BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari
praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari
sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip
utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi
wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang
(agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus of
contract”.
Teori keagenan menyatakan bahwa antara manajemen dan pemilik
mempunyai kepentingan yang berbeda (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam
model keagenan dirancang sebuah sistem yang melibatkan kedua belah pihak,
sehingga diperlukan kontrak kerja antara pemilik (principal) dan manajemen
(agent). Dalam kesepakatan tersebut diharapkan dapat memaksimumkan utilitas
principal, dan dapat memuaskan serta menjamin agen untuk menerima reward
dari hasil aktivitas pengelolaan perusahaan. Perbedaan kepentingan antara pemilik
dan manajemen terletak pada maksimalisasi manfaat (utility) pemilik (principal)
dengan kendala (constraint) manfaat (utility) dan insentif yang akan diterima oleh
manajemen (agent). Karena kepentingan yang berbeda sering muncul konflik
kepentingan antara pemegang saham/ pemilik (principal) dengan manajemen
Pada dasarnya agency theory merupakan model yang digunakan untuk
memformulasikan permasalahan (conflict) antara manajemen (agent) dengan
pemilik (principal). Kinerja perusahaan yang telah dicapai oleh pihak manajemen
diinformasikan kepada pihak pemilik (principal) dalam bentuk laporan keuangan.
Dalam sistem desentralisasi, manajemen mempunyai informasi yang superior
dibandingkan dengan pemilik, karena manajemen telah menerima pendelegasian
untuk pengambilan keputusan/ kebijakan perusahaan. Ketika pemilik tidak dapat
memonitor secara sempurna aktivitas manajemen, maka secara potensial
manajemen dapat menentukan kebijakan yang mengarah pada peningkatan level
kompensasinya. Pada model hubungan principal-agent, seluruh tindakan (actions)
telah didelegasikan oleh pemilik (principal) kepada manajer (agent).
Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas
kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai principal diasumsikan
hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di
dalam perusahaan. Sedang para agen disumsikan menerima kepuasan berupa
kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.
Karena perbedaan kepentingan ini masing-masing pihak berusaha
memperbesar keuntungan bagi diri sendiri. Principal menginginkan pengembalian
yang sebesarnya dan secepatnya atas investasi yang salah satunya dicerminkan
dengan kenaikan porsi deviden dari tiap saham yang dimiliki. Agen menginginkan
kepentingannya diakomodir dengan pemberian kompensasi / bonus / insentif /
remunerasi yang “memadai” dan sebesar - besarnya atas kinerjanya. Principal
menilai prestasi Agen berdasarkan kemampuannya memperbesar laba untuk
besar deviden, maka Agen dianggap berhasil/berkinerja baik sehingga layak
mendapat insentif yang tinggi.
Sebaliknya Agen pun memenuhi tuntutan Principal agar mendapatkan
kompensasi yang tinggi. Sehingga bila tidak ada pengawasan yang memadai maka
sang Agen dapat memainkan beberapa kondisi perusahan agar seolah-olah target
tercapai. Permainan tersebut bisa atas prakarsa dari Principal ataupun inisiatif
Agen sendiri. Maka terjadilah Creative Accounting yang menyalahi aturan, misal:
adanya piutang yang tidak mungkin tertagih yang tidak dihapuskan; Capitalisasi
expenses yang tidak semestinya; Pengakuan penjualan yang tidak semestinya;
yang kesemuanya berdampak pada besarnya nilai aktiva dalam neraca yang
“mempercantik” laporan keuangan walaupun bukan nilai yang sebenarnya. Atau
bisa juga dengan melakukan income smoothing (membagi keuntungan ke periode
lain) agar setiap tahun kelihatan perusahaan meraih keuntungan, padahal
kenyataannya merugi atau laba turun.
2.1.2 Good Coorporate Governance (GCG )
Perkembangan konsep corporate governance sesungguhnya telah
dimulai jauh sebelum isu corporate governance menjadi kosa kata paling hangat
di kalangan eksekutif bisnis. Banyak terdapat definisi yang digunakan untuk
memberikan gambaran tentang corporate governance, yang diberikan baik oleh
perorangan (individual) maupun institusi (institutional). Adapun institusi yang
memberikan definisi atas corporate governance antara lain adalah Forum for
Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dan Organizaton for Economic
FCGI mendefinisikan corporate governance yang disadur dari Cadbury
Committee of United Kingdom sebagai:
…..Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara Pemegang Saham,
pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak
dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk
menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).
(FCGI, 2006)
Menurut Finance Committee on Corporate Governance Malaysia
menyatakan bahwa good corporate governance merupakan suatu proses serta
struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan
urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas
perusahaan. Adapun tujuannya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka
panjang, tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentunagna para stakeholder
lainnya.
Menurut Organization of Economic Cooperationand Development
(OECD) mendefiniskan Corporate Governance sebagai berikut: “corporate
governance is the system by which business corporations are directed and
controlled. The Corporate Governance structure specifies the distribution of the
right and responsibilities among different participants in the corporation, such as
the board, managers, shareholders, and other stakeholders, and spells out the
also provides this structure through which the company objectives are set, and the
means of attaining those objectives and monitoring performance”
OECD melihat Corporate Governance sebagai suatu sistem dimana
sebuah perusahaan atau entitas bisnis diarahkan dan diawasi. Sejalan dengan itu,
maka struktur dari Corporate Governance menjelaskan distribusi hak-hak dan
tanggungjawab dari masing-masing pihak yang terlibat dalam sebuah bisnis, yaitu
antara lain Dewan Komisaris dan Direksi, Manajer, Pemegang saham, serta
pihak-pihak lain yang terkait sebagai stakeholders. Selanjutnya, struktur dari Corporate
Governance juga menjelaskan bagaimana aturan dan prosedur dalam pengambilan
dan pemutusan kebijakan sehingga dengan melakukan itu semua maka tujuan
perusahaan dan pemantauan kinerjanya dapat dipertangungjawabkan dan
dilakukan dengan baik,
Corporate governance merupakan suatu proses dan struktur yang
digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemengang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. (Kep. Men BUMN
2002)
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance atau
GCG merupakan :
1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis antara peran dewan
2. Suatu sistem pengecekan, perimbangan kewenangan atas pengandalian
perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang : pengelolaan salah
dan penyalahgunaan aset perusahaan.
3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian,
berikut pengukuran kinerjanya.
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance menurut Kep.Men.BUMN,
2002 meliputi:
1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan
relevan mengenai perusahaan.
2. Kemandirian, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepetingan dan pengaruh / tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
3. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung jawabab
organ segingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
4. Pertanggung jawab, yaitu kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat.
5. Kewajaran,(fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi
hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
2.1.2.1Dewan Komisaris Independen
Dalam rangka memberdayakan fungsi pengawasan Dewan Komisaris,
keberadaan Komisaris Independen adalah sangat diperlukan. Secara langsung
keberadaan Komisaris Independen menjadi penting, karena didalam praktek
sering ditemukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan yang
mengabaikan kepentingan pemegang saham publik (pemegang saham minoritas)
serta stakeholder lainnya, terutama pada perusahaan di Indonesia yang
menggunakan dana masyarakat didalam pembiayaan usahanya.
Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan Direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham
pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak
semata-mata demi kepentingan perusahaan.
Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab
atas pengawasan kualitas informaasiyang terkandung dalan laporan keuangan. Hal
ini penting mengingat adanya kepentingan dari manajemen untuk melakukan
manajemen laba yang berdampak pada berkurangnya kepercaan investor. Untuk
mengawasinya dewan komisaris diperbolehkan memiliki akses pada informasi
perusahaan.
Pertimbangan Independen adalah cara pandang atau penyelesaian
masalah dengan mengesampingkan kepentingan pribadi dan menghindari
benturan kepentingan. Tugas Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan
dan memberikan nasihat kepada Direksi. Tugas pengawasan dan nasihat itu
Pengawasan oleh Dewan Komisaris meliputi baik pengawasan atas kebijakan
Direksi dalam melakukan pengurusan Perseroan Terbatas, serta jalannya
pengurusan tersebut secara umum – baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan. Pengawasan dan nasihat yang dilakukan Dewan Komisaris harus
bertujuan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan.
Kriteria Komisaris Independen secara rinci diatur dalam peraturan
Bapepam-LK yaitu :
1. Berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik
2. Tidak mempunyai saham Emiten atau Perusahaan Publik baik langsung
maupun tidak langsung
3. Tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan Komisaris, Direksi dan Pemegang
saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik
4. Tidak mempunyai hubungan usaha dengan Emiten atau Perusahaan Publik baik
langsung maupun tidak langsung
2.1.2.2Komite Audit
Badan Pengawasa Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)
menerbitkan peraturan tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja
komit audit sebagai penyempurnaan peraturan sebelumnya. Menyatakan
penyempurnaan peraturan itu dimaksudkan untuk meningkatkan independensi,
peran dan kewenangan Komite Audit dalam membantu pelaksanan tugas dan
Peraturan dimaksud adalah Peraturan Nomor IX.I.5 lampiran Keputusan
Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-643/BL/2012 tentang Pembentukan dan
Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Penerbitan peraturan ini
penyempurnaan sekaligus mencabut Keputusan Ketua Bapepam Nomor:
KEP-29/PM/2004 tanggal 24 September 2004 tentang Pembentukan dan Pedoman
Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Peraturan tersebut memuat ketentuan umum,
struktur dan keanggotan, persyaratan keanggotaan, masa tugas, tugas dan
tanggung jawab, wewenang, rapat, dan pelaporan komite audit, serta sanksi.
Peraturan ini juga memuat pengaturan sistem pelaporan terkait informasi
pengangkatan/pemberhentian komite audit kepada Bapepam-LK, yang juga wajib
dimuat dalam laman burs dan/atau laman emiten atau perusahaan publik.
Komite Audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan
bahwa:
1. laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum.
2. Struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik.
3. Pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan
standar audit yang berlaku.
4. Tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.
Disamping itu, Komite Audit juga bertugas memproses calon auditor
eksternal termasuk imbalan jasanya untuk disampaikan kepada Dewan Komisaris.
Pedoman Good Corporate Governance tidak mengatur banyaknya
anggota Komite Audit dalam suatu perusahaan namun harus disesuaikan dengan
pengambilan keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek,
perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan
mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap
kelestarian lingkungan, Komite Audit diketuai oleh Komisaris Independen dan
anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan atau pelaku profesi dari luar
perusahaan. Salah seorang anggota memiliki latar belakang dan kemampuan
akuntasi dan atau keuangan.
Adapun persyaratan anggota Komite Audit menurut Pedoman Good
Corporate Governance di Negara-negara anggota ACMF ( The Asean Capital
Market Forum) sebagai berikut :
1. Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman
yang memadai sesuai latar belakang pendidikannya.
2. Mempunyai kemampuan komunikasi yang baik.
3. Memiliki kemampuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan
keuangan .
4. Memiliki pengetahuan yang memadai mengenai peraturan
perundang-undangan dibidang pasar modal.
5. Salah satu anggota memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau
keuangan.
6. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Konsultan Hukum
maupun Pihak lain yang memberikan jasa audit, non audit maupun jasa
konsultasi lain kepada Emiten atau Perusahaan Publik dalam waktu enam
7. Tidak mempunyai hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan
sampai derajat kedua dengan Direksi, Komisaris dan Penegang saham Utama
Emiten maupun Perusahaan Publik.
8. Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung mapun tidak langsung
dengan kegiatan usaha Emiten maupun Perusahaan Publik.
9. Tidak memiliki saham Emiten atau Perusahaan Publik baik langsung maupun
tidak langsung.
10. Bukan merupakan orang yang berwenang dan bertanggungjawab
merencanakan, memimpin dan mengendalikan kegiatan Emiten maupun
Perusahaan Publik dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat.
2.1.3 Manajemen Laba
Manajemen laba mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan
atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan
manajer. (Scott, 2000) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi
dua:
1. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk
memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi,
kontrak utang, dan political costs (opportunistic earnings management).
2. Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient
contracting (efficient earnings management), dimana manajemen laba
memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan
perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga
demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar perusahaannya melalui
manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income
smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.
Pengertian manajemen laba menurut (Fischer dan Rozenzwig, 1995)
manajemen laba adalah tindakan manajer yang menaikkan (menurunkan) laba
yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggung jawabnya yang tidak
mempunyai hubungan dengan kenaikan atau penurunan profitabilitas perusahaan
dalam jangka panjang.
Pengertian manajemen laba menurut (Healy dan Wallen, 1999)
manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan judgement dalam laporan
keuangan dan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan, sehingga
menyesatkan stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk
mempengaruhi hasil yang berhubungan dengan kontrak yang tergantung pada
angka akuntansi.
Menurut (Scott, 2000) menyatakan bahwa Manajemen laba adalah
pilihan direksi yang mempengaruhi laba yang tujuannya adalah mencapai tujuan– tujuan tertentu.
Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan
eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri.
Tipe-tipe manajemen laba menurut (Scott, 2000) yaitu:
a. Taking a bath
Salah satu pola manajemen laba ketika perusahaan akan dilakukan
reorganisasi (penciutan pegawai) apa bila perusahaan harus melakukan rugi,
Tindakan ini melakukan tindakan dan akan menghapuskan laba, biaya tahun
ini dimasukkan tahun ini karena adanya tindakan dalam meningkatkan laba
tahun depan. Pada tahun depan akan mengambil keputusan dalam
merampingkan perusahaan (melakukan PHK).
b. Income minimization (meminimalkan pendapatan)
Pola ini dipilih mungkin karena sudut pandang politik selama periode atau
motif meminimalkan pajak. Cara ini dilakukan pada saat perusahaan
memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat
perhatian secara politik. Kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan
(write off) atas barang-barang modal dan aktiva tak berwujud. Pembebann
pengeluaran iklan, riset, biaya penelitian yang dikeluarkan dan pembangunan
yang cepat.
c. Income Maximization (memaksimalkan pendapatan)
Dari direksi bertujuan untuk mencapai bonus, perusahaan yang berkaitan
dengan perjanjian utang makanya dilakukan memaksimalkan laba.
d. Income Smoothing (Meratakan laba)
Tindakan ini pola dilakukan atau dipakai direksi yang mempunyai sifat yang
tidak mau menghadapi resiko maka direksi berkeinginan perubahan laba,
maka dilakukan meratakan laba.
2.1.4 Transaksi Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa
Menurut PSAK Nomor 7, pihak-pihak yang mempunyai hubungan
menyiapkan laporan keuangannya (dalam pernyataan ini dirujuk sebagai “entitas
pelapor”)
(a) Orang atau anggota keluarga terdekat terkait entitas pelopor jika orang
tersebut:
(i) memiliki pengendalian atau pengendalian bersama atas entitas pelapor;
(ii) memiliki pengaruh signifikan terhadap entitas pelapor; atau
(iii) personal manajemen kunci entitas pelapor atau entitas induk entitas
pelapor
(b) Suatu entitas terkait dengan entitas pelapor jika memenuhi salah satu hal
berikut;
(i) Entitas dan entitas pelapor adalah anggota dari kelompok usaha yang sama
(artinya entitas induk, entitas anak dan entitas anak berikutnya terkait
dengan entitas lain.
(ii) Satu entitas adalah entitas asosiasi atau ventura bersama bagi entitas lain
(atau entitas asosiasi atau ventura bersama yang merupakan anggota suatu
kelompok usaha, dimana entitas lain tersebut adalah anggotanya.
(iii) Kedua entitas tersebut adalah ventura bersama dari pihak ketiga yang
sama
(iv) Satu entitas adalah ventura bersama dari entitas ketiga dan entitas yang
lain adalah entitas asosiasi dari entitas ketiga.
(v) Entitas tersebut adalah suatu program imbalan pasca kerja untuk imbalan
kerja dari salah satu entitas pelapor atau entitas yang terkait dengan
entitas pelapor. Jika entitas pelapor adalah entitas yang menyelenggarakan
(vi) Entitas yang dikendalikan atau dikendalikan bersama oleh orang yang
diidentifikasi dalam butir (a).
(vii) Orang yang diidentifikasi dalam butir (a) (i) memiliki pengaruh
signifikan terhadap entitas atau anggota menejemen kunci entitas (atau
entitas induk dari entitas).
Istilah berikut yang digunakan dalam Pernyataan ini:
Anggota keluarga dekat dari individu adalah anggota keluarga yang mungkin
mempengaruhi, atau dipengaruhi oleh, orang dalam hubungan mereka dengan
entitas. Mereka dapat termasuk:
(a) pasangan hidup dan anak dari individu;
(b) anak dari pasangan hidup individu; dan
(c) tanggungan dari individu atau pasangan hidup individu.
Anggota manajemen kunci adalah orang-orang yang mempunyai
kewenangan dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin dan
mengendalikan aktivitas entitas, secara langsung atau tidak langsung, termasuk
direktur dan komisaris (baik eksekutif maupun tidak) dari entitas.
Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa adalah pihak-pihak
yang dianggap mempunyai hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai
kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh
signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan keuangan dan operasional.
Transaksi antara pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa adalah suatu
pengalihan sumber daya atau kewajiban antara pihak-pihak yang mempunyai
Tujuan Pengungkapan Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa
Hubungan dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
merupakan suatu karakteristik (feature) normal dari perdagangan dan bisnis.
Misalnya, entitas sering melaksanakan bagian dari kegiatan mereka melalui
entitas anak, ventura bersama dan entitas asosiasi. Dalam keadaan ini, entitas
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan keuangan dan operasi
investee melalui adanya pengendalian, pengendalian bersama atau pengaruh
signifikan.
Suatu hubungan dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa dapat berpengaruh terhadap laba atau rugi dan posisi keuangan entitas.
Pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dapat menyepakati transaksi di
mana pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa tidak dapat
melakukannya. Misalnya, entitas yang menjual barang kepada entitas induknya
pada harga perolehan, mungkin tidak menjual dengan persyaratan tersebut kepada
pelanggan lain. Selain itu, transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai
hubungan istimewa mungkin tidak dilakukan dalam jumlah yang sama, seperti
dengan pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa.
Laba atau rugi dan posisi keuangan entitas dapat dipengaruhi oleh
pihak yang mempunyai hubungan istimewa bahkan jika transaksi dengan
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tidak terjadi sekalipun. Hanya dengan
keberadaan hubungan istimewa itu saja, mungkin sudah cukup untuk
mempengaruhi transaksi entitas dengan pihak lain. Misalnya, entitas anak dapat
mengakhiri hubungan dengan mitra dagangnya, pada saat terjadinya akuisisi oleh
dalam kegiatan yang sama seperti mitra dagang sebelumnya. Selain itu, satu pihak
dapat menahan diri untuk bertindak, karena pengaruh signifikan dari yang lain -
misalnya, entitas anak dapat diminta oleh entitas induk untuk tidak terlibat dalam
kegiatan penelitian dan pengembangan.
2.1.5 Kinerja Keuangan
Setiap investor pasti mengkehendaki keuntungan dari dana yang telah
diinvestasikan. Oleh karena itu sangat penting bagi investor untuk pada
perusahaan mana ia akan berinvestasi. Kinerja keuangan dapat dikatakan sebagai
hasil yang dicapai oleh perusahaan dari berbagai aktivitas yang dilakukan dalam
mendayagunakan sumber keuangan yang tersedia. Kinerja keuangan dapat dilihat
dari analisis laporan keuangan atau analisis rasio keuangan.
Harga saham dapat dilihat dari informasi keuangan salah satunya
laporan keuangan. Laporan keuangan (financial statements) merupakan ringkasan
dari suatu proses pencatatan, merupakan suatu ringkasan dari transaksi –transaksi keuangan yang terjadi selama satu tahun buku yang bersangkutan (Zaki
Baridwan,1992). Laporan keuangan ini dibuat oleh manajemen dengan tujuan
untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya oleh
para pemilik perusahaan. Disamping itu laporan keunagan dapat juga digunakan
untuk memenuhi tujuan-tujuan lain yaitu sebagai laporan kepada pihak-pihak di
luar perusahaan.
Kinerja perusahaan adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan
perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan
Keuangan adalah kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan
sumber daya yang dimilikinya.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja keuangan
adalah usaha formal yang telah dilakukan oleh perusahaan yang dapat mengukur
keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba yang berkaitan dengan
profitabilitas, sehingga dapat melihat prospek, pertumbuhan, dan potensi
perkembangan baik perusahaan dengan mengandalkan sumber daya yang ada.
Suatu perusahaan dapat dikatakan berhasil apabila telah mencapai standar dan
tujuan yang telah ditetapkan. Profitabilitas suatu perusahaan diukur dengan
kesuksesan perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara produktif,
dengan demikian profitabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan
membandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu priode dengan jumlah
aktiva atau jumlah modal perusahaan (Munawir, 1979).
Pengukuran Kinerja Keuangan
Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk melakukan perbaikan
diatas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain.
Analisis kinerja keuangan merupakan proses pengkajian secara kritis terhadap
review data, menghitung, mengukur, menginterprestasi, dan memberi solusi
terhadap keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu. Kinerja Keuangan
2.1.6 Pengaruh Transaksi Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Manajemen Laba Terhadap Kinerja Keuangan.
Pernyataan dalam PSAK berhubungan dengan pengungkapan
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan transaksi antara perusahaan
pelapor dan pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
Pihak-pihak yang berhubungan istimewa adalah pihak-pihak yang
dianggap mempunyai hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai kemampuan
untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak
lain dalam mengambil keputusan keuangan dan operasional.
Pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah salah satu hal
yang normal dalam dunia bisnis dan perdagangan. Hubungan pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa akan mempengaruhi laporan rugi laba dan posisi
keuangan entitas. Pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dapat
melakukan transaksi yang tidak akan dilakukan oleh pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa. Posisi keuangan dan hasil usaha dari suatu
perusahaan dapat terpengaruh oleh hubungan istimewan dengan suatu pihak
walaupun tidak terjadi sesuatu transaksi dengan pihak tersebut.
Dalam hal menyusun laporan keuangan pihak manajemen
berkepentingan menyusun laporan laba yang sesuai dengan tujuannya dan bukan
berdasarkan kepentingan pribadi. Kondisi ini perlu suatu mekanisme
pengendalian yang dapat mensejajarkan perbedaan kepentingan antara kedua
belah pihak. Good Corporate Governance (Dewan Komisaris Independen dan
Komite Audit) memiliki kemampuan dalam menyusun laporan keuangan yang
Teknik manajemen laba dapat mempengaruhi laba yang dilaporkan oleh
manajemen. Praktik manajemen laba akan mengakibatkan kualitas laba yang
dilaporkan menjadi rendah. Laba yang dilaporkan tinggi akan mempengaruhi para
pemengang saham atau para pengguna laporan keuangan dalam hal pengambilan
keputusan untuk masa yang akan datang. Baik pihak pengguna laporan keuangan
intern maupun pihak ekstern perusahaan.
2.2 Review Peneliti Terdahulu (Theoritical Mapping)
Berikut ini akan diuraikan beberapa tinjauan dari penelitian terdahulu
yang berkaitan denagan penelitian ini adalah:
1. Ujiyanto dan Bambang (2007) yang meneliti Mekanisme Good Coorporate
governance, Manajemen Laba dan kinerja keuangan pada perusahaan sektor
manufaktur pada Bursa Efek Jakarta. Pengaruh kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah
dewan komisaris secara bersama-sama teruji dengan tingkat pengaruh yang
signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan Manajemen laba
(discretionary accruals) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
keuangan (cash flow return on assets). Teknik analisis menggunakan analisa
statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui nilai rata-rata, minimum,
maksimum dan standar deviasi, dengan melakukan uji asumsi klasik
(normality, multicolinearty dan heterokedastisitas) dan pengujian hipotesis
analisis regresi berganda, dengan menggunakan analisis dua jalur. Dengan
saran perlu menambah variabel komite audit yang merupakan suatu komite
kinerja keuangan, biaya non kas dalam menentukan cash flow return on asset
hanya menggunakan biaya defresiasi, untuk selanjutnya menambah biaya non
kas yang lain.
2. Hamonagan dan Machfoedz (2006 ), yang meneliti mekanisme corporate
governance, kualitas laba dan nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur
pada Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian mekanisme corporate governance
memengaruhi kualitas laba. Penelitian ini memberikan bukti bahwa
mekanisme corporate governance mempengaruhi nilai perusahaan. Dan
kualitas laba bukan merupakan variabel pemediasi (variabel intervening
,sebagian atau penuh) dalam hubungan antara mekanisme corporate
governance dan nilai perusahaan. Penelitian selanjutnya diharapkan meneliti
dan mendapatkan teori akan peranan kualita laba sebagai variabel pemediasi
dalam hubungan antara mekanisme corporate governance dan nilai
perusahaan.
3. Tuti Sriwedari (2009), yang meneliti mekanisme good corporate governance,
manajemen laba dan kinerja keuangan perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia. Hasil penelitianya tidak ada satupun variabel independen yang
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, bahkan ada beberapa
yang berpengaruh negatif seperti kepemilikan instutional terhadap
manajemen laba, kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba, proporsi
dewan komisaris independen terhadap manajemen laba, dan manajemen laba
terhadap kinerja keuangan artinya dari hasil peelitian tidak satupun dari hasil
hipotesis yang dapat diterima. Menggunakan analisis dua jalur atau hubungan
selanjutnya menggunakan secara lengkap prinsip-prinsip GCG, dengan lebih
menggunakan indikator-indikator selain yang digunakan dalam penelitian ini,
dan menggunakan data penelitian tidak hanya pada perusahaan manufaktur
tetapi perusahaan yang lain yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
4. Dian dan Vidi (2010), yang meneliti Corporate Government Mechanism,
Company Size, and Earnings Management pada Bursa Efek Indonesia. Hasil
penelitiannya terdiri dari: Dewan komisaris, komite audit, kepemilikan
institusional, dan perusahaan masing-masing memiliki dampak yang
signifikan terhadap akrual diskresioner, sementara kepemilikan tidak
memiliki dampak yang signifikan terhadap akrual diskresioner. Menggunakan
analisi regresi linear berganda.
5. Linvani Kuan,et al (2010), meneliti Related Party Transaction and Earnings
Management. Hasil penelitian semua analisis dilakukan dalam penelitian ini
pada umumnya tidak menemukan secara empiris bukti adanya hubungan
related party transaction dan earning management diperusahaan Indonesia.
Ada beberapa alasan layak bebrapa kontradiksi dengan prinsip-prinsip teori
keagenan dan tidak signifikan hubungan antara related party transaction dan
earning management dalam Indonesia seperti yang ditemukan dalam
penelitian. Teknik analis menggunakan korelasi matrik. Sedangkan untuk
pene;iti selanjutnya dapt dilakukan dengan menggunakan ukuran yang
berbeda dari related party transaction seperti transaksi dengan pihak primer
dan skunder menurut penelitian Gordon dan Henry (2005).
6. Elizabeth, Elaine (2005), meneliti: Related Party Transaction and Earnings
laba yang diukur dengan disesuaikan akrual normal mutlak, dikaitkan dengan
jenis transaksi tertentu seperti yang melibatkan fixed rate pembiayaan dari
pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Dimana penjelasan hasil
penelitian ini menyatakan bahwa ketika perusahaan telah memperoleh
pembiayaan dari pihak terkait daripada pihak ketiga, baik karena mereka
tidak mampu melakukannya atau karena alasan lain, mungkin ada insentif
untuk mengelola pendapatan untuk memperoleh pembiayaan dimasa depan
dan membayar pihak terkait. Dari hasil penelitian ini juga tidak menunjukkan
disesuiakan akrual normal berhubungan dengan jenis atau jumlah transaksi
seperti: pinjaman, investasi, pembelian. Secara keseluruhan tampak bahwa
kekhawatiran tentang pihak transaksi hubungan istimewa, namun hanya
beberapa transaksi yang mempunyai hubungan istimewa. Kehadiran transaksi
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tidak selalu indikasi bahwa
perusahaan tersebut cenderung untuk terlibat dalam manajemen laba yang
lebih besar.
7. Mark dan Brian (2004), meneliti: Related Party Transaction. Hasil penelitian
menyiratkan kuat kuantitatif interprestasi materialitas oleh perusahaan related
party transaction. Artinya sebagai ukuran perusahaaan meningkat,
pentingnya nilai transaksiyang diberikan relatif menurun. Penulis juga
menemukan bukti kualitatif materialitas penilaian. Hasil penelitian ini
menyarankan pemantauan pengumuman penilaian dalam mengurangi
terjadinya transaksi yang mempunyai hubungan istimewa dan membantu
untuk disiplin pengungkapan transaksi yang terjadi. Peneliti menemukan hasil
institutional dan related party transaction . Tapi sampel peneliti hanya terdiri
dari perusahaan-perusahaan besar di S & P indeks. Perusahaan-perusahaan
indeks memiliki kepemilikan institutional yang tinggi dan berikut analisis
diseluruh informasi, sehingga tidak mungkin cukup variabilitas dalam
langkah-langkah untuk mengidentifikasi atau related party transaction yang
potensi. Tehnik analisa menggunakan korelasi matrik dan multivarian.
Penelitian selanjutnya sebaiknya memeriksa sampel yang lebih luas untuk
menentukan sejauh mana keterbatasan.
8. Vinola Herawati (2008) yang meneliti Peran Praktek Corporate Governance
Sebagai Moderating Variabel dari Pengaruh Earning Management Terhadap
Nilai Perusahaan. Variabel Independen adalah Earning Management,
Variabel Dependen Nilai Perusahaan, sedangnkan Variabel moderating
adalah Corporate Governance. Hasil penelitian menyatakan adanya
kepemilikan manajerial akan menurunkan nilai perusahaan dimungkinkan
karena belum banyak manajemen perusahaan di Indonesia memiliki saham
perusahaan yang dikolalanya dengan jumlah yang cukup signifikan. Praktek
GCG ini kurang sempurnah dikarenakan pemilihan tahun selama 3 tahun
sedangkan sebelumnya menggunakan 5 tahun periode audit.
9. Ikhtisar Review Penelitian Terdahulu disajikan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti & Tahun
Judul Penelitian
Variabel Penelitian Hasil dan Penelitian
keuangan kinerja keuangan manajemen laba. Manajemen laba (discretionary accruals) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan (cash flow return
Hasil penelitian mekanisme
corporate governance
memengaruhi kualitas laba. Penelitian ini memberikan bukti bahwa mekanisme
corporate governance
mempengaruhi nilai perusahaan. Dan kualitas laba bukan merupakan variabel pemediasi (variabel intervening ,sebagian atau penuh) dalam hubungan antara mekanisme corporate
governance dan nilai
perusahaan
variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, bahkan ada beberapa yang berpengaruh negatif seperti kepemilikan instutional terhadap manajemen laba, kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba, proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba, dan manajemen laba terhadap kinerja keuangan artinya dari hasil peelitian tidak satupun dari hasil hipotesis yang
5 Linvani adalah Related party transaction. Variabel
Semua analisis dilakukan dalam penelitian ini pada umumnya tidak menemukan secara empiris bukti adanya hubungan related party transaction dan earning management diperusahaan adalah Related Party Transaction,
sedangkan variabel dependen adalah Earning Management
Menemukan bukti bahwa manajemen laba yang diukur dengan disesuaikan akrual normal mutlak, dikaitkan dengan jenis transaksi tertentu seperti yang melibatkan fixed rate pembiayaan dari pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Kehadiran transaksi pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tidak selalu indikasi bahwa perusahaan tersebut cenderung untuk terlibat dalam manajemen laba yang lebih besar.
8 Vinola akan menurunkan nilai perusahaan