• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu - Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Ibu dengan Pola Pengasuhan Balita di Dusun X Medan EstateTahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu - Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Ibu dengan Pola Pengasuhan Balita di Dusun X Medan EstateTahun 2012"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu

Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi perkembangan

anaknya ke arah yang lebihbaik (Nurul, 2002).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut bahwa Ibu adalah seorang perempuan yang

telah mengandung selama sembilan bulan dan telah melahirkan seorang anak serta

merawat dengan penuh kasih sayang.

2. Penyelenggaraan Pendidikan di Indonesia

Pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan nasional berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia tahum 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara

(2)

masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran

yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu diwujudkan dalam

bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah,

dan/atau masyarakat dalam bab IV UU Nomor 20 Tahun 2003, yaitu :

a) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal.

b) Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan

menengah, dan pendidikan tinggi.

c) Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik,

profesi,vokasi, keagamaan, dan khusus.

3. Pendidikan Formal di Indonesia

Pendidikan formal dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 adalah jalur

pendidikanyang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal menurut Soedomo

(dalam Suprijanto, 2007) yaitu kegiatan belajar yang disengaja, baik oleh warga

belajar maupun pembelajarnya didalam suatu latar yang distruktur sekolah.

Ciri pendidikan formal yaitu merupakan sistem persekolahan, berstruktur,

berjenjang, penyelenggaraannya disengaja (Suprijanto, 2007)

Jenjang pendidikan formal terdiri atas :

a) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah, meliputi : TK (Taman Kanak-kanak),SD (Sekolah Dasar) atau

MI (Madrasah Ibtidaiyah), SMP (Sekolah Menengah Pertama) atau MTs (Madrasah

Tsanawiyah), dan bentuk lain yang sederajat.

b) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar yang terdiri atas

(3)

(Sekolah Menengah Umum) atau MA (Madrasah Aliyah), SMK (Sekolah Menengah

Kejuruan), MAK (Madrasah Aliyah Kejuruan), atau bentuk lain yang sederajat.

c) Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah

yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor

yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan

dengan sistem terbuka, dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut,

atau universitas.

B. Pola Pengasuhan 1. Defenisi

Pola pengasuhan merupakan pola perilaku orang tua yang paling menonjol atau

yang paling dominan dalam menangani anaknya sehari-hari. Pola orang tua dalam

mendisiplinkan anak, dalam menanamkan nilai-nilai hidup, dan dalam mengelola

emosi (Sunarti, 2004, hlm.93). Pola pengasuhan anak adalah salah satu faktor yang

sangat mempengaruhi bagaimana masa depan anak kita nanti. Apakah ia akan

tumbuh menjadi anak seperti dambaan orang tua atau bahkan sebaliknya (Ananda,

2011,hlm.3).

Pengertian pola asuh orang tua terhadap anak merupakan bentuk interaksi antara

anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan yang berarti orang tua

mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai

kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan setempat

dan masyarakat.Orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga,

mengajar, mendidik, serta memberi contoh bimbingan kepada anak-anak untuk

mengetahui, mengenal, mengerti, dan akhirnya dapat menerapkan tingkah laku yang

(4)

yang ditanamkan tiap keluarga berbeda dengan keluarga lainnya. Hal ini tergantung

dari pandangan pada diri tiap orang tua (Gunarsa, 2002, hlm. 86).

Menurut Baumrind, para orang tua tidak boleh menghukum dan mengucilkan

anak, tetapi sebagai gantinya orang tua harus mengembangkan aturan-aturan bagi

anak dan mencurahkan kasih sayang kepada mereka. Orang tua juga perlu untuk

melakukan penyesuaian perilaku mereka terhadap anak, yang didasarkan atas

kedewasaan perkembangan anak karena setiap anak memiliki kebutuhan dan

mempunyai kemampuan yang berbeda-beda.

Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh

adalah interaksi antara anak dan pengasuh selama pengasuhan, yang meliputi proses

mengembangkan cara mendidik dengan memberi aturan-aturan dan batasan-batasan

yang diterapkan pada anak-anaknya, pemeliharaan, menanamkan kepercayaan, cara

bergaul, sikap menciptakan suasana emosional memenuhi kebutuhan anak, memberi

perlindungan, serta mengajarkan tingkah laku umum yang dapat diterima oleh

masyarakat.

2. Tipe-tipe Pola Pengasuhan

Salah satu cara agar anak “berhasil” dimasa depannya dapat dimulai di

lingkungan keluarga, yaitu dengan menerapkan pola asuh orang tua terhadap anak

yang tepat. Kesalahan yang terjadi dapat berakibat buruk bagi masa depan anak, baik

dari segi kognitif, afektif, dan perilaku (Surya, 2007, hlm.86).

Pola pengasuhan pun menjadi sangat berpengaruh. Pola pengasuhan tersebut

masih dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti pendidikan orang tua, tingkat

ekonomi, dan karir orang tua di luar rumah (Danarty, 2010, hlm.18). Menurut

(5)

oleh pengalaman orang tua di masa kecilnya dan pengaruh nilai-nilai budaya yang

ada disekitarnya.

Pada dasarnya, setiap orang tua menginginkan anaknya kelak menjadi orang yang

matang dan dewasa secara sosial. Sehingga apapun jenis pengasuhan yang diterapkan

orang tua pada dasarnya dimaksudkan untuk mencapai hal tersebut. Namun, kadang

orang tua tidak menyadari bahwa pola pengasuhan tertentu dapat membawa dampak

merugikan anak. Menurut seorang pakar psikologi, Diana Baumrind, ada empat jenis

pola pengasuhan, yaitu : otoriter, permisif, indulgent, dan demokratis (Danarti, 2010,

hlm.19).

a. Pola Pengasuhan Otoriter

Pola otoriter adalah pengasuhan yang kaku, diktator, dan memaksa anak untuk

selalu mengikuti perintah orang tua tanpa banyak alasan. Dalam pola asuh ini, biasa

ditemukan penerapan hukuman fisik dan aturan-aturan tanpa merasa perlu

menjelaskan kepada anak tentang guna dan alasan dibalik aturan tersebut (Danarti,

2010, hlm.19).

Dalam pola asuh orang tua merupakan sentral artinya segala ucapan, perkataan

maupun kehendak orang tua dijadikan patokan (aturan) yang harus ditaati oleh

anak-anak. Supaya taat, orang tua tak segan-segan menerapkan hukuman yang keras

kepada anak. Orang tua beranggapan agar aturan itu stabil dan tak berubah, maka

seringkali orang tua tak menyukai tindakan anak yang memprotes, mengkritik atau

membantahnya (Dariyo, 2007, hlm. 206-207).

Kondisi tersebut mempengaruhi perkembangan diri pada anak. Banyak anak

yang dididik dengan pola asuh otoriter ini, cenderung tumbuh berkembang menjadi

pribadi yang suka membantah, membrontak dan berani melawan arus terhadap

(6)

pesimis dan anti-sosial. Hal ini, akibat dari tidak adanya kesempatan bagi anak untuk

mengemukakan gagasan, ide, pemikiran maupun inisiatifnya. Apapun yang

dilakukan oleh anak tidak pernah mendapat perhatian, penghargaan dan penerimaan

yang tulus oleh lingkungan keluarga atau orang tuanya (Dariyo, 2007, hlm. 207).

b. Pola Pengasuhan Permisif

Kebalikan dengan tipe otoriter, tipe ini adalah permisif alias serba

membolehkan. Pola permisifadalah pola di mana orang tua tidak mau terlibat dan

tidak mau memedulikan kehidupan anaknya. Akibatnya, anak menganggap bahwa

aspek-aspek lain dalam kehidupan orang tuanya lebih penting daripada keberadaan

dirinya. Walaupun tinggal di bawah atap yang sama, bisa jadi orang tua tidak begitu

tahu perkembangan anaknya (Danarti, 2010, hlm. 20-21).

Pola asuh seperti ini tentu akan menimbulkan serangkaian dampak buruk, di

antaranya anak akan mempunyai harga diri yang rendah, tidak punya kontrol diri

yang baik, kemampuan sosial yang buruk, dan merasa bukan bagian yang penting

untuk orang tuanya. Bukan tidak mungkin serangkaian dampak buruk ini akan

terbawa sampai ia dewasa. Tidak tertutup kemungkinan pula si anak melakukan hal

yang sama terhadap anaknya kelak (Danarti, 2010, hlm.21). Pola asuh ini juga dapat

mengakibatkan anak agresif, tidak patuh pada orang tua, sok kuasa, kurang mampu

mengontrol diri, dan kurang intens mengikuti pelajaran sekolah (Surya, 2007, hlm.

87).

c. Pola Pengasuhan Indulgent

Orang tua seperti ini ingin selalu terlibat dalam semua aspek kehidupan anak,

namun mereka tidak memberi tuntunan dan kontrol kepada anak. Mereka cenderung

membiarkan anaknya melakukan apa saja sesuai dengan keinginan mereka. Dalam

(7)

keinginan tersebut. Bahkan orang tua jadi tidak punya posisi tawar sama sekali di

depan anak karena semua keinginan si anak akan dituruti, tanpa mempertimbangkan

apakah itu baik atau buruk baginya (Danarti, 2010, hlm.21).

Banyak orang tua yang menerapkan pola asuh ini berkilah bahwa sikap yang di

ambilnya didasari rasa sayangnya terhadap anak. Karena itulah, semua keinginan

anak harus dituruti. Padahal cinta terhadap anak tidak identik dengan keharusan

menuruti semua keinginannya. Akibat buruk yang harus diterima anak sehubungan

dengan pola asuh orang tua yang seperti ini adalah anak jadi sama sekali tidak belajar

mengontrol diri. Ia selalu menuntut orang lain untuk menuruti keinginannya, tapi

tidak berusaha belajar menghormati orang lain. Anak pun cenderung mendominasi

orang lain sehingga punya kesulitan dalam berteman (Danarti, 2010, hlm. 21-22).

d. Pola Pengasuhan Demokratis

Pola demokratis mendorong anak untuk mandiri, tapi orang tua tetap menetapkan

batas dan kontrol. Orang tua biasanya bersikap hangat dan penuh welas asih kepada

anak, bisa menerima alasan dari semua tindakan anak, dan mendukung tindakan anak

yang konstruktif. Anak yang terbiasa dengan pola asuh demokratisakan memperoleh

dampak menguntungkan, di antaranya anak akan merasa bahagia, mempunyai

kontrol diri dan rasa percaya diri, bisa mengatasi stres, punya keinginan untuk

berprestasi, dan bisa komunikasi baik dengan teman-temannya ataupun orang-orang

yang lebih dewasa Danarti, 2010, hlm. 22).

Berdasarkan Hart, Newell dan Olsen (dalam Santrock, 2007) pengasuhan

demokratis merupakan gaya pengasuhan yang paling efektif diantara gaya

pengasuhan yang lain karena orang tua menerapkan keseimbangan yang tepat antara

kendali dan otonomi sehingga memberikan kesempatan pada anak untuk membentuk

(8)

Karena hubungan komunikasi antara orang tua dengan anak dapat berjalan

dengan menyenangkan, maka terjadi pengembangan kepribadian yang mantap pada

diri anak. Anak makin mandiri, matang dan dapat menghargai diri sendiri dengan

baik. Pola asuh demokratis ini akan dapat berjalan secara efektif bila ada tiga syarat

yaitu :

1). Orang tua dapat menjalankan fungsi sebagai orang tua yang memberi

kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pendapatnya.

2). Anak memiliki sikap yang dewasa yakni dapat memahami dan menghargai

orang tua sebagai tokoh utama yang tetap memimpin keluarganya.

3). Orang tua belajar memberi kepercayaan dan tanggung jawab terhadap

anaknya (Dariyo, 2007, hlm. 208).

3. Tujuan Pola Pengasuhan

Pada dasarnya, tujuan dari pengasuhan adalah untuk mengajarkan anak agar bisa

berprilaku baik, mengembangkan pilihan gaya hidup yang sehat, dan membuat

keputusan bagi diri mereka kelak. Setelah mempelajari keempat pola pengasuhan di

atas, hanya pola demokratis yang memberikan banyak dampak positif kepada anak.

Karena itu, pola demokratis bisa dijadikan pilihan bagi orang tua. Intinya, beri anak

kesempatan untuk bicara, tetapi kontrol sepenuhnya berada di tangan orang tua

(9)

4. Masalah Pengasuhan Anak

Permasalahan yang timbul dari pengasuhan anak, antara lain :

a. Kadang-kadang orang tua terlalu menuntut pada anak untuk menjadi yang

terbaik, sementara potensi yang dimiliki tidak memadai. Akibat yang timbul

adalah anak menjadi malas belajar dan malas sekolah.

b. Karena ingin melihat anaknya berprestasi lebih baik disekolah, orang tua

kemudian yang mengerjakan tugas-tugas sekolah anaknya. Akibat yang timbul

adalah anak belajar untuk tidak berusaha maksimal dengan daya upayanya

sendiri.

c. Timbul kekhawatiran yang berlebihan dari pihak orang tua tentang kondisi

anaknya. Akibatnya muncul keragu-raguan dalam mendidik anak, sehingga anak

mengembangkan sikap ragu-ragu serta rasa tidak percaya diri (Pratisti, 2008,

hlm.101).

5. Tips Mendidik Anak

a. Usahakan untuk selalu menanamkan ajaran agama pada anak-anak sejak dini.

Pola asuh keluarga berbasis agama dinilai sebagai pendidikan paling baik

sampai saat ini.

b. Anak akan meniru orang tua, jadi sebaiknya orang tua pun harus menjadi teladan

yang baik. Jika ingin memiliki anak yang berprilaku positif, orang tua pun harus

menjauhi segala hal yang negatif.

c. Menjalin komunikasi antara orang tua dan anak adalah hal yang sangat penting.

(10)

d. Orang tua wajib memberikan aturan-aturan tertentu agar anak tidak terlalu

dibebaskan, namun aturan-aturan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan

atau kebutuhan anak, sehingga anak pun tidak merasa berat dan terbebani.

e. Hukuman memang boleh diberikan, bahkan dianjurkan agar si anak menjadi jera.

Tapi hukuman yang dimaksud bukanlah kemarahan yang menjadi-jadi atau

kekerasan fisik yang membuat anak kesakitan. Anak yang masih labil bisa salah

paham dan berpikiran buruk pada orang tua yang suka memberikan hukuman

fisik. Hukuman orang tua terhadap anak adalah bentuk kasih sayang, jadi

andapun harus pintar-pintar memberikan hukuman apa yang cocok bagi anak

Referensi

Dokumen terkait

Moreover, this information leads to the relation between research trends on attitude and related learning factors in English education and Competence-based

Tabel IV.27 Tabulasi silang antara Usia dengan tingkat pengetahuan pengguna e-Lampid adalah layanan publik Pendaftaran

Di indonesia, konstruk tentang laki-laki dan perempuan sangat berbeda, laki-laki dipahami sebagai pemenuh kebutuhan dalam suatu rumah tangga sehingga pendidikannya harus juga

Tanda kurung siku digunakan untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain.. Tanda itu

Hasil penelitian menunjukan bahwa secara koreografi Nong Anggrek termasuk dalam tari kreasi kelompok dan kreatifitas terlihat pada pribadi Sherly Fatmarita serta

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak catat yang merupakan penelitian sebagai intrumen vital dalam melakukan penyimakan secara

Setiap anak yang berkebutuhan khusus seperti tuna rungu yang berada dalam komunitas deaf art community akan menunjukan kepada masyarkat sekitar bahwa anak tuna rungu bukanlah

(3) Dalam hal hambatan tidak dapat diatasi, Pimpinan Unit Kerja melaporkan kondisi dimaksud kepada Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi guna mendapatkan petunjuk