• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Penerapan Analisis Regresi Ridge Pada Data Pasien Hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Penerapan Analisis Regresi Ridge Pada Data Pasien Hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Tahun 2014"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Regresi Linier Berganda

Model regresi linier merupakan sebuah model yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel. Hubungan tersebut dapat diekspresikan dalam bentuk persamaan yang menghubungkan variabel terikat (Y) dengan satu atau lebih variabel bebas X1, X2, …, Xk.

Berikut bentuk umum dari persamaan linear berganda:

𝑌𝑖 = ß𝑜 + ß1𝑋1𝑖 + ß2𝑋2𝑖 + …… + ß𝑘𝑋𝐾𝑖 + 𝑖

dengan :

𝑌𝑖 = variabel tak bebas

𝑋𝑖 = variabel bebas

ß1,…,ß𝑘 = parameter regresi / koefisien regresi variabel penjelas xk

𝑖 = variabel gangguan / error

ß1,…, ß𝑘 adalah parameter-paremeter yang diduga. Metode yang paling

sering digunakan dalam menduga parameter regresi adalah metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square, OLS)

2.2 Asumsi Regresi Linier Berganda

Dalam model regresi linier berganda ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi, asumsi tersebut adalah :

(2)

2. Varian (𝑖) = E (𝑖2) = 𝜎2, sama untuk semua kesalahan pengganggu (asumsi

homokedastisitas)

3. Tidak ada otokorelasi antara kesalahan pengganggu, berarti kovarian (𝑖 𝑗)

= 0, i ≠ j

4. Variabel bebas 𝑋1, 𝑋2 , … , 𝑋𝑘, konstan dalam sampling yang terulang dan

bebas terhadap kesalahan pengganggu 𝑖 .

5. Tidak ada multikolinieritas diantara variabel bebas X.

6. 𝑖 ~ N (0; 𝜎2, artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal

dengan rata-rata 0 dan varian 𝜎2.

2.3 Metode Kuadrat Terkecil

Metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square, OLS) merupakan salah satu metode untuk mengestimasi parameter pada regresi linier. Metode kuadrat terkecil mempunyai beberapa kelebihan dalam mengestimasi parameter, yaitu 1. Dengan memakai nilai kuadrat, maka semua nilai dari kesalahan atau

simpangan e akan berubah menjadi positif.

2. Dengan mengkuadratkan nilai kesalahan e yang kecil (pecahan) maka akan diperkecil mendekati nol, dan bila nilai ini diminimumkan, sehingga garis regresi penduga yang dihasilkan akan mendekati ketepatannya, bila digunkan sebuah garis penduga.

(3)

2.4 Pemusatan dan Penskalaan

Pemusatan dan penskalaan data merupakan bagian dari membakukan (standardized) variabel. Modifikasi sederhana dari pembakuan atau standarisasi variabel ini adalah transformasi korelasi (correlation transformation). Pemusatan merupakan perbedaan antara masing-masing pengamatan dan rata-rata dari semua pengamatan untuk variabel. Sedangkan penskalaan meliputi gambaran pengamatan pada kesatuan (unit) standar deviasi dari pengamatan untuk variabel

Prosedur pemusatan dan penskalaan ini mengakibatkan hilangnya βo

(intercept) yang membuat perhitungan untuk mencari model regresi menjadi lebih sederhana.

Rumus yang digunakan dalam pemusatan adalah sbb:

ZY = 𝑌𝑖−𝑌 𝑖

𝑛−1 𝑆𝑑𝑌

(2.1)

Z𝑋𝑗 = 𝑋𝑖𝑗−𝑋 𝑗

𝑛−1 𝑆𝑑𝑋𝑗

Rumus yang digunakan dalam penskalaan adalah

𝛽𝑗 = 𝛽 𝑆𝑆𝑦

𝑥𝑗 (2.2)

𝛽0 = 𝑌 - 𝛽1𝑋 1-𝛽2𝑋 2 - ….-𝛽𝑘𝑋 𝑘 (2.3)

2.5 Multikolinieritas

2.5.1 Pengertian Multikolinearitas

(4)

hubungan linier yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel bebas dari model regresi berganda.

Multikolinearitas juga dapat diartikan sebagai adanya inter-korelasi antar beberapa variabel independent. Adanya korelasi antar variabel independent menyebabkan nilai koefisien regresi parsial menjadi kurang dapat dipercaya

(Dajan, 1986). Andaikan persamaan regresi berganda adalah 𝑌 = 𝛽𝑜 + 𝛽1𝑋1 +

𝛽2𝑋2 + ɛ kita tambahkan 1 variabel independent 𝑋3 yang memiliki koefisisien

regresi 𝛽3. Jika diketahui bahwa variabel independent

𝑋2 dengan variabel independent 𝑋3 berkorelasi positif sempurna, maka variabel

𝑋3 jelas tidak dapat menjelaskan tambahan variasi yang terdapat pada variabel

dependent 𝑌. Nilai koefisien regresi parsialnya mungkin saja tidak jauh dari 0

jika terdapat interkorelasi yang erat antar variabel independennya.

Pada analisis regresi, multikolinieritas dikatakan ada apabila beberapa kondisi berikut dipenuhi :

1. Dua variable berkorelasi sempurna (oleh karena itu vektor–vektor yang menggambarkan variabel tersebut adalah kolinier).

2. Dua variabel bebas hampir berkorelasi sempurna yaitu koefisien korelasinya mendekati +1 atau -1.

3. Kombinasi linier dari beberapa variabel bebas berkorelasi sempurna atau mendekati sempurna dengan variable bebas yang lain.

(5)

Dalam bentuk matriks, multikolinearitas adalah suatu kondisi buruk dari

matriks 𝑋𝑇𝑋 yaitu suatu kondisi yang tidak memenuhi asumsi klasik. Jika

multikolinearitas terjadi antara dua variabel atau lebih dalam suatu persamaan regresi, maka nilai perkiraan koefisien dari variabel yang bersangkutan menjadi

tak berhingga, sehingga tidak mungkin lagi menduganya. Hal ini disebabkan 𝑋𝑇𝑋

menjadi singular atau 𝑋𝑇𝑋 mendekati nol.

2.5.2 Pengaruh Multikolinearitas

Apabila kolinearitas sempurna terjadi maka koefisien regresi dari pada variabel X tidak dapat ditentukan (indeterminate) dan standard errornya tidak terhingga (infinite). Apabila kolinearitas kurang sempurna, maka koefisien regresi dari variabel X masih bisa ditentukan namun sangat besar dan mempunyai standard error yang tinggi yang berarti koefisien regresi tidak dapat diperkirakan dengan tingkat ketelitian yang tinggi,

Konsekuensi praktis dari multikolinearitas adalah sebagai berikut:

1. Meskipun koefisien OLS dapat diperoleh, standard errornya akan cenderung membesar nilainya sewaktu tingkat kolinearitas antar variabel bebas juga meningkat.

2. Oleh karena standard error dari koefisien regresi besar maka dengan sendirinya interval keyakinan untuk parameter dari populasi cenderung melebar.

(6)

4. Selama multikolinear tidak sempurna, masih mungkin untuk menghitung perkiraan koefisien regresi akan tetapi standard errornya menjadi sangat sensitif, walaupun terjadi perubahan yang sangat kecil dalam data.

5. Apabila multiolinearitas tinggi, koefisien determinan ganda (𝑅2) akan

tinggi, akan tetapi tidak ada atau sedikit sekali koefisien regresi yang signifikan secara statistik.

2.5.3 Mendeteksi Adanya Multikolinearitas

Beberapa teknik telah diperkenalkan untuk mendeteksi adanya multikolinearitas. Dalam hal ini sangat diperlukan sifat-sifat dari prosedur pengecekan yang bisa menunjukkan secara langsung derajat dari masalah multikolinearitas dan memberikan informasi yang dapat membantu dalam menentukan variabel-variabel bebas yang mana yang terlibat. Beberapa teknik tersebut adalah sebagai berikut:

2.5.3.1 Plot Variabel Bebas

(7)

2.5.3.2 Pemeriksaan Matriks Korelasi

Pemerikasaan Matriks Korelasi adalah langkah yang paling sederhana dalam mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas. Jika digukan program SPSS dalam pemeriksaan matriks korelasi maka yang menjadi pedoman suatu regresi ganda yang bebas multikolinearitas adalah koefisien korelasi antar variabel bebas

adalah −1 ≤ 𝑟𝑖𝑗 ≤ 1. Jika dua variabel mempunyai nilai 𝑟𝑖𝑗 = 0, berarti antara dua

variabel tidak terdapat hubungan, tetapi jika dua variabel mempunyai 𝑟𝑖𝑗 = +1 atau

𝑟𝑖𝑗 = -1 maka kedua variabel tersebut mempunyai hubungan sempurna. Menurut

Budiono dan Koster (2002), arti koefisien korelasi 𝑟𝑖𝑗 adalah sebagai berikut:

1. Jika 0,7 < 𝑟𝑖𝑗< 0,9 atau −0,9 < 𝑟𝑖𝑗 < −0,7 maka terdapat kolinearitas

sangat kuat

2. Jika 0,5 < 𝑟𝑖𝑗< 0,7 atau −0,7 < 𝑟𝑖𝑗< −0,5 maka terdapat kolinearitas

kuat

3. Jika 0,3 < 𝑟𝑖𝑗< 0,5 atau −0,5 < 𝑟𝑖𝑗< −0,3 maka terdapat kolinearitas

lemah

4. Jika 0 < 𝑟𝑖𝑗< 0,3 atau −0,3 < 𝑟𝑖𝑗< 0 maka terdapat kolinearitas sangat

lemah

(8)

2.5.3.3 VIF ( Variance Inflation Factors ) dan Tolerance

Adanya multikolinearitas dinilai dari nilai VIF yang dihasilkan. Besarnya

nilai VIF ini bergantung pada nilai koefisien determinasi ( 𝑅2 ) yang

dihasilkan. Jika nilai VIF melebihi 10 maka koefisien determinasi bernilai lebih

besar dari 0,9. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh nilai 𝑅2 terhadap nilai VIF

yang dihasilkan, yaitu semakin besar nilai 𝑅2 maka semakin besar pula nilai VIF yang dihasilkan.VIF = (1 – 𝑅𝑗2 )−1

(9)

adalah mempunyai nilai VIF disekitar angka 1 dan mempunyai angka Tollerance

jika nilai Tollerance kurang dari 0.1 sebaiknya diselidiki lebih lanjut karena hal ini menandakan adanya multikolinearitas.

2.5.3.4 Sistem Nilai Eigen dari 𝑿𝑻𝑿

Nilai eigen dari vektor eigen dalam matriks korelasi 𝑋𝑇𝑋mempunyai

peranan penting dalam kasus adanya multikolinearitas dalam kumpulan data dari

analisis regresi yang dilakukan. Akar-akar karakteristik atau eigenvalue dari 𝑋𝑡𝑋

adalah 𝜆1, 𝜆2, …. , 𝜆𝑘 yang dapat digunakan untuk mengukur adanya

multikolinearitas. Jika ada satu atau lebih hubungan linier di dalam data, maka satu atau lebih dari eigenvalue kecil. Sedangkan satu atau lebih eigenvalue yang kecil menandakan adanya hubungan linier di dalam kolom-kolom dari variabel bebas X. Jadi multikolinearitas akan terjadi jika ada satu atau lebih eigenvalue yang kecil.

Multikolinearitas dapat diukur dalam bentuk rasio dari nilai terbesar dan

terkecil dari nilai eigen, yaitu φ =𝜆𝑚𝑎𝑥

𝜆𝑚𝑖𝑛 yang disebut nilai kondisi dari matriks korelasi. Nilai φ yang besar mengindikasikan multikolinearitas yang serius. Nilai kondisi yang terlalu besar menunjukkan ketidakstabilan koefisien regresi terhadap perubahan kecil dalam data variabel bebas.

(10)

φ =𝜆𝑚𝑎𝑥 𝜆𝑚𝑖𝑛 jika:

φ < 100 maka disebut multikolinearitas rendah

100 ≤ φ < 1000 maka disebut multikolinearitas agak kuat

φ ≥ 1000 maka disebut multikolinearitas kuat

Nilai φ =𝜆𝑚𝑎𝑥

𝜆𝑚𝑖𝑛 mempunyai hubungan dengan nilai 𝑟𝑖𝑗. 2.6 Regresi Ridge

2.6.1 Pengertian regresi ridge

Proses ridge regression diusulkan pertama kali oleh A.E. Hoerl pada tahun 1962. Prosedur tersebut ditujukan untuk mengatasi situasi multikolinearitas dan kolom matriks dari X tidak bebas linier yang menyebabkan matriks XTX hampir singular. yang pada gilirannya menghasilkan nilai estimasi parameter yang tidak stabil. Dalam bentuknya yang sederhana adalah sebgai berikut:

𝛽 (k) = (𝑋𝑇X + kI )−1𝑋𝑇X

Dimana k adalah sebuah bilangan positif atau k ≥ 0, umumnya k terletak antara interval 0 < k <1.

Umumnya sifat dari penafsiran ridge ini memiliki variansi yang minimum sehingga diperoleh nilai VIF-nya yang merupakan diagonal utama dari matriks :

(𝑋𝑇X + kI )−1 𝑋𝑇X (𝑋𝑇X + kI )−1

2.6.2 Estimator regresi ridge

Estimasi Ridge untuk koefisien regresi dapat diperoleh dengan menyelesaikan suatu bentuk dari persamaan normal regresi. Asumsikan bahwa bentuk standar dari model regresi linear ganda adalah sebagai berikut:

(11)

Parameter penting yang membedakan regresi ridge dari metode kuadrat terkecil adalah k. Tetapan bias k yang relatif kecil ditambahkan pada diagonal

utama matriks 𝑋𝑇X sehingga koefisien estimator regresi ridge dipenuhi dengan

besarnya tetapan bias k. (Hoerl dan Kennard dalam Prenadita, 2011).

2.7 Ridge Trace

Ridge Trace adalah plot dari estimator regresi ridge secara bersama dengan berbagai kemungkinan tetapan bias k, konstanta k mencerminkan jumlah

bias dalam estimator 𝛽 ( k ). Bila k=0 maka estimator𝛽 (k) akan bernilai sama

dengan kuadrat terkecil β. Bila k > 0, koefisien estimator Ridge akan bias terhadap parameter β, tetapi cenderung lebih stabil daripada estimator kuadrat terkecil. Umumnya nilai k terletak pada interval 0 < k < 1.

Pemilihan tetapan bias k merupakan masalah yang perlu diperhatikan. Tetapan bias yang diinginkan adalah tetapan bias yang menghasilkan bias relatif kecil dan menghasilkan koefisien yang relatif stabil.

Suatu acuan yang digunakan untuk memilih besarnya k, dengan melihat besarnya VIF dan melihat pola kecenderungan Ridge Trace. VIF merupakan faktor yang mengukur seberapa besar kenaikan variansi dari koefisien

estimator𝛽k dibandingkan terhadap variable bebas lain yang saling orthogonal.

Bila diantara variabel bebas tersebut terdapat korelasi yang tinggi, nilai VIF akan besar. VIF memiliki nilai mendekati 1 jika variabel X saling tidak berkorelasi dengan variabel bebas lainnya.

Determinan dari 𝑋𝑇X dapat digunakan sebagai indeks dari

(12)

terdapat hubungan yang orthogonal antara variabel bebasnya. Jika 𝑋𝑇X =0

terdapat hubungan linier diantara variabel-vriable bebasnya. Dengan kata lain

bahwa tingkat multikolinearitas dilihat dari 𝑋𝑇X mendekati 0.

2.8 Uji Regresi Linier

Setelah model yang baik diperoleh kemudian model itu diperiksa. Pemeriksaan ini ditempuh melalui hipotesis. Untuk mengujinya diperlukan dua macam jumlah kuadrat sisa (JKS) yang dapat dihitung dengan rumus:

JKR = 𝛽𝑇 𝑥𝑇𝑦 − 𝑛𝑦 2

JKS = 𝑦𝑇 y - 𝛽𝑇 𝑥𝑇𝑦 JKS = JKT – JKR

Dengan JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKS = Jumlah Kuadrat Sisa JKT = Jumlah Kuadrat Total

Pengujian hipotesis untuk uji keberartian regresi sebagai berikut: 1. Menentukan uji hipotesis, yang mana selalu menggunakan uji dua arah

𝛽0: 𝛽1 = 𝛽2 =𝛽3 =⋯ =𝛽𝑘= 0 (tidak ada hubungan linear antara

variabel-variabel bebas dengan variabel terikat)

𝛽1: 𝛽𝑗 ≠ 0, j = 1, 2, 3, …, k (ada hubungan linear antara variabel-variabel

bebas dengan variabel terikat)

2. Menentukan tingkat signifikansi (α )

3. Memilih dan menuliskan uji statistic yang digunakan, dalam hal ini uji statistic yang digunakan adalah uji – F

𝑅2 =𝐽𝐾𝑅

𝐽𝐾𝑇 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =

𝑅2

(13)

Dengan k= banyaknya variabel bebas dalam model

n= banyaknya data

4. Menentukan aturan pengambilan keputusan 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 atau 𝐹(1−𝛼;𝑘, 𝑛−𝑘−1).

Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹(1−𝛼;𝑘, 𝑛−𝑘−1) untuk derajat bebas k dan n-k-1 maka

hipotesis 𝐻0 ditolak pada taraf α dan berarti juga bahwa 𝐻1 diterima. Jika

𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝐹(1−𝛼;𝑘, 𝑛−𝑘−1) maka 𝐻0 diterima pada taraf (α)

5. Kemudian hitung nilai 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

6. Tuliskan kesimpulan ketika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dibandingkan dengan 𝐹(1−𝛼;𝑘, 𝑛−𝑘−1)

Sehingga F statistiknya dapat dicari dengan rumus:

F= 𝐽𝐾𝑅/𝑘 𝐽𝐾𝑆/(𝑛−𝑘−1)

7. F statistic inilah yang dipakai untuk menguji kelinearan suatu regresi ganda. Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹(1−𝛼;𝑘, 𝑛−𝑘−1) dengan taraf signifikansi yang

dipilih, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan linear antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat.

2.9 Hipertensi

2.9.1. Definisi hipertensi

(14)

primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat.

Hipertensi akan memberi gejala yang akan berlanjut kesuatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kanan/ left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung).Dengan target organ di otak yang berupa stroke, hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa kematian yang tinggi. (Bustan, 2007).

Hipertensi atau penyakti darah tinggi adalah gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap silent killer, karena termasuk penyakit mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrayati, dkk, 2004 dalam Jafar Nurhaedar, 2010)

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 1 dibawah

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Prahipertensi 120-139 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100

(15)

The Joint National Community on Preventation, Detection evaluation and

treatment of High Blood Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO dengan International Society of Hypertension membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau sedang memakai obat anti hipertensi. Pada anak-anak, definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah lebih dari 95 persentil dilihat dari umur, jenis kelamin, dan tinggi badan yang diukur sekurang-kurangnya tiga kali pada pengukuran yang terpisah.

2.9.2 Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.

2.9.2.1 Hipertensi Esensial

(16)

2.9.2.2 Hipertensi Sekunder

Hipertensi atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain (Kapita Selekta Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001).

2.9.3 Faktor Risiko Hipertensi

Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat diketahui dengan jelas. Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain :

2.9.3.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi

Ada tiga faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi atau tidak dapat diubah yaitu, keturunan, jenis kelamin, dan umur.

a. Keturunan

(17)

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah. Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin angiotensin. Secara umum tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang mununjukkan adanya pengaruh hormon.

c. Umur

Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi umur seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan elastisitas dinding pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya umur. Sebagian besar hipertensi terjadi pada umur lebih dari 65 tahun. Sebelum umur 55 tahun tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah umur 65 tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan demikian, risiko hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya umur. 2.9.3.2 Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor yang berasal dari gaya hidup dan dapat diubah yaitu adalah sebagai berikut.

a. Merokok

(18)

darah. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2 bertambah,

aliran darah pada koroner m meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer.

b. Obesitas

Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya penambahan berat badan. Peningkatan risiko semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada penambahan berat badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena hipertensi. Tergantung pada masing – masing

individu. Penurunan berat badan efektif untuk menurunkan hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan

Berikut adalah pengklasifikasian obesitas berdasarkan angka Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut WHO tahun 2004.

Tabel 2.2 Klasifikasi obesitas berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Klasifikasi IMT

(19)

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Pada binatang percobaan dibuktikan bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan binatang tersebut menjadi hipertensi.

d. Aktifitas Fisik

Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas, besar kemungkinan aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah. Aktifitas fisik membantu dengan mengontrol berat badan. Aerobik yang cukup seperti 30 – 45 menit berjalan cepat setiap hari membantu menurunkan tekanan darah secara langsung. Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik hipertensi maupun normotensi.

e. Mengkonsumsi garam berlebih

(20)

f. Minum alkohol

Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung

dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol

berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi (Marliani, 2007).

g. Minum kopi

Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi

mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi

meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.

h. Kadar Kolesterol

Kolesterol adalah suatu zat lemak yang beredar di dalam darah, diproduksi

oleh hati dalam jumlah yang diperlukan. Darah mengandung 80 % kolesterol yang

di produksi oleh tubuh sendiri dan 20% berasal dari makanan. Kadar kolesterol

normal adalah 160 mg/dl – 200 mg/dl. Kolesterol yang berlebih atau kolesterol

tinggi (hiperkolesterolemia) akan menimbulkan masalah terutama pada pembuluh

darah jantung dan otak.

(21)

mengalami proses penyempitan, pengerasan, kehilangan kelenturanya dan menjadi kaku.

Makin tinggi kadar kolesterol maka akan semakin tinggi pula proses aterosklerosis berlangsung. Berbagai penelitian epidemiologi, biokimia maupun aksperimental menyatakan bahwa yang memegang peranan penting terhadap terbentuknya aterosklerosis adalah kolesterol. Telah dibuktikan bahwa konsentrasi LDL kolesterol yang tinggi dalam darah akan menyebabkan terbentuknya aterosklerosis. Apabila sel-sel otot arteri tertimbun lemak maka elastisitasnya akan menghilang dan berkurang dalam mengatur tekanan darah. Akibatnya akan terjadi berbagai penyakit seperti hipertensi, aritmia ,serangan jantung dan stroke, dan lain-lain.

Berikut adalah pengklasifikasian kadar kolesterol menurut WHO Tabel 2.3 Klasifikasi Kadar Kolesterol

Kolesterol merupakan faktor resiko yang dapat diubah dari hipertensi, jadi semakin tinggi kadar kolesterol total maka akan semakin tinggi kemungkinan terjadinya hipertensi. Peningkatan kadar kolesterol darah banyak dialami oleh penderita hipertensi, pernyataan ini diperkuat dengan berbagai penelitian yang mendukung. (Harefa dkk, 2010)

(22)
(23)

2.10 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penerapan Analisis Regresi Ridge

Pada Data Pasien Hipertensi di Rumah Sakit Umum

Daerah Sidikalang Tahun 2014 Umur

Tekanan Darah

1. Sistolik

2. Diastolik

3. Kadar Kolesterol

Obesitas (IMT)

(24)

2.11 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah

1. Ada hubungan umur, kadar kolesterol dan obesitas secara simultan dengan tekanan darah sistolik pada pasien hipertensi rawat inap di RSUD Sidikalang Tahun 2014.

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
Tabel 2.2 Klasifikasi obesitas berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penerapan Analisis Regresi Ridge

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian pelaksanaan pembelajaran keiwrausahaan di sekolah diharapkan dapat membuka cakrawala pemikiran dan merubah pandangan dan sikap yang positif terhadap

Jika session benar maka user dipersilahkan membuka halaman kotak surat, namun jika salah maka user tidak bisa membuka halaman kotak surat dan biasanya akan

Food bar adalah campuran bahan pangan (blended food) yang diperkaya dengan nutrisi, kemudian dibentuk menjadi bentuk padat dan kompak (a food bar form). Tujuan

Berdasarkan keterbatasan tersebut, Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan hasil penelitian selanjutnya, adalah melakukan penelitian dengan memperluas variabel

+elan!utnya peneliti melakukan penelitian tentang tiga leel !ustifikasi yang dibutuhkan (no justification, unconditional justification, dan  justification of disagreement  ) untuk

Hal ini disebabkan makin banyak perekat, semakin baik ikatan antar partikel yang terjadi pada papan partikel ampas tebu yang dihasilkan dan sebagaimana diuraikan dalam penyerapan

Belum adanya formulasi peraturan perundangan yang integral dalam penyidikan tipikor yang dapat mengeleminir munculnya egoisme sektoral.(3). Model alternatif

Indonesia merupakan wilayah yang memiliki beribu kepulauan yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara. Setiap pulau dihubungkan oleh laut yang terbentang di sekitarnya.