Anang dan Ani yang baru menikah tiba-tiba berpoligami, ya disitulah Ani dan Anang jadi sering

berdiskusi. Misalnya segi syariatnya poligami, lalu poligami pada jaman Nabi Muhammad SAW,

(10)

dan belum terpikir apa-apa., hingga akhirnya pada tahun keempat, Anang menyampikan bahwa

ia akan menikah lagi. Tentu saja Ani terkejut akan hal itu, Ani sebenarnya tidak melarang atau

melakukan penolakan, namun ia terkejut karena merasa secepat itu suaminya mau menikah lagi.

Konsep Diri serta Alasan Melakukan Perkawinan Poligami bagi Arina

Pembentukan konsep diri Arina sebagai pelaku poligami terbentuk melalui interaksi yang

panjang. Pembentukan konsep diri tersebut terkait dengan proses interaksi dari kehidupan di

masa kecilnya membentuk ia menjadi wanita yang ingin menunjukkan pada semua orang bahwa

ia mampu masuk dalam keputusan besar. Salah satu anggota keluarga dari ayah Arina ada yang

berpoligami, namun dulu sewaktu Arina masih kecil Arina belum tahu akan hal tersebut. Setelah

lulus SMA, Arina bekerja di salah satu usaha milik Anang. Saat itu teman-teman Arina bersenda

gurau menanyakan bersediakah jika Arina ditawari menjadi istri ketiga Anang. Saat itu, spontan

Arina menjawab “mau la”, namun menurutnya itu hanya sebatas gurauan saja tidak bermaksud

apa-apa. Setelah Arina selesai mengikuti tes SPMB, selang waktu menunggu pengumuman hasil,

ternyata Anang bertanya apakah Arina bersedia menjadi istri ketiganya, seakan pembicaraan

yang dulu diobrolkan dengan teman-temannya menjadi kenyataan. Saat itu Arina menyetujui

permintaan Anang karena Arina tahu bahwa keluarga Anang adalah keluarga yang baik, dan juga

kedua istri Anang adalah wanita yang baik juga, dan selanjutnya. Keputusan Arina untuk berani

menjadi bagian dari keluarga ini adalah pengaruh dari proses interaksi yang dialaminya dengan

keluarganya dahulu, saat itu Arina masih berumur 20 tahun, termasuk anak muda masih

memiliki idealis sendiri, Arina hanya ingin menghilangkan doktrin bahwa Arina anak mama,

tidak bisa mandiri, saat itu Arina berfikir ini adalah sebuah pembuktian, bahwa Arina memiliki

(11)

keluarga yang baik, dan dengan penuh perjuangan akhirnya ibu Arina merelakan begitu juga

dengan ayah dan kakak Arina.

Konsep Diri serta Alasan Melakukan Perkawinan Poligami bagi Carlie

Konsep diri Carlie sebagai pelaku poligami terbentuk oleh interaksinya dengan

lingkungan dimana ia tinggal sewaktu kecil. Yang mana mayoritas penduduk dikelilingnya di

kota Madura banyak yang berpoligami. Sewaktu kecil, Carlie tinggal di Madura, dan sejak kecil

Carlie tidak terlalu dekat dengan orang tuanya. Carlie memang tidak berasal dari keluarga yang

poligami, namun sewaktu kecil ia sering bermain dirumah temannya yang mana orang tuanya

berpoligami.

Kaitannya dengan teori pertukaran social pada Carlie, yakni ia merasa telah berupaya

menjadi suami yang baik, namun nampaknya istri pertamanya tidak lagi memberikan perhatian

penuh seperti dulu. Sehingga ia merasa bahwa ia membutuhkan orang lain, namun ia berada

disuatu kondisi yang mana tetap mempertahankan kedua istrinya karena ada anak dari iatri yang

pertama, dan ia pun juga mencintai istri keduanya. Untuk itu ia berusaha untuk memberi

pengertian kepada kedua belah pihak untuk berpoligami.

Konsep Diri serta Alasan Melakukan Perkawinan Poligami bagi Caca

Pertama kali ia tahu poligami melalui media massa, yakni berita infotainment di televise.

Saat itu Caca mengaku, sebenarnya sempat terpikir untung dan ruginya mengambil keputusan

menjadi istri kedua hal ini terkait dengan teori pertukaran sosial, namun ternyata rasa cintanya

lebih besar dan perasaan bahwa Carlie adalah lelaki yang paling baik diantara lelaki yang lainnya

yang pernah dekat dengan dirinya dulu, akhirnya ia mengambil keputusan untuk menikah sirih

(12)

Konsep Diri serta Alasan Melakukan Perkawinan Poligami bagi Dedy

Dedy tumbuh dalam keluarga yang keras, dimana orang tuanya selalu memukulnya setiap

kali melakukan kesalahan. Keadaan tersebut seolah terus melekat pada dirinya sampai ia dewasa.

Dedy tidak berasal dari keluarga poligami. Pertama kali ia mengetahui poligami saat kakak dari

temannya di Bima dulu menikah poligami. SAaat sudah mewnikah dengan Devy, Dedy merasa

nilai yang muncul dari pengorbanan yang ia lakukan ternyata tidak setimpal, yang mana ia sama

sekali tidak lagi mendapat perhatian dari selayaknya seorang istri, kondisi yang jarak jauh juga

sedikit banyak mempengaruhi keputusan ia bahwa ia tidak bisa lagi mempertahankan

pernikahannya, dan memutuskan untuk bercerai. Namun disini Devy merasa bahwa ia harus

tetap mempertahankan pernikahannya meskipun ia merasa bahwa dirinya sudah tidak lagi

menjadi seorang istri yang utuh dicintai oleh suaminya, yang mana seharusnya nilai yang muncul

justru kekecewaan, namun Devy bertahan karena ia masi mempertimbangkan keberadaan

anak-anaknya, serta ia berusaha untuk menjaga tradisi rumah tangganya untuk tidak bercerai dalam

suatu pernikahan dan Devy berusaha menerima pernikahan suaminya dengan Dinda.

Konsep Diri serta Alasan Melakukan Perkawinan Poligami bagi Dinda

Konsep diri Dinda sebagai pelaku poligami terbentuk melalui proses yang cukup panjang.

Ia tumbuh dalam keluarga yang sangat menyayanginya tunggal yang selalu dimanja oleh

ayahnya. Ia tumbuh dalam keluarga poligami, dimana ibunya yang cenderung lebih pendiam dari

ayahnya adalah istri pertama dari perkawinan poligami ayah Dinda. Dinda mengatakan saat ia

(13)

Namun saat pertemuaannya dengan Ddedy, semua jadi berubah. Bahkan dari awalpun Dinda

telah mengetahui bahwa Dedy telah memiliki istri, namun entah apa yang membuatnya seakan

terbutakan oleh cinta, dan ia seolah tidak lagi memegang prinsipnya yang dulu. Bahkan ketika

Dedy mengajaknya menikah sirih, ia menyetujuinya, dan harus berbohong pada kedua orang

tuanya bahwa Dedy adalah seorang duda

Manajemen Konflik Rumah Tangga Anang

Secara garis besar, menurut Anang sebenarnya masalah yang sering muncul dalam

keluarganya yang terkait dengan keadilan hanya sebatas kesalahpahaman kecil yang

terkadang muncul dari masing-masing individu. Terkait dengan hal itu, Anang selalu

mencoba melakukan strategi preventif untuk meminimalisir konflik yang berkaitan dengan

keadilan. Anang mengaku ia memiliki empat cara dalam memanejemen keluarganya yakni:

Gambar 2: Cara Manajemen Konflik Rumah Tangga Anang

Jadi, di dalam keluarga Anang, mereka menerapkan preventif manajemen konflik agar

dapat mencegah meluasnya konflik ke tingkat eskalasi yang lebih tinggi. Karena di dalam

keluarga Anang, masing-masing dari mereka berusaha untuk menahan diri jika terasa ada sesuatu

Me 

Keseimbangan  Memahami Tabiat Istri 

(14)

yang akan menjadikan konflik. Secara garis besar, di dalam keluarga Anang, konflik yang

berkenaan dengan keadilan belum pernah menjadi masalah yang besar dalam keluarga tersebut.

Konflik yang muncul hanya sekedar konflik intrapersonal dari dalam diri masing-masing yang

menyebabkan sedikit berbeda pendapat (konflik). Menurut Linda L.Putnam(2009:211) dalam

buku 21st Century Communication, konflik adalah jenis tertentu dari interaksi sosial, ditandai

oleh tujuan-tujuan yang berlawanan, kepentingan, pendapat, atau nilai-nilai. Sehingga, meskipun

tidak ada kata-kata kasar saat terjadi perbedaan pendapat, sebenarnya kondisi seperti itu sudah

muncul konflik.

Jika dikaitkan dengan penyelesaian konflik, maka keluarga Anang termasuk kedalam

settlement conflict avoidance, Bukti adanya strategi diskusi untuk mengalah. Di dalam settlement

conflict terdapat dua macam penyelesaian konflik, yakni avoidance atau upaya untuk

menghindari konflik, jika ada perasaan konflik akan muncul maka individu berusaha untuk

mencegah terjadinya konflik tersebut, hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menghindari

terjadinya peningkatan eskalasi konflik. Lalu, yang kedua adalah koersi, yakni sistem

komunikasi yang menggunakan paksaan dan kekerasan dari pihak yang lebih tinggi, sehingga

konflik yang terjadi dipaksa untuk berhenti (upaya penyelesaian konflik tanpa memandang

penyebabnya).

Berdasarkan penjabaran diatas, Anang memanajemen konflik rumah tangganya dengan

menerapkan strategi-strategi yang mana bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang lebih

besar. Termasuk budaya keluarganya untuk selalu berdiskusi, bertujuan untuk mengetahui apa

saja yang terjadi pada semua anggota keluarganya, sehingga bisa dibicarakan bersama dan

mencegah timbulnya konflik besar. Jika ia mampu menciptakan strategi, maka setidaknya ia

(15)

hanya sekedar perbedaan pendapat. Begitu pula dengan Ani dan Arina, ia memanajemen dirinya

saat ia rasa akan muncul konflik dengan cara lebih memendam di dalam diri, dan

mengalihkannya ke arah pemikiran positif. Untuk Arina, biasanya jika ia merasa ada sesuatu

yang kurang pas justru lebih sering untuk berdiskusi dengan Ani, dan cenderung untuk

menghindari terjadinya konflik. Hal tersebut dilakukan agar konflik dalam dirinya sendiri tidak

meluap dan menyebabkan pertengkaran sehingga dapat memperluas skala eskalasi yang lebih

tinggi.

Manajemen Konflik Rumah Tangga Carlie

Menurut Carlie, saat ini yang terpenting dalam hidupnya adalah bagaimana caranya agar

istrinya merasa mendapatkan keadilan yang seimbang, dan bagaimana caranya membahagiakan

kedua istrinya. Karakter rumah tangga ini Carlie dibentuk menjadi rumah tangga demokratis,

namun Carlie sebagai kepala rumah tangga berperan penting sebagai negosiator, yang mampu

menyelesaikan konflik yang muncul. Masalah dalam suatu rumah tangga baginya adalah hal

yang wajar, yang pasti dialami oleh semua orang, hanya saja bagaimana seorang Carlie memiliki

cara agar masalah tersebut tidak berlaru-larut dan dapat diselesaikan.

Jika dikaitkan dengan cara penyelesaian konflik, maka keluarga Carlie termasuk kedalam

cara resolution conflict, dimana memperhatikan penyebab dari permasalahan. Sesuai dengan

strateginya tersebut, saat konflik muncul sesuai dengan teori manajemen konflik dalam (Putnam.

2009:213), bahwa ia memposisikan diri sebagai negosiator saat terjadi konflik, untuk

pencapaian win win solution.

Manajemen Konflik Rumah Tangga Dedy

Dalam rumah tangga Dedy, ia mengatakan bahwa konflik itu wajar, namun bagaimana

(16)

dengan aturan-aturan yang ditetapkannya sebagai kepala rumah tangga. Karakteristik rumah

tangga Dedy terkesan otoriter, karena semua kendali ada di pihak suami.

Jika dikaitkan dengan penyelesaian konflik, maka keluarga Dedy termasuk kedalam

settlement conflict koersi. Koersi adalah sistem komunikasi yang menggunakan paksaan dan

kekerasan dari pihak yang lebih tinggi, sehingga konflik yang terjadi dipaksa untuk berhenti. Hal

ini yang dimaksud adalah, ketika Dedy dan Dinda sedang bercekcok, Dedy sering sekali “main

tangan” terhadap Dinda, sehingga dengan pukulan tersebut, Dinda menghentikan amarahnya

dengan terpaksa, hal tersebut dilakukan agar ia tidak mendapat pukulan lagi dan konflik pun bisa

di redam. Jadi, keadaan konflik tersebut berhenti karena adanya paksaan (berupa pukulan) dari

pihak yang lebih tinggi (Dedy) untuk menghentikan konflik.Keadaan koersi seperti ini, akan

memicu terjadinya laten konflik, dimana terdapat bara api tetapi tidak dimunculkan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil penelitian tentang “Manajemen Konflik Rumah Tangga pada Pasangan Poligami di

Kota Malang” dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Informan keluarga pertama melakukan poligami dengan alasan adanya dorongan dari

faktor internal dan eksternal yang menyakinkan SA mengambil langkah berpoligami sebagai

suatu solusi. Faktor internalnya adalah adanya dorongan dalam diri yang berkenaan dengan

syariat untuk menikah lagi, dan faktor eksternalnya adalah banyaknya kejadian praktek

perkawinan poligami yang tidak benar. Dalam menjalani perkawinan poligaminya, keluarga

pertama menerapkan preventif manajemen konflik agar dapat mencegah meluasnya konflik ke

(17)

termasuk kedalam settlement conflict avoidance, hal tersebut dapat terlihat saat mereka

melakukan komunikasi dalam kehidupan sehari-harinya dan memanajemen rumah tangganya.

Keluarga tersebut menerapkan strategi diskusi untuk mengalah. Dan strategi manajemen ini

berkaitan dengan alasan SA berpoligami yakni adanya praktek perkawinan poligami yang salah,

maka ia menerapkan strategi diskusi dan komunikasi yang terbuka serta menjalankan semua

sesuai syariat agama.

Lalu, alasan informan keluarga kedua melakukan poligami yakni terkait dengan teori

kebutuhan Abraham Maslow, kebutuhan untuk dicintai dan rasa saling memiliki dan faktor adat

setempat daerah asal SB. Keluarga kedua menerapkan manajemen konflik dengan cara

resolution conflict, dimana memperhatikan penyebab dari permasalahan. SB memposisikan diri

sebagai negosiator saat terjadi konflik, untuk pencapaian win win solution. Jika dilihat dari

penyebab SB melakukan poligami, maka hal tersebut menjadi salah satu pemicu konflik dalam

rumah tangganya, misalnya saja terjadi kecemburuan sosial, untuk itu ia mengolah konflik

dengan resolution conflict, lebih demokratis dengan berusaha menjadi negosiator.

Kemudian, untuk informan keluarga ketiga, mereka melakukan poligami terkait dengan

teori kebutuhan Abraham Maslow, yakni kebutuhan untuk dicintai dan rasa saling memiliki.

Yang mana saat itu SC kurang mendapat perhatian dari istri pertamanya karena jarak jauh dan

sering terjadi pertikaian. Dalam menjalani perkawinannya, keluarga ketiga ini menerapkan

manajemen konflik settlement conflict koersi. Koersi adalah sistem komunikasi yang

menggunakan paksaan dan kekerasan dari pihak yang lebih tinggi, sehingga konflik yang terjadi

dipaksa untuk berhenti. Disini SC menjadi pihak yang memegang kuasa penuh. Dan ia merasa

(18)

alasan SC berpoligami hal ini tidak terlalu berpengaruh, karena konflik lebih banyak mengacu

pada permasalahan ekonomi keluarga.

Jadi, jika ditarik garis besar dari hasil temuan data, konflik yang muncul di dalam

perkawinan, terutama perkawinan poligami bisa diminimalisir dengan strategi manajemen

konflik rumah tangga. Dan setiap keluarga memiliki cara-cara tersendiri dalam mengelolahnya.

Dan disini terlihat bahwa, kepala keluarga memiliki peranan besar dalam menentukan

manajemen konflik seperti apa yang diterapkan dalam keluarganya.

Saran

Saran Praktis

Konflik dalam hubungan rumah tangga poligami sebaiknya dapat diminimalisasi dengan

meningkatkan keterbukaan dalam hal berkomunikasi yang di dukung adanya komunikasi verbal

dan non verbal serta adanya manajemen konflik yang tepat dalam penyelesaiannya.

Saran Akademis

Peneliti telah menganalisis fenomena perkawinan poligami di Kota Malang dalam

mengelola konflik dalam rumah tangganya. Saran bagi penelitian selanjutnya adalah lebih detail

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Adhim, M.F. 2001. Disebabkan Oleh Cinta, Kupercayakan Rumahku Padamu. Yogyakarta: Mitra Pustaka

Asnawi, Moch. 1975. Himpunan Peraturan dan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perkawinan serta Peraturan Pelaksanaannya. Kudus: Menara Kudus

Asy-Sya’rawi, M. Mutawali. 2007. Suami Istri Berakarakter Surgawi. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

Blumer, Herbert. 1969. Symbolic Interactionism: Perspektive and Method. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall, Inc

Bungin, Burhan. 2007. Metedologi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metedelogi ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Bungin, Burhan. 2010. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi Ed.1. Jakarta: PT Raja Grafindo Pustaka.

Devito, Joseph.1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional Books.

Engineer, Asghar Ali, 2003, Pembebasan Perempuan. Yogyakarta: LKIS.

Fajar, D, P. 2010. Komunikasi dan Konflik Sosial: Studi Tentang Komunikasi dalam Konflik dan Upaya Resolusi Konflik yang Terjadi Antara Warga Bantaran, di Wilayah Semanggi dengan Pemerintah Kota Berkenan Dengan Dara Banjir (Thesis). Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Ismail, Nurjanah. 2003. Perempuan Dalam Pasungan Bias Laki-Laki Dalam Penafsiran. Yogyakarta:LkiS Yogyakarta

Jawad, Haifaa. 2002. Otentitas Hak-Hak Perempuan (Perspektif Islam Atas Kesetaraan Gender). Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru

Kriyantono, Rakhmat. 2009. Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Media Group

Kusnadi, HMA. 2003. Masalah, Kerjasama, Konflik dan Kinerja (Kontemporer dan Islam). Malang: Taroda

Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga, Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta:Kencana Prenada Media Group

(20)

Mead, G.H. 1934. Mind, Self, and Society: From the standpoint of a social behaviorist. Chicago:University of Chicago Press

Miles, M.B dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press

Moleong, Lexy J.M.A. 2008. Metodelogi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar Cetakan Ketujuh. Bandung: PT. Remaja Risdakarya

Mulyana, Deddy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Nurcahyati, Febriani. 2010. Manajemen Konflik Rumah Tangga. Yogyakarta: PT. Bintang Pustaka Abadi

Poloma, Margaret. 1987. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali

Pondy,L.Sept.1967. "Organizational Conflict:Concepts and Models." Administrative Science Quarterly 12(9):299-306.

Putnam, Linda L. 2009. Conflict Management and Mediation. Dalam Eadie, William F. 2009. 21st Century Communication a Reference Handbook. Hal: 211-216. California: SAGE publication, Inc.

Raffel, Lee. 2008. I Hate Conflict. hal:57. America: MacGraw-Hill eBook.

Sarwono, Sarlito. 2002. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang.

Shihab, M. Quraish, 1999, Wawasan al-Qur’an, Bandung; Mizan.

Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Surbakti, E.B. 2008. Sudah Siapkah Menikah. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Syarifuddin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munahakat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana

Turner, Lynn. H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi Ed 3. Jakarta: Salemba Humanika

Thibaut, J. W & Kelley. H. 1986. The Social Psychology of Groups. New Brunswick, N.J: Transaction Books

Usman, Husaini. 2008. Metodelogi Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Bumi Aksara

(21)

Sumber Internet

Syaunarahman. 2011. Modul Pendidikan agama Islam.

(

http://syaunarahman.wordpress.com/2011/03/17/modul-pendidikan-agama-islam-kelas-xi-pm-1-pm-2-mm-dan-tp-4/) diakses pada tanggal 7 Oktober 2012 pada pukul 23.10

WIB

(http://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/trend-poligami-di-kalangan

selebriti-9e7e5c-2.html) diakses pada tanggal 4 Oktober 2012 pada pukul 20.05

(http://www.youtube.com/watch?v=CWmmjHruU60) diakses pada tanggal 27 September 2012 pada pukul 16.52 WIB

Gambar

Gambar 1: Kerangka pemikiran penelitian  Sesuai dengan kerangka pemikiran yang tertuang di atas, maka dapat disimpulkan
Gambar 2: Cara Manajemen Konflik Rumah Tangga Anang

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 05 Desember 2011. Pada kegiatan awal peneliti mengajukan beberapa pertanyaan tentang materi untuk

reinforcement (penguatan) untuk meningkatkan kedisiplinan mahasiswa mahasiswa semester III B Program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Bangun Nusantara

gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut. 29) Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan

Diketahui : Gempa di Flores tanggal 12 Desember 1992 Besar gempa = 6,8 skala Richter

5) pembahasan perubahan-perubahan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c) Rakor POP/K Triwulan III dan Triwulan IV Tingkat Kabupaten materinya yaitu

Isolat dari karang laut memiliki potensi anti MRSA (Kristiana et al. 2017), Olehnya perlu dilakukan penelitian tentang potensi ekstrak tunikata sebagai

10.2 Bagi strategi publisiti Majlis Makan Malam Rasmi JPATI, poster akan ditampal di papan kenyataan rasmi Jabatan Pengajian Arab dan Tamaddun Islam dan di

Dengan menggunakan review ahli, uji satu-satu, uji kelompok kecil, dan uji lapangan disimpulkan bahwa media pembelajaran yang dikembangkan valid, praktis, dan efektif