• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Konversi Agama 1. Agama - Gambaran Proses Pembuatan Keputusan Dalam Melakukan Konversi Agama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Konversi Agama 1. Agama - Gambaran Proses Pembuatan Keputusan Dalam Melakukan Konversi Agama"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Konversi Agama 1. Agama

Agama adalah sebuah fenomena yang sulit untuk didefinisikan karena cakupannya yang sangat luas dan karena setiap orang yang berusaha membuat definisinya membuat sebuah pengertian berdasarkan cara pandangnya sendiri-sendiri. Pada akhirnya, definisi agama yang sering muncul adalah definisi yang terlalu luas atau terlalu sempit (Pargament, Magyar-Russell & Murray-Swank, 2005).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah sistem yang mengatur tata kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia serta lingkungannya.

Menurut Gellman & Hartman (2002), agama adalah sistem kepercayaan (beliefs), praktek-praktek (ritual), dan aturan-aturan moral (ethics) yang hadir berdasarkan suatu keyakinan terhadap suatu hal Yang Suci. Maka di dalam agama, terdapat tiga hal penting yaitu: kepercayaan, ritual dan aturan moral.

(2)

cerita serta kebenaran yang tidak dapat dipertanyakan lagi, yang dipercayai oleh sebuah komunitas memberikan makna pokok bagi kehidupan, melalui hubungannya dengan Yang Transenden.

Dalam penelitian ini, peneliti mendefinisikan agama sebagai seperangkat sistem kepercayaan terhadap Yang Suci dimana di dalamnya terdapat ritual, simbol, dan ajaran-ajaran tertentu yang mendorong individu untuk melakukan proses pencarian terhadap suatu makna yang melebihi hal-hal material.

2. Motif Beragama

Hardjana (1993) mengatakan bahwa secara umum terdapat enam faktor utama yang mendorong manusia untuk beragama:

1. Mendapatkan keamanan

Hidup di dunia ini menarik namun tidak selalu aman. Maka di tengah-tengah kehidupan yang tidak selalu aman dan penuh ancaman, individu memohon perlindungan Tuhan untuk dijauhkan dari segala bahaya. 2. Mencari perlindungan dalam hidup

Hidup ini selain tidak aman, juga penuh dengan ketidakpastian. Dalam keadaan yang seperti ini individu lari ke agama, karena di dalam agama diyakini adanya Tuhan, Sang Penyelenggara yang dapat diandalkan.

(3)

Dalam hidup banyak terdapat pertanyaan yang mendasar namun sulit untuk dijawab. Agama bergerak di bidang misteri kehidupan tersebut. Di dalam agama terdapat Tuhan yang diyakini sebagai asal dan tujuan dari kehidupan. Oleh karena itu individu mengacu pada agama untuk mencari kejelasan atas makna hidup.

4. Memperoleh pembenaran atas praktik-praktik hidup yang ada

Dalam hidup bermasyarakat terdapat berbagai aktivitas yang baik dan berguna seperti “sopan santun”, “rajin bekerja”, dan sebagainya. Agar

aktivitas ini tetap terjaga dan memiliki daya tarik, maka agama dijadikan motivasi tambahan, seperti misalnya “bekerja rajin”

merupakan ibadah.

5. Meneguhkan tata nilai yang sudah mengakar dalam masyarakat

Dalam masyarakat terdapat berbagai nilai kehidupan etikal dan moral. Dengan agama, individu memiliki kekuatan, dorongan dan pemantapan dalam melaksanakan nilai kehidupan.

6. Memuaskan kerinduan hidup

(4)

3. Definisi Konversi Agama

Kata konversi yang dalam bahasa sehari-hari diartikan sebagai perubahan atau perpindahan, berasal dari bahasa Latin “converiere”, yang berarti

menyelesaikan (resolve) atau berbalik arah (turn around) atau berjalan melalui petunjuk atau arah yang berbeda (Flinn dalam Kurt-Swanger, 2008).

Menurut Rambo (1993), konversi agama adalah proses perubahan agama yang melibatkan dinamika dari aspek-aspek: orang yang mengalaminya, kejadian konversi itu sendiri, ideologi, institusi agama, harapan-harapan dan orientasi-orientasi. Konversi agama adalah sebuah proses yang terjadi dari waktu ke waktu, bukan merupakan sebuah kejadian tunggal.

Konversi sering diartikan sebagai perpindahan yang dilakukan individu dari agama tertentu ke agama yang lain. Tamney (dalam Blasi, 2009) mengatakan bahwa konversi merujuk pada penemuan, pembaruan, atau transformasi diri yang terjadi pada individu baik dalam satu tradisi agama maupun dari satu agama ke agama lain.

Menurut Hood, Hill dan Spilka (2009), terdapat dua paradigma dalam konsep konversi, yaitu paradigma klasik dan paradigma kontemporer.

a. Paradigma klasik

(5)

dan tindakan yang jauh berbeda dengan yang sebelumnya. Diri yang baru ini dirasa lebih “mulia” dan dilihat sebagai pembebasan dari dilema atau keadaan

yang sulit sebelumnya.

b. Paradigma kontemporer

Menurut paradigma kontemporer, konversi merupakan perubahan religiusitas seseorang dari satu keyakinan ke keyakinan lain, yang karakteristiknya: terjadi dalam proses bertahap, lebih melibatkan pemikiran daripada emosi semata, pelaku konversi bersifat aktif mencari orang-orang yang dapat menghubungkannya dengan agama yang baru, dan pelaku konversi melakukannya dengan sadar dan penuh pemaknaan.

Perbandingan paradigma klasik dan kontemporer dalam konversi agama dirangkum dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.1 Perbandingan Paradigma Klasik dan Kontemporer

Paradigma Klasik Paradigma Kontemporer

Konversi bersifat mendadak Konversi bersifat bertahap Bersifat emosional Bersifat intelektual, rasional Individu bersifat pasif Individu bersifat aktif Dibebaskan dari dosa dan rasa bersalah Mencari makna dan tujuan Menekankan proses psikologis yang Menekankan proses bersifat intraindividual interpsikologis

Sumber: The Psychology of Religion: An Empirical Research, 2009

(6)

kemudian merubah dirinya menjadi lebih baik dan secara biografis terputus dengan masa lalunya (Beit-Hallami, 2010).

Berdasarkan definisi-definisi di atas peneliti menggunakan dua paradigma dalam penelitian ini; klasik dan kontemporer, serta membuat kesimpulan bahwa konversi agama adalah proses perubahan identitas agama yang tampak dari agama tertentu ke agama lain yang terjadi secara dinamis dalam diri individu, baik secara mendadak atau bertahap, dan dilakukan dengan kesadaran dan pemaknaan.

4. Tipe-Tipe Konversi Agama

Salah satu cara yang lebih baik memahami konversi sesungguhnya adalah dengan mendeskripsikan bermacam-macam tipe konversi. Rambo (1993) membuat tipologi konversi agama sebagai berikut:

a. Apostasy atau defection

(7)

b. Intensification

Intensificatioin adalah pembaharuan komitmen individu pada agama yang selama ini telah ia anut, baik secara formal maupun non-formal. Hal ini terjadi ketika individu menjadikan agama menjadi pusat perhatian dalam hidupnya. Terjadi intensifikasi peran agama yang signifikan pada kehidupan seseorang.

c. Affiliation

Konversi tipe ini terjadi ketika individu yang tadinya tidak memiliki atau hanya memiliki komitmen yang sangat kecil kemudian berubah menjadi memiliki keterlibatan yang tinggi dalam sebuah institusi atau komunitas kepercayaan. Konversi tipe ini ditandai dengan tampaknya peningkatan keikutsertaan individu dalam beragam aktivitas kelompok agama.

d. Institutional transition

Institutional transition adalah perpindahan keanggotaan individu dari satu komunitas ke komunitas lain dalam satu tradisi agama. Konversi tipe ini sering juga disebut sebagai “denomination switching”, misalnya perpindahan keanggotaan gereja dari Presbyterian ke gereja Pentakosta, yang keduanya masih dalam satu tradisi Kristen Protestan yang sama. e. Traditional transition

(8)

5. Motif Konversi Agama

Motif yang mendorong terjadinya konversi agama adalah berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Lofland dan Skonovd (dalam Kurt-Swanger, 2008) memaparkan enam motif individu melakukan konversi agama:

a. Intellectual

Motif ini melibatkan pembelajaran akan suatu agama yang intensif karena adanya rasa ingin tahu yang besar. Pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan beragam media, seperti buku, internet, teman dan berbagai sumber lainnya.

b. Mystical

Motif ini terjadi secara tiba-tiba, dahsyat dan sulit dijabarkan dengan jelas. Dalam motif ini, individu biasanya mengalami mimpi atau penampakan mistis.

c. Experimental

(9)

d. Affectional

Motif ini dilandasi oleh hubungan interpersonal yang baik antara individu dengan jemaah agama yang akan ia anut. Pelaku konversi merasa diterima dan dikasihi oleh pemimpin agama dan para anggota agama tersebut. e. Revivalist

Dalam motif ini, perilaku anggota kelompok agama memberi pengaruh besar pada individu. Perilaku kelompok yang bersifat membangkitkan (estatic arousals) dalam kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan menimbulkan ketertarikan pada individu, misalnya: dengan melihat mukjizat penyembuhan tertentu atau adanya kesaksian akan pengalaman hidup yang luar biasa dari penganut agama lain.

f. Coercive

Motif seperti ini melibatkan pemaksaan terhadap individu untuk mau menganut agama tertentu, misalnya dengan program cuci otak (brainwashing), ancaman atau tekanan dari kelompok tertentu.

B.Pembuatan Keputusan

1. Definisi Pembuatan Keputusan

(10)

Sebelum kehadiran Janis & Mann lewat buku mereka Decision Making: Psychological Analysis of Conflict, Analysis, and Commitment pada tahun 1977, ahli ekonomi, statistik, manajemen dan matematika (behavioral scientist) melihat proses pembuatan keputusan sebagai suatu aktivitas mental yang dilakukan dengan perhitungan kognitif yang rasional dan objektif serta tidak melibatkan resiko yang besar bila dilakukan. Misalnya, bagaimana cara membuat keputusan yang baik ketika seorang pengusaha dihadapkan pada pilihan menanamkan saham di perusahaan A atau di perusahaan B yang masing-masing memiliki sisi kelebihan dan kekurangan masing-masing. Menurut teori pembuatan keputusan yang berkembang kala itu, yakni: teori Optimizing, teori Subjective Utility Theory Satisficing, dan teori Satisficing oleh Herbert Simon pada tahun 1976, sebuah keputusan yang baik lahir dari perhitungan matematika yang detail. Bagaimana perhitungan yang ada di setiap teori tersebut, tentu saja tidak akan dibahas dalam penelitian ini karena teori yang digunakan adalah teori yang lain – teori pembuatan keputusan dari Janis & Mann (1977).

(11)

conflict) di dalam diri individu, misalnya pembuatan keputusan untuk berhenti menggunakan narkoba, memilih pasangan hidup untuk berumah tangga, memilih pekerjaan tertentu, dan memilih mengikuti sebuah agama. Hal inilah yang ditegaskan oleh Janis & Mann dalam bab pertama berjudul Man, the Reluctant Decision Maker pada buku mereka.

Dikarenakan teori pembuatan keputusan Janis & Mann (1977) merupakan sebuah komentar untuk teori pembuatan keputusan yang sudah ada sebelumnya, Janis & Mann tidak lagi memberi definisi tentang arti dari sebuah pembuatan keputusan itu sendiri. Mereka langsung memberi komentar baru atas teori yang sudah diperkenalkan oleh ilmuwan sebelumnya.

Dengan alasan seperti itu, peneliti mencoba melihat definisi pembuatan keputusan dari tokoh-tokoh lain yang juga memberi sumbangsih dalam dunia teori pembuatan keputusan.

Harris (1998), dalam tulisannya Introduction to Decision Maaking, mengatakan bahwa pembuatan keputusan adalah proses mengidentifikasi dan memilih alternatif-alternatif berdasarkan nilai dan ketertarikan individu. Hal ini berarti individu memilih sebuah alternatif yang memiliki kemungkinan efektif yang paling besar dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, keinginan, gaya hidup, nilai dan lain-lain.

(12)

Berdasarkan definisi diatas, dapat dikatakan bahwa pembuatan keputusan adalah proses penyelesaian masalah yang dilakukan secara sadar dengan cara memilih alternatif yang paling tepat diantara alternatif-alternatif yang tersedia.

2. Proses Pembuatan Keputusan

Menurut Janis & Mann (1977) terdapat lima tahapan dalam proses pembuatan keputusan, yaitu:

a. Appraising the Challenge

Pada tahap pertama, individu mengalami kecemasan karena ia dihadapkan dengan informasi baru yang berbeda dengan pemahaman yang ia anggap benar sebelumnya. Informasi baru ini menjadi sebuah ancaman baginya. Individu ditantang untuk mengambil sikap. Informasi baru mengakibatkan kebimbangan jika individu mulai ragu untuk terus berjalan pada pemahaman yang sebelumnya ia yakini.

b. Surveying Alternatives

(13)

lainnya, walaupun informasi tersebut bertentangan dengan keyakinannya sebelumnya.

Di akhir tahap kedua, individu akan menyeleksi alternatif-alternatif yang ia pertimbangkan hingga didapat alternatif yang paling mendekati untuk menjawab masalah individu tersebut.

c. Weighing Alternatives

Pada tahap ini, individu berusaha mencari, mengevaluasi dan memfokuskan diri pada keuntungan dan kerugian setiap alternatif yang tersedia agar pada akhirnya didapatkan alternatif yang paling baik. Individu umumnya menjadi sadar akan keuntungan dan kerugian tertentu yang sebelumnya tidak ia pertimbangkan.

Ketika menyadari dengan sungguh-sungguh kemungkinan akan adanya penyesalan di masa depan, individu menjadi sangat berhati-hati menilai alternatif-aternatif yang ada.

(14)

d. Deliberating about Commitment

Pada tahap ini, individu melaksanakan dan menyampaikan maksudnya kepada oranglain. Individu menyadari cepat atau lambat, orang-orang dalam lingkup sosialnya seperti misalnya keluarga, rekan kerja, teman akan mengetahui pilihan yang ia telah tetapkan.

Sebagai pembuat keputusan yang dipenuhi kewaspadaan, individu berkonsentrasi tentang kemungkinan penolakan yang akan ia terima. Sebelum membiarkan orang lain tahu tentang pilihannya – khususnya jika pilihan tersebut merupakan tindakan yang kontroversial, individu akan cenderung memikirkan jalan menghindari penolakan dari keluarga, teman, dan kelompok-kelompok lainnya yang penting dalam kehidupannya.

Individu kemudian menyadari bahwa ketika ia melaksanakan dan menyampaikan maksudnya kepada orang lain, pada saat itu juga akan lebih sulit untuk kembali ke siatuasi sebelumnya, artinya ia menjadi “terkunci” pada keputusan yang telah ia ungkapkan.

(15)

e. Adhering despite Negative Feedback

Sesaat setelah membuat keputusan, individu mengalami periode bulan madu (honeymoon period) dimana ia merasa sangat senang dan yakin dengan keputusan yang ia ambil dan melaksanakan keputusan tersebut tanpa rasa cemas sedikit pun. Namun seringnya, rasa puas yang meyakinkan tersebut akan berkurang kadarnya dikarenakan adanya informasi baru yang diterima. Tahap kelima ini hampir sama dengan tahap pertama, dimana kejadian-kejadian tertentu pasca pembuatan keputusan dapat mengguncang keyakinan individu akan keputusan yang sudah dibuat. Namun tahap kelima ini berbeda dari tahap pertama dimana guncangan yang dialami individu pada tahap kelima hanya bersifat sementara. Individu akan menjadi bimbang dengan keputusan yang telah ia ambil karena tanggapan negatif dari lingkungan, namun hal ini hanya berlangsung sesaat. Kemudian, individu akan segera melakukan rasionalisasi untuk menekankan keuntungan yang ia dapatkan dan meminimalisasi kerugian yang ia alami. Pada akhirnya, individu tetap berpegang pada komitmen yang ia sudah lakukan walau ada umpan balik negatif yang ia terima kemudian.

(16)

C.Gambaran Proses Pembuatan Keputusan pada Individu yang Melakukan Konversi Agama

Secara umum manusia memeluk agama tertentu karena mengikuti orangtua mereka yang lebih dahulu memeluk agama tersebut dan memperkenalkan agama itu sejak dini kepadanya (Beit-Hallahmi & Argyle, 1997; Lamb & Bryant, 1999). Namun, melalui interaksi sosialnya, individu juga berkenalan dengan agama lain yang bukan merupakan agama yang ia anut. Beberapa individu mulai berkenalan dengan agama lain di luar agamanya, entah itu sekadar mengetahui kebiasaan perilaku beragama teman sebaya yang berlainan agama, mulai mempelajari perbedaan-perbedaan antara agamanya dengan agama lainnya atau mempelajari agama lain sebagai usaha untuk memahami hal-hal transendental dan makna akan kehidupan yang ia jalani. Perkenalan sedemikian rupa dengan agama lain, dalam proses berangsur-angsur (gradual process) dapat membuat individu pada akhirnya melepaskan agama yang ia anut sebelumnya dan memeluk agama yang lainnya, yang dikenal sebagai peristiwa konversi agama (Hood, Hill & Spilka, 2009).

(17)

yang sedemikian asing itu dapat terjadi. Bagaimanapun, konversi agama bukanlah hal yang umum terjadi.

Tidak hanya bertanya-tanya tentang konversi yang terjadi, lingkungan masyarakat pada umumnya dan keluarga pada khususnya juga memberikan reaksi negatif dengan keinginan konversi ini, misalnya menjauhi dan memperlakukan individu secara diskriminatif. Maka dalam diri individu timbullah konflik antara keinginan untuk konversi dengan keinginan tidak konversi dengan masing-masing konsekuensi yang mengikutinya. Keadaan seperti ini menimbulkan tekanan stres pada individu yang sedang berada dalam proses pembuatan keputusan melakukan konversi agama.

Pembuatan keputusan adalah proses mengidentifikasi dan memilih alternatif-alternatif berdasarkan nilai dan ketertarikan individu (Harris, 2009). Pembuatan keputusan melakukan konversi agama sendiri bukanlah sebuah pembuatan keputusan ringan yang hanya berpusat pada ketertarikan individu. Meminjam istilah Ullmann-Margalit (2006), pembuatan keputusan melakukan konversi agama adalah sebuah big decision, yaitu sebuah pembuatan keputusan yang besar. Keputusan seperti ini, menurut Ullmann-Margalit (2006), merupakan keputusan yang bersifat personal dan transformasional, keputusan yang menjadi titik penting dan sangat berarti dalam hidup seseorang, tidak dapat dibatalkan bila telah dilakukan dan dilakukan dengan kesadaran penuh.

(18)

oleh Janis & Mann (1977) dalam teori Decision Making mereka yang terdiri dari rangkaian lima tahap.

(19)
(20)

D.Paradigma Penelitian

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian Fenomena:

Tertarik dengan agama yang baru

Appraising the Challenge: Menyadari timbulnya masalah,

decisional conflict: konversi >< tidak konversi

Searching Alternatives:

Mencari alternatif untuk menyelesaikan masalah

Weighing Alternative:

Mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan setiap alternatif

Deliberating about Commitment: Mempertimbangkan konsekuensi sosial dari keputusan yang akan dibuat lalu membuat komitmen

Adhering despite Negative Feedback:

Tetap memegang komitmen walau ada umpan balik negatif

Motif Konversi

Intellectual Mystical Experimental

Affectional

Gambar

Tabel 2.1 Perbandingan Paradigma Klasik dan Kontemporer
Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah website Sistem Informasi Geografis kawasan (WebGIS) kawasan permukiman kumuh Kota Palopo. Dengan website ini pemerintah dapat memiliki

Sehubungan dengan telah dilakukannya Proses Pengadaan untuk Kegiatan dan Paket sebagaimana tersebut diatas, dengan ini Kami selaku Pokja Pengadaan Barang Dinas Kebersihan Dan

Pada Gambar 4.45 (b) didapatkan persebaran rata-rata konsentrasi fosfat tertinggi pada kondisi eksisting pada musim timur terletak di titik pengamatan P37 sebesar

Hari ke 2 : Mengobservasi luka ,Memberikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka,Mengajarkan keluarga tentang luka dan perawatan luka,Melakukan tekhik perawatan

Menu ini merupakan menu terpenting dari seluruh menu program aplikasi yang dirancang pada penelitian ini, karena pada menu ini terdapat program yang digunakan untuk

Persepsi Pekerja Seks Komersial Terhadap Pemanfaatan Klinik IMS dan VCT Di Klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Kota Medan Tahun 2009.. Fakultas Kesehatan

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran atau deskripsi mengenai penerapan pendekatan PAKEM sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa

Jumlah produksi SKM dipengaruhi oleh harga ekspor SKM serta harga cengkeh tingkat industri, sedangkan harga SKM yang diterima produsen SKM (harga setelah