• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis - Analisis Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah Terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis - Analisis Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah Terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Otonomi Daerah

Otonomi berasal dari kata Yunani, autos dan nomos. Kata pertama berarti sendiri dan kata kedua berarti pemerintah. Otonomi bermakna memerintah sendiri, dalam wacana administrasi publik daerah sering disebut sebagai local self government, jadi otonomi daerah menurut UU No.32 Tahun 2004, diartikan sebagai hak wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Daerah otonom adalah masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan bagi pelayanan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan (Rusydi, 2010). Sebagai upaya untuk mencapai tujuan itu, maka kepada daerah diberikan wewenang untuk melaksanakan urusan pemerintahan.

(2)

1. Memiliki perangkat pemerintah sendiri yang ditandai dengan adanya Kepala Daerah, DPRD, dan Pegawai Daerah;

2. Memiliki urusan rumah tangga sendiri yang ditandai dengan adanya dinas-dinas Daerah atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD); 3. Memiliki sumber keuangan sendiri yang ditandai dengan adanya pajak

daerah, retribusi daerah, perusahaan daerah dan pendapatan dinas-dinas daerah;

4. Memiliki wewenang untuk melaksanakan inisiatif sendiri (diluar dari instruksi dari pemerintahan pusat atau atasan) sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.

Apabila suatu daerah tidak memiliki sumber-sumber pembiayaan yang memadai maka hal ini akan mengakibatkan daerah bergantung terus terhadap pembiayaan pemerintah pusat. Ketergantungan terhadap pembiayaan pemerintah pusat merupakan kondisi yang tidak sesuai dengan asas otonomi daerah. Oleh karena itu perlu suatu upaya oleh pemerintah daerah dalam memutus ketergantungan tersebut dalam rangka meningkatkan kemampuan daerah.

Menurut Rusydi (2010) terdapat beberapa kriteria yang dapat dijadikan ukuran agar suatu daerah dikatakan mampu untuk mengurus rumah tangganya sendiri:

1. Kemampuan struktur organisasinya

Struktur organisasi pemerintah daerah yang mampu menampung seluruh aktivitas dan tugas yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.

2. Kemampuan aparatur Pemerintah Daerah

Aparatur pemerintah daerah mampu menjalankan tugas dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Oleh karena itu, dalam mencapai tujuan yang diinginkan daerah dibutuhkan keahlian, moral, disiplin dan kejujuran dari aparatur daerah. 3. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat

Pemerintah daerah harus mampu mendorong masyarakat agar bersedia terlibat dalam kegiatan pembangunan nasional. Karena peran serta masyarakat sangat penting dalam menunjang kesuksesan pembangunan daerah.

4. Kemampuan keuangan daerah

(3)

Sesuai dengan urgensi penelitian ini, maka suatu daerah dituntut kemampuannya dalam menggali dan mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan daerah sehingga tidak bergantung pada pemerintah pusat.

2.1.2. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (Siagian, 2009).

Menurut Halim (2007:20), Anggaran Daerah memiliki unsur sebagai berikut:

 Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.  Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk

menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran pengeluaran yang akan dilaksanakan.

 Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.  Periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun

APBD sekarang ini didasari pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dimana APBD terdiri atas tiga bagian, yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Dalam APBD baru ini pendapatan juga dibagi tiga kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan pendapatan lain-lain daerah yang sah. Selanjutnya, belanja dibagi kedalam empat bagian, yaitu belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan, yaitu sumber penerimaan dan pengeluaran daerah.

(4)

a. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran

Transparansi tentang anggaran daerah merupakan salah satu persyaratan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan bertanggung jawab. APBD harus dapat memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Selain itu, setiap dana yang diperoleh, dan penggunaannya harus dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini disebabkan karena anggaran daerah merupakan salah satu sarana evaluasi pencapaian kinerja dan tanggung jawab pemerintah menyejahterakan masyarakat.

b. Disiplin Anggaran

APBD disusun dengan berorientasi pada kebutuhan masyarakat tanpa harus meninggalkan keseimbangan antara pembiayaan penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Oleh karena itu anggaran yang disusun harus dilakukan dengan berlandaskan azas efisiensi, tepat guna, tepat waktu dan dapat dipertanggungjawabkan. Pemilahan antara belanja yang bersifat rutin dengan belanja yang bersifat pembangunan/modal harus diklasifikasikan secara jelas agar tidak terjadi pencampuradukan kedua sifat anggaran yang dapat menimbulkan pemborosan dan kebocoran dana.

c. Keadilan Anggaran

(5)

pemerintah wajib mengalokasikan penggunaannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan.

d. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran

Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal, guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan perlu ditetapkan secara jelas tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang akan diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang diprogramkan.

e. Format Anggaran

Pada dasarnya APBD disusun berdasarkan format anggaran defisit (defisit budget format). Selisih antara pendapatan dan belanja mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit anggaran. Apabila terjadi surplus, daerah dapat membentuk dana cadangan, sedangkan bila defisit, dapat ditutupi melalui sumber pembiayaan pinjaman dan atau penerbitan obligasi daerah sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.

f. Struktur Anggaran (APBD)

Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: a. Pendapatan Daerah

(6)

2.1.3. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 adalah pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha pemerintah daerah untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya, yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah, dan lain-lain penerimaan asli daerah yang sah. Pendapatan asli daerah diartikan sebagai pendapatan daerah yang tergantung keadaan perekonomian pada umumnya dan potensi dari sumber-sumber pendapatan asli daerah itu sendiri.

Menurut pasal 6 Undang-undang No. 32 tahun 2004 pendapatan asli daerah berasal dari :

1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

4. Penerimaan dari dinas dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Berdasarkan pada Undang-undang No.33 Tahun 2004 Pasal 6 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah dapat dijelaskan :

1. Pajak Daerah

(7)

Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak.Menurut Undang-undang No. 28 tahun 2009 pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

Dari batasan atau definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak adalah:

1. Iuran masyarakat kepada negara 2. Berdasarkan undang-undang 3. Tanpa balas jasa secara langsung

4. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah

Adapun jenis pendapatan pajak untuk provinsi dan pajak kabupaten/kota dapat dilihat dalam lampiran 1.

2. Retribusi Daerah

Peraturan pemerintah No. 66 tahun 2002 tentang retribusi daerah pasal satu menyebutkan bahwa retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

(8)

diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Adapun retribusi untuk provinsi dan kabupaten/kota dapat dilihat dalam lampiran 1.

3. Bagian Laba Perusahaan Daerah

Sumber pendapatan asli daerah yang ketiga yaitu adalah laba dari perusahaan daerah. Karena berbentuk perusahaan maka prinsip pengelolaannya berdasarkan atas asas-asas ekonomi perusahaan. Dengan demikian perusahaan harus mencari keuntungan dan selanjutnya sebagian dari keuntungan tersebut diserahkan ke kas daerah. Perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dalam memberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dari perusahaan daerah bukanlah berorientasi pada keuntungan, akan tetapi justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum, atau dengan perkataan lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus terjamin keseimbangannya yaitu fungsi ekonomi.

Fungsi pokok dari perusahaan daerah adalah:

1. Sebagai dinamisator perekonomian daerah, yang berarti perusahaan daerah harus mampu memberikan rangsangan bagi berkembangnya perekonomian daerah.

(9)

4. Pendapatan Lain-lain yang disahkan

Penerimaan lain-lain, di lain pihak adalah penerimaan pemerintah daerah diluar penerimaan-penerimaan dinas, pajak, retribusi dan bagian laba perusahaan daerah. Penerimaan ini antara lain berasal dari sewa rumah dinas milik daerah, hasil penjualan barang-barang (bekas) milik daerah, penerimaan sewa kios milik daerah dan penerimaan uang langganan majalah daerah. Fungsi utama dari dinas-dinas daerah adalah memberikan pelayanan umum kepada masyarakat tanpa terlalu memperhitungkan untung dan ruginya, tetapi dalam batas-batas tertentu dapat didayagunakan untuk bertindak sebagai organisasi ekonomi yang memberikan pelayanan dengan imbalan jasa. Penerimaan lain-lain membuka kemungkinan bagi pemerintah daerah untuk melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik yang berupa materi dalam hal kegiatan bersifat bisnis, maupun non materi dalam hal kegiatan tersebut untuk menyediakan, melapangkan atau memantapkan suatu kebijakan pemerintah daerah dalam suatu bidang tertentu.

Dari beberapa komponen PAD tersebut, maka yang perlu mendapatkan perhatian adalah pajak dan retribusi daerah, karena kedua jenis PAD ini baik secara langsung maupun tidak langsung akan membebani rakyat (Julitawati, dkk, 2012).

2.1.4. Belanja Daerah

(10)

bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Sementara menurut Permendagri No 13 Tahun 2006, Belanja Daerah didefinisikan sebagai kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih, pengertian ini juga digunakan dalam UU No. 32 tahun 2004. Dalam Struktur APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) yang termasuk sebagai belanja daerah antara lain:

a. Belanja aparatur daerah

Bagian belanja yang berupa : Belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal/pembangunan yang dialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik).

b. Belanja pelayanan sosial

Bagian belanja yang berupa : Belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal/pembangunan yang dialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik).

c. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan Pengeluaran uang dengan kriteria:

(11)

o Tidak mengharap dibayar kembali pada masa yang akan datang, seperti yang diharapkan pada suatu pinjaman. o Tidak mengharapkan adanya hasil pendapatan seperti

layak yang diharapkan pada kegiatan investasi. d. Belanja tidak terduga

Pengeluaran yang disediakan untuk :

o Kejadian-kejadian luar biasa seperti bencana alam, kejadian yang dapat membahayakan daerah.

o Utang (pinjaman) periode sebelumnya yang belum diselesaikan dan atau yang tersedia anggarannya pada tahun yang bersangkutan.

o Pengembalian penerimaan yang bukan haknya atau penerimaan yang dibebaskan (dibatalkan) dan atau kelebihan penerimaan.

Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi ataukabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan pilihan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(12)

tidak terduga. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yaitu belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal.

2.1.5. Pendapatan Transfer

Pendapatan transfer merupakan pandapatan daerah yang diperoleh dari otoritas pemerintah diatasnya. Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, kelompok pendapatan berupa pendapatan transfer ini digolongkan menjadi dua jenis pendapatan (untuk provinsi) dan menjadi tiga jenis pendapatan (untuk kabupaten/kota), yaitu:

1. Transfer pemerintah pusat- dana perimbangan, meliputi: a. Dana bagi hasil pajak

b. Dana bagi hasil bukan pajak c. Dana alokasi umum

d. Dana alokasi khusus

2. Transfer pemerintah pusat-lainnya, meliputi: a. Dana otonomi khusus

b. Dana penyesuaian

3. Transfer pemerintah provinsi, meliputi: a. Pendapatan bagi hasil pajak

b. Pendapatan bagi hasil lainnya 2.1.6. Dana Alokasi Umum

(13)

serta antardaerah. Namun di sisi lain, konsekuensi dari diterapkannya Otonomi Daerah adalah perubahan sistem admisnistratif yang berlaku. Daerah dituntut lebih otonom baik dalam menjalankan pemerintahannya maupun mendanai keuangan daerahnya (Rusydi, 2010). Sedangkan kemampuan tiap daerah tidaklah sama. Untuk menunjang pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut, maka pemerintah pusat memberikan kebijakan transfer kepada daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU).

Menurut UU No. 33 Tahun 2004 Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendana ikebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah sebagai berikut (Halim, 2007):

a. Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.

b. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk Kabupaten/Kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum sebagaimana ditetapkan diatas.

c. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk Kabupaten/Kota yang ditetapkan APBN dengan porsi Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

d. Porsi Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

(14)

potensi daerah. Dana Alokasi Umum digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada.

Prinsip dasar alokasi DAU (Tampubolon, 2011) terdiri dari :  Kecukupan (adequacy)

 Netralitas dan efisiensi (neutrality and efficiency)  Akuntabilitas (accountability)

 Relevansi dengan tujuan (relevance)  Keadilan (equity)

 Objektivitas dan transparansi (objectivity and transparency)  Kesederhanaan (simplicity)

2.1.7. Flypaper Effect

Maimunah (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa flypaper Effect disebut sebagai suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon (belanja) lebih banyak (lebih boros) dengan menggunakan dana transfer (grants) yang diproksikan dengan DAU dari pada menggunakan kemampuan sendiri, diproksikan dengan PAD. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pemerintah daerah menunggu alokasi DAU yang diperolehnya sebelum menentukan berapa besar belanja yang akan dihabiskannya, sehingga belanja periode mendatang cenderung lebih besar jumlahnya.

(15)

Anomali tersebut memicu diskusi yang intensif di antara ahli ekonomi. Perdebatan tersebut menghasilkan beberapa penjelasan yang ditawarkan. Dalam bidang ekonomi, penelitian tentang flypaper effect dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) aliran pemikiran, yaitu model birokratik (bureaucratic model) dan ilusi fiskal (fiscal illusion model). Model birokratik meneliti flypaper effect dari sudut pandang birokrat, sedangkan model ilusi fiskal mendasarkan kajiannya dari sudut pandang masyarakat yang mengalami keterbatasan informasi terhadap anggaran pemerintah daerahnya.

Secara implisit, model birokratik menegaskan flypaper effect sebagai akibat dari perilaku birokrat yang lebih leluasa membelanjakan transfer daripada menaikkan pajak. McGuire (1973) mengistilahkan hal ini sebagai ketamakan politisi (a greedy politicians model. Dengan demikian, flypaper effect terjadi karena superioritas pengetahuan birokrat mengenai transfer. Informasi lebih yang dimiliki birokrat memungkinkannya memberikan pengeluaran yang berlebih.

Flypaper effect merupakan fenomena dalam penelitian ini. Maimunah (2006) meneliti bahwa flypaper effect berpengaruh dalam memprediksi belanja daerah periode kedepan dan juga tidak terdapat perbedaan terjadinya flypaper effect baik pada daerah yang PAD-nya rendah maupun daerah yang PAD-nya tinggi di kabupaten/kota di Pulau Sumatra.

(16)

melakukan lobi untuk mempertahankan keuntungannya melalui kenaikan pajak. Selanjutnya Deller dan Maher (2005) meneliti kategori pengeluaran daerah dengan fokus pada terjadinya flypaper effect, Mereka menemukan pengaruh unconditional grants (transfer tak bersyarat) pada pengeluaran adalah lebih kuat pada kebutuhan non esensial atau kebutuhan luxury seperti taman dan rekreasi, kebudayaan dan pelayanan pendidikan daripada kebutuhan esensial atau normal seperti keamanan dan proteksi terhadap kebakaran.

2.1.8. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Menurut Inpres No. 7 tahun 1999 tentang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, menjelaskan pengertian kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/ kebijaksanaan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi, organisasi. Halim (2007:12) mengatakan Keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat

dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai dengan ketentuan atau peraturan perundangan yang berlaku. Dapat disimpulkan kinerja keuangan merupakan pencapaian semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang dapat dijadikan kekayaan daerah dalam periode tertentu.

2.1.8.1. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

(17)

pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien dan akuntabel, rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta.

Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari suatu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui kecenderungan yang terjadi. Menurut Halim (2007 : 232) beberapa rasio yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas pemerintah daerah diuraikan berikut ini:

1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi.

2. Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Kemampuan daerah dikatakan efektif apabila rasio yang dicapai minimal 1 (satu) atau 100 persen. Namun semakin tinggi rasio efektifitas, menggambarkan kemampuan daerah yang semakin tinggi

3. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara total realisasi pengeluaran (belanja daerah) dengan realisasi pendapatan yang diterima (Halim, 2007:234). Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik.

(18)

menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil.

5. Rasio Pertumbuhan (Analisis Shift), Rasio pertumbuhan digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya.

2.1.8.2. Pengukuran Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Efisiensi merupakan hal penting dalam pengukuran kinerja pemerintah. Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input, semakin besar output dibanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu kinerja (Ulum, 2004: 200) , dalam pemerintahan daerah, output dapat digantikan dengan istilah total realisasi belanja daerah dan input dapat digantikan dengan istilah total realisasi pendapatan daerah. Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik.

Rumusan untuk menghitung tingkat efisiensi penerimaan pendapatan asli daerah adalah sebagai berikut :

Total Realisasi Belanja Daerah

Rasio Efisiensi = x 100%

Total Realisasi Pendapatan Daerah

Tabel 2.1

Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan Persentase Efisiensi Kriteria

100 keatas Tidak Efisien

90-100 Kurang Efisien

80-90 Cukup Efisien

60-80 Efisien

Dibawah 60 Sangat Efisien

(19)

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu telah mengkaji tentang hubungan antara Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Daerah serta kemungkinan terjadinya flypaper effect, antara lain yang dilakukan oleh Hastuti (2011) tentang analisis flypaper effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pada Kota/Kabupaten Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa flypaper effect terjadi dalam laporan keuangan Kota Semarang, dan terdapat hubungan antara efisiensi kinerja pemerintah terhadap DAU, sementara PAD mempunyai hubungan yang tidak signifikan dengan kinerja pemerintah.

Kuncoro (2007) melakukan penelitian tentang fenomena flypaper effect pada kinerja keuangan pemerintah daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia. Penelitian ini menunjukkan bahwa alokasi transfer diikuti dengan pertumbuhan belanja yang lebih tinggi. Gejala ini menunjukkan bahwa pemerintahan daerah bertindak sangat reaktif terhadap transfer yang diterima dari pusat.

Maimunah (2006) melakukan penelitian fenomena flypaper effect DAU dan PAD terhadap belanja daerah pada Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera. Hasil penelitian ini menunjukkan DAU dan PAD mempengaruhi besarnya nilai Belanja Daerah, flypaper effect juga terjadi pada daerah Sumatera.

(20)

flypaper effect, hal ini membuktikan bahwa terjadi flypaper effect pada belanja daerah di Kabupaten/kota di Sumatera Selatan, penelitian juga menghasilkan DAU dan PAD sama-sama berpengaruh terhadap belanja daerah.

Siagian (2009), melakukan penelitian tentang flypaper effect pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap belanja daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. Hasil pengujian menunjukkan pengujian secara simultan dan parsial menunjukkan bahwa DAU dan PAD secara bersama-sama bepengaruh signifikan terhadap belanja daerah juga telah terjadi flypaper effect pada belanja daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.

(21)

Tabel 2.2

1.Telah terjadi flypaper effect pada Belanja Daerah di dalam efisiensi kinerja Kota dan Kabupaten Semarang

4.Flypaper Effect pada Dana ALokasi Umum (DAU) dan

(22)

infrastruktur terjadi flypaper effect.

4.Flypaper effect pada daerah dengan PAD tinggi dan PAD

1.Pengujian Secara Simultan dan parsial menunjukkan bahwa DAU dan PAD secara bersama-sama bepengaruh signifikan terhadap belanja daerah

2.Telah terjadi flypaper effect pada belanja daerah Kabupaten/Kota di daerah, retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Sedangkan hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan, tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.

2. Secara simultan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara.

Sumber : Berbagai jurnal, Olah data penulis, 2015

2.3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.3.1 Kerangka Konseptual

(23)

digunakan pemerintah sebagai sumber Belanja Daerah. Efisiensi Kinerja Keuangan dapat dilihat dengan analisis rasio keuangan pemerintah daerah, khususnya rasio efisiensi yang berkaitan tentang pemanfaatan pendapatan dalam belanja. Kesimpulan sementara adalah bahwa DAU, PAD, dan Belanja Daerah berpengaruh terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah, Sementara untuk melihat terjadi atau tidaknya fenomena flypaper effect adalah dengan melihat pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah.

H1

H2 H3

H4 Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

2.3.2. Hipotesis

2.3.2.1. Hubungan DAU dalam Kinerja Keuangan

Dalam literatur ekonomi dan keuangan daerah, hubungan pendapatan dan belanja daerah didiskusikan secara luas sejak akhir dekade 1950-an dan berbagai hipotesis tentang hubungan diuji secara empiris (Prakosa, 2004). Tetapi, dalam sebagian studi yang telah dilakukan menyatakan bahwa pendapatan mempengaruhi belanja. Sementara sebagian lainnya menyatakan bahwa belanja tidak mempengaruhi

Dana Alokasi Umum (X1)

(24)

pendapatan. Gamkhar dan Oates (1996) menyatakan bahwa pengurangan jumlah transfer (cut in the federal grants) menyebabkan penurunan dalam pengeluaran daerah. DAU ini sekaligus dapat menujukan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak DAU yang diterima maka berarti daerah tersebut masih sangat tergantung terhadap Pemerintah pusat dalam memenuhi belanjanya, ini menandakan bahwa daerah tersebut belum mandiri, dan begitu juga sebaliknya. Secara teoritis respon tersebut akan mempunyai efek distributif alokatif yang tidak berbeda dengan sumber pendanaan lain, misalnya pendapatan pajak daerah (Prakosa, 2004). Namun dalam studi empiris hal tersebut tidak selalu terjadi. Artinya stimulus terhadap pengeluaran daerah yang ditimbulkan oleh transfer atau grants tersebut sering lebih besar dibandingkan dengan stimulus dari pendapatan (pajak) daerah sendiri (flypaper effect). Prakosa (2004) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah.

H1 : Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap efisiensi kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara

2.3.2.2. Hubungan PAD dalam Kinerja Keuangan

(25)

pemerintah pusat, yang berarti ini menunjukan bahwa pemerintah daerah tersebut telah mampu untuk mandiri, dan begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini pengeluaran pemerintah daerah akan disesuaikan dengan perubahan dalam penerimaan pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum perubahan pengeluaran. Oleh sebab itu pertumbuhan investasi di pemerintah kabupaten dan kota di Sumatera Utara perlu diprioritaskan karena diharapkan memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian regional

H2 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap efisiensi kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara

2.3.2.3 Hubungan Belanja Daerah dalam Kinerja Keuangan Hubungan belanja daerah dan kinerja SKPD ini sebenranya dapat langsung dilihat dari rasio, terkhusus rasio efisiensi, rasio ini menggambarkan perbandingan antara biaya atau belanja yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan, sehingga kinerja SKPD dikatakan efisien apabila rasio yang diperoleh kurang dari 100%, semakin kecil rasio,semakin efisienlah kineja SKPD. Halim (2007) menuliskan sekalipun SKPD berhasil merealisasikan pendapatannya dengan target yang ditetapkan, keberhasilan tersebut kurang memiliki arti apabila ternyata belanja yang dikeluarkan lebih besar daripada realisasi pendapatan yang diterima.

(26)

H4 : Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah berpengaruh terhadap efisiensi kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat disimpulkan permasalahan dalam penelitian ini yaitu “ Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan

Peneliti merencanakan penggunaan bermain peran untuk meningkatkan kemandirian anak-anak dikelompok bermain Tunas Melati 1 Kedawung Sragen karena dengan bermain peran

Manfaat dari lapisan troposfer yaitu adalah menyeimbangkan suhu udara yang ada diluar dengan didalam bumi, ternyata temperature di lapisan ini tidak konstan.. Inilah yang

Bawang merah dapat digunakan sebagai obat herbal yang berfungsi untuk menurunkan suhu tubuh (kompres), secara umum bawang merah ( Allium Cepa var. ascalonicum ) adalah

Multimedia yang digunakan adalah Flash 5.0 yang merupakan salah satu software multimedia keluaran Macromedia yang dapat menggabungkan suara, animasi grafik, dan video, sehingga

Pembuatan Aplikasi Permainan CastleQuest ini menggunakan Java 2 Micro Edition (J2ME) yang merupakan bagian dari Java 2, dan telah di uji cobakan pada emulator yang disediakan oleh

Laporan Pelaksanaan Tugas Tahun 2014 Kantor Kesatuan Bangsa1.

Maka di sini penulis memandang perlunya sistem dengan dukungan bahasa pemograman WML (Wireless Murkup Language) dan juga database yang berbasiskan client server, sehingga situs