BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena
tenaga kerja merupakan pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan
tersebut, maka diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan
kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan. Salah satu upaya
pembangunan ketenagakerjaan adalah dengan menerapkan keselamatan dan
kesehatan kerja dengan tujuan untuk perlindungan pekerja dan meningkatkan
produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam UU No. 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 86 ayat (1) yaitu setiap pekerja/buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan
kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai agama. Pada ayat (2) juga disebutkan bahwa
untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
Penerapan ergonomi di lingkungan kerja merupakan salah satu upaya
kesehatan dan keselamatan kerja. Pelayanan kesehatan kerja yang diberikan
melalui penerapan ergonomi, diharapkan dapat meningkatkan mutu kehidupan
kerja. Ergonomi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah
manusia dalam kaitan dengan pekerjannya. Ergonomi mempelajari cara-cara
penyesuaian pekerjaan, alat kerja, dan lingkungan kerja dengan manusia dengan
memerhatikan kemampuan dan keterbatasan manusia yang bersangkutan sehingga
meningkatkan kenyamanan dan produktivitas kerja. Alat kerja dan lingkungan
fisik yang tidak sesuai dengan kemampuan alamiah tenaga kerja akan
menyebabkan hasil kerja tidak optimal, bahkan berpotensi menimbulkan keluhan
kesehatan dan penyakit akibat kerja (Anies, 2014).
Pada saat ini, tidak sedikit proses produksi perusahaan yang masih
menggunakan alat-alat manual yang melibatkan manusia dalam pekerjaannya.
Pekerjaan yang aktifitasnya bersifat manual, manusia dituntut untuk mempunyai
kemampuan lebih khususnya pada otot dan tulang karena otot dan tulang
merupakan dua alat yang sangat penting dalam bekerja. Tetapi manusia memiliki
kemampuan dan keterbatasan, sehingga pada pekerjaan manual, sering ditemukan
permasalahan yang berkaitan dengan keluhan/gangguan pada sistem otot dan
tulang/muskuloskeletal (Bukhori, 2010).
Menurut Anies (2014) sikap tubuh serta aktivitas tertentu terhadap alat
kerja, berpotensi menimbulkan suatu gangguan kesehatan, bahkan penyakit. Sikap
tubuh saat bekerja yang salah juga dapat menjadi penyebab timbulnya masalah
kesehatan antara lain nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan. Selain itu, sikap kerja
yang statis baik itu sikap duduk atau sikap berdiri dalam jangka waktu yang lama
juga dapat menyebabkan permasalahan tersebut. Dampak negatif tersebut akan
terjadi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang.
Pada saat pekerja berada pada posisi duduk, otot rangka/musculoskeletal
dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran
kursi agar terhindar dari rasa nyeri dan cepat lelah. Pada posisi duduk, tekanan
tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, jika posisi
yang tegang atau kaku dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan
cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan
tersebut sampai 190%. Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan
aktivitas otot atau saraf belakang daripada sikap duduk yang condong ke depan
(Nurmianto, 2004).
Menurut ILO (International Labour Organization) tahun 2013, setiap
tahun terjadi 2,3 juta kematian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja. Data tersebut juga menyebutkan bahwa 2 juta kematian
terjadi disebabkan oleh penyakit akibat kerja. Menurut Departemen Kesehatan RI
tahun 2013, di Indonesia terdapat 428.844 kasus penyakit akibat kerja. Selain
penyakit akibat kerja, masalah kesehatan lain pada pekerja yang perlu mendapat
perhatian antara lain ketulian, gangguan musculoskeletal, gangguan reproduksi,
penyakit jiwa, sistem syaraf dan sebagainya. ILO juga melaporkan bahwa
gangguan musculoskeletal saat ini mengalami peningkatan kasus di banyak
negara. Contohnya, di Republik Korea gangguan musculoskeletal mengalami
peningkatan sekitar 4.000 kasus dalam kurun waktu 9 tahun dan di Inggris, 40%
kasus penyakit akibat kerja merupakan gangguan musculoskeletal.
Gangguan musculoskeletal adalah gangguan pada bagian otot rangka yang
disebabkan karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus
dalam jangka waktu yang lama dan akan menyebabkan keluhan pada sendi,
ligamen dan tendon. Menurut Humantech yang dikutip Bukhori (2010), pada
awalnya keluhan musculoskeletal menyebabkan rasa sakit, nyeri, mati rasa,
kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur, dan rasa terbakar yang
pergerakan dan koordinasi gerakan anggota tubuh atau ekstremitas sehingga dapat
mengakibatkan efisiensi kerja berkurang dan produktivitas kerja menurun.
Pada penelitian sebelumnya mengenai sikap kerja dan keluhan
musculoskeletal yang dilakukan Gayo (2010) didapatkan bahwa para pekerja
penyortir kopi bekerja dengan sikap duduk pada kursi tanpa sandaran dan bantalan
dengan kepala agak menunduk menyebabkan keluhan pada leher sebanyak 28
orang (100%) dan sikap tubuh yang cenderung membungkuk menyebabkan
keluhan pada pinggang sebanyak 28 orang (100%). Penyortir kopi dengan sikap
berdiri juga mengalami keluhan seperti pada leher sebanyaak 70 orang (80,5%) ,
lutut (kiri dan kanan) sebanyak 78 orang (89,7%), dan pada betis (kiri dan kanan)
sebanyak 85 orang (97,7%).
Penelitian lain yang dilakukan Putri (2013) mengenai keluhan
musculoskeletal pada pekerja gambang menunjukkan bahwa sikap duduk pekerja
gambang tembakau yang dinamis dengan postur tubuh yang tidak benar
mengakibatkan keluhan pada leher bagian atas sebanyak 65 orang (81,3%), leher
bagian bawah sebanyak 80 orang (100%), bahu kanan 26 orang (32,5%),
punggung 41 orang (51,3%), pinggang 49 orang (61,3%) dan bokong sebanyak 50
orang (62,5%).
Menurut Bukhori (2010) yang mengutip pendapat Pheasant, gangguan
kesehatan seperti gangguan musculoskeletal disorder ini perlu mendapat perhatian
khusus dari pihak perusahaan karena dapat memberikan dampak negatif. Dampak
yang diakibatkan oleh musculoskeletal disorder pada aspek produksi yaitu
berkurangnya output, kerusakan material produk yang hasil akhirnya
memuaskan. Selain itu, biaya yang timbul akibat absensi pekerja akan
menyebabkan penurunan keuntungan, biaya pelatihan karyawan baru untuk
menggantikan karyawan yang sakit, biaya untuk menyewa jasa konsultan atau
agensi dan biaya lainnya.
Gudang Sortasi Tembakau Deli Klumpang merupakan salah satu dari 3
gudang tembakau yang dimiliki PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II. Pekerjaan
yang dilakukan para pekerja di gudang adalah melakukan sortasi daun tembakau
yang dikirim dari lapangan. Proses kerja di gudang ini dimulai dari saring ikat
kasar, yaitu proses pemisahan daun tembakau yang baik dan tidak baik,
selanjutnya daun tembakau difermentasi, proses selanjutnya adalah proses sortasi
daun tembakau yaitu memilih daun tembakau berdasarkan kualitas warna daun
tersebut. Setelah disortir, daun tembakau diberikan kepada tukang terima
tembakau untuk memilih daun tembakau mana yang telah disortasi dengan baik.
Daun tembakau tersebut kembali difermentasi selama 30 hari. Setelah itu,
dilakukan penyaringan daun tembakau untuk melihat apabila ada daun tembakau
yang tercampur saat dilakukan sortasi. Proses terakhir yaitu
pengebalan/pengepakan daun tembakau.
Berdasarkan survey pendahuluan dan wawancara singkat kepada para
pekerja di gudang tersebut, didapatkan informasi bahwa waktu kerja adalah 7 jam
satu hari dengan istirahat sebanyak 3 kali yaitu pada pukul 09.00-09.30 lalu pada
pukul 11.00 istirahat selama 15 menit untuk mengistirahatkan mata, terakhir
istirahat pada pukul 12.30-14.00 untuk istirahat makan siang dan ibadah. Rata-
rata pekerja yang bekerja di gudang tersebut sudah bekerja selama kurang lebih 30
bekerja dengan posisi duduk statis diatas tempat duduk dengan meja di depan
pekerja. Tempat duduk berbentuk memanjang dan terdapat sekitar 10 pekerja
dalam satu barisan tempat duduk. Posisi duduk pekerja juga cenderung
membungkuk karena tempat duduk tidak memiliki sandaran. Pekerjaan yang
dilakukan adalah memilih daun tembakau yang tercampur pada saat sortasi awal
dan dilakukan dengan menggunakan kedua tangan. Pekerjaan dilakukan dengan
satu tangan menggenggam ikatan daun tembakau dan tangan lainnya memilih
daun tembakau yang berbeda warna dalam satu ikatan. Pekerja melakukan
pekerjaan dengan posisi duduk statis tersebut selama kurang lebih 8 jam satu hari.
Posisi kaki pekerja agak sedikit tertekuk pada pijakan dibawah tempat duduk.
Terkadang posisi kaki pekerja berada di tempat duduk dengan posisi bersila .
Dalam wawancara singkat tersebut, didapatkan juga informasi bahwa beberapa
pekerja mengalami keluhan di pinggang, bahu, lengan dan bokong.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian
mengenai hubungan sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal pada penyortir
tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang PTPN II Tahun 2015.
1.2 Perumusan Masalah
Apakah ada hubungan sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal pada
penyortir tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang PTPN II
Tahun 2015 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui adanya hubungan sikap kerja dengan keluhan
musculoskeletal pada penyortir tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun
1.4 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini yaitu adanya hubungan antara sikap kerja dengan
keluhan musculoskeletal pada pekerja penyortir daun tembakau Gudang Sortasi
Tembakau Kebun Klumpang PTPN II Tahun 2015.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukkan bagi Perusahaan dalam penerapan ergonomi penyortir
tembakau di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang PTPN II.
2. Sebagai bahan masukan agar pekerja penyortir tembakau dapat melakukan
perkerjaannya tanpa menimbulkan resiko bagi kesehatannya.
3. Sebagai media bagi peneliti untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman
dalam penelitian di bidang kesehatan kerja terutama mengenai sikap kerja dan
keluhan musculoskeletal, sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang telah
diperoleh di bangku kuliah.
4. Sebagai bahan referensi untuk peneilitian selanjutnya mengenai sikap kerja