BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi
Prevalensi adalah bagian dari studi epidemiologi yang membawa maksud jumlah orang dalam populasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi tertentu pada suatu waktu dihubungkan dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal. Prevalensi sepadan dengan insidensi dan tanpa insidensi penyakit maka tidak akan ada prevalensi penyakit. Insidensi merupakan jumlah kasus baru suatu pe nyakit yang muncul dalam satu period waktu dibandingkan dengan unit populasi tertentu dalam periode tertentu.Insidensi memberitahukan tentang kejadian kasus baru.Prevalensi memberitahukan tentang derajat penyakit yang berlangsung dalam populasi pada satu titik waktu (Timmereck, 2001).Dalam hal ini prevalensi setara dengan insidensi dikalikan dengan rata -rata durasi kasus (Lilienfeld dan Lilienfeld, 2001 dalam Timmereck, 2001).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi. Faktor -faktor tersebut adalah:
a) Kasus baru yang dijumpai pada populasi sehingga angka insidensi meningkat.
b) Durasi penyakit.
c) Intervensi dan perlakuan yang mempunyai efek pada prevalensi. d) Jumlah populasi yang sehat.
2.2 Anak 2.2.1 Definisi
Menurut Badan Pusat Statistik, komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur terdiri dari penduduk berusia muda (0 hingga 14 tahun), usia produktif (15 hingga 64 tahun) dan usia tua (≥65tahun).
Masa perkembangan anak dibagi oleh banyak ahli dalam beberapa periode dengan tujuan untuk mendapatkan wawasan yang jelas tentang definisi dan perkembangan anak. Hal ini disebabkan karena pada saat -saat perkembangan tertentu anak -anak secara umum memperlihatkan ciri -ciri dan tingkah laku karakteristik yang hampir sama.
2.3 Epilepsi 2.3.1 Definisi
Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan manifestasi gangguan fungsi otak engan berbagai etiologi namun dengan gejala tunggal yang khas, yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron -neuron secara tiba-tiba dan berlebihan. Gambaran klinik suatu serangan epilepsi tergantung pada aerah otak yang menjadi pusat lepas muatan listrik neuron -neuron dan pada jalur jalur penjalaran lepas muatan tersebut (Gofir dan Wibowo,2006).
Kata epilepsi berasal dari kata Yunani “epilambanein”yang kurang lebih berarti “sesuatu yang menimpa seseorang dari luar hingga ia jatuh”. Kata tersebut
mencerminkan bahwa serangan epilepsi bukan akibat suatu penyakit, akan tetapi disebabkan oleh sesuatu di luar badan si penderita yakni kutukan oleh roh jahat atau setan yang menimpa penderita. (Mutiawati, 2008).
Dewasa ini epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan atau terhentinya fungsi otak secara periodik yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan muatan listrik secara berlebihan dan tidak teratur oleh sel -sel otak dengan tiba -tiba, sehingga penerimaan dan pengiriman impuls antara bagian otak dan dari otak ke bagian lain tubuh terganggu (Mutiawati, 2008).
2.3.2 Etiologi
Epilepsi ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu antaranya adalah : (Djoenadi & Benyamin, 2000)
Idiopatik
Faktor herediter, ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis, angiomatosisensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
Faktor genetik : pada kejang demam dan breath holding spells.
Kelainan kongenital otak : atropi, porensefali, agenesis korpus kalosum. Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia.
Infeksi : radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya,toxoplasmosis.
Trauma : kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural. Neoplasma otak dan selaputnya.
Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen. Keracunan : timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin.
Lain-lain : penyakit darah,gangguan keseimbangan hormone, degenerasi.
2.3.3 Faktor Pencetus
Selain itu, terdapat banyak faktor -faktor pencetus yang boleh menyebabka n seseorang anak itu terkena serangan sindroma epilepsi. Faktor -faktor pencetusnya dapat berupa (Djoenaidi & Benyamin, 2000) :
Kurang tidur. Stress emosional. Infeksi.
Pengaruh obat-obatan. Alkohol.
2.3.4 Tipe
Klasifikasi dan sindrom epilepsi pada anak :Klasifikasi menurut International League Against Epilepsy(ILAE)1989 untuk sindroma epilepsi :
1. Berkaitan dengan letak fokus i. Idiopatik (primer)
Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal
Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital Primary reading epilepsi
ii. Simptomatik (sekunder) Lobus temporalis Lobus frontalis Lobus parietalis Lobus oksipitalis
Kronik progresif parsialis kontinu iii. Kriptogenik
2. Umum
i. Idiopatik (primer)
Kejang neonatus familial benigna Kejang neonatus benigna
Kejang epilepsi mioklonik pada bayi dan remaja Bisa terjadi pada pasien normal, jenis ini biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur dengan ciri khas pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba.
Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga / dengan serangan acak. Merupakan bentuk paling banyak terjadi, gejala serangan ini adalah pasien pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah -engah, keluar air liur. Dapat terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit lidah pada pasien ini. Serangan ini terjadi beberapa menit, kemudian diikuti rasa lemah, kebingungan dan sakit kepala.
ii. Kriptogenik atau simtomatik Sindroma West.
Sindroma Lennox Gastaut. Epilepsi mioklonik astatic. Epilepsi absans miokionik. iii. Simtomatik.
Etiologi non spesifik. Etiologi / sindrom spesifik.
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum. i. Serangan umum dan foka l.
Serangan neonatal.
Epilepsi miokionik berat pada bayi. Sindroma Taissinare.
Sindroma Landau Kleffner.
ii. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum. 4. Epilepsi berkaitan dengan situasi.
i. Kejang demam.
ii. Berkaitan dengan alkohol. iii. Berkaitan dengan obat-obatan. iv. Eklamsi.
lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron -neuron akibat habisnya zat -zat yang penting untuk fungsi otak. (PERDOSSSI, 2007).
2.3.6 Diagnosis
2.3.6.1 Anamnesa / Aloanamnesa
Anamnesis harus dilakukan secara cerma t, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita.Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang san gat berarti dan merupakan kunci diagnosis.Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat -obatan tertentu. Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi: (Chadwick,1996)
Pola / bentuk serangan Lama serangan
Gejala sebelum, selama dan paska serangan Frekwensi serangan
Faktor pencetus
Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
2.3.6.2 Pemeriksaan fisik Pada bayi
Pada anak
Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan seperti biasa.Pada kulit dicari adanya tanda neurofibromatosis berupa bercak -bercak coklat, bercak-bercak putih, dan adenoma seboseum pada muka pada skleosis tuberose.Hemangioma pada muka dapat menjadi tanda adanya penyakit Sturge-Weber.Pada toksoplasmosis, fundus okuli mungkin menunjukkan tanda-tanda korio renitis. Mencari kelainan bawaan, asimetri pada kepala, muka, tubuh, ekstremitas(Djoenaidi,Benyamin 2000)
2.3.6.3 Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium, bilirubin, ureum dalam darah. Yang sering menambahkan terjadinya kejang ialah keadaan hipoglikemia, hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hipernatremia, hiperbilirubinemia, uremia. Penting pula diperiksa pH dar ah karena alkalosis mungkin pula disertai kejang. Pemeriksaan cairan otak dapat mengungkapkan adanya radang pada otak atau selaputnya, toksoplasmosis susunan saraf sentral, leukemia yang menyerang otak, metastasis tumor ganas, adanya perdarahan otak atau perdarahan subaraknoid (Djoenaidi,Benyamin 2000).
2.3.6.4 Pemeriksaan radiologis
2.3.7 Pencegahan
Hingga saat ini tidak ada cara untuk mencegah epilepsi karena kebanyakkan kasus terjadi tanpa diketahui penyebabnya (Djoenaidi &Benyamin, 2000).
2.3.8 Prognosis