• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sosial Ekonomi Keluarga dan Hubungannya dengan Kenakalan Remaja di Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Sosial Ekonomi Keluarga dan Hubungannya dengan Kenakalan Remaja di Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada tahap ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan, biasanya dari usia 14 pada pria dan 12 pada wanita. Sementara United Nations (UN) atau PBB menyebutnya sebagai anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam batasan kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun. Transisi ke masa dewasa bervariasi dari satu budaya ke budaya lain, namun secara umum didefinisikan sebagai waktu dimana individu mulai bertindak terlepas dari orangtua mereka. Sedangkan menurut klasifikasi World Health Organization (WHO) remaja mulai dari usia 10 s/d 19 tahun (http: //belajarpsikologi.com/ 20012/ 26/ definisi-remaja). Batasan menurut WHO inilah yang digunakan penulis sebagai acuan dalam menentukan populasi dalam penelitian ini.

(2)

Di negara-negara yang sudah maju, kejahatan remaja bergandengan erat dengan kemiskinan. Hal ini dicerminkan oleh distribusi ekonomis dan distribusi ekologis dari orang-orang yang berasal dari kelas-kelas sosial yang berbeda-beda. Dengan sendirinya dalam masyarakat terdapat banyak kesenjangan antara si kaya dengan si miskin, semua kejadian tadi merangsang terjadinya peningkatan jumlah kejahatan yang dilakukan oleh remaja yang berasal dari stratifikasi ekonomi rendah dengan pola subkultur kemiskinan, namun anak - anak remajanya memiliki ambisi materiil yang terlalu tinggi dan tidak realistis (Kartono, 1992 : 33).

Bimnas Polda Metro Jaya mengatakan bahwa di kota–kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran sering terjadi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Jakarta misalnya seperti yang dirillis dari Biro Operasional Polda Metro Jaya, mulai bulan Januari hingga Juli 2011, sebanyak 20 kasus tawuran terjadi di Jakarta, sementara 15 kasus lainnya terjadi di daerah Bekasi. Sehingga pada Januari hingga Juli 2011, sudah terjadi sebanyak 35 kasus tawuran warga di wilayah Jakarta dan Bekasi. Ironisnya, kasus yang sama pada tahun 2010, tercatat 74 peristiwa tawuran kelompok warga dan pelajar di Jakarta. Jumlah kasus di tahun 2010 dan 2011 ini mengalami peningkatan dari dua tahun lalu atau, di tahun 2009, dimana kasus tawuran yang terjadi hanya sebanyak 16 kasus tawuran di Jakarta (http: www.mertropolitan.inilah.com/ diakses tanggal 30 april 2012 pukul 14.00)

(3)

jumlah pengguna narkoba sebesar 22,7%. Dari sejumlah 1,1 juta di tahun 2006 menjadi 1,35 juta di tahun 2008. Hal ini membuktikan telah terjadi stagnansi upaya penurunan pengguna narkoba di Indonesia. Diakuinya memang sangat sulit untuk melakukan pencegahan penggunaan narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa. Karena peredaran narkoba juga semakin gencar dibarengi perkembangan teknologi produksi narkoba di Indonesia. sebagaimana data BNN 2008 menyebutkan bahwa ada 3,6 juta penyalahguna narkoba di Indonesia. Dimana 41% diantara mereka pertama kali mencoba narkoba di usia 16 - 18 tahun. (http://ferli1982.wordpress.com/20012/26).

Di Sumatera Utara kasus anak dan remaja terhadap penyalahgunaan narkoba setiap tahunnya meningkat dratis, termasuk di kalangan pelajar. Berdasarkan data diperoleh dari Polda Sumut, jumlah anak dan remaja yang terlibat narkoba dari 2005-2011 mencapai 2.194 kasus dengan rincian kasus narkoba yang terjadi pada usia anak di bawah umur 15 tahun dari 2005-2011 mencapai 173 kasus. Sementara untuk remaja berusia 16 sampai 19 tahun mencapai 2.194 kasus. Jumlah kasus tersebut dengan klasifikasi untuk kalangan pelajar sebanyak 719 kasus dan mahasiswa 466 kasus (http//www.JurnalMedan.co.id/2012/3/26).

(4)

Berdasarkan data penelitian pada 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Bandung, Surabaya, hingga Makassar, masih berkisar 47,54 persen remaja mengaku melakukan hubungan seks sebelum nikah. Namun, dari hasil survei terakhir tahun 2008, persentasenya meningkat menjadi 63 persen. Dengan adanya perilaku seperti itu, para remaja tersebut sangat rentan terhadap risiko kesehatan seperti penularan penyakit HIV-AIDS, penggunaan narkoba, serta penyakit lainnya. Sebab, berdasarkan data Departemen Kesehatan hingga September 2008, dari 15.210 penderita AIDS atau orang yang hidup dengan HIV-AIDS di Indonesia, 54 persen adalah remaja (http: //blog.its.ac.id/ yanis09mhsisitsacid/ 2009/12/).

Selain seks bebas, kasus aborsi juga sangat menonjol. Sebuah laporan yang dirilis Antara (16/02/09), kasus aborsi di Indonesia setiap tahunnya mencapai 2,3 juta dan 30 persen pelakunya masih remaja. Sebuah survei yang dilakukan di 33 provinsi pada pertengahan tahun 2008 melaporkan bahwa 63 persen remaja di Indonesia usia sekolah SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah dan 21 persen di antaranya melakukan aborsi. Secara umum survei itu mengindikasikan bahwa pergaulan remaja di Indonesia makin mengkhawatirkan.

(5)

cenderung langsung menyalahkan, menghakimi, bahkan menghukum pelaku kenakalan remaja tanpa mencari penyebab, latar belakang dari perilakunya tersebut (Gunarsa, 2003:17).

Pengaruh sosial dan kultural memainkan peranan yang besar dalam pembentukan atau pengkondisian tingkah laku kriminal anak-anak remaja. Perilaku anak-anak ini menunjukkan tanda-tanda kurang atau tidak adanya korfomitas terhadap norma-norma sosial, mayoritas juvenile delinquency berusia di bawah 21 tahun. Angka tertinggi tindak kejahatan ada pada

usia 15-19 tahun dan sesudah umur 22 tahun, kasus kejahatan yang dilakukan oleh delinkuen menjadi menurun (Minddendorff, dalam Kartono, 1992 : 3).

Kenakalan remaja dapat dikaitkan dari kemungkinan pengaruh sosial ekonomi keluarga. Bagi kalangan remaja yang berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi rendah, mereka melakukan kenakalan disebabkan karena mereka tidak bisa menduduki status sosial tinggi melalui jalan yang wajar akibatnya mereka bergabung dengan gang kriminal. Masalah utama dari remaja yang berasal dari sosial ekonomi rendah ialah kesusahan dan kepedihan hati mereka karena tidak mampu bersaing dengan remaja kelas atas disebabkan oleh kurangnya privilage (hak-hak istimewa) dan fasilitas materil. Maka untuk menjalankan fungsi sosial tertentu dan untuk memberikan arti bagi eksistensi hidupnya, juga untuk mengangkat martabat dirinya serta meningkatkan fungsi egonya secara bersama-sama mereka lalu melakukan perbuatan kejahatan (kartono,1992 : 9).

(6)

Menurut Santrock, kenakalan remaja lebih banyak terjadi pada golongan sosial ekonomi yang lebih rendah, serta perkampungan kumuh pada penduduk. Tuntutan kehidupan yang keras menjadikan remaja-remaja kelas sosial ekonomi rendah menjadi agresif. Sementara itu, orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan terhadap perilaku putra-putrinya, sehingga remaja cenderung dibiarkan menemukan dan belajar sendiri serta mencari pengalaman sendiri dan menurut Cohen, perilaku kenakalan banyak terjadi di kalangan remaja laki-laki kelas bawah yang kemudian membentuk gang. Perilaku kenakalan merupakan cermin ketidakpuasan terhadap norma dan nilai kelompok kelas menengah atas yang cenderung mendominasi (Hadisuprapto, 1997 : 25).

Namun menurut Hurwitz yang menyebutkan bahwa dalam hal kondisi sosial ekonomi rumah tangga tidak boleh hanya memperhatikan kondisi sosial ekonomi rendah sebagai faktor dominan terjadinya kenakalan anak, penting juga memperhatikan remaja yang berasal dari kondisi sosial ekonomi kelas atas. Dalam hal ini kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang sangat tinggi, dimana remaja sudah terbiasa hidup mewah, anak-anak dengan mudahnya mendapatkan segala sesuatu akan membuatnya kurang menghargai dan menganggap mudah segala sesuatunya, yang dapat menciptakan kehidupan berfoya-foya, sehingga anak dapat terjerumus dalam lingkungan antisosial. Kemewahan membuat anak menjadi terlalu manja, lemah secara mental, tidak mampu memanfaatkan waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat. Situasi demikian menyebabkan remaja menjadi agresif dan memberontak, lalu berusaha mencari kompensasi atas dirinya dengan melakukan perbuatan yang bersifat melanggar (Hurwitz, dalam Moeljatno, 1986 : 111).

(7)

memiliki wawasan berfikir dan berprilaku yang berbeda pula, sehingga dikatakan bahwa bentuk kenakalan remaja datang dari latar belakang sosial ekonomi keluarga baik yang berstatus sosial ekonomi rendah maupun yang berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi yang tinggi.

Pada hakekatnya hal ini penting mengingat remaja merupakan generasi penerus bangsa yang dituntut untuk lebih inovatif dan kreatif serta penuh dedikasi karena ditangan merekalah kelak maju atau mundurnya kehidupan bangsa. Oleh karena itu, remaja perlu mendapatkan pendidikan dan pembinaan secara serius sejak dini agar mereka mampu memikul tanggung jawabnya sebagai generasi penerus bangsa.

Didasarkan kepada penelitian-penelitian tentang kenakalan tersebut antara lain salah satu penyebab kenakalan remaja ini adalah keadaan sosial ekonomi. Untuk itu penulis tertarik mengangkat masalah kenakalan remaja di Desa Lantasan Baru, kecamatan Patumbak, alasan penulis memilih desa Lantasan Baru sebagai lokasi penelitian karena di desa ini sudah terjadi penyimpangan perilaku remaja yang serius seperti perkelahian, pencurian, meminum minuman keras, narkoba bahkan sampai seks bebas. Akibat minimnya pengawasan orang tua banyak remaja di desa ini terjebak dalam dunia narkotika tidak hanya sebagai pemakai bahkan sebagian dari mereka ada juga sebagai pengedar narkoba, bahkan banyak remaja hidup dalam pergaulan bebas sehingga terjadi perilaku seks bebas remaja yang idealnya belum pantas dilakukan oleh anak seumuran mereka.

(8)

dominan memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah, sedangkan perilaku remajanya mengikuti gaya hidup masyarakat kota yang terbiasa dengan pola hidup mewah. Untuk itu penulis akan melakukan penelitian dengan satu judul “Sosial Ekonomi Keluarga Dan Hubungannya Dengan Kenakalan Remaja di Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang”.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah adalah langkah yang paling penting untuk membatasi masalah yang akan diteliti. Masalah adalah bagian pokok dari kegiatan penelitian (Arikunto, 2008:47). Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

“Bagaimana hubungan sosial ekonomi keluarga dengan kenakalan remaja di Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang ?”.

1.3 Tujuan danManfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah hubungan sosial ekonomi keluarga terhadap kenakalan remaja di Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak.

1.3.2 Manfaat Penelitian

(9)

1.4 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan maslah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan masalah dan objek yang akan diteliti, kerangka pemilihan, hipotesa, definisi konsep dan definisi operasional.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, tehnik pengumpulan data, serta tehnik analisa data.

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan penguraian tentang sejarah geografis dan gambaran umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang diteliti.

BAB V ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta analisanya.

BAB VI PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Bahasa Sunda dituturkan di hampir seluruh provinsi Jawa Barat dan Banten, serta wilayah barat Jawa Tengah mulai dari Kali Brebes (Sungai Cipamali) di wilayah Kabupaten Brebes dan

JUDUL : DEMI SEKOLAH JADI PRT MEDIA : MINGGU PAGI. TANGGAL : 27

motivasi. Pendapat yang sama diungkapkan oleh Sardiman, motif diartikan sebagai daya penggerak yang mendorong seseorang melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk

Maka, persoalan yang diteliti dalam hal ini adalah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan hukum waris adat Tapanuli Selatan, mekanisme penyelesaian sengketa

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk organik dan an organik pada umur 6 mst dan 8 mst menunjukkan pengaruh yang sangat nyata

dibentuk dengan membagi busur lingkaran sebesar 1,2 rad ke dalam lima bagian yang sama, dan diberikan angka-angka pada lima bagian dari skala tersebut 0, 1, 2, 3, 4, dan 5

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui yang mempunyai bayi umur 7-12 bulan di posyandu wilayah kerja Puskesmas Bantul II yang berjumlah 407 orang berdasarkan

Kapasitas jangkauan media massa online amat luas (meliputi local, nasional, dan internasional), jumlah halaman web lebih beragam, dapat menampung naskah/ tulisan dalam jumlah