Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Curriculum Vitae
DATA PRIBADI
1. Nama : Muhammad Nasir Nasution
2. NIM : 120100341
3. Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 11 April1995
4. Agama : Islam
5. Alamat : Komplek menteng indah blok c2
no.1
6. Nombor Telepon : 085359065901
7. Email : m_nasir1116@yahoo.co.id
8. Jenis Kelamin : laki-laki
9. Warga Negara : Indonesia
RIWAYAT PENDIDIKAN 1. SD AL-AZHAR MEDAN
2. SMP AKSELERASI AL-AZHAR MEDAN 3. SMA SUTOMO 1 MEDAN
Lampiran 6
JenisKelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Benigna 14 33.3 33.3 33.3
maligna 28 66.7 66.7 100.0
Telingaberair
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid YA 42 100.0 100.0 100.0
Tinnitus
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
YA 15 35.7 35.7 35.7
TIDAK 27 64.3 64.3 100.0
StatusEkonomi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
DAFTAR PUSTAKA
Agur, Anne & Moore, Keith 2007, Essential Clinic Anatomy, 3rd ed., Lippincott William & Wilkins, pp. 568-573
Berman S. Otitis media in developing countries.Pediatrics, viewed 17 May 2015. Available URL:
Boesoirie, TS, Lasminingrum, L 2007, Perjalanan klinis dan penatalaksanaan otitis media supuratif, viewed 17 Ma
C O’Reilly, R, Levi, J 2013, Chronic Suppurative Otitis Media (CSOM): Pathogenesis, Clinical Manifestation, dan Diagnosis (Ed), viewed 28 May 2015,
Djaafar, ZA, Helmi, Restuti, RD 2007, ‘ Kelainan Telinga Tengah ‘, Dalam Soepardi EA, Iskandar, N, Bashiruddin, J, Restuti, D (Ed) Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga, Hidung Tenggorokan, Kepala & Leher, Edisi Keenam, Balai penerbit FK-UI,Jakarta.
Helmi, Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi, EA, Iskandar, N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorokan kepala & leher. 5 Edn, Jakarta: FKUI, 2001.
Loy, AHC, Tan, AL, Lu, PKS 2002, Microbiology of chronis suppurativeotitis media in Singapore. Singapore Med.
Miura, MS, Krumennauer, RC, Neto, JL 2005, Intracranial complication of chronic suppurative otitis media in children, Braz J Otorhinolarygol.
Menner, A 2003, A Pocket Guide to the Ear, Thieme, pp. 17
Netter, FH 2011, Atlas of Human Anatomy 5th ed., Saunders, pp.93.
Paulsen, F & Waschke, J 2010, Sobotta, Atlas Anatomi Manusia, Ed. 23, Jilid 3, Jakarta: EGC, pp. 140-146
Soepardi, EA, Nurbaiti, Jenny, Restuti, DR 2007, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala & Leher, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi 6,Jakarta, pg. 69-74.
Soetirto, I, Hendarmin, H, Beshiruddin, J 2011, ‘Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga’, Dalam Soepardi, EA, Iskandar, N, Bashiruddin, J, Restuti, D (Ed) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala & Leher, Edisi Keenam, Balai Penerbit FK-UI,Jakarta.
Soetjipto, D 2007, Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK). Viewed 20 May
World Health Organization 2004, Chronic Suppurative Otitis Media, Burden Illness and Management Options, Child and Adolescent Health and Development, Prevention of Blindness and Deafness, Geneva, Switzerland,
viewed 16 May
BAB 3
KERANGKA KONSEP dan DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
OMSK Anak-anak Umur 0-18 Tahun
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
3.2. Definisi Operasional
1. Otitis Media Supuratif Kronis adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorrhea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus maupun hilang timbul. Sekret mungkin encer maupun kental, bening atau berupa nanah (Djaafar, 2007).
2. Jenis Kelamin.
3. Umur (anak usia 0 – 18 tahun).
BAB 4
MATODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan desain cross-sectional (studi potong lintang), dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi OMSK pada anak yang terdapat di RSUP HAM periode tahun 2012 –
2014.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medis RSUP HAM. Adapun
pertimbangan lokasi ini karena RSUP HAM merupakan rumah sakit
pendidikan tipe A yang memiliki pencatatan (medical record) yang baik, dan merupakan rumah sakit puesat rujukan untuk wilayah Sumatera Utara,
NAD, Riau, dan Kepulauan Riau.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga bulan Desember tahun
2015. Pemilihan waktu penelitian mempertimbangkan waktu, dana, dan
Tabel 4.2. Jadwal Kegiatan
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Semua pasien anak umur 0 – 18 tahun yang menderita OMSK periode 2012 – 2014.
4.3.2. Sampel
Besar sampel ditentukan dengan teknik pengambilan sampel total sampling dimana sampelnya adalah seluruh pasien anak 0 – 18 tahun yang didiagnosa menderita OMSK yang berobat di RSUP HAM tahun 2012-2014.
a. Kriteria inklusi
Semua pasien anak 0 – 18 tahun yang dating ke RSUP H. Adam Malik
dengan data rekam medik yang berisi keterangan umur, jenis kelamin,
keluhan utama, tipe OMSK pada tahun 2012 sampai tahun 2014.
Alur
Kegiatan
Penelitian
Bulan
April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Teknik Pengumpulan data
b. Kriteria Eksklusi
1) Data rekam medis tidak lengkap.
2) Pasien berusia diatas 18 tahun.
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data 4.4.1. Pengolahan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil data sekunder
penderita OMSK dari kartu status bagian rekam medis. Data rekam medis tersebut
diambil di RSUP HAM periode tahun 2012 sampai 2014.
4.4.2. Analisa Data
Seluruh data yang diperoleh dianalisa dan diolah menggunakan komputer.
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diperoleh dari rekam medis unit rekam medis RSUP
Haji Adam Malik Medan.
5.1.1. Deskriptif Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
yang beralamat di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani,
Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.
Sesuai dengan Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990, Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A.
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991
tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai
rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan wilayah pembangunan A yang meliputi
Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. Penelitian ini
dilakukan di instalasi rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah penderita
OMSK pada anak 0 – 18 tahun sebesar 42 sampel yang telah memenuhi criteria
inklusi dan eksklusi. Semua data sampel diambil dari data sekunder yaitu rekam
medis pasien OMSK yang berobat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Tabel 5.1. Distribusi Sampel Jenis Kelamin
JenisKelamin n %
Laki-Laki 24 57.1
Perempuan 18 42.9
Total 42 100
Keterangan: n= Frekuensi; % = Persentase
Dari tabel 5.1. dapat dilihat sampel yang berjenis kelamin laki-laki adalah
24 (57.1%) dan sampel yang berjenis kelamin perempuan adalah 18 sampel
(42.9%).
Tabel 5.2. Distribusi Sampel Kelompok Usia
Kelompok Usia n %
Keterangan: Kelompok usia dalam satuan tahun, n= frekuensi; % = persentasi
Dapat diketahui dari tabel 5.2. sampel terbanyak dari kelompok umur 11 –
15 tahun sebanyak 17 orang(40.5%) dan paling sedikit dari kelompok usia 0 – 5
tahun sebanyak 1 orang(2.4%).
Tabel 5.3. Distribusi sampel Status Pendidikan
Pendidikan n %
SD 10 23.8
SMP 16 38.1
SMA 16 38.1
Total 42 100
Keterangan: n= frekuensi; % = persentasi
Dapat diketahui dari tabel 5.3. sampel terbanyak dari status pendidikan
SMP dan SMA sebanyak 16 orang (38.1%) dan paling sedikit dari kelompok
Tabel 5.4 Distribusi Sampel Tipe OMSK
Tipe OMSK n %
Benigna 14 33.3
Maligna 28 66.7
Total 42 100
Keterangan: n= frekuensi; % = persentasi
Dapat diketahui dari tabel 5.4. sampel terbanyak dari tipe OMSK maligna
sebanyak 28 orang (66.7%) dan paling sedikit dari kelompok Benigna sebanyak
14 orang (33.3%).
Tabel 5.5 Distribusi Sampel Telinga Berair
Telinga Berair n %
Ya 42 100
Tidak 0 0
Total 42 100
Keterangan: n= frekuensi; % = persentasi
Dapat diketahui dari tabel 5.5. bahwa semua atau sebanyak 42
orang(100%) penderita OMSK mengalami telinga berair.
Tabel 5.6. Distribusi Sampel Tinnitus
Tinnitus n %
Ya 11 26.2
Tidak 31 73.8
Total 42 100
Keterangan: n= frekuensi; % = persentasi
Dapat diketahui dari tabel 5.6. bahwa sebanyak 11 orang(26.2%)
mengalami tinnitus(telinga berdengung) dan sebanyak 31 orang(73.8%) tidak
Tabel 5.7. Distribusi Sampel Vertigo
Tinnitus n %
Ya 3 7.1
Tidak 39 92.9
Total 42 100
Keterangan: n= frekuensi; % = persentasi
Dapat diketahui dari tabel 5.7. bahwa sebanyak 3 orang(7.3%) mengalami
vertigo(rasa hilang keseimbangan) dan sebanyak 38 orang(92.7%) tidak
mengalami vertigo.
Tabel 5.8. Distribusi Sampel Nyeri Telinga
Nyeri Telinga n %
Ya 15 35.7
Tidak 27 64.3
Total 42 100
Keterangan: n= frekuensi; % = persentasi
Dapat diketahui dari tabel 5.8. bahwa sebanyak 15 orang(35.7%)
mengalami nyeri telinga dan sebanyak 27 orang(64.3%) tidak mengalami nyeri
Tabel 5.9. Distribusi Sampel Treatment
Treatment n %
Timpanomastoidektomi 35 83.3
Insisi Abses
Keterangan: n= frekuensi; % = persentasi
Dapat diketahui dari tabel 5.9. sampel terbanyak pada pasien yg
mengalami timpanomastoidektomi sebanyak 35 orang (83.3%) dan paling sedikit
dari kelompok yang mengalami insisi abses retroaurikular dan observasi
sebanyak 1 orang (2.4%).
Tabel 5.10. Distribusi Status Penderita
Pembayaran n %
Umum 6 14.3
Asuransi Negeri 30 71.4
SKTM 6 14.3
Total 42 100
Keterangan: n= frekuensi; % = persentasi
Dapat diketahui dari tabel 5.10. sampel terbanyak dari kelompok
5.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi pasien Otitis Media
Supuratif Kronis pada anak di RSUP Haji Adam Malik dari tanggal 1 Januari
2012 ke 31 Desember 2014. Data penelitian ini diambil dari data sekunder, yaitu
rekam medis pasien. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling.
Berdasarkan (Tabel 5.1) pada penelitian ini jumlah penderita Otitis Media
Supuratif Kronis pada Anak yang termasuk kriteria inklusi dan eksklusi di RSUP
Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 – 2014 sebanyak 42 penderita. Jenis
kelamin yang terbanyak adalah laki-laki (57.1%) dan perempuan sebanyak
(42.9%). Hal ini sesuai dengan lasisi et al(2007) terhadap 189 anak-anak berusia hingga 14 tahun dengan OMSK mendapat laki-laki sebanyak 60%. Menurut
Farida et al (2006), dengan hasil penelitian yang dilakukan di RS Sardjito Yogyakarta selama 2 tahun, jenis kelamin yang terbanyak menderita OMSK
adalah laki-laki sebesar (62.1%).
Berdasarkan (Tabel 5.2) penderita OMSK pada Anak yang paling banyak
di temukan pada kelompok usia 11 – 15 tahun(40.5%). Menurut balqhis (2010)
penderita OMSK pada anak terbanyak pada kelompok umur 0-5 tahun yaitu
(46%) dan diikuti 11-14 tahun sebanyak (34%). Tingginya insidensi OMSK pada
dewasa muda disebabkan oleh anatomi tuba eustachius yang relatif pendek dan
lurus, status ekonomi yang rendah, hygiene dan perilaku sehat yang kurang baik, status imun yang rendah, tinggal di pemukiman yang padat, dan terpaparnya
anak-anak oleh asap (Smith-Vaughan Heidi et al 2009).
Berdasarkan (Tabel 5.3) terlihat bahwa penderita OMSK pada Anak paling
tinggi pada SMP dan SMA (76.2%). Menurut Ramalingan KK, (1993), tingkat
pendidikan penderita otitis media supuratif kronik terbanyak adalah tamat SLTP
sebanyak (69.2%) dari hasil penelitian yang dilakukan di RS Sardjito Yogyakarta.
Selain itu, kebanyakan penderita OMSK mempunyai tingkat pendidikan yang
rendah dan sudah terbukti dalam banyak penelitian (Muliaris 2002).
Berdasarkan (Tabel 5.4) didapati bahwa tipe penyakit yang lebih banyak
(66.7%) sedangkan tipe benigna sebanyak (33.3%). Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan di RS Dr. Soetomo Surabaya selama 2 tahun, dimana
tipe penyakit yang lebih banyak diderita oleh penderita OMSK adalah tipe
maligna sebanyak 71.6% (Suharthina 2002). Hal ini tidak sesuai dengan Wijaya
(2012) di mana rendahnya tingkat kejadian OMSK dengan tipe maligna
disebabkan oleh tingginya tingkat kesadaran pasien OMSK dengan tipe benigna
untuk mencari pengobatan awal, sehingga mengurangi angka terjadinya
komplikasi.
Besdasarkan (Tabel 5.5, Tabel 5.6, Tabel 5.7 dan Tabel 5.8) dapat dilihat
bahwa gejala klinis yang terbanyak yaitu telinga berair. Menurut Riska dan Rony
(2010) juga didapatkan keluhan telinga berair (98.3%). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nora Balqhis (2011) didapati keluhan telinga
berair sebanyak (70.9%). Gejala klinis penderita OMSK berbeda-beda dan
mengalami lebih dari satu gejala klinis yaitu telinga berair, nyeri telinga,
gangguan pendengaran, vertigo dan tinnitus (Nursiah 2003).
Berdasarkan treatment yang dilakukan pada pasien yang terbanyak adalah
Timpanomastoidektomi yaitu sebanyak (83.3%). Prinsip terapi untuk OMSK tipe
bahaya (maligna) adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi apabila terdapat
OMSK bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi
dengan atau tanpa timpanoplasti dan tetap diberikan terapi konservatif dengan
medikamentosasebelum dilakukan pembedahan (Djaafar et al 2007).
Berdasarkan Status Penderita penderita OMSK didapati yang terbanyak
menggunakan Asuransi Negeri (71.4%). Hal tersebut sesuai dengan status
ekonomi yang rendah pada pasien tersebut. OMSK merupakan penyakit infeksi
yang secara umum berhubungan dengan status sosio-ekonomi rendah yang juga
berkaitan erat dengan kondisi malnutrisi, kepadatan tempat tinggal, tingkat
kesehatan dibawah standar, infeksi saluran nafas atas berulang dan kurangnya
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian Prevalensi Otitis Media Supuratif Kronis
pada Anak di RSUP Haji Adam Malik Medan periode 2012-2014 diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Jumlah penderita Otitis Media Supuratif Kronis pada anak di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode 2012-2014 sebanyak 42
orang.
2. Jika penderita Otitis Media Supuratif Kronis pada Anak di RSUP Haji
Adam Malik dikelompokkan menurut usia, didapati bahwa kelompok usia
terbanyak adalah pada usia 11-15 tahun sebanyak 40.5%.
3. Berdasarkan tipe penyakit yang diderita oleh penderita otitis media
supuratif kronis yang paling banyak diderita oleh pasien adalah tipe
6.2. Saran
Saran yang dapat disampaikan oleh Penulis dalam Karya Ilmiah ini adalah:
1. Diharapkan kepada masyarakat umum jika mengalami adanya telinga
berair(ottorhea) untuk segera memeriksakan diri untuk mengetahui
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Anatomi Telinga Tengah
1. Membran timpani
2. kavum timpani
3. prossesus mastoideus
4. tuba eustachius
Gambar 2.1 Anatomi Telinga Tengah
Gambar ini dikutip dari Netter tahun 2007.
2.1.1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membrana ini panjang vertikal
rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya
Letak membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan
tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut
450 dari dataran sagital dan horizontal. Membrana timpani merupakan kerucut,
dimana bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak ini
dinamakan umbo (Moore, Keith 2007).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :
1. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum ( lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum
dan mukosum.
Lamina propria yang terdiri dari dua lapisan anyaman penyabung elastis
yaitu:
1. Bagian dalam sirkuler.
2. Bagian luar radier.
Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :
1. Pars tensa
Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang
tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus
pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal (Paulsen,
Waschke 2010).
2. Pars flasida
Letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa dan pars
flasida dibatasi oleh 2 lipatan, yaitu :
a. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).
b. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang
dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat
sulkus ini dan bagian ini disebut insisura timpanika ( Rivini). Permukaan
luar dari membrana timpani disarafi oleh cabang n. aurikulo temporalis
timpani cabang dari nervus glosofaringeal. Aliran darah membrana
timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-pembuluh
epidermal berasal dari aurikula yang dalam cabang dari arteri maksilaris
interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh timpani anterior
cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari
arteri aurikula posterior (Menner 2003).
2.1.2 Kavum Timpani
Kavum timpani berbentuk bikonkaf dan berada didalam pars pertosa dari
tulang temporal. Memiliki diameter vertikal 15 mm dan transversal 2-6 mm.
Kavum timpani memiliki 6 dinding, yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral,
dinding medial, dinding anterior dan dinding posterior (Berman 2006).
1. Atap Kavum Timpani
Dibentuk oleh lempengan tulang yang disebut tegmen timpani,
memisahkan telinga tengah dari fosa cranial dan lobus temporalis dari
otak. Bagian ini juga dibentuk oleh pars pertosa tulang temporal dan
sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura petroskuama (Berman 2006).
2. Lantai Kavum Timpani
Dipisahkan oleh tulang tipis antara lantai kavum timpani dan bulbus
jugularis (Moore, Agur 2007).
3. Dinding Medial
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini
juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam (Moore, Agur 2007).
2.1.3 Prossesus Mastoideus
Rongga mastoideus memiliki bentuk seperti bersisi tiga dengan puncak
mengarah ke kaudal. Batas atap mastoid adalah fossa kranii media dan batas
dinding medial adalah dinding lateral fossa kranii posterior. Sinus sigmoid
Pneumatisasi prossesus mastoideus ini dapat dibagi atas :
1. Prossesus mastoideus kompakta (sklerotik), dimana tidak ditemukan
sel-sel.
2. Prossesus mastoideus spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.
3. Prossesus mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, yang memiliki
sel-sel yang besar (Loy, Tan & Lu 2002).
2.1.4 Tuba Eustachius
Berbentuk seperti huruf “S” dan disebut juga tuba auditory atau tuba
faringotimpani. Pada dewasa, panjang tuba sekitar 36 mm ke bawah, depan dan
medial dari telinga tengah, sedangkan pada anak dibawah 9 bulan hanya 17,5 mm
(Djaafar, Helmi & Restuti 2007).
Tuba Eustachius terdiri dari 2 bagian :
1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian)
(Djaafar, Helmi & Restuti 2007).
2.2 Fisiologi Pendengaran
Proses pendengaran diawali dari ditangkapnya gelombang bunyi oleh daun
telinga dan dialirkan ke membrane timpani melalui liang telinga, yang membuat
membrane timpani bergetar. Getaran ini diteruskan oleh tulang-tulang
pendengaran yang saling berhubungan. Kemudian menggerakkan foramen ovale
yang juga menggerakan perilimfe yang berada di dalam skala vestibuli. Getaran
ini diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga menimbulkan gerak relative antara membrane basilaris dan membrane tektoria
(Ganong 2007).
Rangsangan fisik tersebut berubah karena adanya ion Kalium dan Natrium
menjadi aliran listrik yang dihantarkan ke cabang-cabang nervus VII, yang
meneruskan rangsangan tersebut ke pusat sensorik pendengaran di otak (area 39 –
40) melalui saraf pusat yang berada di lobus temporalis (Soetirio, Hendarmin &
2.3 Otitis Media Supuratif Kronis 2.3.1. Definisi
Otitis Media Supuratif Kronis adalah radang kronis telinga tengah dengan
perforasi membrane timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea)
lebih dari 2 bulan, baik terus menerus maupun hilang timbul. Sekret mungkin
encer atau kental, bening atau berupa nanah (Djaafar, Helmi & Restuti 2007).
Gejala-gejala yang dialami penderita otitis media supuratif kronis ini
diantaranya adalah ottorhea purulen atau mukoid, gangguan pendengaran, otalgia,
tinnitus, vertigo dan rasa penuh di telinga. OMSK dapat menimbulkan gangguan
pendengaran terutama pada anak-anak. Karena dapat mengganggu proses
pendengaran, perkembangan bahasa, psikososial dan perkembangan kognitif,
kemajuan penidikan serta menimbulkan pengaruh jangka panjang pada
komunikasi anak (Djaafar, Helmi & Restuti 2007).
2.3.2. Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :
1. Tipe benigna (tipe jinak)
Disebut juga tipe rhinogen/tipe tubotimpani yang ditandai oleh adanya
perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinis yang bervariasi dari luas
dan tingkat keparahan penyakit tersebut. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi keadaan tersebut adalah patensi tuba eustachius, infeksi
saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada
pasien yang memiliki daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu luas
dan derajat mukosa, campuran bakteri aerob dan anaerob, serta migrasi
sekunder dari epitel skuamous. Keluarnya secret mukoid yang kronis
berhubungan dengan hyperplasia sel goblet, metaplasia dari mukosa
telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek (Nursiah
Secara klinis,OMSK tipe benigna dapat dibagi atas:
a. OMSK tipe aktif
OMSK dengan keluarnya secret dari kavum timpani secara aktif.
b. OMSK tipe tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan
mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang diterima berupa tuli
konduktif ringan dengan gejala lain seperti tinnitus,vertigo dan rasa
penuh di telinga (Soetirto, Hendarmin & Bashruddin 2011).
2. Tipe maligna (tipe ganas)
Disebut juga tipe atikoantral dan dijumpai adanya kolesteatom. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flaksida dan memiliki cirri khas
dengan terbentuknya kantong retraksi yang terjadi akibat bertumpuknya
keratin menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf,
konsistensi seperti mentega, berwarnaputih, terdiri atas lapisan sel epitel
bertatah yang telah nekrotik (Djaafar 2007).
Bentuk perforasi maligna antara lain:
a. Perforasi Sentral
Lokasi pada pars tensa, sedangkan diseluruh tepi perforasi masih ada
sisa membran timpani (Soepardi, Iskandar, Bashiruddin & Restuti
2007).
b. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggiran membrane timpani dengan adanya erosi dari
annulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar
digambarkansebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir
postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
c. Perforasi atik
Terjadipada pars flaksida, berhubungan dengan terbentuknya primary acquired cholesteatoma. Primary acquired cholesteatoma adalah kolesteatoma yang terbentuk tanpa adanya perforasi membrane
timpani. Kolesteatoma terbentuk dari proses invaginasi membrane
adanya gangguan tuba (teori invaginasi). Secondary acquired cholesteatoma terbentuk setelah terjadi perforasi pada membrane timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya kulit dari liang telinga
ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia pada
mukosa kavum timpani akibat terjadinya infeksi pada daerah tersebut
(Djaafar 2007).
2.3.3. Epidemiologi
Prevalensi OMSK pada Negara lain dipengaruhi oleh kondisi sosial,
ekonomi, suku, tingkat kepadatang tempat tinggal, nutrisi dan hygene yang jelek. Kebanyakan prevalensi OMSK kurang memiliki data yang lengkap, terutama pada
pasien anak yang memiliki kolesteatom.
2.3.4. Etiologi
Awal terjadinya OMSK hampir selalu dimulai karena infeksi otitis media
yang berulang pada anak, dan jarang dimulai pada dewasa. Faktor infeksi
biasanya berasal dari nasofaring yang mencapai telinga tengah melalui tuba
eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal menjadi factor predisposisi
bagi anak yang menderita down syndrome dan cleft palate. Faktor host yang berikatan dengan insidensi OMSK yang relative tinggi adalah defisiensi imun
sistemik, seperti pada penderita HIV, dapat terjadi juga pada penderita gangguan
humoral (hipogammaglobulinemia) dapat manifest menjadi sekresi telinga kronis
(Nursiah 2003).
Beberapa faktor yang menyebabkan perforasi membrane timpani, antara
lain :
1. Lingkungan
Faktor lingkungan berhubungan erat dengan sosioekonomi, dan faktor
sosioekonomi sangat berperan erat terhadap insidensi OMSK tersebut.
Baik diet, kepadatan lingkungan, dan tingkat hygene sangat berperan
2. Otitis media sebelumnya
Otitis media kronis sering disebabkan karena otitis media akut yang
sebelumnya sudah pernah diderita pasien, walaupun faktor yang
memnyebabkan hal ini terjadi masih belum diketahui secara pasti (Nursiah
2003).
3. Infeksi Saluran Pernafasan Atas
Infeksi virus pada saluran pernafasan dapat mempengaruhi mukosa telinga
tengah sehingga menurunkan daya tahan tubuh terhadap mikroorganisme
yang merupakan flora normal di telinga tengah, sehingga mempermudah
infeksi terjadi (Nursiah 2003).
4. Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh
edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder
masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah
digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya
menyatakan bahwa tuba tidak mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal (Nursiah 2003).
2.3.5. Gejala Klinis
1. Telinga Berair (otorrhea)
Pada OMSK tipe benigna, reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh
perforasi membran timpani dan infeksi sering kali menyebabkan cairan
yang keluar bersifat mukopus dan tidak berbau busuk. Sekret yang keluar
bisa bersifat hilang timbul dan tidak dijumpai sekret pada penderita
OMSK inaktif. Sedangkan pada penderita OMSK tipe ganas, unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang bahkan hilang karena lapisan
mukosa yang rusak secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan
dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga yang merupakan tanda
2. Gangguan Pendengaran
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga
tengah. OMSK tipe maligna biasanya dapat menyebabkan tuli konduktif.
3. Otalgia (Nyeeri Telinga)
Drainase pus yang terbendung dapat menyebabkan nyeri pada pasien
OMSK. Nyeri yang dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat ada
hambatan pengaliran sekret, ancaman abses otak, atau terpaparnya
duramater otak dan dinding sinus lateralis.
4. Vertigo
Kolesteatom seringkali dapat menyebabkan vertigo. Vertigo dapat terjadi
perubahan tekanan udara yang mendadak atau dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi komplikasi
serebellum juga dapat menyebabkan vertigo (Breman, 2006).
2.3.6. Komplikasi
Pada umumnya penyakit ini tidak memberikan rasa sakit kecuali bila terjadi komplikasi. Komplikasi yang didapatkan oleh penderita OMSK tipe
atikoantral seperti Labirinnitis, meningitis dan abses otak yang dapat
menyebabkan kematian. Kadangkala suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang
virulen pada OMSK tipe tubatimpani pun dapat menyebabkan suatu komplikasi
2.4. Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
OMSK merupakan salah satu penyakit pusat rujukan paling banyak yang
diterima rumah sakit pendidikan di Negara berkembang, contohnya Indonesia.
Prevalensi dari penyakit ini pun cenderung meningkat setiap tahunnya. Prevalensi
OMSK sering terjadi pada usia produktif, sehingga berdampak terhadap
penurunan kualitas hidup. Tingkat ekonomi dan pengetahuan pasien terhadap
penyakit OMSK juga memegang peranan penting dalam keberhasilan pengobatan
OMSK tersebut.
Mayoritas pasien (77,6%) berasal dari status ekonomi rendah. 94% pasien
tidak mengetahui perbedaan OMSK benign dan maligna. 44,7% mengatakan
bahwa OMSK dapat disembuhkan dengan operasi. Hanya 4,7% yang mengetahui
bahwa OMSK dapat menyebar ke otak. 11,9% mengatakan dapat menyebabkan
vertigo. 38,8% memilih berobat sendiri, dan tidak ada satupun yang mengetahui
bahwa OMSK dapat menyebabkan facial nerve palsy sebagai komplikasinya (Res
2014).
Survei prevalensi di seluruh dunia, menunjukkan beban dunia akibat
OMSK melibatkan 65-330 juta penderita dengan telinga berair, 60% diantaranya
(39-200 juta) mengalami gangguan pendengaran yang signifikan. Ini menjadi
masalah penting untuk mengatasi ketulian yang kini menimpa negara
berkembang, diperkirakan 28.000 mengalami kematian dan <2 juta mengalami
kecacatan; 94% terdapat di negara berkembang (WHO 2004).
Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran, Depkes tahun 1993 -1996 prevalensi OMSK adalah 3,1% populasi.
Usia terbanyak penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7 -18 tahun, dan
penyakit telinga tengah terbanyak adalah OMSK (Boesoirie, Lasminingrum
Data poliklinik THT FK USU/ RS.H. Adam Malik Medan, kunjungan
panderita OMSK cukup tinggi yaitu pada bulan januari sampai desember 2008,
sebanyak 208 penderita yang terdiri dari laki-laki 106 orang (50,96%), dan
kelompok umur terbanyak pada usia 11-30 tahun dengan jumlah 86 orang
(41,36%) dan kelompok umur 1-10 tahun sebanyak 40 orang (19,23%) (Aboet
2007).
Otitis media supuratif kronik merupakan suatu infeksi kronis telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari
telinga lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul (Helmi, &
Restuti, 2007). Jenis otitis media supuratif kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu
OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna (Helmi 2001).
Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di RSUP Haji
Adam Malik pada tahun 2012 – 2014.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah : Berapakah prevalensi penderita Otitis Media Supuratif Kronis(OMSK)
pada anak tahun di RSUP H Adam Malik pada tahun 2012 – 2014.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui prevalensi penderita Otitis Media Supuratif Kronis pada Anak
0 – 18 tahun di RSUP H Adam Malik pada tahun 2012 – 2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui jumlah penderita Otitis Media Supuratif Kronis pada anak 0 –
18 tahun yang berobat di RSUP H Adam Malik pada tahun 2012 – 2014.
2. Mengetahui kelompok usia pada penderita Otitis Media Supuratif Kronis
3. Mengetahui prevalensi penderita OMSK tipe maligna dan benigna di RSUP
1.3.3 Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan
mengenai OMSK.
2. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan rujukan pada penelitian
ABSTRAK
LATAR BELAKANG: Otitis media supuratif kronis merupakan suatu infeksi kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Jenis otitis media supuratif kronis terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna.
TUJUAN: Untuk mengetahui prevalensi otitis media supuratif kronis pada anak di RSUP H. Adam Malik Medan periode 2012 – 2014.
METODE: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional bertujuan untuk mengetahui prevalensi penderita otitis media supuratif kronis pada anak di RSUP H. Adam Malik periode 2012-2014.
HASIL: Dari penelitian yang dilakukan, berdasarkan sosiodemografi, prevalensi OMSK pada anak terbanyak pada umur 11-15 tahun sebanyak 17 orang (40.5%), jenis kelamin laki-laki sebanyak 24 orang (57.1%), tipe OMSK maligna sebanyak 28 orang (66.7%).
KESIMPULAN: Diharapkan untuk masa ke depan, pencatatan rekam medis di RSUP Haji Adam Malik Medan dapat dilakukan dengan tulisan yang mudah dibaca. Masyarakat juga diharapkan supaya memperhatikan status kesehatan mereka dan segera memeriksakan diri jika medapat tanda-tanda OMSK pada diri mereka.
ABSTRACT
BACKGROUND: Chronic Suppurative Otitis Media is an infection of middle ear
with a perforated tympanic membrane and a history of secretion of fluid from the ear for more than 2 month, either continuously or intermitten. There are 2 type of Chronic Suppurative Otitis Media, that is benign CSOM and malignant CSOM.
OBJECTIVE: To determine the prevalence of children with Chronic Suppurative
Otitis Media in Adam Malik hospital in the period of 2012 – 2014.
METHODS: This reasearch method is a descriptive with a cross sectional
approach. The goal of this research is to know the prevalence of child that was diagnose with CSOM in H. Adam Malik Hospital Medan in the period of year 2012-2014.
RESULTS: From the reasearch, Based on sosiodemographic, prevalence of
children with CSOM was found on the age group of 11-15 was 17 patients (40.5%), male patient accounts for 24 patients (57.1%), 28 patients (66.7%) were found to be Type malignant CSOM.
CONCLUSION: For the future, H. Adam Malik Hospital Medan medical records
should be written with a readable writing. The community should pay attention on their health status and need to check their condition immediately when symptom of CSOM occurs.
PREVALENSI PENDERITA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK PADA ANAK DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK PERIODE 2012 – 2014
OLEH:
Muhammad Nasir Nasution 120100341
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PREVALENSI PENDERITA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK PADA ANAK DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK PERIODE 2012 – 2014
KARYA TULIS ILMIAH
“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”
OLEH:
MUHAMMAD NASIR NASUTION 120100341
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
LATAR BELAKANG: Otitis media supuratif kronis merupakan suatu infeksi kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Jenis otitis media supuratif kronis terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna.
TUJUAN: Untuk mengetahui prevalensi otitis media supuratif kronis pada anak di RSUP H. Adam Malik Medan periode 2012 – 2014.
METODE: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional bertujuan untuk mengetahui prevalensi penderita otitis media supuratif kronis pada anak di RSUP H. Adam Malik periode 2012-2014.
HASIL: Dari penelitian yang dilakukan, berdasarkan sosiodemografi, prevalensi OMSK pada anak terbanyak pada umur 11-15 tahun sebanyak 17 orang (40.5%), jenis kelamin laki-laki sebanyak 24 orang (57.1%), tipe OMSK maligna sebanyak 28 orang (66.7%).
KESIMPULAN: Diharapkan untuk masa ke depan, pencatatan rekam medis di RSUP Haji Adam Malik Medan dapat dilakukan dengan tulisan yang mudah dibaca. Masyarakat juga diharapkan supaya memperhatikan status kesehatan mereka dan segera memeriksakan diri jika medapat tanda-tanda OMSK pada diri mereka.
ABSTRACT
BACKGROUND: Chronic Suppurative Otitis Media is an infection of middle ear
with a perforated tympanic membrane and a history of secretion of fluid from the ear for more than 2 month, either continuously or intermitten. There are 2 type of Chronic Suppurative Otitis Media, that is benign CSOM and malignant CSOM.
OBJECTIVE: To determine the prevalence of children with Chronic Suppurative
Otitis Media in Adam Malik hospital in the period of 2012 – 2014.
METHODS: This reasearch method is a descriptive with a cross sectional
approach. The goal of this research is to know the prevalence of child that was diagnose with CSOM in H. Adam Malik Hospital Medan in the period of year 2012-2014.
RESULTS: From the reasearch, Based on sosiodemographic, prevalence of
children with CSOM was found on the age group of 11-15 was 17 patients (40.5%), male patient accounts for 24 patients (57.1%), 28 patients (66.7%) were found to be Type malignant CSOM.
CONCLUSION: For the future, H. Adam Malik Hospital Medan medical records
should be written with a readable writing. The community should pay attention on their health status and need to check their condition immediately when symptom of CSOM occurs.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
segala rahmat dan anugrah-Nya penulis dapat menyusun karya tulis ilmiah ini.
Penyusunan karya tulis ilmiah ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan
yang harus dipenuhi dalam memperoleh gelar sarjana kedokteran Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penelitian
yang dilakukan berjudul “Prevalensi Otitis Media Supuratif Kronis pada Anak di
RSUP Haji Adam Malik periode 2012 - 2014”.
Penulis mendapat dukungan dan masukan dari keluarga yang penulis
kasihi. Penulis berterimakasih kepada kedua orang tua penulis, ayahanda, Anwar
Khalik Nasution dan ibunda Dra. Sari Ganti Siregar atas semua perhatian, doa,
dan masukan yang telah diberikan selama penulisan karya tulis ilmiah ini
berlangsung.
Pada kesempatan kali ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai
pihak di dalam proses menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Untuk itu penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada :
1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPd, SpJP(K), selaku ketua komisi etik
penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Sumatera Utara yang
telah memberikan izin penelitian.
3. Bapak Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp. THT-KL (K) selaku Dosen
Pembimbing yang dengan tulus meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran
4. Bapak dr. Armon Rahimi, Sp.PD. KPTI, selaku Dosen Penguji I yang
telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam
penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.
5. Bapak dr. M. Rusda M.Ked(OG), Sp.OG(K), selaku Dosen Penguji II
yang telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam
penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.
6. Ibu dr. Tetty Aman Nasution M.Ked, selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah membimbing selama menempuh pendidikan.
7. Rekan satu tim bimbingan penelitian Audri Yulianti Tiorina Hutagalung
dan Chai Shi Hui yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran, saran,
kritik, dukungan materi dan moril dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah
ini.
8. Rekan-rekan mahasiswa FK USU stambuk 2012 yang telah memberi
saran, kritik, dukungan moril dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ilmiah ini masih
memiliki banyak kekurangan, baik dari segi materi maupun tata cara
penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendarah hati, penulis
mengharapkan kritik dan saran serta koreksi yang membangun demi perbaikan
karya tulis ilmiah ini. Penulis juga mengharapkan semoga karya tulis ilmiah
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak demi perkembangan dan kemajuan
Civitas Akademika.
Medan, 10 Desember 2015
Penulis,
M. Nasir Nasution
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL . 14
3.1. Kerangka Konsep ... 14
3.2. Definisi Operasional... 14
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 15
4.1. Jenis Penelitian ... 15
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 15
4.3. Populasi dan Sampel ... 16
4.3.1. Populasi ... 16
4.3.2. Sampel ... 16
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis data ... 17
4.4.1. Metode Pengolahan ... 17
4.4.2. Analisis data ... 17
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 18
5.1. Hasil Penelitian ... 18
5.1.1. Deskriptif Lokasi Penelitian ... 18
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 18
5.2. Pembahasan ... 23
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 26
6.1 Kesimpulan ... 26
6.2 Saran ... 27
DAFTAR TABEL
5.1. Tabel Distribusi Sampel Jenis Kelamin ... 19
5.2. Tabel Distribusi Sampel Kelompok Usia ... 19
5.3. Tabel Distribusi Sampel StatusPendidikan ... 19
5.4. Tabel Distribusi Sampel Tipe OMSK ... 20
5.5. Tabel Distribusi Sampel Telinga Berair ... 20
5.6. Tabel Distribusi Sampel Tinnitus ... 20
5.7. Tabel Distribusi Sampel Vertigo ... 21
5.8. Tabel Distribusi Sampel Nyeri Telinga ... 21
5.9. Tabel Distribusi Sampel Status Ekonomi ... 21
5.10. Tabel Distribusi Sampel treatment ... 22