BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem perekonomian di Indonesia yang sesuai dengan prinsip syariah
sebenarnya telah dipraktikkan dan melembaga sejak lama (Hamidi, 2003: 1). Bila
melihat kebelakang, sesungguhnya masyarakat Indonesia telah mengenal ekonomi
syariah bahkan jauh sebelum sistem kapitalis dikenal bangsa ini melalui para
pedagang Eropa pada abad ke – 17. Jejaknya masih bisa dilihat di pedesaan, di
mana praktik bagi hasil dalam pertanian antara pemilik lahan dan petani
penggarap masih tetap berlangsung. Dalam perkembangannya, bahkan sempat
memiliki peran secara nasional, terbukti dengan terbentuknya Sarekat Dagang
Islam pada tahun 1909 (Ibid). Dengan demikian, legalisasi perbankan syariah
melalui UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dalam UU No. 10 Tahun 1998 serta UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia merupakan jawaban atas permintaan yang nyata dari masyarakat.
Lahirnya UU No.21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah telah melengkapi
landasan konstitusional dalam menjalankan dan mengembangkan perbankan
syariah di Indonesia. Dengan diperkenalkannya perbankan berdasarkan prinsip
syariah, maka sisitem perbankan Indonesia saat ini, sudah dapat dijalankan
dengan berdasarkan prinsip syariah.
Sistem perbankan syariah yang ada dimasyarakat untuk melengkapi
kebutuhan masyarakat, seperti produk dan jasa yang ditawarkan oleh bank
masyarakat memanfaatkannya karena masih ada bank konvensional yang
menawarkan produk dan jasa juga kepada masyarakat. Masyarakat bisa memilih
dengan prinsip kepercayaan masing-masing orang untuk memilih produk atau jasa
yang ditawarkan oleh bank.
Kegiatan usaha perbankan syariah pada dasarnya merupakan perluasan
jasa perbankan bagi masyarakat yang membutuhkan dan menghendaki
pembayaran imbalan yang tidak didasarkan pada sisitem bunga, melainkan atas
dasar prinsip syariah sebagaimana digariskan syariah (hukum) Islam. Dengan
adanya kegiatan usaha perbankan syariah ini sangat membantu masyarakat untuk
bertransaksi, seperti bisa melakukan pembayaran listrik, air dan telepon. Siamat
(2005: 407) menyatakan bahwa “Prinsip operasi bank syariah berdasarkan pada
syariah Islam yaitu hukum-hukum yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah
Rasul”. Perbankan syariah menjalankan operasinya tidak menggunakan sistem
bunga sebagai dasar penentuan imbalan yang akan diterima melainkan bagi hasil
yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya kesepakatan antara
sipenerima pembiayaan dengan pihak bank.
Bank Syariah di Indonesia berlaku sejak dirintis Undang-Undang No. 7
Tahun 1992 tentang perbankan. Undang-undang tersebut menggunakan istilah
‘bank bagi hasil’ untuk bank yang berprinsip Syariah. Salah satu bank yang
mendasarkan kegiatannya pada prinsip syariah adalah BPR Syariah. Bank umum
yang pertama kali menyatakan dirinya sebagai bank umum syariah adalah Bank
Muamalat Indonesia dikemukakan Majelis Ulama Indonesia di awal tahun 1990
beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992 menjadi bank umum pertama yang beropersi
berdasarkan prinsip – prinsip syariah.
Pada akhir tahun 1998, jumlah kantor bank syariah secara nasional di
Indonesia adalah sebanyak 78 kantor, yang terdiri dari 1 kantor bank umum dan
77 kantor BPR (Triandaru, 2006: 154). Perkembangan bank berdasarkan prinsip
syariah masih sangat kecil dibandingkan dengan bank konvensional. Hingga awal
tahun 2005, terdapat 3 bank umum syariah dan 16 bank unit usaha syariah (Ibid).
Perkembangan syariah sangat diwarnai oleh perkembangan perbankan
syariah yang diawali dengan berdirinya tiga BPRS di Bandung, yaitu PT BPRS
Berkah Amal Sejahtera dan PT BPRS Dana Mardatilah pada tanggal 19 Agustus
1991, PT BPRS Amanah Rabbaniah pada tanggal 24 Oktober 1991. Selain itu,
pada tanggal 10 November 1991, juga telah berdiri PT BPRS Hareukat di
Nangroe Aceh Darussalam.
Keberadaan BPRS sangat membantu masyarakat kecil dan usaha kecil
menengah (UKM). Selama ini ada tiga sumber dana yang selalu menjadi acuan
BPRS untuk mendapatkan dana yang seterusnya disalurkan sebagai pembiayaan
(Hamidi, 2003: 81). Pertama, dari modal BPRS sendiri. Kedua, dari dana
masyarakat atau yang lebih dikenal dana pihak ketiga (DPK). Ketiga, pinjaman
antarbank. Pemerintah telah lama menggulirkan kebijakan kredit usaha mikro
dalam menanggulangi kemiskinan yang telah lama merugikan sebagian
masyarakat Indonesia. Upaya pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan telah
dikaitkan dengan pengembangan usaha mikro. Pengembangan usaha mikro akan
pekerjaan. Pengembangan UKM menjadi hal penting untuk mengingat perannya
yang cukup besar dalam perekonomian.
Para pedagang kecil yang tinggal di desa tergolong ekonomi lemah, seperti
di kecamatan Kotanopan. Kehadiran BPRS sangat diharapkan oleh masyarakat
setempat, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan pengembangan usahanya.
Selain itu, sektor UKM akan berdampak langsung bagi tersedianya lapangan
pekerjaan yaitu mengatasi pengangguran dan kemiskinan.
Berdasarkan kebutuhan masyarakat terhadap layanan jasa perbankan
syariah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang membutuhkan
dana cepat. Salah satu produk yang ditawarkan oleh bank syariah kepada
masyarakat adalah Pembiayaan UKM. BPRS Sindanglaya Kotanopan salah satu
bank syariah yang pertama kali berdiri di Kab. Mandailing Natal Kecamatan
Kotanopan dan beroperasinya sebagai bank yang berprinsip syariah pada tahun
2005. BPRS Sindanglaya Kotanopan ini dulunya beroperasi sebagai bank
Konvensional semenjak tahun 1993. Semenjak saat itu, BPRS Sindanglaya
Kotanopan mulai mengembangkan usaha syariah, dengan strategi pengembangan
bertahap dan berkesinambungan yang sesuai dengan prinsip syariah.
Mulai berdirinya BPRS Sindanglaya ini, bertujuan untuk membantu
mengembangkan usaha kecil dan menengah untuk melayani kebutuhan
pembiayaan bagi golongan ekonomi lemah yang tidak terjangkau oleh bank
umum. BPRS ini akan menjadi lembaga yang akan memberikan layanan
perbankan syariah kepada masyarakat dan memberi solusi permodalan bagi
Tabel 1.1
Jumlah Pembiayaan Rata-rata yang disalurkan oleh PT BPRS Sindanglaya Kotanopan
Tahun Jumlah Pembiayaan Rata-rata/tahun
2011 Rp. 1.321.916.000
2012 Rp. 3.609.117.000
2013 Rp. 5.996.950.000
Sumber: PT BPRS Sindanglaya Kotanopan
Berdasarkan tabel diatas penyaluran pembiayaan yang disalurkan oleh PT BPRS
Sindanglaya Kotanopan semakin meningkat dari setiap tahunnya. Pada tahun
2011 pembiayaan mencapai Rp 1.321.916.000,- per tahun. Kemudian pada tahun
2012 rata-rata kenaikan 62% yaitu Rp 3.509.117.000,- dan kemudian pada tahun
2013 mengalami peningkatan mencapai 70% yaitu Rp 5.996.950.000,-. Hal
tersebut bermakna bahwa BPRS Sindanglaya Kotanopan menunjukkan
peningkatan untuk pembiayaan UKM di Kecamatan Kotanopan Kabupaten
Mandailing Natal dari tahun ke tahun. Nominal pinjaman dana yang diberikan
oleh BPRS Sindanglaya Kotanopan untuk pembiayaan UKM dari Rp 1.000.000 –
Rp 100.000.000 dilihat dari jenis usaha yang dimiliki oleh nasabahnya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis bermaksud mengadakan
penelitian yang membahas tentang “Analisis Peran BPR Syariah Bagi Pengembangan UKM Di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal”.
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah yaitu:
1. Bagaimana pengaruh pembiayaan yang diberikan BPRS Sindanglaya
Kotanopan terhadap jumlah tenaga kerja pengusaha UKM di Kecamatan
2. Bagaimana pengaruh pembiayaan yang diberikan BPRS Sindanglaya
Kotanopan terhadap pendapatan pengusaha UKM di Kecamatan
Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal?
3. Bagaimana pengaruh pembiayaan yang diberikan BPRS Sindanglaya
Kotanopan terhadap diversifikasi produk UKM di Kecamatan Kotanopan
Kabupaten Mandailing Natal?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai perumusan diatas, maka tujuan penelitiannya adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pembiayaan yang diberikan BPRS Sindanglaya
Kotanopan terhadap jumlah tenaga kerja pengusaha UKM di Kecamatan
Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.
2. Untuk mengetahui pengaruh pembiayaan yang diberikan BPRS Sindanglaya
Kotanopan terhadap pendapatan pengusaha UKM di Kecamatan Kotanopan
Kabupaten Mandailing Natal.
3. Untuk mengetahui pengaruh pembiayaan yang diberikan BPRS Sindanglaya
Kotanopan terhadap diversifikasi produk UKM di Kecamatan Kotanopan
Kabupaten Mandailing Natal.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintahan
Dapat dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah supaya
memperhatikan daerah-daerah terpencil yang masih membutuhkan dana
2. Bagi Perusahaan
Dapat dijadikan masukan bagi PT BPR Syariah untuk terus
menyalurkan pembiayaan untuk UKM, guna pengembangan Usaha Kecil
dan Menengah.
3. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat untuk menanbah ilmu pengetahuan dan informasi
khususnya mengenai pembiayaan BPR Syariah bagi pengembangan
UKMdi Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.
4. Bagi Peneliti lain
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi, dan
sebagai bahan sumbangan pemikiran tentang peran BPR Syariah bagi
pengembangan UKM.
5. Bagi Penulis
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana
di Universitas Sumatera Utara dan menambah pengetahuan dan
pengalaman penulis agar dapat mengembangkan ilmu yang diperoleh
selama mengikuti perkuliahan di Universitas Sumatera Utara Fakultas