• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Isoterm Sorpsi Air dari Kerupuk Kedelai (Moisture Sorption Isotherm Characteristic of Soy Crackers) Oleh : Maulina Putri Nor Azizah 652013035 TUGAS AKHIR - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Karakteristik Isoterm S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Karakteristik Isoterm Sorpsi Air dari Kerupuk Kedelai (Moisture Sorption Isotherm Characteristic of Soy Crackers) Oleh : Maulina Putri Nor Azizah 652013035 TUGAS AKHIR - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Karakteristik Isoterm S"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Karakteristik Isoterm Sorpsi Air dari Kerupuk Kedelai

(Moisture Sorption Isotherm Characteristic of Soy Crackers)

Oleh :

Maulina Putri Nor Azizah 652013035

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

(Kimia)

Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana

(2)
(3)
(4)
(5)

Karakteristik Isoterm Sorpsi Air dari Kerupuk Kedelai

(Moisture Sorption Isotherm Characteristic of Soy Crackers)

Maulina Putri Nor Azizah1, Sri Hartini2, Margareta Novian Cahyanti2 1

Mahasiswa Program Studi Kimia, 2Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

Jalan Diponegoro No. 52-60 Salatiga 50711, Jawa Tengah – Indonesia 1

maulina300795@gmail.com

ABSTRACT

The research was aimed to obtain moisture isotherm sorption curve of soy crackers,predict it using mathematic models and to obtained moisture isotherm sorption characteristic of soy crackers related to its stability. The curved of moisture sorption isotherm was resulted by plotting water activity value (aw) and equilibrium moisture content (Me) using seven salt with RH value at range of 10-94%. There were three models of sorption isotherm tested, namely, GAB (Guggenheim Anderson deBoer), BET (Brunauer Emmett Teller) and Caurie model.The result shown that moisture sorption isotherm curve is sigmoid shape (type 2) and best fit models is GAB with MRD value at 30oC, 35oC, and 40oC temperature sequentially 2.51%, 3.04% and 3.60%. The fraction of primary water for GAB models at a temperature of 30oC, 35oC and 40oC sequentially were 3.90%; 3.96%; 4.35%. As for the BET model were 4.35%; 2.95%; 3.04% and Caurie model were 3.56%; 1.06%; 3.20%. Secondary and tertiary water fraction were 41.93% and 86.76%. Value of enthalpy and entropy decreased with increasing water content equilibrium and surface area sorption at a temperature of 30oC, 35oC and 40oC sequentially were 81.29; 24.64; 75.09 (m2/g).

Keywords: mathematic model, moisture isotherm sorption, soy crackers

PENDAHULUAN

Dusun Gading, Desa Tuntang merupakan salah satu sentra kerupuk di Kabupaten Semarang. Jenis kerupuk yang diproduksi salah satunya adalah kerupuk kedelai (Desa Tuntang, 2014). Selama masa penyimpanannya, kerupuk akan mengalami proses penyerapan uap air dari lingkungan sehingga akan menyebabkan produk

tersebut mengalami penurunan mutu menjadi lembab/tidak renyah (Robertson, 2000). Semakin tinggi uap air yang diserap oleh suatu produk akan mengakibatkan kadar air dan aktivitas air (aw) pada bahan pangan tersebut tinggi.

(6)

simpannya (Budijanto dkk., 2010) serta dapat meramalkan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi terhadap bahan makanan selama bahan tersebut disimpan (Purnomosari, 2008).

Di luar Indonesia, penelitian tentang isoterm sorpsi air sudah banyak dikembangkan tetapi untuk produk kerupuk tidak dijumpai karena kerupuk merupakan makanan asli Indonesia. Penelitian tentang isoterm sorpsi air yang serupa dengan kerupuk yaitu tentang keripik atau chips yang dilakukan oleh beberapa peneliti yakni ; Kanopacka et al. (2002) tentang keripik apel bebas lemak, Tungsangprateep and Jindal (2004) tentang keripik singkong-udang, Liu-Ping et al. (2005) tentang keripik wortel, dan Sirpatrawan (2009) tentang crackers beras. Sedangkan di Indonesia, penelitian tentang isoterm sorpsi air masih sangat sedikit terlebih dengan topik kerupuk. Banoet (2006) melakukan penelitian tentang isoterm sorpsi air dan pendugaan umur simpan kerupuk udang dan penelitian yang serupa juga pernah dilakukan oleh Budijanto dkk. (2010) tentang keripik tortila dan Rosalina dan Silvia (2015) tentang keripik ikan

beledang. Sehingga penelitian tentang isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai merupakan suatu kebaruan di bidang penelitian karena hanya sedikit orang yang pernah mengkajinya.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian adalah : 1. Menentukan kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai.

2. Memprediksikan isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai menggunakan berbagai pemodelan matematika.

3. Menentukan karakteristik kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai yang berkaitan dengan stabilitasnya.

METODA PENELITIAN

Bahan dan Piranti

(7)

dengan ketelitian 0,1 mg (Mettler H 80, Mettler Instrument Corp, USA), neraca analitik dengan ketelitian 0,01 g (Ohaus TAJ602, Ohaus Corp, USA) dan sorption container.

Metode

Pengukuran Kadar Air Awal (Kumalasari, 2012)

Sampel kerupuk sebanyak ± 0,5 gram dimasukkan dalam cawan moisture analyzer. Moisture analyzer dinyalakan kemudian ditutup dan ditunggu sampai berbunyi. Hasil kadar air yang diperoleh dicatat.

Preparasi Larutan Garam Jenuh (Hayati, 2004)

Preparasi larutan garam jenuh dilakukan menggunakan 7 macam garam. Garam ditimbang dengan berat tertentu kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi air hangat suhu ± 50oC dan diaduk sampai larut. Jika garam yang dilarutkan dapat larut sempurna, maka garam ditambahkan sedikit demi sedikit sampai garam tidak larut lagi. Larutan garam jenuh dibuat sebanyak 50 mL kemudian dimasukkan dalam sebuah

glass container yang cukup untuk menampung larutan garam.

Pengukuran Kadar Air Kesetimbangan (Sirpatrawan, 2009)

Masing-masing sampel sebanyak 2-3 gram disimpan dalam sorption container

yang sudah diatur RH-nya menggunakan larutan-larutan garam jenuh. Sorption container tersebut kemudian disimpan dalam inkubator pada suhu 30oC, 35oC dan 40oC. Setiap hari sampel tersebut ditimbang sampai tercapai steady state (massa konstan ± 0.001 g) . Setelah konstan, sampel tersebut kemudian diukur kadar airnnya menggunakan moisture analyzer.

Uji Ketepatan Model (Budijanto dkk., 2010)

Model yang diuji dalam penelitian yang dilakukan ada 3 macam yaitu BET, GAB dan Caurie. Model isoterm sorpsi air diuji menggunakan Mean Relative Determination (MRD) dengan persamaan sebagai berikut :

………….…..… (1)

Keterangan :

mi = kadar air hasil percobaan mpi = Kadar air hasil perhitungan n = jumlah data

(8)

5 < MRD < 10 : model agak tepat MRD > 10 : model tidak tepat.

Penentuan Karakteristik Kurva Isoterm Sorpsi Air Kerupuk Kedelai

Karakteristik kurva isoterm sorpsi air kerupuk kedelai yang dianalisa meliputi fraksi air primer (kadar air monolayer) menggunakan pemodelan BET, GAB dan Caurie, fraksi air sekunder (kadar air multilayer), fraksi air tersier, entalpi dan entropi penyerapan air menggunakan persamaan Clausius-Clapeyron, dan luas permukaan penyerapan air menggunakan persamaan Caurie.

Analisa Data (Motulsky and Christopoulos, 2004)

Pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali untuk sampel pada setiap jenis larutan garam dan data dianalisa menggunakan regresi linier dan regresi non linier dengan berbagai pemodelan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kurva Isoterm Sorpsi Air dari Kerupuk Kedelai

Penentuan kurva isoterm sorpsi dilakukan dengan cara menghubungkan data kadar air kesetimbangan (Me) dengan aktifitas air (aw) pada Tabel 1.

Tabel 1. Kelembapan Relatif (RH), Aktivitas Air (aw) dan Kadar Air Kesetimbangan (Me) pada Suhu 30oC, 35oC dan 40oC

Suhu 30oC 35oC 40oC

Garam RH(%) aw Me(%bk) RH(%) aw Me(%bk) RH(%) aw Me(%bk)

NaOH 10 0,10 0,88 ± 0,23 10 0,10 0,97 ± 0,29 10 0,10 0,56 ± 0,26 MgCl2 43 0,43 3,78 ± 0,64 40 0,40 3,65 ± 0,71 39 0,39 3,28 ± 0,69 K2CO3 45 0,45 3,88 ± 0,62 46 0,46 4,13 ± 0,68 46 0,46 3,81 ± 0,71 Mg(NO3)2 64 0,64 7.00 ± 0,98 64 0,64 7,28 ± 0,95 66 0,66 6,70 ± 1,09 KI 73 0,73 9,00 ± 0,96 72 0,72 8,81 ± 1,00 74 0,74 8,16 ± 1,04 NaCl 80 0,80 11,25 ± 0,99 80 0,80 11,61 ± 1,08 81 0,81 11,53 ± 1,00 KCl 91 0,91 16.54 ± 1,26 93 0,93 17,41 ± 1,43 93 0,93 17,86 ± 1,33

(9)

proses desorpsi terhadap sampel sehingga kadar air kesetimbangan menjadi rendah (Banoet, 2006). Nilai kadar air kesetimbangan akan meningkat seiring dengan kenaikan temperatur (Saravacos et al., 1986), namun dalam penelitian yang dilakukan nilai yang dihasilkan masih fluktuatif. Tren nilai yang fluktuatif juga dijumpai pada isoterm sorpsi air basbusa sweet (Ahmed et al., 2004).

Kurva isoterm sorpsi air pada kerupuk kedelai (Gambar 1) berbentuk sigmoid atau menyerupai bentuk S, sehingga kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai mendekati tipe II.

A B

C

Gambar 1. Kurva Isoterm Sorpsi Air pada Kerupuk Kedelai pada Suhu 30◦C (A),

35◦C (B) dan 40◦C (C)

Menurut Winarno (1992), kurva berbentuk sigmoid paling umum dijumpai pada bahan pangan dan khas untuk masing-masing bahan pangan. Kerupuk kedelai dibuat dari terigu, tapioka, kedelai dan bahan penyusun lainnya. Bahan pangan yang mempunyai penyusun utama berupa tapioka dan kasein memperlihatkan pola sorpsi isotermis berbentuk sigmoid yaitu pola yang umum ditemui pada sistem pangan amorf

(10)

sorpsi air yang sigmoid sebagai akibat dari efek koligatif, hukum Raoult, efek kapilaritas, dan interaksi antara air dan permukaan bahan pangan (Sahin and Sumnu, 2006 ; Bell and Labuza, 2000).

Bentuk kurva yang sigmoid pada kerupuk kedelai sesuai dengan hasil yang dilaporkan Labuza et al. (1985) bahwa bahan pangan yang memiliki kadar air rendah umumnya memiliki kecenderungan kurva isoterm yang berbentuk sigmoid. Akan tetapi kemiringan kurva isoterm sorpsi yang sigmoid ini dapat berbeda-beda karena dipengaruhi oleh sifat alami bahan pangan, suhu kecepatan adsorpsi dan desorpsi yang terjadi selama penyimpanan (Fennema, 1985). Sebagaimana dijelaskan oleh Kusnandar dkk. (2010) bahwa tipe kurva isotermi setiap bahan pangan bervariasi tergantung seberapa besar sifat higroskopis dari pangan tersebut, yaitu terdiri dari sangat higroskopis, medium dan rendah. Sorpsi isotermis menggambarkan kemampuan higroskopis yang kompleks yang dipengaruhi oleh interaksi, baik fisik maupun kimia

antara komponen-komponen bahan pangan tersebut dan juga diinduksi oleh proses pemanasan atau perlakuan awal lainnya. Bentuk sigmoid dari kurva sorpsi isotermis air pada kerupuk kedelai menggambarkan bahwa kemampuan higroskopis kerupuk kedelai berada pada Tipe II atau higroskopis medium. Hal ini berarti bahwa interaksi baik fisik maupun kimia antara komponen-komponen bahan pangan dari kerupuk kedelai adalah bersifat sedang.

Ketepatan Model yang Diuji

Data hubungan kadar air kesetimbangan dan aktivitas air kemudian diubah dalam berbagai model matematika untuk diprediksikan. Model yang

diprediksikan yaitu (Guggenheim Anderson deBoer) dengan y =

dan x = aw, BET (Brunauer Emmett Teller) dengan y = dan x = aw dan Caurie y = dan x

(11)

Gambar 2. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air GAB pada Kerupuk Kedelai

Gambar 3. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air BET pada Kerupuk Kedelai

Gambar 4. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air Caurie pada Kerupuk Kedelai Suhu 30

Linear (BET Suhu 35) Linear (BET Suhu 40)

Suhu 30

(12)

Penentuan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) dihitung berdasarkan masing persamaan regersi linier maupun non linier pada masing-masing pemodelan. Tabel 2 menunjukkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan (Me) dan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) dengan pemodelan GAB (Guggenheim Anderson deBoer) BET (Brunauer Emmett Teller) dan Caurie.

Tabel 2. Nilai Me dan Mhit pemodelan GAB (Guggenheim Anderson deBoer), BET (Brunauer Emmett Teller) dan Caurie

Garam

Kadar Air Hasil Perhitungan (Mhit)

Suhu 30oC Suhu 35 oC Suhu 40 oC

Me GAB BET Caurie Me GAB BET Caurie Me GAB BET Caurie NaOH 0,88 0,87 1,92 1,01 0,97 0,96 7,55 1,15 0,56 0,57 1,32 0,76 MgCl2 3,78 3,80 3,41 3,54 3,65 3,70 3,37 3,46 3,28 3,02 2,73 2,70 K2CO3 3,88 4,02 3,54 3,74 4,13 4,33 3,62 4,01 3,81 3,79 3,11 3,27 Mg(NO3)2 7,00 6,83 5,51 6,33 7,28 6,89 5,11 6,30 6,70 7,10 5,10 5,93 KI 9,00 8,74 7,24 8,23 8,81 8,75 6,60 8,07 8,16 9,01 6,71 7,81 NaCl 11,25 10,99 9,77 10,68 11,61 11,23 9,18 10,65 11,53 11,19 9,28 10,53

KCl 16,54 17,42 22,49 20,38 17,41 18,46 25,34 22,10 17,86 16,40 25,70 24,24

Penentuan nilai MRD dilakukan dengan cara membandingkan kadar air kesetimbangan hasil perhitungungan (Mhit) dengan kadar air kesetimbangan percobaan (Me). Tabel 3 menunjukkan nilai MRD untuk masing-masing pemodelan pada suhu 30oC, 35oC dan 40oC.

Tabel 3. Nilai MRD Pemodelan pada Suhu 30oC, 35oC dan 40oC

Pemodelan Nilai MRD (%)

30oC 35 oC 40 oC GAB (Guggenheim Anderson deBoer) 2,51 3,04 3,60

BET (Brunauer Emmett Teller) 32,41 103,60 39,39

Caurie 10,13 11,03 18,03

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa model GAB merupakan pemodelan yang paling tepat untuk menggambarkan fenomena isoterm soprsi air pada kerupuk kedelai untuk masing-masing suhu karena memilki nilai MRD < 5. Pendapat lain mengatakan bahwa pemodelan mempunyai ketepatan yang baik jika nilai MRD lebih kecil dari 10% (McLaughlin and Magee, 1998). Perbedaan suhu penyimpanan seperti yang dilaporkan oleh Fennema (1985) juga dapat mempengaruhi kemiringan kurva isoterm sorpsi air yang berbentuk sigmoid yang pada akhirnya dapat mempengaruhi ketepatan (nilai MRD) dari model-model yang diujikan.

(13)

mendeskripsikan data-data sorpsi isotermis baik untuk model bahan pangan maupun bahan penyusunnya yaitu tapioka, kasein dan gula. Selain itu, hal ini juga didukung oleh penelitian Al-Muhtaseb et al. (2002) yang melaporkan bahwa pemodelan GAB sangat tepat untuk kelembapan di atas 75% dan cocok untuk makanan dengan tipe pati-patian. Pemodelan GAB paling tepat untuk menggambarkan isoterm sorpsi kerupuk kedelai diperkuat dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Banoet (2006) tentang isoterm sorpsi kerupuk udang bahwa, pemodelan yang paling tepat dan memilki akurasi yang paling tinggi adalah model GAB dengan nilai MRD sebesar 11,7928 %. Nilai MRD yang dihasilkan lebih kecil sehingga penelitian yang dilakukan lebih baik dibandingkan nilai MRD yang dihasilkan pada penilitian yang dilakukan oleh Banoet (2006). Semakin rendah nilai % MRD, maka model isoterm sorpsi air tersebut dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dengan tepat (Kusnandar dkk., 2010). Pemodelan GAB memiliki korelasi yang baik antara aktivitas air dengan kadar air kesetimbangan pada bahan pangan (Van den Berg, 1981).

Karakteristik Isoterm Sorpsi Air dari Kerupuk Kedelai

Nilai fraksi air primer (Mo) kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai fraksi air primer (Mo) ( dalam %) tiap-tiap permodelan Pemodelan Suhu Penyimpanan (

o C)

30 35 40

GAB 3,90 3,96 4,35

BET 2,95 3,04 3,19

Caurie 3,56 1,06 3,20

Nilai Mo yang dihasilkan mengalamai peningkatan seiring dengan peningkatan suhu penyimpanan untuk model GAB dan BET sedangkan model Caurie terjadi fluktuasi nilai. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa nilai Mo menurun dengan adanya peningkatan suhu karena terjadi reduksi jumlah ikatan air sebagai akibat dari perubahan fisika maupun kimia terhadap temperatur (Iglesias and

Chirife, 1976; Mazza and Le Maguer, 1978). Tren nilai Mo yang fluktuatif juga pernah dilaporkan terjadi pada son papdi (Bajpai and Tiwari, 2013).

(14)

air monolayer pada bahan pangan berada dibawah 10 g/100 g berat kering. Nilai Mo GAB lebih besar dibandingkan BET dan Caurie. Hal ini disebabkan karena persamaan GAB memperhitungkan adanya lapisan multilayer di atas lapisan monolayer sedangkan BET hanya memperhitungkan lapisan pertama yang dipengaruhi oleh subtrat solid

sedangkan diatas lapisan tersebut diperlakukan sebagai kondensasi (Adawiyah dan Soekarto, 2010). Kurva isotermi dapat digunakan untuk mengetahui stabilitas selama penyimpanan dan berhubungan dengan rencana pengemasan. Parameter stabilitas bahan pangan berdasarkan kurva isotermi, terletak pada nilai kadar air monolayer. Kadar air monolayer pada kebanyakan produk pangan kering menunjukkan kadar air kritis (Bell and Labuza, 2000). Sehingga peningkatan kadar air di atas monolayer akan menyebabkan produk cepat mengalami penurunan kualitas.

Selain menentukan karakteristik kurva isoterm sorpsi air, dilakukan pula penentuan karakteristik termodinamika dari proses penyerapan air meliputi entalpi dan entropi penyerapan air, luas permukaan penyerapan air, fraksi air sekunder (Ms) dan

fraksi air tersier (Mt). Penentuan Ms dan Mt menggunakan analisis logaritma (Soekarto

and Steinberg, 1978) yaitu dengan memplot data log (1-aw) terhadap Me maka dihasilkan garis lurus patah dua. Ordinat dinyatakan dengan log (1-aw), hubungan antara log (1-aw) dengan air membentuk dua kurva berbentuk garis lurus (Gambar 5). Fraksi air terikat pada kerupuk kedelai dapat ditentukan berdasarkan nilai selang kadar air masing-masing daerah yaitu air terikat primer (ATP) ialah antara kadar air 0% sampai fraksi air primer (Mo). Nilai Air terikat sekunder (ATS) terletak antara Mo sampai Ms dan nilai air terikat tersier (ATT) adalah Ms sampai Mt.

Gambar 5. Kurva Penentuan Entalpi Penyerapan Air pada Kerupuk Kedelai

(15)

Fraksi air sekunder (Ms) yang dihasilkan sebesar 41,93% dan fraksi air tersier (Mt) sebesar 86,76%. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pengikatan air terbatas sampai kadar air 86,76% (bk) dan di atasnya merupakan air bebas yang dapat dihilangkan dengan mudah (Kaleemullah and Kailappan, 2007). Fraksi air sekunder dan tersier juga telah diteliti pada bumbu instan binthe biluhuta dengan nilai Ms sebesar 13,44% dan Mt sebsar 52,97% (Sianipar dkk., 2008) serta kue pia hijau khas Gorontalo yaitu dengan nilai Ms sebesar 11,53% dan Mt sebesar 24,83% (Jamaludin dkk., 2014).

Nilai entalpi menunjukkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk memecah gaya intermolekul dari uap air dengan permukaan solid (Arslan and Togrul, 2005). Penentuan entalpi dilakukan dengan menggunakan persamaan Clausius-Clapeyron di mana terdapat interaksi antara absorben dengan absorbat (Togrul and Arslan, 2006). Entropi mendeskripsikan derajat ketidakateraturan gerakan molekul uap air dan menunjukkan mobilitas penyerapan air sertasejauh mana interaksi yang terjad antara subtrat dengan molekul air (Mazza and Le Maguer, 1978). Nilai entalpi dan entropi disajikan dalam Gambar 6 dan Tabel 5.

Gambar 6. Entalpi dan Entropi Penyerapan Air

Tabel 5. Data entalpi (kJ/kg.mol) dan entropi (J/kg.mol) penyerapan air pada kerupuk kedelai

Kadar Air Kesetimbangan (Me) Entalpi (∆H) Entropi (∆S)

15 -710,51 1356,845

(16)

energi pengikatan air (Kaleemullah and Kailappan, 2007). Hal ini mengindikasikan kemungkinan terjadinya perubahan stuktur pada produk selama dehidrasi (Yanniotis

and Zarmboutis, 1996). Peningkatan entalpi pada kadar air kesetimbangan yang rendah menunjukkan kepolaran permukaan sehingga mobilitas molekulnya rendah (McMinn

and Magee, 2003). Tren nilai entalpi yang sama pernah diteliti pada sultana raisin

(Saravacos et al., 1986), biji melon (Aviara and Ajibola, 2002), cowpea (Ajibola et al., 2003), basbusa sweet (Ahmed et al., 2004), crushed clillies (Arslan and Togrul, 2005),

spray dried tomato pulp (Goula et al., 2008), dan Indian sweet son papdi (Bajpai and

Tiwari, 2013). Nilai entropi menurun seiring kenaikan kadar air kesetimbangan pada bahan. Tren nilai yang sama juga ditemukan pada winged bean seed (Fasina et al., 1999), cassava and gari (Aviara and Ajibola, 2002), basbusa sweet (Ahmed et al., 2004), crushed chillies (Arslan and Togrul, 2005), spray dried tomato pulp (Goula et al., 2008), dan Indian sweet son papdi (Bajpai and Tiwari, 2013).

Penentuan luas permukaan penyerapan air dalam kerupuk kedalai menggunakan persamaan Caurie. Luas permukaan penyerapan air pada kerupuk kedelai disajikan pada Tabel 6. Luas permukaan penyerapan air pada bahan berhubungan dengan sisi penyerap air. Semakin luas permukaan penyerapan air menunjukkan jumlah gugus OH, C=O, NH, dan gugus polar yang besar (Cahyanti dkk., 2016).

Tabel 6. Data luas permukaan penyerapan air pada kerupuk kedelai Suhu (oC) Luas Permukan Penyerapan (m2/g)

30 81,29

35 24,64

40 75,09

(17)

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Kurva isoterm sorpsi air pada kerupuk kedelai berbentuk sigmoid.

2. Pemodelan yang tepat untuk memprediksikan fenomena isoterm sorpsi air pada kerupuk kedelai adalah GAB dengan nilai MRD pada suhu 30oC, 35oC dan 40oC secara berturut-turut sebesar 0,63%, 1,86% dan 4,81%.

3. Karakteristik kurva isoterm sorpsi air yang diperoleh meliputi fraksi air primer

yaitu untuk model GAB pada suhu 30oC, 35oC dan 40oC berturut-urut sebesar 3,90% ; 3,96%, ; 4,35%. Sedangkan untuk model BET sebesar 4,35% ; 2,95% ;

3,04% serta model Caurie sebesar 3,56% ; 1,06% ; 3,20%. Fraksi air sekunder dan tersier sebesar 41,93% dan 86,76%. Nilai entalpi dan entropi menurun dengan kenaikan kadar air kesetimbangan dan luas permukaan penyerapan air pada suhu 30oC, 35oC dan 40oC berturut-urut sebesar 81,29 ; 24,64 ; 75,09 (m2/g).

SARAN

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, D.R. dan Soekarto, S.T. 2010. Pemodelan Isotermis Sorpsi Air Pada Model Pangan [Modelling of Moisture Sorption Isotherm in Food Model]. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, 21(1) : 33-39.

Ahmed, J., Khan, A.R. and Hanan, A.S., 2004. Moisture adsorption of an Arabian sweet (basbusa) at different temperatures. Journal of food engineering, 64(2), pp.187-192.

Ajibola, O.O., Aviara, N.A. and Ajetumobi, O.E., 2003. Sorption equilibrium and thermodynamic properties of cowpea (Vigna unguiculata). Journal of Food Engineering, 58(4), pp.317-324.

Al-Muhtaseb, A.H., McMinn, W.A.M. and Magee, T.R.A., 2002. Moisture sorption isotherm characteristics of food products: a review. Food and Bioproducts Processing, 80(2), pp.118-128.

Arslan, N. and Toğrul, H., 2005. Moisture sorption isotherms for crushed chillies. Biosystems Engineering, 90(1), pp.47-61.

Aviara, N.A. and Ajibola, O.O., 2002. Thermodynamics of moisture sorption in melon seed and cassava. Journal of Food Engineering, 55(2), pp.107-113.

Bajpai, S. and Tiwari, P., 2013. Investigation of Moisture Sorption Behavior of an Indian Sweetson-Papdi. The Journal of Microbiology, Biotechnology and Food Sciences, 2(5), p.2277.

Banoet, S. E. P. 2006. Isotermi Sorpsi Air dan Analisa Umur Simpan Kerupuk Udang Goreng. Skripsi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Salatiga.

Bell, L.N. and Labuza, T.P., 2000, Determination of moisture sorption isotherms. Moisture Sorption: Practical Aspects of Isotherm Measurement and Use. The American Association of Cereal Chemists, Inc., St. Paul, MN, USA, pp.33-56.

Budijanto, S., Sitanggang, A.B. dan Kartika, Y.D. 2010. Penentuan umur simpan tortilla dengan metode akselerasi berdasrkan kadar ar kritis serta pemodelan ketepatan sorpsi isoterminya [Shelf Life Study of Tortilla Using Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) Method and its Mathematical Modeling of Moisture S. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, 21(2) :165-170.

Cahyanti, M.N., Hindarto, J. dan Lestario, L.N. 2016. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air Biskuit Coklat menggunakan Persamaan Caurie. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 5(2) : 51-53.

Desa Tuntang, 2014. Potensi ekonomi (Krupuk Kedelai). http://desatuntang.desa.id/potensi-ekonomi-krupuk-kedelai/. Diunduh pada 10 Mei 2016

Fasina, O.O., Ajibola, O.O. and Tyler, R.T., 1999. Thermodynamics of moisture sorption in winged bean seed and gari. Journal of Food Process Engineering, 22(6), pp.405-418.

Fennema, O., 1985. Chemical changes in food during processing—An overview. In Chemical changes in food during processing (pp. 1-16). Springer US.

Goula, A.M., Karapantsios, T.D., Achilias, D.S. and Adamopoulos, K.G., 2008. Water sorption isotherms and glass transition temperature of spray dried tomato pulp. Journal of Food Engineering, 85(1), pp.73-83.

(19)

and Shelf Life Analysis of Dried Tongkol (Euthynnus affinis) from Aceh].

Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 15 (3): 207-213.

Herawati, H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang sorption isotherms of some foods. Journal of Food Science, 51(3), pp.551-553. Jamaluddin, J., Molenaar, R. and Tooy, D., 2014. Kajian isotermi sorpsi air dan fraksi air terikat kue pia hijau asal kota Gorontalo. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, 2(1), p.27.

Kaleemullah, S. and Kailappan, R., 2007. Monolayer moisture, free energy change and fractionation of bound water of red chillies. Journal of Stored Products Research, 43(2), pp.104-110.

Konopacka, D., Plocharski, W. and Beveridge, T. 2002. Water Sorption and Crispness of Fat‐Free Apple Chips. Journal of food science, 67 (1) : 87-92.

Kumalasari, H. 2012. Validasi Metoda Pengukuran Kadar Air Bubuk Perisa Menggunakan Moisture Analyzer Halogen HB43-S, sebagai Alternatif Metoda Oven dan Karl Fischer. Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kusnandar, F., Adawiyah, D.R. dan Fitria, M., 2010. Pendugaan umur simpan produk biscuit dengan metode akselerasi berdasarkan pendekatan kadar air kritis. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 21(2), p.117.

Labuza, T.P., Kaanane, A. and Chen, J.Y., 1985. Effect of temperature on the moisture sorption isotherms and water activity shift of two dehydrated foods. Journal of Food Science, 50(2), pp.385-392.

Liu-Ping, F., Min, Z., Qian, T. and Gong-Nian, X. 2005. Sorption isotherms of vaccum-fried carrot chips. Drying technology, 23(7) : 1569-1579.

Mazza, G. and LeMaguer, M., 1978. Water sorption properties of yellow globe onion (Allium cepa L.). Canadian Institute of Food Science and Technology Journal, 11(4), pp.189-193.

McLaughlin, C.P. and Magee, T.R.A., 1998, The effect of shrinkage during drying of potato spheres and the effect of drying temperature on vitamin C retention. Food and Bioproducts Processing, Vol, 76, No, 3, Page,138-142. McMinn, W.A.M. and Magee, T.R.A., 2003. Thermodynamic properties of moisture

sorption of potato. Journal of Food Engineering, 60(2), pp.157-165.

Motulsky, H. and Christopoulos, A. 2004. Fitting models to biological data using linear and nonlinear regression: a practical guide to curve fitting. OUP USA.

Purnomosari, D. 2008. Studi Isoterm Sorpsi Lembab dan Fraksi Air Terikat Pada Tepung Gaplek. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Rizvi, S.S., M.A. Rao., Assim, K. D., and Jasim, A. 2014. Thermodynamic Properties of Foods in Dehydratio,. Engineering Properties of Foods 4th edition, p.359. CRC Press.

Robertson, G.L. 2000. Shelf life of packaged foods, its measurements and prediction. Developing new food products for a changing marketplace, pp.329-353. New York : Marcel Bekker. Inc.

(20)

Polypropylene Rigid. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, 7(1) : 1-6.

Sahin, S. and Sumnu, S.G., 2006., Water activity and sorption properties of foods. In Physical properties of foods (pp. 193-228). Springer New York.

Saravacos, G.D., Tsiourvas, D.A. and Tsami, E., 1986. Effect of temperature on the water adsorption isotherms of sultana raisins. Journal of food science, 51(2), pp.381-383.

Sianipar, D., Sugiyono dan Rizal, S. 2008. Kajian Formulasi Bumbu Instan Binthe Biluhuta, Karakteristik Hidratasi dan Pendugaan Umur Simpannya dengan Menggunakan Metode Pendekatan Kadar Air Kritis. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 19 (1), pp. 32-39

Sirpatrawan, U. 2009. Shelf-life simulation of packaged rice crackers. Journal of Food Quality, 32(2) : 224-239.

Soekarto, S.T. and Steinberg, M.P., 1978. Determination of binding energy for the three fractions of bound water [Moisture sorption by dextrinized tapioca and sucrose powder]. Water activity: Influences on food quality: a treatise on the influence of bound and free water on the quality and stability of foods and other natural products (USA).

Toğrul, H. and Arslan, N., 2006. Moisture sorption behaviour and thermodynamic characteristics of rice stored in a chamber under controlled humidity. Biosystems Engineering, 95(2), pp.181-195.

Tungsangprateep, S. and Jindal, V.K. 2004. Sorption isotherms and moisture diffusivity in fried cassava-shrimp chips. International Journal of Food Properties, 7(2) : 215-227.

Van den Berg, C. and Bruin, S. 1981. Water activity and its estimation in food system : theoretical aspects In Water Activity: Influences on Food quality (LB Rockland, GF Stewart, eds), pp.1-61. London : Academic Press Publishers. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.

(21)

Malang, 27 November 2017

571 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

ISOTERM SORPSI AIR DARI KERUPUK KEDELAI

(Moisture Sorption Isotherm of Soy Crackers)

Maulina Putri Nor Azizaha,*, Sri Hartinia, Margareta Novian Cahyantia

a

Prodi Kimia, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Jl. Diponegoro No. 52-60 Salatiga 50711, Jawa Tengah – Indonesia

*Correspondence author’s email: *652013035@student.uksw.edu

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk menentukan kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai dan pemodelan yang tepat. Kurva isoterm sorpsi air dihasilkan dengan cara menghubungkan nila aktivitas air (aw) dan kadar air kesetimbangan (Me) menggunakan tujuh garam dengan nilai RH antara 10-94%. Terdapat tiga model yang diuji yaitu GAB (Guggenheim Anderson deBoer), BET (Brunauer Emmett Teller) dan Caurie Hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu kurva isoterm sorpsi air berbentuk sigmoid (tipe 2) dan model isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai yang paling tepat adalah GAB dengan nilai MRD pada suhu 30oC, 35oC, dan 40oC secara berurut-turut sebesar 0,63%, 1,86% dan 4,81%.

Kata kunci:pemodelan matematika, isoterm sorpsi air, kerupuk kedelai

ABSTRACT

The research was aimed to obtain moisture sorption curve soy crackers and determine best fit moisture sorption isotherm model. The curved of moisture sorption isotherm was resulted by plotting water activity value (aw) and equilibrium moisture content (Me) using seven salt with RH value at range of 10-94%. There were three models of sorption isotherm tested, namely, GAB (Guggenheim Anderson deBoer), BET (Brunauer Emmett Teller) and Caurie model.The result shown that moisture sorption isotherm curve is sigmoid shape (type 2) and best fit models is GAB with MRD value at 30oC, 35oC, and 40oC themperature sequentially 0.63%, 1.86% and 4.81%.

Keywords: mathematic model, moisture isotherm sorption, soy crackers

PENDAHULUAN

Kerupuk merupakan salah satu produk pangan yang diproduksi oleh industri pangan skala usaha kecil menengah yang digemari di Indonesia. Kerupuk sangat beragam dalam bentuk ukuran, warna, rasa, bau, kerenyahan, ketebalan dan nilai gizinya. Perbedaan ini bisa disebabkan pengaruh budaya daerah penghasil kerupuk, bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan serta cara pengolahannya (Soemarmo, 2005). Dusun Gading, Desa Tuntang merupakan salah satu sentra kerupuk di Kabupaten Semarang. Jenis kerupuk yang diproduksi adalah kerupuk kedelai (Desa Tuntang, 2014).

(22)

Malang, 27 November 2017

572 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

produk kering mengalami penurunan mutu menjadi lembab/tidak renyah (Robertson, 2000). Semakin tinggi uap air yang diserap akan mengakibatkan kadar air dan aktivitas air (aw) pada

bahan pangan tersebut tinggi. Kadar air dan aktivitas air sangat berpengaruh dalam menentukan masa simpan dari makanan, karena faktor-faktor ini akan mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia, kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah (Winarno, 1992).

Isoterm sorpsi air adalah kurva yang menghubungkan data kadar air dengan aktivitas air suatu bahan pada suhu yang sama (Adawiyah dan Soekarto, 2010). Selain mengindikasikan nilai aktivitas air pada komposisinya, kurva ini juga memiliki hubungan yang erat dengan stabilitas bahan pangan pada berbagai kondisi penyimpanan dan kebutuhan proses pengemasan produk pangan untuk menjaga kestabilan masa simpan (Budijanto dkk., 2010). Isoterm sorpsi juga dapat digunakan untuk meramalkan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi terhadap bahan makanan selama bahan tersebut disimpan (Purnomosari, 2008).

Di luar Indonesia, penelitian tentang isoterm sorpsi air sudah banyak dikembangkan tetapi untuk produk kerupuk tidak dijumpai karena kerupuk merupakan makanan asli Indonesia. Penelitian tentang isoterm sorpsi air yang serupa dengan kerupuk yaitu tentang keripik atau chips yang dilakukan oleh Kanopacka et al. (2002) tentang keripik apel bebas lemak, Tungsangprateep and Jindal (2004) tentang, keripik singkong-udang, Ping et al. (2005) tentang keripik wortel, dan Sirpatrawan (2009) tentang crackers beras. Di Indonesia, penelitian tentang isoterm sorpsi air masih sangat sedikit terlebih dengan topik kerupuk. Banoet (2006) telah melakukan penelitian tentang isoterm sorpsi air dan pendugaan umur simpan kerupuk udang dan penelitian yang serupa juga pernah dilakukan oleh Budijanto dkk. (2010) tentang keripik tortila dan Rosalina dan Silvia (2015) tentang keripik ikan beledang. Penelitian tentang isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai merupakan suatu kebaruan di bidang penelitian karena hanya sedikit orang yang pernah mengkajinya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian adalah untuk menentukan kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai dan menentukan model isoterm sorpsi air yang tepat pada kerupuk kedelai.

METODE PENELITIAN Bahan

Bahan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah kerupuk kedelai produksi masyarakat dusun Gading, Desa Tuntang, Kabupaten Semarang. Bahan kimia yang digunakan meliputi akuades, NaOH, MgCl2, K2CO3, Mg(NO3)2, KI, NaCl, KCl.

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan gelas, cawan porselin, hygrometer, moisture analyzer (Ohaus MB 25, Ohaus Corp, USA), glass container inkubator, neraca analitik dengan ketelitian 0,01 g (Ohaus TAJ602, Ohaus Corp, USA), neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg (Ohaus Pioneer Balance, Ohaus Corp, USA) dan sorption container.

Prosedur

Pengukuran Kadar Air Awal (Kumalasari, 2012)

(23)

Malang, 27 November 2017

573 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa Preparasi Larutan Garam Jenuh (Hayati, 2004)

Preparasi larutan garam jenuh dilakukan menggunakan 7 macam garam. Garam ditimbang dengan berat tertentu kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi air hangat suhu ± 50oC dan diaduk sampai larut. Jika garam yang dilarutkan dapat larut sempurna, maka garam ditambahkan sedikit demi sedikit sampai garam tidak larut lagi. Larutan garam jenuh dibuat sebanyak 50 ml kemudian dimasukkan dalam sebuah glass container yang cukup untuk menampung larutan garam.

Pengukuran Kadar Air Kesetimbangan (Sirpatrawan, 2009)

Masing-masing 2-3 gram sampel kemudian disimpan dalam sorption container yang sudah diatur RH-nya menggunakan larutan-larutan garam jenuh tersebut. Larutan garam tersebut kemudian disimpan dalam inkubator pada suhu 30oC, 35oC dan 40oC. Setiap hari sampel tersebut ditimbang sampai tercapai steady state (massa konstan ± 0.001 g). Setelah konstan, sampel tersebut kemudian diukur kadar airnnya menggunakan moisture analyzer.

Uji Ketepatan Model (Budijanto dkk., 2010)

Model yang diuji dalam penelitian ada 3 macam yaitu BET, GAB dan Caurie. Model isoterm sorpsi air diuji menggunakan Mean Relative Determination (MRD) dengan persamaan sebagai berikut :

Keterangan :

mi = kadar air hasil percobaan

mpi = Kadar air hasil perhitungan

n = jumlah data

MRD < 5 : model tepat

5 < MRD < 10 : model agak tepat MRD > 10 : model tidak tepat.

Analisa Data (Motulsky and Christopoulos, 2004)

Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali untuk sampel pada setiap jenis larutan garam dan data dianalisa menggunakan regresi linier dan regresi non linier dengan berbagai pemodelan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 menunjukkan data kelembapan relatif (RH), aktivitas air (aw) dan kadar air

kesetimbangan (Me) pada kerupuk kedelai. Penentuan kurva isoterm sorpsi dilakukan dengan

(24)

Malang, 27 November 2017

574 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

Tabel 1. Kelembapan Relatif (RH), Aktivitas Air (aw) dan Kadar Air Kesetimbangan (Me) pada

(25)

Malang, 27 November 2017

575 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

(C)

Gambar 1. Kurva Isoterm Sorpsi Air Pada Kerupuk Kedelai Suhu 30oC (A), 35oC (B), 40oC (C)

Data hubungan kadar air kesetimbangan dan aktivitas air kemudian diubah dalam berbagai model matematika untuk diprediksikan. Model yang diprediksikan yaitu (Guggenheim Anderson deBoer) dengan y = dan x = aw, BET (Brunauer Emmett Teller) dengan y =

dan x = aw dan Caurie y = dan x = ln( . Gambar 1 menunjukkan kurva

(26)

Malang, 27 November 2017

576 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

(B)

(C)

(27)

Malang, 27 November 2017

577 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

(B)

(C)

(28)

Malang, 27 November 2017

578 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

(B)

(C)

Gambar 4. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air Caurie pada Kerupuk Kedelai Suhu 30oC (A), 35oC (B), 40oC (C)

Penentuan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) dihitung berdasarkan

masing-masing persamaan regersi linier maupun non linier pada masing-masing pemodelan.

Tabel 2 menunjukkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan (Me) dan kadar air

kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) dengan pemodelan GAB (Guggenheim Anderson

deBoer).

y = 0.5877x - 1.6403 R² = 0.9651

-3.000 -2.000 -1.000 0.000

-3.000 -2.000 -1.000 0.000 1.000 2.000 3.000

ln

(1

/M

e

)

ln((1-aw)/aw)

y = 0.6922x - 1.5013 R² = 0.9662

-3.00 -2.00 -1.00 0.00

-3 -2 -1 0 1 2 3

ln

(1

/M

e

)

(29)

Malang, 27 November 2017

579 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa Tabel 2. Nilai Me dan Mhit pemodelan GAB (Guggenheim Anderson deBoer)

Garam

Tabel 3 menunjukkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan (Me) dan kadar air

kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) denggan pemodelan BET (Brunauer Emmett Teller).

Tabel 3. Nilai Me dan Mhit pemodelan BET (Brunauer Emmett Teller)

Garam

Tabel 4 menunjukkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan (Me) dan kadar air

kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) denggan pemodelan Caurie.

(30)

Malang, 27 November 2017

580 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

Penentuan nilai MRD dilakukan dengan cara membandingkan kadar air kesetimbangan hasil perhitungungan (Mhit) dengan kadar air kesetimbangan percobaan (Me). Tabel 5

menunjukkan nilai MRD untuk masing-masing pemodelan pada suhu 30oC, 35oC dan 40oC.

Tabel 5. Nilai MRD Pemodelan pada Suhu 30oC, 35oC dan 40oC

Pemodelan 30o Nilai MRD (%)

C 35 oC 40 oC

GAB (Guggenheim Anderson deBoer) 0,63 1,86 4,81

BET (Brunauer Emmett Teller) 40,08 114,80 43,41

Caurie 13,00 14,74 15,86

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa model GAB merupakan pemodelan yang paling tepat untuk menggambarkan fenomena isoterm soprsi air pada kerupuk kedelai untuk masing-masing suhu karena memilki nilai MRD < 5. Pendapat lain mengatakan bahwa pemodelan mempunyai ketepatan yang baik jika nilai MRD lebih kecil dari 10% (McLaughlin and Magee, 1998). Kerupuk kedelai dibuat dengan bahan penyusun terigu, tapioka, dan kedelai. Menurut Adawiyah dan Soekarto (2010), pemodelan GAB cocok untuk mendeskripsikan data-data sorpsi isotermis baik untuk model bahan pangan maupun bahan penyusunnya yaitu tapioka, kasein dan gula. Selain itu, hal ini juga didukung oleh penelitian Al-Muhtaseb et al. (2002) yang melaporkan bahwa pemodelan GAB sangat tepat untuk kelembapan diatas 75% dan cocok untuk makanan dengan tipe pati-patian. Pemodelan GAB paling tepat untuk menggambarkan isoterm sorpsi kerupuk kedelai diperkuat dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Banoet (2006) tentang isoterm sorpsi kerupuk udang bahwa pemodelan yang paling tepat dan memilki akurasi yang paling tinggi adalah model GAB dengan nilai MRD sebesar 11,7928 %. Nilai MRD yang dihasilkan lebih kecil sehingga penelitian yang dilakukan lebih baik dibandingkan nilai MRD yang dihasilkan pada penilitian yang dilakukan oleh Banoet (2006). Semakin rendah nilai % MRD, maka model isoterm sorpsi air tersebut dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dengan tepat (Kusnandar dkk., 2010).

KESIMPULAN

Kurva isoterm sorpsi air pada kerupuk kedelai mempunyai bentuk sigmoid yang mendekati tipe II. Pemodelan yang tepat untuk memprediksikan fenomena isoterm sorpsi air pada kerupuk kedelai adalah GAB dengan nilai MRD pada suhu 30oC, 35oC dan 40oC secara berturut-turut sebesar 0,63%, 1,86% dan 4,81%.

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, D.R. dan Soekarto, S.T., 2010, Pemodelan Isotermis Sorpsi Air Pada Model Pangan [Modelling of Moisture Sorption Isotherm in Food Model]. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, Vol, 21, No, 1, Hal, 33-39.

Al-Muhtaseb, A.H., McMinn, W.A.M. and Magee, T.R.A., 2002. Moisture sorption isotherm characteristics of food products: a review. Food and Bioproducts Processing, Vol, 80, No, 2, Page,118-128.

Banoet, S. E. P., 2006, Isotermi Sorpsi Air dan Analisa Umur Simpan Kerupuk Udang Goreng. Skripsi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Salatiga.

Bell, L.N. and Labuza, T.P., 2000, Determination of moisture sorption isotherms. Moisture Sorption: Practical Aspects of Isotherm Measurement and Use. The American Association of Cereal Chemists, Inc., St. Paul, MN, USA, pp.33-56.

(31)

Malang, 27 November 2017

581 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

Method and its Mathematical Modeling of Moisture S. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, Vol, 21, No, 2, Hal, 165-170.

Desa Tuntang, 2014. Potensi ekonomi (Krupuk Kedelai). http://desatuntang.desa.id/potensi-ekonomi-krupuk-kedelai/. Diakses pada 10 Mei 2016.

Hayati, R., Abdullah, A., Ayob, M.K. dan Soekarto, S.T., 2004, Isotermi sorpsi air dan analisis umur simpan ikan kayu tongkol dari Aceh [Moisture Sorption Isotherm and Shelf Life Analysis of Dried Tongkol (Euthynnus affinis) from Aceh]. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol, 15, No, 3, Hal, 207-213.

Herawati, H., 2008, Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang Pertanian, Vol, 27, No, 4, Hal, 124-130.

Konopacka, D., Plocharski, W. and Beveridge, T., 2002, Water Sorption and Crispness of Fat-Free Apple Chips. Journal of food science, Vol, 67, No, 1, Page, 87-92.

Kumalasari, H., 2012, Validasi Metoda Pengukuran Kadar Air Bubuk Perisa Menggunakan Moisture Analyzer Halogen HB43-S, sebagai Alternatif Metoda Oven dan Karl Fischer. Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kusnandar, F., Adawiyah, D.R. dan Fitria, M., 2010. Pendugaan Umur Simpan Produk Biskuit dengan Metode Akselerasi Berdasarkan Pendekatan Kadar Air Kritis [Accelerated Shelf-life Testing of Biscuits Using a Critical Moisture Content Approach]. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, Vol, 21, No, 2, Hal,117.

Liu-Ping, F., Min, Z., Qian, T. and Gong-Nian, X., 2005, Sorption isotherms of vaccum-fried carrot chips. Drying technology, Vol, 23, No, 7, Page, 1569-1579.

Mclaughlin, C.P. and Magee, T.R.A., 1998, The effect of shrinkage during drying of potato spheres and the effect of drying temperature on vitamin C retention. Food and Bioproducts Processing, Vol, 76, No, 3, Page,138-142.

Motulsky, H. and Christopoulos, A., 2004, Fitting models to biological data using linear and nonlinear regression: a practical guide to curve fitting. OUP USA.

Purnomosari, D, 2008, Studi Isoterm Sorpsi Lembab dan Fraksi Air Terikat Pada Tepung Gaplek. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Robertson, G.L., 2000, Shelf life of packaged foods, its measurements and prediction. Developing new food products for a changing marketplace, pp.329-353. New York : Marcel Bekker. Inc.

Rosalina, Y. and Silvia, E., 2015, Kajian Perubahan Mutu Selama Penyimpanan Dan Pendugaan Umur Simpan Keripik Ikan Beledang Dalam Kemasan Polypropylene Rigid. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, Vol, 7, No, 1, Hal, 1-6.

Sahin, S. and Sumnu, S.G., 2006., Water activity and sorption properties of foods. In Physical properties of foods (pp. 193-228). Springer New York.

Sirpatrawan, U., 2009, Shelf-life simulation of packaged rice crackers. Journal of Food Quality, Vol, 32, No, 2, Page, 224-239.

Soemarmo., 2005, Kerupuk Udang. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tungsangprateep, S. and Jindal, V.K., 2004, Sorption isotherms and moisture diffusivity in fried cassava-shrimp chips. International Journal of Food Properties, Vol, 7, No, 2, Page, 215-227.

Gambar

Tabel 1. Kelembapan Relatif (RH), Aktivitas Air (aw) dan Kadar Air ooo
Gambar 1. Kurva Isoterm Sorpsi Air pada Kerupuk Kedelai pada Suhu 30◦C (A),
Gambar 2.  Pemodelan Isoterm Sorpsi Air GAB pada Kerupuk Kedelai
Tabel 2. Nilai Me dan Mhit pemodelan GAB (Guggenheim Anderson deBoer), BET (Brunauer Emmett Teller) dan Caurie
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bab ini berisi tentang teori dasar yang mendukung dalam Tugas Akhir ini, yaitu penelitian terdahulu, penjabaran mengenai pengendalian persediaan,

Hal lain yang termasuk dalam skala terendah dalam area kompetensi gramatikal ini adalah ketika siswa sering melakukan kesalahan dalam melafalkan kata yang sangat

Dengan nama Allah aku ucapkan ke atas diriku, ke atas agamaku, ahli keluargaku, anakanakku, hartaku, sahabat-sahabatku, agama mereka dan ke atas harta benda mereka seribu "la haula

Hal ini berarti tidak ada hubungan antara lama pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita usia 36-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Untuk lebih ditingkatkan lagi bentuk sosialisasi dari Bupati ke Camat, Camat ke Lurah, lurah ke desa serta UPT Dispenda kepada seluruh lapisan masyarakat secara

kabupaten tetangga, bahkan juga pengunjung dari provinsi-provinsi tetangga. Selain Rumah Godang dan pacu jalur, banyak lagi peninggalan sejarah, arsitektur dan

rekreasi Resor Air Terjun Pati Soni di Kabupaten Kuantan Singingi dengan Pendekatan Ekologi Arsitektur menghasilkan pola penataan lansekap dan sirkulasi ruang luar yang