• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Kuman Aerob Dan Uji Sensitifitas Pada Penyakit Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) Di RSUP. Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Kuman Aerob Dan Uji Sensitifitas Pada Penyakit Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) Di RSUP. Haji Adam Malik Medan"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh:

dr. Sri Novita. Br. Sembiring

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

tesis ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar Megister dalam bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Saya menyadari penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, baik isi maupun bahasannya. Walaupun demikian, mudah-mudahan tulisan ini dapat menambah perbendaharaan penelitian dengan judul Pola Kuman Aerob dan Uji Sensitifitas pada Penyakit Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) di RSUP. Haji Adam Malik Medan.

Dengan telah selesainya tulisan ini, pada kesempatan ini dengan tulus hati saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL(K) atas kesediaannya sebagai ketua pembimbing penelitian ini, dr. M. Pahala Hanafi Harahap, Sp.THT-KL dan dr. Rina Yunita, SpMK sebagai anggota pembimbing. Di tengah kesibukan beliau, dengan penuh perhatian dan kesabaran, telah banyak memberi bantuan, bimbingan, saran dan pengarahan yang sangat bermanfaat kepada saya dalam menyelesaikan tulisan ini.

Rasa terimakasih yang setinggi-tingginya kepada Fotarisman Zaluchu,

SKM, MSI, MPH sebagai pembimbing ahli yang banyak memberi

bantuan, bimbingan dan masukan dalam bidang metodelogi penelitian dan statistik.

Dengan telah berakhirnya masa pendidikan Magister saya, pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

(3)

Utara Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD(KGEH), atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Yang terhormat Bapak Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah mengizinkan peneliti untuk mengambil data di rumah sakit yang beliau pimpin dan telah memberikan kesempatan pada saya untuk menjalani masa pendidikan di rumah sakit yang beliau pimpin.

Yang terhormat Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran USU Prof. Dr. dr. Abdul Rachman Saragih, Sp.THT-KL(K) dan Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran USU, Dr. dr. Tengku Siti Hajar Haryuna Sp.THT-KL, Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran USU sebelumnya Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL(K) yang telah memberikan izin, kesempatan dan ilmu kepada saya dalam mengikuti Program Megister Kedokteran Klinik sampai selesai.

(4)

Herwanto, M.Ked (ORL-HNS), SpTHT-KL, dr. M. Pahala Hanafi Harahap, SpTHT-KL dan dr. Ferryan Sofyan, M.Kes, SpTHT-KL. Terima kasih atas segala ilmu, keterampilan dan bimbingannya selama ini.

Yang terhormat Kepala Departemen/Staf Mikrobiologi RSUP H. Adam Malik Medan Medan terutama dr. Rina Yunita, SpMK yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan kepada saya dalam melakukan penelitian ini.

Yang tercinta teman-teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran USU, atas bantuan, nasehat, saran maupun kerjasamanya selama masa pendidikan.

Yang mulia dan tercinta Ayahanda (Alm) T. Sembiring Muham dan Ibunda Hj. Nurkinta Saragih, ananda sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya atas kasih sayang yang telah diberikan dan dilimpahkan kepada ananda sejak dalam kandungan, dilahirkan, dibesarkan dan diberi pendidikan yang baik serta diberikan suri tauladan yang baik hingga menjadi landasan yang kokoh dalam menghadapi kehidupan ini.

Yang tercinta Bapak Mertua dan (Alm) Ibu Mertua yang selama ini telah memberikan dorongan dan restu untuk selalu menuntut ilmu setinggi-tingginya.

(5)

Sembiring dan Adinda Aldi Taufik Sembiring, dan juga kakak dan adik ipar , penulis mengucapkan terima kasih atas limpahan kasih sayang dan tak henti-hentinya memberikan dorongan serta doa kepada penulis.

Kepada seluruh kerabat dan handai taulan yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Akhirnya izinkanlah saya mohon maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan dan kekurangan saya selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan, petunjuk yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Pemurah, Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Amin.

Medan, Mei 2014 Penulis

(6)

Latar belakang: otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah penyakit infeksi yang sering ditemukan di negara berkembang yang dapat menyebabkan kerusakan lokal yang serius dan komplikasi yang mengancam jiwa. Pola kuman dan sensitifitas terhadap antibiotik adalah penting dalam pemberian terapi dan mencegah terjadinya resistensi. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang umumnya terlibat dan pola sensitifitas antibiotik pada pasien otitis media supuratif kronis.

Metode: Penelitian bersifat deskriptif yang dilakukan dari bulan September 2013- April 2014 di Departemen THT dan Departemen Mikrobiologi di RSUP. H. Adam Malik Medan. Total sampel sebanyak 31 dari 25 pasien OMSK dengan sekret aktif baik unilateral maupun bilateral yang dilibatkan pada penelitian ini. Sekret yang berasal dari kavum timpani diambil secara steril dengan menggunakan plastik intravenous cateter nomor 18 yang dihubungkan dengan spuit 1cc dan dilakukan dibawah mikroskop dan hasilnya dikirim kebagian mikrobiologi.

Hasil: Dari 31 sampel yang diperoleh Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman terbanyak pada OMSK tipe benigna yaitu 6(30%), sedangkan pada OMSK tipe maligna ditemukan terbanyak Acinetobacter sp yaitu 2(25%). Pada Uji kepekaan bakteri terhadap antibiotika yang memiliki sensitifitas tertinggi adalah meropenem, amikacin, gentamycin, ceftazidime, cefepime dan piperacillin/ tazobactam memiliki sensitifitas yang masih tinggi sedangkan golongan Quinolon memiliki sensitifitas yang rendah.

Kesimpulan: Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman yang paling sering ditemukan pada OMSK.

(7)

Abstract

Background: Chronic suppurative otitis media (CSOM) is a prevailing and notorious infection in developing countries causing serious local damage and threatening complication. Antimicrobial therapy is used to eradication the bacterial agents causing CSOM but most of the microorganisms are acquiring antibiotic resistance. This study was conducted to identity the common microorganisms involved and their antibiotic sensitivity patterns in patients with chronic suppurative otitis media.

Methods: This descriptive study was carried out from September 2013 to April 2014 at the Department of ENT-HNS and Microbiology Department of Haji Adam Malik General Hospital, Medan. A total of 31 sampels from 25 CSOM patients with active aural discharge, either unilateral or bilateral. The exudates from tympanic cavum were collected in sterile conditions via 18 gauge needle covered with a Intravenous plastic cateter connected to a disposable 1 ml syringe under microscope guidance and then referred to Microbiology Department for further microbiologic examination. Result: Of which 31 sampels obtained, Pseudomonas aeruginosa was the most common bacterial agent found in CSOM benign type 6 samples (30%), whereas Acinetobacter sp was the most common bacterial agent found in CSOM malign type

2 samples (25%). Hight sensitivity rates to meropenem, amikacin, gentamycin, ceftazidime, cefepime and piperacillin/ tazobactam. Pseudomonas aeruginosa and Acinetobacter sp. have showed low prevalence of sensitivity to Quinolon.

Conclusion : Pseudomonas aeruginosa was the most common microorganism involved in CSOM.

(8)

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR DIAGRAM ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Otitis Media Supuratif Kronis ... 6

2.1.1 Definisi ... 6

2.1.2 Anatomi Telinga Tengah ... 7

2.1.3 Kekerapan ... 10

2.1.4 Etiologi ... 11

2.1.5 Patogenesis ... 14

2.1.6 Diagnosis ... 14

(9)

2.1.11 Komplikasi ... 19

2.2 Bakteriologi OMSK ... 20

2.3 Uji Sensitifitas ... 23

2.4 Kerangka Konsep ... 25

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ... 26

3.1 Jenis Penelitian ... 26

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

3.3 Populasi,Sampel dan Besar sampel ... 26

3.3.1 Populasi ... 26

3.3.2 Sampel penelitian ... 26

3.3.3 Besar sampel ... 27

3.3.4 Teknik pengambilan sampel ... 27

3.4. Definisi Operasional ... 27

3.5. Alat dan bahan Penelitian ... 28

3.6. Prosedur Kerja Pemeriksaan Sekret ... 29

3.7. Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.8 Pengolahan dan Analisa Data ... 30

3.9 Masalah Etika ... 30

3.10 Kerangka Kerja ... 31

3.11 Jadwal Penelitian ... 32

(10)

6.1 Kesimpulan ... 55

6.2 Saran ... 56

KEPUSTAKAAN ... 57

LAMPIRAN ... 63

(11)

Tabel 4.1. Distribusi penderita OMSK berdasarkan kelompok umur ... 33

Tabel 4.2. Distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis kelamin ... 33

Tabel 4.3. Distribusi penderita OMSK berdasarkan Jenis OMSK ... 34

Tabel 4.4. Distribusi penderita OMSK berdasarkan keluhan utama ... 34

Tabel 4.5. Distribusi penderita OMSK berdasarkan telinga terlibat ... 35

Tabel 4.6. Distribusi penderita OMSK berdasarkan lama keluhan ... 35

Tabel 4.7. Distribusi jenis kuman penderita OMSK ... 36

Tabel 4.8. Distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis kelamin dan tipe OMSK ... 37

Tabel 4.9. Distribusi penderita OMSK berdasarkan lama keluhan dan tipe OMSK ... 38

(12)
(13)
(14)

Lampiran 2. Lembaran Penjelasan Subjek Penelitian ... 66

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) ... 68

Lampiran 4. Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan ... 69

Lampiran 5. Data mentah ... 70

Lampiran 6. SK pembimbing ... 73

(15)

Latar belakang: otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah penyakit infeksi yang sering ditemukan di negara berkembang yang dapat menyebabkan kerusakan lokal yang serius dan komplikasi yang mengancam jiwa. Pola kuman dan sensitifitas terhadap antibiotik adalah penting dalam pemberian terapi dan mencegah terjadinya resistensi. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang umumnya terlibat dan pola sensitifitas antibiotik pada pasien otitis media supuratif kronis.

Metode: Penelitian bersifat deskriptif yang dilakukan dari bulan September 2013- April 2014 di Departemen THT dan Departemen Mikrobiologi di RSUP. H. Adam Malik Medan. Total sampel sebanyak 31 dari 25 pasien OMSK dengan sekret aktif baik unilateral maupun bilateral yang dilibatkan pada penelitian ini. Sekret yang berasal dari kavum timpani diambil secara steril dengan menggunakan plastik intravenous cateter nomor 18 yang dihubungkan dengan spuit 1cc dan dilakukan dibawah mikroskop dan hasilnya dikirim kebagian mikrobiologi.

Hasil: Dari 31 sampel yang diperoleh Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman terbanyak pada OMSK tipe benigna yaitu 6(30%), sedangkan pada OMSK tipe maligna ditemukan terbanyak Acinetobacter sp yaitu 2(25%). Pada Uji kepekaan bakteri terhadap antibiotika yang memiliki sensitifitas tertinggi adalah meropenem, amikacin, gentamycin, ceftazidime, cefepime dan piperacillin/ tazobactam memiliki sensitifitas yang masih tinggi sedangkan golongan Quinolon memiliki sensitifitas yang rendah.

Kesimpulan: Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman yang paling sering ditemukan pada OMSK.

(16)

Abstract

Background: Chronic suppurative otitis media (CSOM) is a prevailing and notorious infection in developing countries causing serious local damage and threatening complication. Antimicrobial therapy is used to eradication the bacterial agents causing CSOM but most of the microorganisms are acquiring antibiotic resistance. This study was conducted to identity the common microorganisms involved and their antibiotic sensitivity patterns in patients with chronic suppurative otitis media.

Methods: This descriptive study was carried out from September 2013 to April 2014 at the Department of ENT-HNS and Microbiology Department of Haji Adam Malik General Hospital, Medan. A total of 31 sampels from 25 CSOM patients with active aural discharge, either unilateral or bilateral. The exudates from tympanic cavum were collected in sterile conditions via 18 gauge needle covered with a Intravenous plastic cateter connected to a disposable 1 ml syringe under microscope guidance and then referred to Microbiology Department for further microbiologic examination. Result: Of which 31 sampels obtained, Pseudomonas aeruginosa was the most common bacterial agent found in CSOM benign type 6 samples (30%), whereas Acinetobacter sp was the most common bacterial agent found in CSOM malign type

2 samples (25%). Hight sensitivity rates to meropenem, amikacin, gentamycin, ceftazidime, cefepime and piperacillin/ tazobactam. Pseudomonas aeruginosa and Acinetobacter sp. have showed low prevalence of sensitivity to Quinolon.

Conclusion : Pseudomonas aeruginosa was the most common microorganism involved in CSOM.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Otitis Media Superatif Kronis (OMSK) merupakan lanjutan dari episode inisial otitis media akut dengan karakteristik adanya sekret persisten dari telinga tengah melalui perforasi membran timpani (WHO. 2004).Menurut Chole & Nason (2009), otitis media kronis terjadi lebih dari tiga bulan dimana pada telinga tengah dijumpai membran timpani cacat permanen. Jika terjadi otore terus menerus disebut sebagai OMSK. Kecacatan membran timpani selain perforasi dari membran timpani termasuk kantong retraksi, atelektasis, trauma membran timpani atau trauma setelah pemasangan pipa timpanostomi (Chole & Nason 2009). OMSK dapat terus dialami selama bertahun-tahun jika tidak diobati menyebabkan gangguan pendengaran yang berat dan kadang-kadang dapat mengancam kehidupan bila terjadi komplikasi seperti meningitis, abses otak atau sinus trombosis. Gangguan pendengaran berdampak serius pada perkembangan bahasa, kognitif, psikososial dan pendidikan anak (Elemraid et al. 2009). Keadaan Ini menjadi masalah penting untuk mengatasi ketulian yang kini menimpa negara berkembang (WHO. 2004).

Prevalensi OMSK di seluruh dunia menunjukkan beban dunia akibat penyakit ini berkisar 65-330 juta penderita, 60% diantaranya (39-200 juta) mengalami gangguan pendengaran yang signifikan (WHO (39-2004).

OMSK adalah penyakit infeksi yang umumnya ditemukan pada negara berkembang dan sedang berkembang. Penyakit ini berpotensi serius menyebabkan komplikasi ekstra dan intrakranial seperti meningitis. Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak dengan sosial ekonomi

rendah. Penyebab mikroorganisme terbanyak OMSK adalah

(18)

tetapi mikroorganisme ini dapat bervariasi sesuai dengan letak geografis (Igbal et al. 2011).

Nora (2011) di Medan mendapatkan jumlah kasus baru OMSK yang berobat di RSUP H. Adam Malik sejak Januari - Desember 2008 sebanyak 208 kasus yang terdiri dari penderita laki-laki 50,96% dan penderita perempuan 49,04%. Berdasarkan distribusi OMSK menurut umur, kelompok umur 11-20 tahun dan 21-30 tahun merupakan kelompok terbanyak menderita OMSK masing-masing 20,68%. Adapun keluhan yang paling sering adalah otore (70,19%). OMSK tubotimpanal (77,40%), atikoantral (22,60%) dimana telinga kanan yang terlibat 38,94%, telinga kiri (29,33%) dan kedua telinga (31,73%). Penatalaksanaan OMSK sebahagian besar dikelola secara medikamentosa (86,54%) sedangkan secara pembedahan mastoidektomi radikal (9,13%), mastoidektomi sederhana (3,85%).

Pada OMSK terapi antimikroba digunakan untuk mengeradikasi bakteri penyebab otitis media supuratif kronis tetapi sebahagian besar mikroorganisme pada OMSK telah mengalami resistensi terhadap antibiotika (Mansoor et al. 2009). Pengobatan dengan menggunakan antibiotika yang tidak memadai dan kebersihan diri yang buruk berhubungan dengan peningkatan OMSK (Singh. 2012).

Kuman predominan pada OMSK dan sensitifitas yang berubah dari waktu ke waktu, sehingga memerlukan pengetahuan yang lebih baik serta penelitian secara kontinyu dan berkala terhadap pola kuman penyebab infeksi OMSK agar pengobatan terhadap penyakit ini dapat lebih baik lagi sebagai pedoman dalam pemberian terapi antibiotika (Igbal et al. 2011).

(19)

Komplikasi pada OMSK sering terjadi sebelum era antibiotika, dimana awalnya dokter memberikan antibiotika tanpa diagnosis penyebab penyakit yang tepat dan penggunaan antibiotika yang tidak rasional menyebabkan munculnya strain bakteri yang resisten sehingga penyakit dapat kembali lagi. Prevalensi dan antibiogram dari organisme telah dilaporkan bervariasi berdasarkan waktu dan wilayah geografis dari tiap benua, mungkin disebabkan penggunaan antibiotika yang tidak sesuai. Oleh karena itu, memperbaharui secara berkala prevalensi dan antibiogram dari mikroorganisme penyebab OMSK akan membantu dalam terapi dan penatalaksanaan pasien (Prakast et al. 2013).

Pola kepekaan antibiotika sangat penting untuk para dokter agar dapat dengan baik merencanakan secara umum pengobatan pasien dengan OMSK (Iqbal et al. 2011). Dengan mengetahui jenis bakteri lebih awal dari semua kasus OMSK maka akan menjamin terapi yang tepat dan akurat. Pemilihan antibiotika dipengaruhi oleh kemanjuran, resistensi,

keamanan, toksisitas dan biaya. Pengetahuan tentang pola

mikroorganisme dan sensitifitas antibiotika sangat penting untuk merumuskan sebuah protokol terapi empiris (Mirza. 2008).

Nursiah di Medan (2000) mendapatkan jenis kuman aerob

terbanyak adalah Staphylococcus. aureus (36,1%) dimana sensitif

terhadap antibiotika golongan ciprofloxacin dan dibekacin, resisten

terhadap ceftriaxone, diikuti dengan Escherichia coli (27,7%) sensitif pada

antibiotika golongan ciprofloxacin dan dibekacin, resisten terhadap

ceftriaxone dan chloramphenicol, Proteus sp (19,4%) sensitif pada golongan ciprofloxacin dan dibekacin, resisten terhadap ceftriaxone, dan Pseudomonas aeruginosa (2,8%) hanya sensitif terhadap ciprofloxacin.

(20)

pasien OMSK khususnya di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Berdasarkan hal-hal tersebut maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pola kuman aerob dan uji sensitifitas pada penderita OMSK di Departemen THT-KL FK USU / RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.2. Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimanakah pola kuman aerob dan uji sensitifitas pada penderita Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Mengetahui gambaran karakteristik pasien serta pola kuman aerob dan uji sensitifitas terhadap antibiotika pada kasus Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3.2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui distribusi penderita OMSK di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin.

b. Untuk mengetahui distribusi penderita OMSK di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan jenis OMSK.

c. Untuk mengetahui distribusi penderita OMSK di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan keluhan utama.

(21)

e. Untuk mengetahui distribusi lama keluhan penderita OMSK di Departemen FK THT-KL USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

f. Untuk mengetahui distribusi jenis kuman penderita OMSK di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan. g. Untuk mengetahui distribusi antibiotika yang sensitif pada uji

sensitifitas kuman penderita OMSK di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4. Manfaat penelitian

Bagi Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan

a. Dapat memberikan informasi serta untuk melengkapi data penderita baru OMSK.

b. Untuk mendapatkan terapi empiris terhadap penderita OMSK di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan

c. Untuk menjadi pemantauan perkembangan pola kuman sehingga meningkatkan kwalitas terapi terhadap penderita OMSK

Bagi peneliti

a. Untuk meningkatkan wawasan peneliti mengenai pola kuman dan sensitifitas antibiotika dalam pengobatan OMSK yang nantinya dapat digunakan ketika terjun ke dunia klinis.

(22)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) 2.1.1. Definisi

Otitis Media merupakan suatu keadaan inflamasi pada mukosa telinga tengah dan rongga mastoid, tanpa melihat pada etiologi atau patogenesis. Ada tidaknya efusi telinga tengah dan lamanya efusi akan membantu dalam mendefinisikan proses inflamasi di telinga tengah . Efusi bisa serous, mukoid, atau purulen, jangka waktunya dibagi atas akut (0-3 minggu), subakut (3-12 minggu), atau kronik (>12 minggu). OMSK yaitu inflamasi kronis yang terjadi pada mukosa telinga tengah dan mastoid dimana membran timpani tidak intak (perforasi ataupun terdapat pipa timpanostomi) serta adanya otore (Kenna & Latz. 2006, Verhoeff et al. 2006).

OMSK dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe benigna atau tipe tubotimpanik karena biasanya didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani, jenis ini melibatkan anteroinferior dari telinga tengah dan berhubungan dengan perforasi sentral dan tipe maligna disebut juga tipe atikoantral karena melibatkan daerah posterosuperior dari telinga tengah dan berhubungan dengan perforasi marginal atau atik (Dhingra. 2010, Helmi. 2005).

Namun ada juga yang membagi OMSK atas OMSK tanpa kolesteatoma dan dengan kolesteatoma (Chole & Nason. 2009).

Perforasi sentral membran timpani tidak bisa di katakan sebagai “safe ears”. Analisis terbaru dari perforasi sentral membran timpani dari pasien otitis media kronis, 38% mengalami pertumbuhan epidermal

dengan mucocutaneus junction terletak di permukaan dalam dari

perforasi (Chole & Nason 2009).

(23)

2.1.2 Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah adalah suatu ruang antara membran timpani dengan badan kapsul dari labirin pada daerah petrosa dari tulang temporal yang mengandung rantai tulang pendengaran.Telinga tengah

terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan

prosessus mastoideus (Gacek. 2009, Dhingra. 2010).

a. Membran timpani

Membran timpani membentuk dinding lateral kavum timpani yang memisahkan telinga luar dan telinga tengah. Memiliki tinggi 9-10 mm, lebar 8-9 mm dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm (Dhingra. 2010).

Secara anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars tensa terletak dibagian bawah, tegang dan lebih luas, dan pars flaksida (membran Shrapnells) di bagian atas dan lebih tipis. Secara histologis membran timpani terdiri dari tiga lapisan, yaitu:

1. Lapisan luar (stratum kutaneum) yaitu: lapisan epitel yang berasal dari liang telinga luar.

2. Lapisan dalam (stratum mukosum) yang berasal dari mukosa telinga tengah.

3. Lapisan tengah (lamina propria / fibrosa) terletak diantara stratum kutaneum dan stratum mukosum. (Dhingra. 2010)

(24)

b. Kavum timpani

Kavum timpani diumpamakan sebuah kotak dengan 6 sisi yaitu bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dan dinding posterior (Dingra. 2010).

Atap kavum timpani dibentuk oleh lempeng tulang tipis yang disebut tegmen timpani. Daerah ini memanjang ke belakang membentuk atap aditus ad antrum. Bagian atap ini memisahkan kavum timpani dari fossa kranii media. Lantai kavum timpani juga merupakan lempeng tulang tipis yang memisahkan kavum timpani dari bulbus jugularis. Kadang-kadang secara kongenital tidak sempurna dan bulbus jugularis bisa menonjol ke telinga tengah dan hanya dipisahkan oleh mukosa. Dinding anterior merupakan lempeng tulang tipis yang memisahkan kavum timpani dengan arteri karotis. Juga terdapat tuba Eustachius di bagian bawah dan kanalis muskulus tensor timpani di bagian atas. Dinding posterior berbatas dengan sel-sel mastoid muncul sebagai penonjolan tulang yang disebut piramid. Dinding medial berbatasan dengan labirin. Tanpak tonjolan Promantorium yang merupakan dasar koklea. Foramen ovale terfiksasi pada kaki stapes. Diatas foramen ovale terdapat kanalis fasialis. Tulang penutupnya kadang secara kongenital mengalami dehisensi dan saraf fasialis lebih terekspos yang membuat lebih terangsang infeksi. Dinding lateral dibentuk terutama oleh membran timpani dan bagian tulang liang telinga (Dhingra. 2010).

(25)

Pada kavum timpani terdapat tiga tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes, dua otot yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius dan juga saraf korda timpani (Dhingra. 2010)

c. Tuba Eustachius

Tuba Eustachius adalah suatu saluran yang menghubungkan

nasofaring dengan telinga tengah, yang bertanggung jawab terhadap proses pneumatisasi pada telinga tengah dan mastoid serta mempertahankan tekanan yang normal antara telinga tengah dan atmosfir. Kestabilannya oleh adanya konstraksi muskulus tensor veli palatini dan muskulus levator veli palatini pada saat mengunyah dan menguap. Tiga perempat medial merupakan tulang rawan yang dikelilingi oleh jaringan lunak, jaringan adiposa, dan epitel saluran nafas (Dhingra. 2010, Gacek 2009).

d. Prosesus mastoid

Mastoid terdiri dari tulang korteks dengan gambarannya seperti sarang lebah. Tergantung pada pengembangan sel udara, mastoid dibagi atas tiga tipe yaitu: Pada tipe selluler (well pneumatised) hampir seluruh proses mastoid terisi oleh pneumatisasi, tipe diploik pneumatisasi kurang berkembang dan pada tipe sklerotik tidak terdapat pneumatisasi sama sekali (Dingra 2010).

(26)

e. Vaskularisasi kavum timpani

Vaskularisasi kavum timpani berasal dari cabang-cabang kecil arteri karotis eksterna. Arteri timpani anterior yang merupakan cabang dari a. maksilaris yang masuk ke telinga tengah melalui fisura petrotimpani. Pada dearah posterior mendapat vaskularisasi dari a. timpani posterior yang merupakan cabang dari a. mastoidea yaitu a. stilomastoidea. Pada daerah superior mendapat vaskularisasi dari cabang a. meningea media, a. petrosa superior, a. timpani superior. Pembuluh vena kavum timpani berjalan bersama-sama dengan pembuluh arteri menuju pleksus pterigoideus dan sinus petrosus superior (Helmi. 2005).

2.1.3. Kekerapan

Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65-330 juta orang dengan telinga berair 60% diantaranya 39-200 juta menderita kurang pendengaran yang signifikan (WHO. 2004)

Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia (Aboet. 2007). Kodrat (2010) melaporkan sebanyak 738 penderita OMSK yang datang berobat di RSUD Labuang Baji Makassar sejak Januari 2005 - Desember 2009. Kodrat (2011) dalam kurun waktu Juli 2006 - Juni 2011 RSUD Labuang Baji Makassar, mendapatkan 818 kasus OMSK, diantaranya 329 kasus (40,22%) OMSK pada anak dimana 10 penderita OMSK anak disertai komplikasi.

Penderita baru OMSK yang berumur ≤ 14 tahun yang datang

(27)

2.1.4. Etiologi

Beberapa faktor penyebab dan yang mempermudah terjadinya OMSK, antara lain:

a. Lingkungan

Sebagaimana telah disebutkan, prevalensi OMSK lebih tinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah dimana penyebabnya dapat multifaktorial. Dalam sebuah studi kohort pada 12.000 anak-anak, faktor yang signifikan untuk telinga berair (meskipun tidak selalu OMSK) dipengaruhi oleh kesehatan umum, ibu perokok dan pelayanan kesehatan. Meskipun kadang-kadang faktor bayi yang disusui tidak menunjukkan statistik yang signifikan. Penurunan prevalensi otits media kronik pada anak Maori di Selandia Baru sejak 1978-1987 disebabkan karena perbaikan pada perawatan kesehatan dan kondisi perumahan (Kelly. 2008).

Kumar menyebutkan kejadian penyakit OMSK lebih tinggi di negara berkembang, terutama masyarakat sosial ekonomi menengah kebawah (dimana perbandingan angka kejadian antara perkotaan dan pedesaan adalah 1:2), disebabkan gizi buruk, kurangnya kebersihan dan kurangnya pengetahuan kesehatan (Kumar. 2011).

b. Sosial ekonomi

Faktor sosial ekonomi mempengaruhi kejadian OMSK dimana kelompok sosial ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Beberapa faktor seperti kepadatan penduduk, rendahnya pengetahuan mengenai kesehatan dan kesehatan perorangan, serta sulitnya akses untuk memperoleh pelayanan

kesehatan (Dhingra. 2010, Browning. 2008). Akinpelu

(28)

c. Gangguan fungsi tuba

Kelainan fungsi tuba Eustachius lebih banyak dijumpai pada penderita OMSK daripada orang yang normal. Hal ini tidak

diketahui secara pasti apakah gangguan fungsi tuba Eustachius

merupakan faktor terjadinya OMSK atau apakah merupakan hasil dari OMSK (Browning. 2008). Monique menyebutkan berkurangnya

fungsi silia telinga tengah dan mukosa tuba Eustachius

menyebabkan terganggunya pembersihan sekresi dari telinga tengah karenanya otitis media akut atau otitis media efusi dapat menjadi OMSK (Verhoeff et al. 2006).

d. Otitis media sebelumnya

Anak-anak yang mengalami otitis media akut dan otitis media efusi dalam waktu yang panjang dapat menyebabkan perubahan membran timpani berupa berkurangnya elastisitas membran timpani menyebabakan perforasi yang menetap atau retraksi (Browning. 2008)

e. Infeksi saluran pernafasan atas

Banyak pasien OMSK dilaporkan bersamaan dengan infeksi saluran nafas atas, Walaupun hal ini belum terbukti secara ilmiah. Infeksi saluran nafas atas menyebabkan terganggunya fungsi dan

mukosa tuba Eustachius dan dapat berlanjut kepada telinga tengah

(Kelly. 2008). f. Infeksi

(29)

2005, didapati Pseudomonas 31,8% yang terbanyak dijumpai (Yeo et al. 2007).

g. Genetik

Insiden OMSK bervariasi dalam populasi yang berbeda,di negara maju, tertinggi di Eskimo, penduduk asli Amerika, Maori Selandia Baru dan Aborigin Australia.Tampaknya bahwa prevalensi OMSK pada populasi tersebut cenderung menurun. Dalam salah satu penelitian terhadap anak-anak Maori di Selandia Baru, prevalensi OMSK menurun secara signifikan dari 9% pada tahun 1978 menjadi 3% pada tahun 1987 (p <0,02) .Sulit untuk menjawab pertanyaan apakah faktor genetik mempengaruhi OMSK, karena adanya variabel pengganggu seperti kelompok sosial ekonomi rendah dari beberapa kelompok genetik yang insidennya tinggi mengalami OMSK. Pada suku asli Amerika yang didapati insiden yang tinggi mengalami OMSK ternyata angka kejadian ini bervariasi di antara suku-suku asli Amerika berdasarkan genetik (Kelly, 2008).

Menurut Verhoeff faktor genetik untuk OMSK sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Dimana penelitian terhadap kembar yang mengalami otitis media menunjukkan peningkatan tingkat

kecocokan pada kembar monozygotic daripada kembar dizygotic

(Verhoeff et al. 2006). h. Alergi

Penderita alergi memiliki resiko yang tinggi yang

menimbulkan gangguan pada tuba Eustachius dan sumbatan

(30)

penderita OMSK tipe benigna dan 40,7% pada kelompok yang tidak OMSK.

2.1.5. Patogenesis

OMSK ditandai dengan keadaan patologis yaitu inflamasi yang ireversibel di telinga tengah dan mastoid. Disfungsi tuba Eustachius memegang peranan penting pada otitis media akut dan otitis media kronis. Kontraksi muskulus veli palatini menyebabkan tuba Eustachius membuka selama proses menelan dan pada kondisi fisiologik tertentu, mengalirkan sekret dari telinga tengah ke nasofaring, mencegah sekret dari nasofaring refluks ke telinga tengah dan menyeimbangkan tekanan antara telinga tengah dengan lingkungan luar (Chole Nason. 2009).

Bila bakteri memasuki telinga tengah melalui nasofaring atau defek

membran timpani, terjadi replikasi bakteri di dalam efusi serosa. Hal ini diikuti oleh pelepasan mediator inflamasi dan imun ke dalam ruang telinga tengah. Hiperemia dan leukosit polimorfonuklear yang mendominasi fase inflamasi akut memberi jalan pada fase kronis, ditandai dengan mononuklear selular mediator (makrofag, sel plasma, limfosit), edema persisten dan jaringan granulasi. Selanjutnya dapat terjadi metaplasia epitel telinga tengah, dimana terjadi perubahan epitel kuboidal menjadi

epitel kolumnar pseudostratified yang mampu meningkatkan sekret

mukoid. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrotik, kadang-kadang membentuk adhesi terhadap struktur penting di telinga tengah. Hal ini akan mengganggu aerasi antrum dan mastoid dengan mengurangi ruang antara osikel dan mukosa yang memisahkan telinga tengah dari antrum. Obstruksi kronis menyebabkan perubahan ireversibel di dalam tulang dan mukosa (Chole & Nason. 2009).

2.1.6. Diagnosis

Diagnosis OMSK dapat ditegakkan melalui anamnesa,

pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan

(31)

pemeriksaan bakteriologi. Melalui anamnesa kita dapat mengetahui tentang perjalanan penyakit, faktor resiko, gejala penyakit, serta hal-hal lainnya yang mengarah ke diagnosis OMSK (Chole & Nason. 2009, Dhingra. 2010, Kenna. 2006).

2.1.7. Gejala Klinis 1. Telinga berair

Cairan telinga dapat sedikit, berupa mukous atau mukopurulen bersifat konstan atau intermiten. Cairan sering muncul saat adanya infeksi saluran pernafasan atas dan saat masuknya air kedalam telinga (Dhingra. 2010).

2. Gangguan pendengaran

Pendengaran bisa normal ketika rantai tulang pendengaran masih utuh, ketika kolesteatoma menjembatani gep yang disebabkan hilangnya tulang pendengaran maka dapat terjadi gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran sebagian besar adalah konduktif tetapi dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran bervariasi namun jarang melebihi 50 db (Dhingra. 2010)

3. Perdarahan

Perdarahan dapat terjadi karena granulasi atau polip yang tersentuh saat membersihkan telinga (Dhingra. 2010).

2.1.8. Tanda Klinis 1. Perforasi

(32)

2. Retraction pocket.

Invaginasi membran timpani terlihat di daerah atik atau posterosuperior dari pars tensa. Pada tahap awal, kantong tersebut dangkal dan bisa membersihkan diri, namun ketika kantong tersebut dalam, terjadi akumulasi massa keratin dan bisa terinfeksi (Dhingra. 2010).

3. Kolesteatoma

Bercak putih mutiara dari kolesteatoma dapat dihisap dari kantong retraksi. Pembersihan telinga dan pemeriksaan di bawah mikroskop, merupakan bagian penting dari pemeriksaan klinis dan penilaian dari setiap jenis OMSK (Dhingra. 2010).

2.1.9. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan mikroskop

Dapat dibedakan jenis OMSK berdasarkan perforasi pada membran timpani, yang terdiri dari perforasi sentral, atik dan marginal. Pada tipe benigna / tubotimpani, perforasi selalu sentral bisa ditemukan pada anterior, posterior atau inferior dari manubrium malleus. Ukuran perforasi dapat kecil, sedang atau besar dimana annulus masih ada. Bila perforasinya besar mukosa telinga tengah dapat terlihat, ketika terjadi inflamasi terlihat merah serta edema. Pada tipe maligna / atikoantral perforasi dapat terletak di atik maupun di marginal (Dhingra. 2010).

2. Pemeriksaan audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati jenis tuli konduktif, tetapi dapat pula dijumpai adanya jenis tuli sensorineural, Penurunan tingkat pendengaran tergantung kondisi

membran timpani seperti letak perforasi, tulang-tulang

(33)

hanya dapat dibantu dengan menggunakan alat bantu dengar (Elemraid et al. 2010).

3. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi dapat memberikan informasi tambahan untuk melengkapi pemeriksaan klinis. CT-scan dan MRI dari tulang temporal dapat menggambarkan luasnya penyakit dan dapat mengidentifikasi kolesteatoma pada pasien yang asimtomatik.

Meskipun CT-Scan dianggap standar emas pencitraan

kolesteatoma namun CT-Scan mempunyai kekurangan specificity

dalam membedakan kolesteatoma dengan jaringan granulasi atau edema terutama ketika erosi tulang tidak ada (Chole & Nason. 2009).

4. Pemeriksaan kultur dan sensitifitas sekret telinga

Pemeriksaan kultur dan sensitifitas sekret telinga dapat membantu dalam pemilihan antibiotik untuk pengobatan OMSK (Dhingra. 2010).

Sekret telinga penting untuk menentukan bakteri penyebab OMSK sehingga kita dapat menentukan penggunaan antibiotika yang tepat dalam memberikan pengobatan otitis media supuratif kronis (Iqbal et al. 2011, Kenna & Latz. 2006).

2.1.10. Penatalaksanaan

(34)

adalah usaha menutup perforasi membran timpani dan memperbaiki pendengaran secara operatif (Helmi. 2005).

1. Aural toilet dapat digunakan untuk membersihkan sekret dan debris dari telinga, dapat menggunakan suction dibawah mikroskop, dan telinga harus dikeringkan kembali setelah diirigasi (Dhingra. 2010).

2. Tetes telinga dapat diberikan yang mengandung neomycin,

polymyxin, cloromycetin atau gentamycin, dapat juga dikombinasikan dengan steroid yang mana memiliki efek anti inflamasi lokal, diberikan tiga sampai empat kali sehari. Antibiotika sistemik juga dapat digunakan untuk OMSK yang mengalami ekserbasi akut (Dhingra. 2010).

3. Operasi rekonstruksi dapat dilakukan segera setelah telinga kering, miringoplasti dengan atau tanpa rekonstruksi tulang-tulang pendengaran yang mana dapat memperbaiki pendengaran. Penutupan dari perforasi dapat mencegah terjadinya infeksi yang berasal dari telinga luar (Dhingra. 2010).

Secara umum, infeksi yang mengenai daerah atik dan antrum biasanya terlalu dalam di telinga untuk dapat dicapai oleh antibiotika. Kolesteatoma berpotensi mendestruksi tulang dan memungkinkan penyebaran infeksi sehingga diperlukan tindakan operasi (Helmi. 2005).

Terdapat berbagai macam teknik operasi untuk menangani kolesteatoma, yang secara umum dapat dibagi atas open cavity (canal wall down) dan closed cavity (intact canal wall) mastoidectomy (Browning. 2008).

1. Canal wall down procedures

(35)

2. Intact Canal Wall Procedures

Keuntungan intact canal wall mastoidectomy adalah anatomi

normal dinding posterior liang telinga dapat dipertahankan tanpa perlu membuang dan merekonstruksi skutum.

Prosedur ini sering dilakukan pada kasus primary acquired

cholesteatoma bila kolesteatoma terdapat di atik dan antrum.

Dilakukan complete cortical mastoidectomy dan antrum mastoid

dapat dimasuki. Diseksi matriks kolesteatoma harus dilakukan dengan hati-hati. Rekurensi dapat terjadi bila fragmen kecil dari

epitel berkeratinisasi tertinggal. Sering diperlukan “second look

operation” setelah 6-12 bulan kemudian disebabkan rekurensi kolesteatoma (Browning. 2008, Chole & Nason. 2009).

2.1.11.Komplikasi

Komplikasi OMSK terbagi dua yaitu komplikasi intratemporal dan intrakranial, yaitu (Dhingra. 2010)

1. Komplikasi intratemporal

a. Mastoiditis b. Petrositis c. Paralisis fasial d. Labirinitis 2. Intrakranial

a. Abses ektradural b. Abses subdural c. Meningitis d. Abses otak

(36)

2.2. Bakteriologi dari OMSK

Bakteri yang terdapat pada telinga tengah berasal dari telinga bagian luar akibat adanya defek pada membran timpani atau yang berasal dari nasofaring. Mikroorganisme yang selalu ditemukan pada otitis media

akut adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,

Moraxella catarrhalis dan Streptococcus group A. Dengan menggunakan

metode pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) diperoleh hasil

mikroorganisme yang sama pada otitis media efusi yang kronik (Chole & Nason. 2009).

Bakteri yang terdapat pada otitis media kronik dan kolesteatoma jelas berbeda dari yang ditemukan pada otitis media akut atau otitis media efusi kronik. Pada sebahagian kasus OMSK dapat ditemukan baik bakteri aerobik dan anaerobik. Bakteri aerobik yang paling banyak ditemukan adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan basil Gram

negatif seperti Escherichia coli , Proteus sp., dan Klebsiella sp.

Pseudomonas aeruginosa berada pada daerah yang lembab dari telinga

tengah, sedangkan Staphylococcus aureus berada pada daerah hidung.

Bacteroides sp. dan Fusobacterium sp. adalah bakteri anaerob yang sering ditemukan pada OMSK (Chole & Nason. 2009).

Yeo et al. melakukan studi retrospektif pada 1102 pasien dengan OMSK di enam rumah sakit di Korea sejak Januari 2001 sampai Desember 2005, hasilnya bakteri yang banyak ditemukan adalah Pseudomonas diikuti oleh methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) (Yeo et al. 2007).

Penelitian studi retrospektif pada OMSK tipe atikoantral sejak Agustus 2003 sampai Oktober 2009 dengan memperoleh data dari

medikal record, hasilnya mengisolasi Pseudomonas aeruginosa 32 %,

Proteus mirabilis 20%, Staphylococcus aureus 19% dari 223 kasus anak

yang berumur 1-14 tahun yang sensitif terhadap ceptazidime dan

(37)

Nursiah di Medan (2000) mendapatkan jenis kuman aerob

terbanyak adalah Staphylococcus aureus (36,1), diikuti dengan

Escherichia coli (27,7%), Proteus sp (19,4%), Staphylococcus albus

(5,6%), Streptococcus viridan (5,6%), Klebsiella sp (2,8%) dan

Pseudomonas aeruginosa (2,8%).

Total pasien OMSK sebanyak 263 di rumah sakit Karachi sejak Desember 2004 - Mei 2006 dengan total 267 sampel diperoleh Pseudomonas aeruginosa 40% dan Staphylococcus aureus 30,9%, dimana Pseudomonas aeruginosa sensitif terhadap amikacin, ceftazidime, ciprofloxacin serta resisten terhadap ceptriaxone dan aztreonam (Mansoor et al. 2009).

Total dari 230 pasien dimana telinga kanan yang terlibat 114, telinga kiri 102 dan kedua telinga sebanyak 7 mendapatkan kuman yang

terbanyak adalah Staphylococcus aureus 74 (32,2%), Pseudomonas

aeruginosa 62 (26,9%), Klebsiella sp 24 (10,4%), Streptococcus pneumoniae 14 (6,1%). Karena variasi dari iklim, masyarakat, populasi pasien dan penggunaan antibiotika yang tidak sesuai menyebabkan perubahan pola kuman pada OMSK. Maka sangatlah penting dan membantu untuk mengidentifikasi mikroorganisme untuk pemberian antibiotika yang tepat (Sharestha et al. 2011).

Dari 100 pasien yang dilakukan pemeriksaan, ditemukan bakteri aerob 69% yaitu Pseudomonas aeuroginosa 45,5% diikuti dengan Staphylococcus aureus 37,7%, Klebsiella 9,1%, Streptococcus ß haemolytic dan Citrobacter masing-masing 2,9%, Proteus mirabilis dan Escherichia coli masing-masing 1,3%, jamur 9%, campuran bakteri dan jamur sebanyak 6% dan tidak ditemukan pertumbuhan bakteri ataupun jamur 16%. Amikacin merupakan obat yang efektif pada OMSK diikuti oleh ciprofloxacin, piperacillin / tazobactam dan ceftazidime (Kumar. 2011).

(38)

terdapat Pseudomonas aeruginosa 30,43% , diikuti oleh Proteus mirabilis

13,04%, Staphylococcus aureus, Staphylococcus coagulase negatif, dan

Acinetobacter baumannii masing-masing 8,7%, Klebsiella oxytoca dan Streptococcus sp masing-masing 4,35% (Handoko. 2007).

Dari 1.598 pasien OMSK yang datang berobat ke 6 rumah sakit di Korea dari Januari 2001 sampai Desember 2008, dimana didapat Pseudomonas aeruginosa sebanyak 395 (24,4%) sampel adalah yang

diuji kerentanannya terhadap 10 antibiotika (amikacin, gentamycin,

tobramycin, ceptazidime, cefepime, piperacillin, piperacillin / tazobactam, imipenem, ciprofloxacin dan levofloxacin). Dari jumlah tersebut 183 (46,3%) yang rentan terhadap seluruh antibiotika, 62 (15,6%) resisten terhadap 3 antibiotika dan 38 (9,6%) resisten terhadap 1 antibiotika (Lee et al. 2012).

Yildirim melakukan penelitian untuk mengevaluasi korelasi antara mikroba pada OMSK dan parameter iklim regional. Pada cuaca panas bakteri enterik dapat meningkat secara signifikan pada kasus OMSK. Jadi perubahan temperatur baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kolonisasi bakteri enterik pada OMSK. Patogen lain seperti Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus, Pneumococcus tidak terpengaruh terhadap perubahan atmosfir (Yildirim et al. 2005).

Dari Sebanyak 204 dari hasil swab telinga didapat pertumbuhan mikroba 186 (91,18%) dimana 118 (57,84%) menunjukkan pertumbuhan hanya satu mikroba, 68 (33,33%) pertumbuhan lebih dari satu mikroba sedangkan 18 (8,82%) tidak menunjukkan pertumbuhan kuman.

Kelompok aerob yang terbanyak methicillin sensitive Staphylococcus

aureus (MSSA) 93 (48.69%) diikuti oleh Pseudomonas aeruginosa 38

(19,89%). Kelompok anaerob, Clostridium sp 18(26,09%), sedangkan

(39)

2.3. Uji sensitifitas

Metode pengujian sensitifitas antimikroba digunakan untuk mendeteksi resistensi antimikroba pada bakteri dimana uji sensitifitas antimikroba dapat menjadi pedoman klinis yang berguna dalam memilih pilihan terbaik pengobatan antibiotika dan juga dapat digunakan untuk memantau munculnya dan penyebaran mikroorganisme resisten dalam populasi ( Microbiology Modul. 2011).

Dalam uji sensitifitas antibiotik dapat digunakan metode antara lain (Jawetz et al. 2004, James et al. 2009) :

1. Cara Tabung (Tube Dilution Method), membuat penipisan antibiotika pada sederetan tabung reaksi yang berisi perbenihan cair. Ke dalam tabung-tabung tersebut dimasukkan kuman yang akan diperiksa dengan jumlah tertentu dan kemudian dieram. Dengan cara ini akan diketahui konsentrasi terendah antibiotika yang menghambat pertumbuhan kuman yang disebut Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) atau Minimal Inhibitory Concentration (MIC).

2. Cara Cakram (Disc Method), menggunakan cakram kertas saring yang mengandung antibiotika/bahan kimia lain dengan kadar tertentu yang diletakkan di atas lempeng agar yang ditanami kuman yang akan diperiksa, kemudian di inkubasi. Apabila tampak adanya zona hambatan pertumbuhan kuman disekeliling cakram antibiotika, maka kuman yang diperiksa sensitif terhadap antibiotika tersebut, Cara ini disebut juga cara difusi agar, yang lazim dilakukan adalah cara Kirby-Bauer.

Beberapa instrumen Automatik system antara lain (James et al. 2009): 1. Micro Scan WalkAway (Siemens Healthcare Diagnostics)

2. Vitek 2 System

3. Sensititre ARIS 2X (Trek Diagnostic Systems)

(40)

Isolasi bakteri penyebab infeksi, dikenali berdasarkan sifat-sifat bakteri menggunakan pewarnaan Gram, dan uji biokimiawi. Sedangkan uji kepekaan (sensitivitas) antibiotik dilakukan berdasarkan metode Kirby dan Bauer dengan membuat suspensi bakteri yang diuji dengan kepekatan sesuai standar McFarland, suspensi diambil dengan kapas lidi, cairan dari kapas diperas di dinding tabung, lalu kapas lidi dioleskan merata di lempeng agar Mueller Hinton yang kering, cakram (disk) antibiotik kemudian diletakkan di permukaan agar, lalu di inkubasi semalam pada

suhu 35–37°C, diameter zona hambatan di sekitar cakram (disk) antibiotik

(41)

2.2.11 Kerangka Konsep

Kuman Aerob Jamur

Infeksi

Otitis Media Supuratif Kronis

Tubotimpanal Atikoantral

Medikamento sa

Pembedahan Kuman Anaerob

(42)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian bersifat deskriptif, dengan pendekatan secara case

report.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen THT-KL FK USU / RSUP. H.

Adam Malik Medan. Penelitian dilakukan mulai bulan September 2013 –

April 2014. Pemeriksaan kuman dan uji sensitifitas antibiotika dilakukan di Departemen Mikrobiologi FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3. Populasi, Sampel dan Besar Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh penderita OMSK yang berobat ke Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan selama

kurun waktu September 2013 – April 2014. Diagnosa OMSK ditegakkan

berdasarkan anamnesa, pemeriksaan telinga dan pemeriksaan

penunjang. 3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi :

- Penderita OMSK baru / lama yang berusia >10 tahun - Penderita OMSK baru / lama dengan sekret aktif Kriteria eksklusi :

- Penderita yang tidak bersedia melanjutkan keterlibatannya dalam penelitian.

(43)

3.3.3 Besar sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh sampel yang diperoleh sesuai .dengan periode penelitian dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Pendekatan pengambilan sampel penelitian adalah secara non

probability. Sampel diambil secara purposive, yaitu dari seluruh pasien OMSK yang datang ke Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4 Definisi Operasional

3.4.1 Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah radang kronis pada telinga tengah dengan adanya riwayat keluarnya sekret purulen dari telinga tersebut melalui membran timpani yang mengalami perforasi lebih dari 12 minggu, baik terus menerus atau hilang timbul. Dapat disertai proses erosi pada tulang.

3.4.2 Umur adalah rentang waktu sejak penderita dilahirkan sampai ulang tahun terakhir.

3.4.3 Jenis kelamin yaitu ciri biologis yang membedakan orang yang satu dengan yang lain, terdiri dari laki-laki dan perempuan.

3.4.4 Jenis OMSK dapat dibagi atas :

a) Tipe benigna / tubotimpanal disebut juga tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada mukosa telinga tengah dan jarang menyebabkan komplikasi yang berbahaya. b) Tipe maligna / atikoantral adalah OMSK yang mengandung

kolesteatoma dan sering menimbulkan komplikasi berbahaya. Jenis ini berhubungan dengan perforasi marginal atau atik. 3.4.5 Keluhan utama adalah keadaan atau kondisi yang menyebabkan

penderita datang berobat. a) Telinga berair

(44)

c) Telinga sakit d) Telinga gatal e) Telinga penuh f) Sakit kepala g) Keluhan lainnya

3.4.6 Telinga yang terlibat yang dibedakan atas telinga kanan, telinga kiri atau keduanya.

3.4.7 Lama keluhan adalah waktu sejak pertama kali dirasakannya keluhan sampai penderita datang untuk berobat

3.4.8 Pola kuman adalah jenis kuman yang terdapat pada pembiakan sekret dari telinga tengah.

3.4.9. Uji sensitifitas adalah suatu usaha untuk membiakkan kuman yang kemudian dibuat percobaan kepekaan terhadap beberapa antibiotika dengan kategori S : sensitif dan R : resisten.

3.5. Alat dan Bahan Penelitian Pemeriksaan Kuman dan Sensitifitas

3.5.1. Alat penelitian

Penelitian ini membutuhkan beberapa bahan dan peralatan sebagai berikut:

a. Catatan medis penderita dan status penelitian penderita b. Formulir persetujuan ikut penelitian

c. Mikroskop merk Zeiss pembesaran 250x untuk melihat kavum timpani dalam pengambilan sekret telinga

d. suction

e. Alkohol 70%, kapas lidi steril untuk desinfeksi f. Corong telinga

g. Spuit 1cc, kateter pembuluh darah no. 18 untuk aspirasi sekret telinga.

(45)

i. Alat untuk pemeriksaan kuman dan uji sensitifitas antibiotika dengan Automatic Machine Vitex-2 Compact

3.5.2. Bahan Penelitian

Bahan / spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekret yang berasal dari telinga tengah penderita OMSK yang diperoleh dari pengambilan sekret dibawah mikroskop, kemudian bahan diperiksa di Departemen Mikrobiologi FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

3.6 Prosedur Kerja Pemeriksaan Sekret dan Uji Sensitifitas

Pasien baru / lama yang datang berobat ke Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan dilakukan anamnesa dan pemeriksaan THT rutin maka diperolehlah penderita OMSK yang memenuhi kriteria.

3.6.1. Pengambilan sekret telinga

a. Penderita OMSK yang memenuhi kriteria. Dilakukan pembersihan liang telinga dengan melakukan penghisapan sekret diliang telinga sampai bersih kemudian liang telinga dibersihkan kembali dengan menggunakan kapas lidi steril yang diberi alkohol 70% yang dilakukan dibawah mikroskop .

b. Dalam proses pengambilan sekret telinga digunakan juga corong teling yang sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70%. Corong digunakan untuk menghindari kontaminasi dari liang telinga. Setelah sekret terkumpul ditelinga tengah, melalui perforasi membran timpani dilakukan aspirasi menggunakan kateter intravenous nomor 18 yang dihubungkan dengan spuit 1ml.

c. Sekret yang berada didalam spuit dimasukkan kedalam tabung steril kemudian langsung ditutup untuk mencegah kontaminasi. 3.6.2. Pemeriksaan sekret telinga

(46)

dilakukan identifikasi bakteri dan uji sensitifitas antibiotika dengan

menggunakan Automatic Machine Vitex-2 Compact jika proses

inkubasi selesai dan bakteri dapat diidentifikasi maka hasil dapat dicetak. Untuk uji sensitifitas tidak semua dilakukan pemeriksaan tergantung atas jenis kuman dan bila pada satu golongan antibiotik yang diujikan resisten maka ini sudah mewakili terhadap antibiotika lain yang bergolongan sama.

b. Dapat dikombinasi dengan uji sensitifitas antibiotika dengan metode difusi dari Kirby-Bauer bila tidak diperoleh hasil.

c. Pembacaan hasil dan interpretasi kuman dinyatakan sensitif, intermediate, resisten.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Data pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik pada penderita OMSK di Departemen THT-KL FK-USU / RSUP H Adam Malik Medan serta data pemeriksaan pola kuman aerob dan uji sensitifitas antibiotika di Departemen Mikrobiologi FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

Semua data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif. Data akan disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui distribusi penderita OMSK berdasarkan umur, jenis kelamin, jenis OMSK, keluhan utama, telinga yang terlibat, lama keluhan, pola kuman dan sensitifitas antibiotika.

3.9 Masalah Etika

(47)

Kultur (+)

OMSK

Umur

Jenis Kelamin Keluhan Utama Telinga Yang Terlibat Lama Keluhan

Anamnesa

Pemeriksaan THT

Mikroorganisme

Kultur (-) Aspirasi Sekret Telinga Tengah

Kultur Kuman Aerob

Uji Sensitifitas Antibiotika

Pasien Baru/Lama

Bukan OMSK

Sensitifitas Antibiotika

- Berusia > 10 tahun

- Sekret aktif - Penderita yang tidak bersedia

Eksklusikan

Pengumpulan

Data

Analisis Data

Keterangan :

= Diperiksa

= Data yang dikumpulkan

(48)

3.11 Jadwal Penelitian

Kegiatan penelitian digambarkan melalui tabel berikut

Tabel 3.11.1 Jadwal Penelitian

Jenis kegiatan

Waktu

Agt 2013

Sep 2013

Okt 2013-April 2014

Mei 2014

1 Persiapan proposal

2 Persentasi Proposal

(49)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif yang dilakukan di Departemen

THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan periode September 2013 – April

2014. Dari 25 penderita terkumpul 31 sampel yang berasal dari telinga unilateral baik kanan ataupun kiri sebanyak 19 sedangkan bilateral sebanyak 6 serta dijumpai 1 sampel dengan 2 jenis kuman yang berbeda.

4.1. Umur dan Jenis Kelamin Pasien OMSK

Jika dilihat menurut umur dan jenis kelamin, maka distribusi pasien OMSK tersaji pada Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1. Distribusi penderita OMSK berdasarkan kelompok umur

Kelompok Usia (tahun) Jumlah (n) %

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien OMSK berada pada usia cukup muda, yaitu kurang dari 40 tahun, dimana kelompok usia terbanyak 21-30 tahun berjumlah 7 orang (28%), Sedangkan kelompok usia terkecil yaitu kelompok umur 41-50 tahun dan >50 tahun masing-masing sebanyak 12%.

Sementara itu, jika dilihat menurut jenis kelamin, hasilnya tersaji pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (n) %

Laki-laki 13 52

Perempuan 12 48

(50)

Dari sebanyak 25 penderita yang ikut dalam penelitian ini, sebagian besar adalah pasien dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 52%, sementara pasien OMSK dengan jenis kelamin perempuan adalah sebanyak 12 orang atau 48 % penderita.

4.2. Jenis OMSK

Pada penelitian ini, dilakukan penelitian terhadap jenis OMSK yang diderita oleh masing-masing pasien. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis OMSK

Jenis OMSK Jumlah (n) %

Benigna 19 76

Maligna 6 24

Total 25 100

Dari Tabel 4.3. diperoleh data bahwa penderita OMSK yang berobat Ke RSUP. Haji Adam Malik dengan OMSK benigna sebanyak 19 penderita (76%) sedangkan OMSK maligna sebanyak 6 penderita (24%).

4.3 Jenis Keluhan

Jika dilihat dari beberapa keluhan utama, maka distribusi keluhan utama pada pasien OMSK tersaji pada Tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4. Distribusi penderita OMSK berdasarkan keluhan utama

Keluhan Utama Jumlah (n) %

Telinga berair 18 72

Penurunan pendengaran 4 16

Telinga sakit 2 8

Sakit kepala 1 4

(51)

8%, sakit kepala merupakan keluhan utama yang memiliki persentasi yang paling kecil yaitu 1 penderita atau 4%.

4.4. Telinga yang Terlibat

Untuk melihat telinga yang terlibat pada penderita OMSK, distribusinya dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5. Distribusi penderita OMSK berdasarkan telinga yang terlibat

Telinga yang terlibat Jumlah (n) %

Kiri saja 11 35,4

Kanan saja 8 25,8

Keduanya 6 19,4

Dari tabel diatas diperoleh sebanyak 19 (61,2%) adalah unilateral yang mana telinga kanan sebanyak 8 penderita atau 25,8% dan telinga kiri sebanyak 11 penderita atau 35,4% sedangkan pada kedua telinga sebanyak 6 penderita atau 19,4%.

4.5. Lama Keluhan

Distribusi penderita OMSK berdasarkan lama keluhan yang dialami tersaji pada Tabel 4.6 berikut ini

Tabel 4.6. Distribusi penderita OMSK berdasarkan lama keluhan

Lama keluhan (thn) Jumlah (n) %

0-5 tahun 8 32

6-10 tahun 10 40

> 10 tahun 7 28

(52)

4.6. Hasil Kultur dan Jenis Kuman

Jika dilihat menurut hasil kultur, dan jenis kuman penderita OMSK, maka distribusinya tersaji pada Diagram 4.1. dan Tabel 4.7. berikut ini.

Diagram 4.1. Distribusi hasil kultur sekret penderita OMSK (dalam persen)

Dari Diagram 4.1. dapat dilihat bahwa dari 31 sampel sekret yang berasal dari telinga tengah, sebanyak 27 sampel (87,1%) adalah kultur positif, sedangkan kultur negatif terdapat pada sebanyak 4 sampel (12,9%).

Sementara itu jika dilihat dari jenis kuman penyebab OMSK, hasilnya tersaji pada tabel 4.7.

Tabel 4. 7. Distribusi jenis kuman penderita OMSK

Organisme Jumlah (n) %

Gram Negatif

Pseudomonas aeruginosa 7 25

Acinetobacter sp 5 17,86

Achromobacter denitrificans 4 14,29

Escherichia coli 3 10,71

Providencia stuartii 1 3,57

Proteus Vulgaris 1 3,57

Spingomonas paucamobili 1 3,57

Citrobacter freundii 1 3,57

Klebsiella pneumoni 1 3,57

Gram Positif

Staphylococus aureus 2 7,14

Staphylococus epidermis 1 3,57

Micrococcus luteus 1 3,57

(53)

Dari 27 telinga, 1 sampel dijumpai 2 jenis kuman yang berbeda sehingga jumlah kuman seluruhnya adalah 28 kuman. Berdasarkan Tabel 4.8. dapat dilihat bahwa dari 28 kuman yang terbanyak ditemukan adalah berjenis Gram negatif sebesar 24 (85,7%) yang terdiri dari Pseudomonas aeruginosa sebanyak 7 (25%), Acinetobacter sp. 5 (17,86%) diikuti Achromobacter denitrificans sebanyak 4 (14,29%), Esherichia coli

sebanyak 3 (10,71%) dan Providencia stuartii, Proteus Vulgaris,

Spingomonas paucamobili, Citrobacter freundi, Klebsiella pneumoni masing-masing sebanyak 1 (3,57%). Sedangkan golongan Gram positif

berjumlah 4 (14,28%) terdiri dari Staphylococus aureus sebanyak 2

(7,14%), diikuti dengan Staphylococus epidermis, Micrococcus luteus

masing-masing sebanyak 1 (3,57%).

4.8. Jenis kelamin dan tipe OMSK pada penderita OMSK

Sementara itu, jika dilihat menurut jenis kelamin dan tipe OMSK hasilnya tersaji pada Tabel 4.8.

Tabel 4. 8. Distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis kelamin dan Tipe OMSK

Jenis Kelamin

Tipe OMSK Total

Benigna Maligna

N % N % N %

Laki-laki 10 52,63 3 50 13 52

Perempuan 9 47,37 3 50 12 48

Total 19 100 6 100 25 100

Dari semua penderita OMSK tipe benigna yaitu 10 (52,63%) adalah berjenis kelamin laki-laki, sedangkan 9 (47,37%) berjenis kelamin perempuan. Sementara pasien OMSK tipe maligna yang berjenis kelamin

(54)

4.9. Lama Keluhan dan Jenis OMSK

Pada penelitian ini, dilakukan penelitian terhadap tipe OMSK yang diderita oleh masing-masing pasien berdasarkan lama keluhannya dan jenis OMSK. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Distribusi penderita OMSK berdasarkan lama keluhan dan tipe OMSK

Lama Keluhan

(thn)

Tipe OMSK Total

Benigna Maligna

N % N % N %

0-5 7 36,84 1 16,67 8 32

6-10 7 36,84 3 50 10 40

>10 5 26,32 2 33,33 7 28

Total 19 100 6 100 25 100

Umumnya penderita OMSK tipe benigna yang didapat pada penelitian ini terbanyak dengan lama keluhan 0-5 tahun dan 6-10 tahun sebesar 7 (36,84%). Sedangkan pada OMSK tipe maligna, lama keluhan yang terbanyak adalah 6-10 tahun sebesar 3 (50%).

4.10. Jenis kuman dan tipe OMSK

(55)

Tabel 4.10. Distribusi jenis kuman penderita OMSK berdasarkan tipe OMSK

Jenis Kuman Tipe OMSK

Benigna Maligna

N % N %

Gram Negatif

Pseudomonas aeruginosa 6 30 1 12,5

Acinetobacter sp 3 15 2 25

Achromobacter denitrificans 4 20

Escherichia coli 2 10 1 12,5

Providencia stuartii 1 12,5

Proteus Vulgaris 1 12,5

Spingomonas paucamobili 1 12,5

Citrobacter freundii 1 5

Klebsiella pneumoni 1 12,5

Gram Positif

Staphylococus aureus 2 10

Staphylococus epidermis 1 5

Micrococcus luteus 1 5

Total 20 100 8 100

(56)

Nama antibiotika isolasi %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S Gram negatif

1 P.aeruginosa 7 71,43 71,43 TDP 71,43 TDP 14,29 71,43 TDP 0 TDP 85,71 0 71,43 42,86 42,86 TDP 14,29 TDP 0 16,67 0 TDP TDP TDP 16,67 TDP TDP TDP

2 Acinetobacter sp 5 100 100 TDP 100 TDP 80 100 TDP 80 100 100 100 100 60 40 TDP 100 TDP 60 TDP TDP TDP TDP TDP TDP TDP TDP TDP

3 A. denitrifican 4 75 25 TDP 100 TDP 25 25 TDP 25 TDP 100 75 100 50 75 TDP 100 TDP 25 0 TDP TDP TDP TDP 100 TDP TDP TDP

4 E.COLI 3 100 100 TDP 100 100 100 100 0 0 TDP 100 0 100 33,33 33,33 TDP 100 TDP 66,67 100 0 TDP TDP TDP 0 TDP TDP 100

5 Kuman lain 5 80 80 TDP 80 66,67 80 80 0 20 TDP 100 40 60 60 80 TDP 60 TDP 20 TDP TDP TDP TDP TDP TDP TDP TDP 80

Gram positif

1 S. aureus 2 TDP 50 50 100 100 100 100 50 TDP 100 100 TDP 100 0 0 100 100 50 100 TDP TDP 100 50 100 TDP 50 50 100

2 Kuman lain 2 TDP 50 0 50 50 50 50 50 TDP TDP 50 TDP 50 0 50 100 100 50 50 TDP TDP 100 50 75 TDP 0 50 50

Keterangan : %S = Persentase sensitifitas kuman

0 = Nilai sensitifitasnya tidak ada (resisten/intermediate) TDP= tidak dilakukan pemeriksaan

(57)

Dari Tabel 4.11. didapatkan bahwa antibiotik yang memiliki

sensitifitas yang tinggi terhadap Pseudomonas aeruginosa adalah

meropenem sebesar 85,71% diikuti oleh amikacin, gentamycin,

ceftazidime, cefepime dan piperacillin/ tazobactam masing–masing

sebesar 71,43% sedangkan golongan Quinolon seperti ciprofloxacin dan

levofloxacin memiliki sensitifitas yang rendah yaitu sebesar 42,86%. Sedangkan antibiotik yang memiliki resistensi yang tinggi adalah ampicillin, ampicillin/ sulbactam, cefazolin dan cotrimoxazol. Sedangkan

kuman Acinetobacter sp. memiliki sensitifitas 100% pada amicasin,

gentamicin, ceptazidime, cefepime, imipenam, meropenem, ampicillin/ sulbactam, piperacillin/tazobactam, tigecylin, kecuali levoflocacin, cefazolin dan ciprofloxacin yang memiliki sensitifitas yang rendah sekitar 40-60%.

Achromobacter denitrificans sangat sensitif terhadap ceftazidime, meropenem, piperacillin/ tazobactam, tigecyline dan trimetropine, diikuti

dengan amikacin, ampicillin/sulbactam dan levofloxacin masing-masing

sebesar 75%, sedangkan tingkat resisten Achromobacter denitrificans

tertinggi yaitu pada aztreonam.

Hampir seluruh antibiotik yang dilakukan uji sensitifitas terhadap Escherichia coli memiliki sensitifitas yang tinggi seperti amikacin, ceftazidime, ceftriaxon, cefepime, gentamycin, meropenem, piperacillin/ tazobactam, tigecycline, cefotaxime dan ertapenem yaitu sebesar 100%, antibiotik lainnya berkisar antara 33,33%-66,67% yaitu ciprofloxacin dan cefazolin.

Berdasarkan Tabel 4.11. didapatkan pula bahwa kuman Gram

negatif lain selain Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter sp,

Achromobacter denitrificans dan Escherichiae coli tingkat sensitifitasnya

paling tinggi yaitu dengan meropenem sebesar 100% sedangkan,

Gambar

Tabel 3.11.1 Jadwal Penelitian
Tabel 4.1. Distribusi penderita OMSK berdasarkan kelompok umur
Tabel 4.3.  Distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis OMSK
Tabel 4.5. Distribusi penderita OMSK berdasarkan telinga yang terlibat
+4

Referensi

Dokumen terkait

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga tengah karena adanya perforasi membran timpani dan yang keluar secara terus- menerus atau

Yang disebut otitis media supuratif kronik ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah

Otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membrane timpani dan sekret yang keluar dari tengah terus-menerus atau hilang

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek atau teleran” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga

PROFIL PENDERITA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS (OMSK) TIPE BAHAYA DI RSUP.. ADAM MALIK MEDAN

Microbiological profile with antibiotic sensitivity pattern of cholesteatomatous chronic suppurative otitis media among children.. International Journal Pediatric

Otitis media supuratif kronik adalah peradangan kronik yang terjadi pada telinga tengah dengan perforasi membrane timpani dan riwayat keluarnya sekret dari

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran