BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengelolaan limbah padat masih menjadi permasalahan yang belum
terselesaikan sampai saat ini. Indonesia sebagai negara tropis kaya akan sumber daya
alam hayati. Berbagai biomassa banyak di jumpai yang dianggap sebagai limbah
seperti limbah pertanian, perkebunan, hutan dan sebagainya. Didalam industri limbah
biomassa banyak di temukan. Limbah biomassa yang banyak ditemukan adalah
cangkang sawit dan tempurung kelapa. Limbah ini banyak ditemukan pada industri
CPO (Crude Palm Oil), dan industri lainnya yang menggunakan cangkang sawit atau
tempurung kelapa sebagai bahan bakar boiler di industri tersebut.
Cangkang sawit pada industri pengolahan kelapa sawit atau industri yang
menggunakan boiler sebagai penggerak digunakan sebagai bahan bakar, tetapi
jumlahnya berlebih dan sisanya menjadi limbah. Indonesia sebagai produsen kelapa
sawit nomor satu didunia pada tahun 2009 tercatat dengan produksi sekitar 22 juta
ton dengan luas lahan 7 juta ha, dengan produktivitas lahan rata-rata 30 ton TBS/ha,
maka produksi kelapa sawit diperkirakan 140 juta ton dan cangkang sawit dihasilkan
sebesar 9.1 juta ton (JFE Project, 2009), apabila 50% digunakan sebagai bahan bakar
boiler dipabrik, maka limbah cangkang sawit masih sangat besar yakni 4,55 juta ton.
Pada industri yang menggunakan cangkang sawit sebagai bahan baku boiler, banyak
yang belum dimanfaatkan. Limbah padat yang belum dimanfaatkan ini dapat
merugikan bagi kesehatan manusia dan lingkungan disekitarnya. Abu yang berasal
dari tumpukan limbah padat ini dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan iritasi
pada mata bagi manusia apabila limbah ini terbawa oleh angin dari daerah
penumpukan ke dareah lainnya, kemudian limbah yang masih dalam kondisi hangat
apabila terbawa angin dan mengenai kulit manusia dapat menyebabkan iritasi pada
kulit yang terkena limbah ini.
Salah satu limbah biomassa lainnya yang juga banyak ditemukan adalah
tempurung kelapa, Untuk kelapa, Indonesia memiliki 3,712 juta hektar (31,4% luas
kebun kelapa dunia) dan merupakan salah satu penghasil kelapa terbesar didunia.
Dengan produksi buah kelapanya menduduki urutan no. 2 setelah Filipina, dengan
produksi 12,915 milyar butir (24,4% produksi kelapa dunia) (JFE Project, 2009),
dengan berat sebuah kelapa rata-rata 1,5 kg, maka potensi tempurung kelapa
Indonesia yaitu 2,3 juta ton/tahun.
Pemanfaatan limbah biomassa ini khususnya tempurung kelapa salah satunya
digunakan sebagai karbon aktif pada proses pemurnian air. Seperti yang di ketahui
masih banyak penduduk yang mengkonsumsi air sumur yang mengandung Fe, dan
banyak masalah kesehatan yang timbul dari penggunaan air sumur tersebut. Syarat
kuantitas dan kualitas merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam pemenuhan
kebutuhan air (Kusnaedi, 2004). Menurut Almatsier (2004), besi merupakan mineral
mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh manusia selain sebagai alat
angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, juga berfungsi sebagai alat angkut
elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam
jaringan tubuh. Zat besi (Fe) adalah suatu komponen yang terdiri dari berbagai enzim
yang mempengaruhi seluruh reaksi kimia yang penting di dalam tubuh meskipun zat
besi sukar diserap (10-15%). Fe juga merupakan komponen dari hemoglobin dalam
darah dengan persentase sekitar 75%, yang memungkinkan sel darah merah
membawa oksigen dan mengantarkannya ke jaringan tubuh.
Air yang mengandung logam Fe (besi) yang tinggi sangat dihindari untuk di
konsumsi oleh manusia. Logam ini bersifat akumulatif sehingga dapat mengganggu
proses fisiologis tubuh. Fe yang berlebihan didalam tubuh akan terakumulasi di hati,
limpa, tulang sumsum, jantung dan jaringan lain pada tubuh sehingga dapat merusak
kerja jaringan tersebut. Kerusakan jaringan karena akumulasi Fe disebut
hemokromatosis. Fe yang berlebih juga dapat juga merusak sel alat pencernaan secara
langsung, menyebabkan karies gigi, merusak kerja pankreas, otot jantung, ginjal dan
beresiko terserang kanker hati dan penyakit jantung (Widowati, 2008). Ciri fisik air
yang mengandung kadar besi yang tinggi dapat dilihat dari intensitas warna yang
tinggi pada air, berwarna kuning dan merah kecoklatan dan terasa pahit dan masam
(Wardhana, 2004).
Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar Fe pada air sumur yang akan dijadikan
sample penelitian sebesar 0,3 mg/L, dimana lokasi sumur untuk sampel penelitian
Medan. Pemilihan lokasi penelitian ini didasari oleh karena masih banyak penduduk
di daerah tersebut yang mengkonsumsi air sumur yang mengandung Fe dan juga
disekitar daerah tersebut banyak industri yang menggunakan cangkang sawit sebagai
bahan baku untuk proses pembakaran pada boiler sehingga ketersedian limbah sisa
pembakaran cangkang sawit yang akan dimanfaatkan sebagai karbon aktif tersebut
cukup banyak disekitar daerah tersebut
Salah satu cara untuk mengurangi kadar besi (Fe) pada air adalah dengan
cara adsorbsi karbon aktif. Menurut Reynolds dan paul (1995), adsorpsi adalah
pengumpulan substansi pada permukaan adsorban berbentuk padatan, sedangkan
absorpsi adalah pengumpulan substansi ke dalam padatan. Adsorpsi diklasifikasikan
menjadi dua yaitu fisik dan kimia. Adsorpsi fisik terutama dikarenakan oleh gaya Van
der waals dan terjadi bolak-balik (reversible). Salah satu contoh adsorpsi fisik adalah
adsorpsi pada karbon aktif. Menurut Koeswardhani (1995) yang melakukan analisa
adsorpsi logam Fe dan Zn pada limbah cair tekstil dengan karbon aktif bubuk
menyatakan bahwa efektivitas adsoprsi karbon aktif dipengaruhi waktu kontak, dan
waktu kontak terbaik 10 menit/l dengan kadar terendah yaitu 7,5% (75 gr karbon
aktif/liter limbah cair).
Selama ini yang banyak dijual dipasaran dan dipakai sebagai karbon aktif
adalah tempurung kelapa. Seperti yang telah dijelaskan diatas tempurung kelapa dan
cangkang sawit merupakan limbah biomassa. Cangkang sawit banyak digunakan
untuk bahan bakar boiler. Sisa cangkang sawit yang tidak habis terbakar didalam
pakai sebagai karbon aktif pengganti karbon aktif dari tempurung kelapa yang selama
ini dipakai dengan proses pengaktifan terlebih dahulu.
Menurut Ahmad (2009), mengenai kajian penggunaan karbon aktif yang
berasal dari tempurung kelapa sawit (MOPAS) dan komersial karbon aktif (CAC)
bahwa MOPAS memiliki kemampuan yang sama untuk menghilangkan warna dari
larutan seperti CAC namun kemampuan adsorpsinya sedikit rendah dimana nilai
koefisien reduksinya untuk CAC 92,69% dan MOPAS sebesar 83,68 %.
Berdasarkan penelitian Naibaho (1991), tempurung kelapa sawit dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif melalui proses karbonasi
menggunakan alat destilasi kering. Proses karbonasi pada suhu 550 o
Menurut Amir (2003), tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai
arang aktif. Arang aktif dapat dibuat melalui proses karbonisasi pada suhu 550 C selama 3 jam
menghasilkan karbon aktif dengan rendemen 29% sedangkan kadar abu masih tinggi.
o
Menurut Kurniati (2008), Cangkang sawit dapat dijadikan karbon aktif
dengan aktifator H
C
selama kurang lebih tiga jam dan karakteristik arang aktif yang dihasilkan melalui
proses tersebut memenuhi SII, kecuali kadar abu. Dengan tingkat keaktifan arang
cukup tinggi. Hal ini terlihat dari daya iodnya sebesar 28,9%.
3PO4 dengan suhu karbonisasi 400 oC selam 0,5 jam dan waktu
perendaman 22 jam akan menghasilkan arang aktif dengan daya serap iodine 19,80%
dimana nilai tersebut menunjukkan besarnya kemampuan daya adsoprsi karbon aktif
Berdasarkan uraian diatas maka, penulis tertarik untuk membuat suatu
eksperimen untuk menurunkan kadar Fe pada air tanah, dengan memanfaatkan
cangkang sawit dari sisa pembakaran boiler untuk dijadikan karbon aktif dan
membandingkan daya serap karbon aktif dari cangkang sawit tersebut dengan
cangkang kelapa. Hal ini tentu bermanfaat bagi industri dimana limbah yang tidak
lagi mempunyai nilai ekonomis dapat dimanfaatkan kembali untuk mengurangi
limbah padat mereka. Bagi masyarakat karbon aktif yang dibuat dari sisa pembakaran
boiler tersebut dapat digunakan sebagai penyaring air yang mengandung kadar Fe
yang tinggi.
1.2. Permasalahan
Adapun permasalahan didalam penelitian ini adalah tingginya kadar besi (Fe)
pada air sumur penduduk di Lingkungan III Desa Martubung Kecamatan Medan
Labuhan Kota Medan, yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Oleh sebab itu perlu
dilakukan penelitian tentang teknologi yang tepat untuk mengolah air tersebut agar
memenuhi syarat kesehatan.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perbedaan daya serap antara arang aktif dari cangkang
sawit dengan arang aktif dari cangkang kelapa terhadap penurunan kadar Fe pada air
1.4. Hipotesis
Ada perbedaan daya serap antara arang aktif dari cangkang sawit dengan
arang aktif dari cangkang kelapa terhadap penurunan kadar Fe pada air tanah.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang teknik pengolahan air yang
dapat menurunkan kadar Fe.
2. Memberikan masukan kepada industri yang menggunakan cangkang sawit
sebagai bahan baku boiler, bahwa sisa hasil dari pembakaran cangkang sawit
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif.
3. Menambah khasanah ilmu pengetahuan kesehatan lingkungan khususnya tentang