BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah suatu negara selain dikenal dalam bentuk wilayah udara dan
daratan juga dikenal dalam bentuk lautan. Wilayah kelautan adalah wilayah yang
tidak semua negara bisa memilikinya, melainkan hanya dimiliki oleh
negara-negara yang wilayah daratanya berbatasan dengat laut1. Laut merupakan sumber makanan bagi manusia, sebagai jalan raya perdagangan, sebagai sarana
penaklukan, sebagai tempat petempuran , sebagai tempat untuk bersenang-senang
dan rekreasi dan sebagai alat pemisah atau pemersatu bangsa. Di abad ke-20 ini
fungsi laut telah meningkat dengan ditemukanya bahan-bahan tambang dan
galian berharga di dasar laut dan dimungkinkanya usaha-usaha mengambil
kekayaan alam tersebut, baik di airnya maupun di dasar laut dan tanah di
bawahanya2 . Konteks pemahaman tentang laut sedikit demi sedikit mulai berubah dikarenakan wilayah laut menjadi wilayah negara yang paling rawan terintervensi
negara-negara lain. Sehingga, sekarang laut sering diartikan sebagai suatu batas
negara dengan negara lain dengan titik batas yang ditentukan melalui ekstradisi
bilateral dan multilateral yang berarti pula merupakan batas kekuasaan dan
kedaulatan suatu negara sejauh garis terluar batasnya3
Indonesia adalah negara Kepulauan terbesar di dunia , memiliki luas laut
sebesar 5,8 juta km dengan jumlah pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis .
1
Mirza Satria Buana,S.H., Hukum Internasinal Teori dan Praktek , Bandung : Nusamedia , 2007 hlm.103
2
Frans E. Lidkadja & Daniel F. Bassie, Hukum Laut Dan Undang-Undang Perikanan, Jakarta:Ghalia Indonesia, 1985, hal 21
3
pantai sepanjang 95.181 km 4. Fakta fisik inilah yang membuat Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Indonesia
memiliki kekayaan laut yang sangat besar dan beraneka ragam salah satunya
adalah memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam , sumber daya
ikan diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di wilayah perairan
Indonesia dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ( ZEEI) 5. Sumber daya perikanan pada umumnya kepemilikanya bersifat umum serta akses
terhadapnya bersifat terbuka , oleh sebab itu sumber data perikanan perlu dikelola
dengan baik guna mencegah penangkapan ikan yang melewati ambang
kemampuan regenerasinya juga mencegah pengangkapan ikan oleh nelayan
asing.6
bijak dan konsisten untuk menjaga kelestariannya. Kegiatan penangkapan ikan di
wilayah perairan Indonesia sudah mendekati kondisi yang kritis. Tekanan
penangkapan yang meningkat dari hari ke hari semakin mempercepat penurunan Kondisi perikanan dunia saat ini tidak dapat lagi dikatakan masih
berlimpah. Tanpa adanya konsep pengelolaan yang berbasis lingkungan,
dikhawatirkan sumber daya yang sangat potensial ini sebagai sumber protein yang
sehat dan murah bisa terancam kelestariannya. Kondisi ini tidak terlepas dari
semakin terancamnya kehidupan biota-biota dan lingkungan perairannya. Dengan
demikian, sangat diperlukan upaya untuk mengelola sumberdaya perairan secara
4
Penerapan UNCLOS di Indonesia , sebagaimana dimuat dalam http;//scribd.com/doc/132365841/ Diakses : 15 april 2015
5
Potensi kelautan Indonesia, sebagaimana dimuat http://www.academia.edu/7305992/ Potensi Kelautan Indonesia / Diakses : 2 februari 2015
6
stok sumberdaya ikan. Tingginya tekanan penangkapan khususnya di pesisir
pantai telah menyebabkan menurunnya stok sumber daya ikan dan meningkatnya
kompetisi antar alat penangkapan ikan yang tidak jarang menimbulkan konflik
diantara nelayan. Sebagai akibat dari menurunnya pendapatan, nelayan melakukan
berbagai macam inovasi dan modifikasi alat penangkapan ikan untuk menutupi
biaya operasi penangkapannya. Pelanggaran penggunaan alat tangkap dan metoda
penangkapan ikan bukan berita baru lagi dalam kegiatan penangkapan ikan. Salah
satunya adalah pelanggaran penggunaan trawl (pukat harimau) secara illegal di
beberapa wilayah peraiaran. Pemerintah sebenarnya tidak menutup mata atas
semua kejadian pelanggaran itu. Penegakan hukum terhadap pelanggar memang
sudah dilakukan. Namun, kesulitan mengontrol seluruh aktivitas nelayan
khususnya di daerah terpencil dan perbatasan telah mendorong meningkatnya
pelanggaran penangkapan ikan (illegal fishing).7
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hukum Laut Tahun 1982
telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan United Nations Convention on the Law of the sea 1982, menempatkan
Indonesia memiliki hak berdaulat (sovereign rights) untuk melakukan
pemanfaatan, konservasi, dan pengolahan sumber daya ikan di Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) Indonesia, dan Laut lepas yang dilaksanakan berdasarkan
persyaratan atau standart internasional yang berlaku. Oleh karena itu dibutuhkan
dasar hukum pengelolahan sumber daya ikan yang mampu menampung semua
aspek pengelolahan sumber daya ikan dan mengantisipasi perkembangan .
7
kebutuhan hukum dan teknologi8
Lebih jauh lagi kegiatan illegal fishing di wilayah laut Indonesia
menyebabkan kerugian negara rata-rata mencapai 4 sampai dengan 5 milyar
USD/tahun . setiap tahunya sekitar 3.180 kapal nelayan asing beroperasi secara
illegal di wilayah laut Indonesia. Illegal fishing tidak hanya terjadi di Indonesia ,
beberapa negara kawasan Asia Pasifik mengaku bahwa IUU (illegal unregulated
unreported) fishing menjadi musuh yang harus diberantas demi usaha perikanan
berkelanjutan . Dari data-data kapal yang ditangkap oleh kapal perang , kesalahan . Salah satu reformasi dibidang hukum dan
perundangan yang dilakukan Negara Republik Indonesia adalah dengan
diundangkanya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 yang kemudian diubang
dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perikanan. Untuk
Indonesia undang-undang ini sangat lah penting mengingat luas perairan kita yang
hampir mendekati 6 juta kilometer persegi yang mencakup perairan kedaulatan
dan yurisdiksi nasional yang memerlukan perhatian dan kepedulian kita semua ,
terutama yang menyangkut upaya penegakan hukum terhadap para nelayan asing
yang mencuri ikan di perairan Indonesia karena itu sangat merugikan kita selain
itu dan pengamanan laut dari gangguan dan upaya pihak asing. Keberadaan
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 ini merupakan langkah positif dan
merupakan landasan atau aturan bagi penegak hukum dan hakim perikanan dalam
memutuskan persoalan hukum yang terkait dengan illegal fishing, yang
dampaknya sangat merugikan negara bahkan telah disinyalir dapat merusak
perekonomian bangsa.
8
mereka sangat bermacam-macam antara lain: transfer tanpa ijin, dokumen palsu,
menangkap ikan dengan jarring terlarang, menggunakan bahan peledak serta
tenaga asing yang tidsk memiliki izin kerja. Selain itu beberapa masalah mendasar
dalam illegal fishing antara lain : ketidakpastian dan ketidakjelasan hukum,
birokrasi perizinan yang tidak menentu, ketidakpastian hukum bisa dicirikan oleh
beberapa hal seperti pemahaman yang berbeda atas aturan yang ada , inkonsistensi
dalam penerapan , diskiriminasi dalam pelaksanaan hukuman bagi kapal-kapal
asing yang melanggar batas wilayah perairan, persekongkolan antara pengusaha
local , pengusaha asing dan pihak peradilan.
Dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 atas perubahan dari
Undang-Undang 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sangat jelas bahwa illegal
fishing diganjar pidana penjara dan denda sepadan dengan pelanggaran yang
dilakukan namun sanksi pidana dan denda tidak diterapkan sebagaimana
mestinya, oleh karena itu para penegak hukum seperti Pegawai, Polisi perairan
dan TNI AL diharapkan secara maksimal dapat menjaga laut Indonesia dari
pencurian ikan dan kejahatan lainya. Dibentuknya pengadilan ad hoc perikanan
diharapkan juga mampu untuk menjawab persoalan kejahatan pencurian ikan yang
tercermin dalam putusan-putusan yang dihasilkan.9
Sudah bukan rahasia umum lagi, kalau fenomena pencurian ikan (ilegal
fishing) di wilayah laut Indonesia menjadi sangat marak. Kegiatan penangkapan
ikan secara ilegal oleh kapal berbendera asing di wilayah laut Indonesia, bukan
terjadi beberapa tahun terakhir ini saja. Akan tetapi kegiatan ini sudah
9
berlangsung sejak puluhan tahun. Kapal berbendera asing tersebut menyamar
sebagai kapal nelayan Indonesia,. Harus kita akui juga, bahwa kebijakan kelautan
kita yang masih longgar, sehingga memungkinkan kapal-kapal asing untuk masuk
menjarah hasil laut kita. Banyak faktor yang teridentifikasi sebagai penyebab
terjadinya illegal fishing di perairan Indonesia yaitu: (1) Luasnya potensi laut
yang belum terolah, (2) Peluang bisnis ikan yang menggiurkan, (3) Kelemahan
penegakan hukum, (4) Mentalitas aparat, dan (5) Hambatan dari faktor
perundang-undangan.
Maraknya pencurian ikan secara ilegal (illegal fishing) oleh kapal asing
merupakan fenomena yang kontras dan menyakitkan hati masyarakat kita. Betapa
tidak kekayaan laut kita dengan seenaknya dirampas oleh nelayan asing,
sementara nelayan kita tidak bisa menikmati hasil laut sendiri. Data Kompas
menyebutkan bahwa Thailand merupakan salah satu negara yang memiliki kapal
penangkap ikan terbanyak yang beroperasi secara ilegal sebanyak 500 unit.
Sedangkan yang legal sebanyak 306 unit. Dari hasil penagkapan itu, Thailand
mampu memproduksi hasil tangkapan dengan total penangkapan sebesar 72.540
ton/tahun, meliputi 27.540 ton ditangkap secara legal, sisanya 45.000 ton
merupakan hasil tangkapan secara ilegal. Hasil tangkapan tersebut dibawa
langsung ke Thailand. Ironisnya lagi selama ini, Indonesia sebagai pengambil
kebijakan sekaligus sebagai penghasil ikan justru tidak mampu berbuat banyak.
Bukan rahasia umum lagi, kalau model kerja sama seperti ini cenderung
menguntungkan pihak asing. Hal ini mengingatkan kita pada model kerja sama
dengan model pengelolaan Trans National Corporate/TNC) dimana kita hanya
mengandalkan atau berharap pada pajak perijinan pengoperasian saja. Demikian
juga dengan sektor perikanan kita, hanya berharap pada pajak perijinan
pengoperasian kapal sesuai dengan penggunaan alat tangkap saja. Dalam setahun,
untuk alat tangkap jenis pukat dikenakan biaya 167 dollar AS/Gross Ton (GT),
alat tangkap jenis pursen 254 dollar AS/GT dan alat tangkap gilnet sebesar 54
dollar AS/GT. Jika dilihat dari hasil transaksi perdagangan produk perikanan
dunia senilai 70 miliar dollar AS/tahun, Indonesia hanya mampu meraup 2,2
miliar dollar AS atau sekitar 2,8 persen. Sebaliknya Thailand mampu meraup 4
miliar dollar AS dan Cina mendapatkan porsi 25 miliar dollar. Oleh karenanya,
sungguh sesuatu yang ironis jika sekiranya kita masih mengangap sebagai negara
bahari, sementara hasil-hasil perikanan di bawa kabur oleh kapal asing (negara
lain).10
10
Makalah pelanggaran dan peraturan perikanan , sebagaimana dimuat dalam http://aliahsan27.blogspot.com/2014/04/makalah-pelanggaran-dalam-hukum-dan.html,
Diakses pada tanggal 2 Februari 2015
Berdasarkan pemikiran diatas, peneliti ingin lebih mengetahui dan
memahami tentang illegal fishing. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul
skripsi “Pencurian ikan (illegal fishing) oleh nelayan asing di wilayah laut
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan hal yang menjadi
permasalahan dalam penulisan skripsi ini, adapun permasalahan yang akan
dibahas antara lain :
1. Bagaimana yurisdiksi negara pantai diatas wilayah laut berdasarkan ketentuan
hukum laut internasional?
2. Bagaimana yurisdiksi negara Indonesia atas pencurian ikan oleh nelayan asing
di wilayah laut Indonesia?
3. Bagaimana upaya Indonesia dalam menangani masalah pencurian ikan di
wilayah laut Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah diatas , maka tujuan dari penulisan skripsi
Ini antara lain :
1. Mengetahui yurisdiksi negara pantai diatas wilayah laut berdasarkan Ketentuan
hukum laut internasional
2. Mengetahui yurisdiksi negara Indonesia atas pencurian ikan oleh nelayan asing
di wilayah laut Indonesia
3. Mengetahui upaya Indonesia dalam menangani masalah pencurian ikan di
Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini , antara lain :
a. Secara Teoritis
Diharapkan kehadiran skripsi ini dapat memberikan masukan bagi ilmu
pengetahuan khususnya dalam hal penyelesaian masalah pencurian ikan (illegal
fishing) di Indonesia dan melahirkan pemahaman tentang upaya peyelesaian
masalah pencurian ikan (illegal fishing) di Indonesia sekaligus memperkaya serta
menambah wawasan ilmiah baik dalam tulisan maupun dalam bidang lainya.
b. Secara Praktis
Untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan penulis dalam
menerapkan ilmu yang diperoleh dan memberikan masukan bagi pembaca untuk
memahami peranan Hukum Laut Internasional sebagai model penyelesaian
masalah pencurian ikan (illegal fishing) di Indonesia serta memberikan manfaat
bagi setiap pihak yang berkepentingan dalam kaitanya dengan permasalahan
pencurian ikan (illegal fishing) di Indonesia.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di Perpustakaan
Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang “pencurian ikan
(illegal fishing) oleh nelayan asing di wilayah laut Indonesia ditinjau dari hukum
laut internasional” belum pernah ada dilakukan bentuk penelitian dalam
pendekatan dan perumusan masalah yang sama , meskipun ada beberapa topik
penelitian yang juga membahas tentang illegal fishing. Jadi penulisan ini adalah
obyektif dan terbuka . Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan
kebenaranya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang
membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Illegal Fishing
Illegal fishing atau penangkapan ikan secara illegal menurut Internasional
Plan Of Action Illegal , Unreported and Unregulated Fishing (IPPOA-IUU
Fishing) adalah kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu negara
tertentu atau kapal asing di perairan yang bukan merupakan yurisdiksinya tanpa
izin dari negara yang memiliki yurisdiksi atau kegiatan penangkapan ikan tersebut
bertentangan dengan hukum dan peraturan negara itu.11
Kegiatan Illegal Fishing yang umum terjadi di perairan Indonesia adalah :12 a) Penangkapan ikan tanpa izin;
b) Penangkapan ikan dengan mengunakan izin palsu;
c) Penangkapan Ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang
d) Penangkapan Ikan dengan jenis (spesies) yang tidak sesuai dengan Izin.
Penyebab Illegal Fishing :
a) Meningkat dan tingginya permintaan ikan
b) Berkurang/Habisnya sumber daya ikan (SDI) di negara lain
c) Lemahnya armada perikanan nasional
11
http://mukhtar-api.blogspot.com/2011/05/illegal-fishing-di-indonesia.html/ Diakses pada tanggal 4 Februari 2015
12 . http://ppnpemangkat.blogspot.com/2010/01/apakah-ilegal-fishing.html /
d) Izin/dokumen pendukung dikeluarkan lebih dari satu instansi
e) Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di laut
f) Lemahnya delik tuntutan dan putusan pengadilan
g) Belum ada visi yang sama aparat penegak hukum
h) Lemahnya peraturan perundangan dan ketentuan pidana
2 . Wilayah Laut Indonesia
Wilayah laut Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara keseluruhan. Menurut
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara menyebutkan
bahwa wilayah Negara Republik Indonesia meliputi: wilayah darat, wilayah
perairan,dasar laut,dan tanah dibawahnya serta ruang udara diatasnya , termasuk
seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya13. Adapun wilayah perairan Indonesia yaitu meliputi: perairan pedalaman, perairan kepulauan dan
laut territorial14. Selain itu Indonesia juga mempunyai wilayah yurisdiksi di wilayah perairan laut di luar laut teritorial yang meliputi : Zona Ekonomi
Eksklusif , Landas Kontinen, dan Zona Tambahan dimana atas wilayah yurisdiksi
ini Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan kewenangan tertentu lainya
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional .
13
. Pasal 4 UU No.43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara
14
3. Laut Teritorial
Laut territorial atau yang dalam bahasa inggris disebut “ maritime belt”
adalah sebuah kawasan kelautan yang dimiliki oleh suatu negara pantai , yang
mana dalam kawasan kelautan tersebut berlaku jurisdiksi negara pantai tersebut.
Dalam bahasa yang lebih sederhana dalam laut teritorial , negara pantai memiliki
kedaulatan absolute atas apa yang terjadi di dalamnya. Sebelum diadakan
Konvensi Hukum Laut Tahun 1930, sejarah dunia telah mencatat bahwa banyak
negara pantai yang dengan sendirinya dan tanpa pemberitahuan dengan negara
tetangga, melakukan klaim atas lebar laut teritorialnya15
“The sovereignity extends to the air space over the territorial sea as well as to its
bed and subsoil.
. Dalam UNCLOS 1982
sudah ditegaskan tentang lebar laut teritorial seluas 12 mil laut diukur dari titik
surut pantai , serta disebutkan bahwa
16
Kedaulatan negara-negara pantai menyambung ke ruang udara diatas laut
teritorial, demikian pula ke dasar lautan dan tanah dibawahnya , serta
negara-negara akan melaksanakan kedaulatanya atas laut teritorial dengan memerhatikan
ketentuan-ketentuan konvensi ini dan aturan-aturan lain dari hukum
internasional.
"
17
15
Mirza Satria Buana,S.H,, Op.Cit , hal 72.
16
Pasal 2, UNCLOS 1982
17Op.Cit
4. Zona Ekonomi Ekslusif
Zona Ekonomi Eksklusif adalah suatu daerah di luar dan berdampingan
dengan laut teritorial , yang tunduk pada rezim khusus yang ditetapkan
berdasarkan hak-hak dan yurisdiksi negara pantai dan hak-hak serta
kebebasan-kebebasan negara lain, diatur ketentuan-ketentuan yang relevan dengan Konvensi
ini18. Zona Ekonomi Eksklusif tidak melebihi 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur.19
Indonesia telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983
tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia , dimana tentang Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia ini merupakan realisasi juridis perluasan wilayah laut ,
terutama yang menyangkut keadaan ekonomi dalam pengeloloahan , pengawasan
dan pelestarianya. Sehingga upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa
dengan cara memanfaatkan sumber daya alam laut dapat dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya20
18
. Pasal 55 , UNCLOS 1982
19
. Pasal 57 , UNCLOS 1982
20
.P. Joko Subagyo , Hukum Laut Indonesia, Rineka Cipta , Jakarta, 2005, hal 63. . Menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia, bahwa Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut teritorial Indonesia yang meliputi
dasar laut , tanah dibawahnya dan air diatasnya dengan batas terluar 200 mil laut
di ukur dari garis pangkal laut teritorial Indonesia. Dimana apabila Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif
maka batas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan negara tersebut ditetapkan
dengan persetujuan antara Republik Indonesia dan negara yang bersangkutan. 21
5. Landas Kontinen
Landas kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah
dibawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak diluar laut
teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratanya hingga pinggiran
luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal
darimana lebar laut teritorial diukur , dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak
mencapai jarak tersebut22
Di Indonesia landas kontinen merupakan suatu aset ekonomi kelautan yang
sangat diperlukan untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia yang didasarkan
kepada suatu fakta geologis bahwa di sepanjang sebagian besar pantai Indonesia ,
tanahnya menurun ke dalam laut, sampai pada akhirnya di suatu tempat, tanah
tersebut jatuh curam di kedalaman laut. Air di atas landas kontinen dapat
dimanfaatkan dengan pemakaian peralatan teknik yang ada untuk eksplorasi dan
eksploitasi minyak dan gas bumi di landas kontinen Indonesia. .
23
21
.Pasal 2 dan 3 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
22
.Pasal 76 ayat (1) , UNCLOS 1982
23
F. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang akan ditempuh dalam memproleh data-data
atau bahan dalam penelitian meliputi :
1. Jenis dan sifat Penelitian
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis melakukan penelitian hukum
normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengacu pada
norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan
pengadilan24
2. Data dan Sumber Data
. Pada penelitian hukum normatif yang dipergunakan adalah merujuk
pada sumber bahan hukum, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma
hukum yang terdapat dalam berbagai perangkat hukum.
Adapun sifat penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis , yaitu
penelitian ini hanya untuk menggambarkan tentang situasi atau keadaan yang
terjadi terhadap suatu permasalahan yang telah dikemukakan dengan membatasi
kerangka studi kepada suatu analisis terhadap Pengaturan tentang illegal fishing
di wilayah perairan yurisdiksi Indonesia.
Data yang digunakan dalam penelitian skripsi adalah diproleh dari :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri dari:
peraturan perundang-undangan yang terkait , seperti : undang-undang
perikanan , undang-undang tentang wilayah negara .
24
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer , seperti : hasil penelitian hukum , karya dari pakar hukum dan
lain sebagainya.
c. Bahan hukum tertier , yaitu bahan-bahan primer dan sekunder seperti Kamus
Bahasa Indonesia dan Ensiklopedia.25
3. Alat Pengumpulan Data
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah studi
kepustakaan , yaitu pengumpulan data dengan cara penelusuran kepustakaan ,
Penelitian kepustakaan ( library research) yang dilakukan dengan cara meneliti
sumber bacaan yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, seperti
artikel-artikel , buku-buku hukum , peraturan perundang-undangan, pendapat para sarjana
dan bahan lainya.
4. Analisis Data
Untuk mengelola data yang di dapat dari suatu dokumen dan penelitian lapangan ,
maka hasil penelitian menggunakan analisis yuridis . Analisis yuridis ini pada
dasarnya merupakan penerapan tentang teori-teori tersebut dapat ditarik kepada
suatu hal yang dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan dalam skripsi ini.
Data yang dianalisis memakai metode deduktif dan induktif.
25
G. Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan ini terdiri dari 5 Bab masing-masing bab terdiri dari :
Bab I membahas tentang latar belakang , rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, keaslian penulisan , tinjauan kepustakaan , metode penelitian
dan sistematika penulisan.
Bab II membahas tentang yurisdiksi negara pantai di atas wilayah laut
berdasarkan ketentuan hukum laut internasional , terdiri dari : sejarah hukum laut,
pengertian yurisdiksi negara pantai .
Bab III membahas tentang yurisdiksi negara Indonesia atas pencurian ikan
(illegal fishing) oleh nelayan asing di wilayah laut Indonesia , terdiri dari
pengertian pencurian ikan (illegal fishing), rezim laut menurut UNCLOS 1982 .
Bab IV membahas tentang upaya Indonesia dalam menangani masalah
pencurian ikan (illegal fishing) di wilayah laut Indonesia yang terdiri dari dampak
kegiatan IUU fishing bagi Indonesia serta prosedur penangkapan kapal asing
yang mencuri ikan di wilayah laut Indonesia menurut hukum nasional dan
internasional.
Bab V membahas tentang penutup dari penelitian ini yang terdiri dari