• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme objek agunan kredit pada Bank Rakyat Indonesia dengan jaminan surat keputusan pegawai negeri sipil dilingkungan pemerintahan daerah khusus ibukota Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mekanisme objek agunan kredit pada Bank Rakyat Indonesia dengan jaminan surat keputusan pegawai negeri sipil dilingkungan pemerintahan daerah khusus ibukota Jakarta"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum

Oleh: Faizal

NIM: 1110048000068

JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya yang mampu menerangi jalan menuju kepada kebenaran sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul “Mekanisme Objek Agunan Kredit Pada Bank Rakyat Indonesia Dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Dilingkungan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta” dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya. Skripsi ini disusun dalam rangka untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan, bimbingan, dukungan, semangat dan doa, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, kepada:

1. Kedua Orang Tua, Mama dan Papa yang tidak hentinya melantunkan doa, mencurahkan kasih sayang dan perhatian untuk meluruhkan segala pikiran buruk penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan skripsi ini.

2. Kedua saudara kandung saya, kakak dan adik saya, atas segala kebaikannya selama ini memberikan bantuan dan menyemangati penulis.

3. Bapak Dr. H. JM Muslimin, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H. selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

7. Seluruh dosen dan karyawan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

8. Risky Rani Permatasari, yang tidak hentinya memberikan doa, support, semangat, kisah kasih dan waktu untuk membantu selama penyusunan skripsi ini.

9. Sahabat - sahabat ilmu hukum, Ahmad Ilham Adha, Galuh Hayu Nastiti, Gerry Pamungkas,S.H., Ilham Herdinata, Jentel Chairnosia,S.H., Mona Hasinah, M. Iqrom, Septian Ardiansah dan yang lainnya yang selalu memberikan bantuan, semangat dan doa serta memberikan cerita persahabatan selama masa perkuliahan.

10. Semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu atas bantuannya dalam terselesainya penyusunan skripsi ini. Semoga amal kebaikan kalian semua dapat dibalas oleh Allah SWT.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 23 Januari 2015

(8)

Persetujuan Pembimbing ... ii

Lembar Pengesahan Penguji ... iii

Lembar Pernyataan ... iv

Abstrak... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... viii

Bab I Pendahuluan ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

1.Pembatasan Masalah ... 5

2.Perumusan Masalah ... 5

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.Tujuan Penelitan ... 6

2.Manfaat Penelitian ... 6

D.Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... 7

E.Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 9

1.Kerangka Teoritis... 9

(9)

Bab II Tinjauan Pustaka ... 19

A.Tinjauan Umum Bank ... 19

1.Pengertian Bank ... 19

2.Asas, Fungsi dan Tujuan Bank... 19

3.Prinsip Penilaian terhadap Pemberian Kredit Perbankan ... 21

4.Dasar Hukum Kredit Bank ... 22

B.Pengertian dan unsur-unsur Kredit ... 26

C.Tujuan dan Fungsi Kredit ... 28

D.Jenis-Jenis Kredit Dan Jaminan Kredit ... 31

E.pihak pihak dalam perjanjian kredit ... 33

F.Syarat Sahnya Perjanjian kredit ... 34

G.Kredit Macet... 35

Bab III Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kerja Dan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (SK PNS) ... 38

A.Pengertian Perjanjian Kerja... 38

B.Syarat Sahnya Perjanjian Kerja. ... 39

C.Jenis-Jenis Perjanjian Kerja... 41

(10)

2.Kewajiban pengusaha. ... 46

E.Surat keputusan pengangkatan pegawai negeri sipil... 50

1.Pengertian pegawai negeri ... 50

2.Jenis-jenis pegawai negeri ... 51

3.Tugas dan fungsi pegawai negeri sipil ... 53

Bab IV Tinjauan Yuridis Sk Pns Sebagai Objek Jaminan Kredit Perbankan. ... 60

A.Jaminan berupa surat keputusan pengangkatan pegawai negeri sipil. .. 61

B.Syarat-syarat wanprestasi bagi debitur bank ... 66

1.kredit macet disebabkan karena instansi tempat debitur bekerja dilebur. ... 67

2.kredit macet disebabkan karena bendahara gaji. ... 69

3.kredit macet disebabkan karena pensiun atau pensiun dini. ... 70

C.Penyelesaian kredit macet ... 76

1.tindakan yang diambil dalam menghadapi debitur yang wanprestasi 76 2.pertanggungan ganti rugi oleh pihak ketiga. ... 77

3.penyelesaian melalui panitia urusan piutang negara (pupn). ... 83

4.penyelesaian melalui pengadilan negeri. ... 86

(11)
(12)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam

kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran.1

Untuk mendukung perkembangan kegiatan perekonomian dan untuk

meningkatkan taraf hidup, hampir semua masyarakat telah menjadikan

kegiatan pinjam meminjam uang sebagai sesuatu yang sangat diperlukan. Dari

masyarakat yang ekonominya rendah, sampai kepada masyarakat yang

ekonominya mapan, dan dari berbagai latar belakang kedudukan sosial,

pendidikan, dan pekerjaan.

Meningkatnya kebutuhan akan jasa perbankan yang telah berkembang

pesat, maka landasan gerak perbankan yang ada dirasakan sudah saatnya

diadakan penyesuaian agar mampu menampung tuntutan pengembangan jasa

perbankan. Kemajuan yang dialami oleh lembaga perbankan dapat

ditingkatkan secara berkelanjutan dan benar-benar dapat memberikan manfaat

yang sebesar-besarnya bagi pelaksanaan pembangunan nasional, dan untuk

menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi, sehingga segala potensi,

inisiatif dan kreasi masyarakat dapat dikerahkan dan dikembangkan menjadi

suatu kekuatan riil bagi peningkatan kemakmuran rakyat. Sejalan dengan

1M.Bahsan, “

Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia”, (Jakarta: PT

(13)

kemajuan tersebut, usaha perbankan tumbuh menjadi bisnis yang sangat

berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi di Indonesia. Beraneka ragam

jasa-jasa perbankan serta semakin tingginya tingkat kemajuan teknologi dan

fasilitas yang juga diberikan dunia perbankan. Jasa pelayanan (services) yang

diberikan kepada masyarakat tersebut dapat mendukung laju pertumbuhan

perekonomian.

Kegiatan penyaluran kredit secara umum membutuhkan adanya

jaminan utang atau yang disebut jaminan kredit (agunan)2. Agunan yang

dijadikan salah satu persyaratan dalam pemberian kredit yaitu agunan berupa

benda yang menurut hukum digolongkan sebagai barang tidak bergerak seperti

tanah dan bangunan. Benda yang menurut hukum digolongkan sebagai barang

bergerak seperti kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan Surat Tanda

Nomor Kendaraan (STNK) dan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB),

agunan berupa surat-surat berharga maupun surat-surat yang berharga yang di

dalamnya melekat hak tagih, seperti: saham, efek, Surat Keputusan

Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (SK PNS) atau berupa Surat Keputusan

Pensiun PNS, dan lain sebagainya.3 Walaupun SK PNS bukan merupakan

benda yang dapat dipindahtangankan (yang mempunyai nilai pengalihan),

tetapi perkembangan dalam praktik perbankan yang melihat sisi ekonomis pada

surat tersebut menjadikannya dapat diterima oleh beberapa bank sebagai

2 Satrio, “

Hukum Jaminan, Hukum Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan”, (PT Citra

Aditya Bakti Bandung, 1997) hal. 26.

3Widjaja, Gunawan & Yani, Ahmad. “

(14)

jaminan kredit. Namun apakah SK PNS yang bersangkutan yang dijadikan

sebagai jaminan kredit Bank itu dapat memperkecil risiko timbulnya kerugian

yang akan dialami bank mengingat bahwa SK tersebut tidak dapat dialihkan

sehingga akan menimbulkan kesulitan terhadap pihak bank untuk dapat

melakukan eksekusi apabila terjadi kredit macet dalam masa pelunasan atas

kredit dimaksud. Dari praktik perbankan, sering kita liat adanya penjualan

(pencairan) objek jaminan kredit yang dilakukan untuk melunasi kredit macet

pihak peminjam. Hal tersebut perlu dilakukan bank untuk memperoleh kembali

pelunasan dana yang dipinjamkan karena pihak peminjam tidak memenuhi

kewajibannya kepada bank sesuai dengan perjanjian kredit. Hasil penjualan

jaminan kredit tersebut dapat digunakan untuk melunasi utang pihak peminjam

kepada bank sehingga diharapkan dapat meminimalkan kerugian bank. Jadi,

bisa dikatakan, jaminan kredit berfungsi sebagai pengamanan pengembalian

dana bank yang disalurkannya kepada pihak peminjam. Selain itu, jaminaan

kredit juga memiliki fungsi yang berkaitan dengan kesungguhan pihak

peminjam untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan

sehingga akan dapat mencegah terjadinya pencairan jaminan karedit yang

mungkin saja tidak diinginkan pihak peminjam karena nilai (harga) jaminan

kredit pada umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan utang pihak

peminjam kepada bank.4 Dalam hukum jaminan, benda atau objek jaminan

mempunyai syarat-syarat.

4M.Bahsan, “

(15)

Dengan uraian di atas maka Surat Keputusan PNS memungkinkan

masuk kategori surat yang berharga, karena tanpa SK tersebut seorang PNS

tidak dapat bekerja dan tidak dapat memperoleh haknya sebagai PNS. Dalam

pelaksanaannya hampir seluruhnya atau setidaknya kurang lebih 90% Pegawai

Negri Sipil menjaminkan Surat Keputusannya namun tidak mengetahui apa

yang akan terjadi jika para Pegawai tersebut melakukan cidera janji atau

wanprestasi. Banyak pula yang masih mempertanyakan, bisakah Surat

Keputusan tersebut di eksekusi apabila seorang penjamin tidak mampu

memenuhi kewajibannya. di Indonesia SK PNS tidak termasuk dalam jaminan

kebendaan maupun jaminan perorangan, tetapi termasuk sebagai hak istimewa

(prevelege) yang wujudnya dapat berupa ijasah, Surat Keputusan (SK), Surat

pensiun dan lain-lain.5 Sehingga dalam perkreditan di Indonesia SK PNS dapat

dijadikan sebagai jaminan kredit. Apabila terjadi wanprestasi, yang dapat

disebabkan antara lain karena meninggal dunia, mengundurkan diri. berarti

secara otomatis juga menyebabkan berakhirnya keanggotaan sebagai Pegawai

Negeri Sipil beserta hak istimewanya, maka bank akan sulit untuk

mengeksekusi, karena SK PNS bukan benda yang dapat diperjual belikan

sehingga tidak bisa dieksekusi secara langsung.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji

permasalahan tersebut melalui penelitian dalam bentuk skripsi yang berkaitan

dengan kredit perbankan dengan judul: “Mekanisme Objek Agunan Kredit

5J. Satrio, “

(16)

Pada Bank Rakyat Indonesia Dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai

Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta”.

B.Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan pembahasan terkait hukum jaminan

dan perbankan maka penelitian ini difokuskan mengkaji tentang mekanisme

seorang Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan kredit pinjaman

menggunakan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil sebagai objek jaminan

di Bank Rakyat Indonesia serta langkah-langkah bank sebagai kreditur

dalam menangani kredit bermasalah atau kredit macet.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah mekanisme perjanjian kredit dengan jaminan Surat

Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil ?

b. Bagaimanakah langkah yang akan dilakukan Bank Rakyat Indonesia

dalam penyelesaian kredit macet jika Pegawai Negeri Sipil yang

menjaminkan Surat Keterangannya wanprestasi?

c. Bagaimanakah upaya hukum kreditur jika Pegawai Negeri Sipil yang

menjaminkan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil mengalami

(17)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitan

a. Untuk mengetahui mekanisme perjanjian kredit dengan menggunakan

jaminan Surat Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil.

b. Untuk mengetahui langkah-langkah yang akan dilakukan Bank selaku

kreditur dalam penyelesaian kredit macet apabila Pegawai Negeri Sipil

wanprestasi.

c. Untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan oleh Bank selaku

kreditur ketika debitur wanprestasi yang disebabkan pemutusan

hubungan kerja antara debitur yang menjaminkan Surat Keputusan

Pegawai Negeri Sipil dengan instansinya.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yakni

manfaat teoretis dan manfaat praktis. Adapun manfaat tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Manfaat Teoretis

1) Manfaat penelitian yang bersifat teoretis diharapkan bahwa hasil

penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran baru di bidang

hukum perdata terutama hukum perbankan perihal penyelesaian

(18)

2) Salain itu, hasil penelitian ini akan memberikan informasi

mengenai alternatif konsep yang lebih baik dalam pola pemberian

kredit lunak kepada Pegawai Negeri Sipil.

b. Manfaat Praktis

1) Manfaat penelitian yang bersifat praktis yaitu hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan

bagi kalangan birokrat, akademisi, praktisi dan bankir dalam

menyelesaikan kredit macet sehubungan dengan perjanjian kredit

perbankan.

2) Di samping itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat

mengungkap berbagai kendala yang timbul dalam perjanjian kredit

Pegawai Negeri Sipil, khususnya mengenai penyebab timbulnya

kredit macet.

D.Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Penelitian dengan judul “Mekanisme Objek Agunan Kredit Pada Bank

Rakyat Indonesia Dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Di

Lingkungan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta” yang diketahui

berdasarkan penelusuran atas hasil-hasil penelitian hukum, khususnya di

Lingkungan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, belum pernah dilakukan. Namun demikian terdapat

beberapa judul penelitian yang terkait dengan judul skripsi penulis melalui

(19)

1. Jefri Lumbantobing, dengan judul skripsi Tinjauan Yuridis Terhadap

Penyelesaian Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Perbankan Dengan

Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (Studi pada

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Cabang Lubuk Pakam);

2. Fitria Dewi Purnamasari, dengan judul tesis Pelaksanaan Perjanjian Kredit

Dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Di

PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Salatiga.

Akan tetapi, variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini seperti

perumusan masalah, metode pendekatan, maupun lokasi penelitian berbeda.

Walaupun ada pendapat melalui kutipan dalam penulisan ini, semata-mata

adalah sebagai faktor pelengkap dalam usaha menyelesaikan penelitian,

karena hal tersebut memang sangat dibutuhkan dalam penulisan. Jadi

penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur,

rasional, objektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat di pertanggung

jawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Dalam kedua skripsi diatas, perbedaan terhadap karya penulis saat ini

adalah pembahasan serta pendekatannya. Dimana pembahasan yang saat ini

penulis fokuskan adalah tindakan pidana yang dilakukan oleh debitur

terhadap kreditur dimana penulis menjelaskan apa saja tindak perlawanan

hukum yang dilakukan debitur dan apa saja langkah yang ditempuh oleh

(20)

E. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Asas, Fungsi, dan Tujuan Bank

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan, menyebutkan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan

usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip

kehati-hatian. Bank memegang peranan penting dalam kehidupan

masyarakat, karena bank merupakan intisari dari sistem keuangan negara.

Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi

perusahaan, lembaga pemerintah, swasta, maupun perorangan untuk

menyimpan dananya, baik melalui kegiatan perkreditan atau jasa

perbankan yang lainnya. Bank melayani kebutuhan pembiayaan serta

melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor

perekonomian sehingga dengan demikian besar andilnya bagi peningkatan

laju pertumbuhan nasional suatu negara.6

Dipandang dari peranan ekonominya, bank menurut Ruddy Tri

Santoso, menjalankan 4 fungsi pokok yaitu fungsi tabungan, pembayaran,

pinjaman, dan fungsi uang.7 Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 menyatakan, bahwa fungsi perbankan Indonesia adalah

sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Hal ini berarti bahwa

6

Suyatno, dkk, Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta : STIE Perbanas, 1999), hal 15 7

(21)

kehadiran bank sebagai salah satu badan usaha tidak semata-mata

bertujuan bisnis, namun juga untuk menunjang pelaksanaan pembangunan

nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Berkenaan dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan,

maka fungsi bank mengalami perluasan guna memenuhi keperluan

masyarakat. Bank selaku finance company, akhirnya juga berperan sebagai

supporting financial yang mengarah kepada fee based income dan jasa

konsultasi keuangan.8

Tujuan bank menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 disebutkan, bahwa perbankan Indonesia bertujuan menunjang

pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan

pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah

peningkatan kesejahteraan masyarakat.

2. Kerangka Konseptual

Usaha Perbankan

Sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan, maka usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh bank meliputi:9

8

Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung : Mandar Maju Jaya, 2000), hal 2 9

(22)

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa

giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau

bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2. Memberikan kredit.

3. Menerbitkan surat pengakuan hutang.

4. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk

kepentingan nasabah.

5. Menempatkan dana pada, meminjam dari, atau meminjamkan dana

kepada bank lain.

6. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.

7. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.

8. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain

berdasarkan suatu kontrak.

9. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya

dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

10.Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian

dalam hal debitor tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada

bank, dengan ketentuan agunan yangdibeli tersebut wajib dicairkan

(23)

11.Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit ddan kegiatan

wali amanat.

12.Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, meyediakan

pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip

Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia.

13.Melakukan kegiatan yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Selain

melakukan kegiatan usaha tersebut di atas, bank umum dapat pula:10

a. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi

ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

b. Melakukan kegiatan dalam penyertaan modal.

c. Melakukan kegiatan dalam penyertaan modal sementara untuk

mengatasi akibat kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik

kembali penyertaannya dengan memenuhi ketentuan yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia.

d. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun,

sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pension

yang berlaku.

10

(24)

F. Asumsi

Asumsi adalah anggapan tentang suatu masalah atau fakta yang

sudah mengandung kebenaran tanpa melakukan pembuktian. Dengan kata

lain masalah yang dipaparkan dalam asumsi tidak perlu lagi diuji

kebenarannya, hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan

“Anggapan dasar adalah suatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti

yang akan berfungsi sebagai hal yang dipakai untuk tempat berpijak dalam

melaksanakan penelitiannya”. Anggapan dasar adalah suatu titik tolak

pemikirannya diterima oleh penyelidik. Dalam penelitian yang berjudul

“Mekanisme Objek Agunan Kredit Pada Bank Rakyat Indonesia Dengan

Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan

Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta” penulis mengemukakan

asumsi sebagai berikut:

1. Objek Agunan haruslah sesuatu yang dapat dibebani dengan hak

tanggunang atau bersifat jelas, dapat dialaihkan atau dipindah

tangankan dan mempunyai nilai ekonomis

2. Undang-Undang pokok perbankan mengisyaratkan bahwa dalam

pemberian kredit harus didasarkan pada keyakinan bank atas

kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya

sesuai perjanjian.

3. Pegawai Negeri Sipil unsur utama sumber daya manusia yang

mempunyai peranan yang menentukan keberhasilan

(25)

G. Metode Penelitian

Metodologi dalam suatu penelitian berfungsi sebagai sarana

berbentuk tertulis yang berisi tentang cara bagaimana pendekatan masalah

yang digunakan, sumber bahan hukum yang terkait, metode penggumpulan

data serta teknik analisa data. Berdasarkan pendapat Bambang Sunggono

terhadap penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan

bukan hanya sekedar mengamati dengan teliti terhadap suatu obyek yang

mudah terpegang, di tangan.11

Penelitian ini merupakan jenis penelitian Hukum Normatif Empiris.

Penelitian Hukum Normatif adalah metode penelitian hukum yang

dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. 12

1. Tipe penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

analisis dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis

dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara

tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan

konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu

kerangka tertentu.

11

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009), hal. 27.

12

(26)

Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang

didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang

bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,

dengan jalan menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu

pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala

yang bersangkutan.

2. Pendekatan Masalah

Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang

bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang

menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menanalisis peraturan

hukum.13 Dengan menggunakan sifat deskriptif, maka peraturan

hukum dalam penelitian dapat dengan tepat digambarkan dan

dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.

3. Bahan Hukum

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif

artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer meliputi

perundangan-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim. Bahan

Hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

13

(27)

meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan

komentar-komentar atas putusan pengadilan.

Bahan non-hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder yang dipandang perlu. Bahan nonhukum dapat berupa

buku-buku mengenai Ilmu Politik, Ekonomi, Sosiologi, Filsafat,

Kebudayaan atau laporan-laporan penelitian non-hukum sepanjang

mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Bahan-bahan

non-hukum tersebut dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas

wawasan peneliti.

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun sumber

non-hukum yang telah didapatkan itu kemudian dikumpulkan berdasarkan

rumusan masalah dan diklasifikasikan menurut sumber dan

hierarkinya.

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan

sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih

sistematis untuk menjawab permasalah yang telah dirumuskan. Cara

pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik

kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

(28)

hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang

akhirnya akan diketahui tinjauan hukum jaminan di Indonesia.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012”

dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab

terdiri atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti.

Adapun perinciannya sebagai berikut:

Bab. I : Merupakan Bab Pendahuluan, yang terdiri dari: latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika penelitian.

Bab. II : Bab ini terdiri dari beberapa pembahasan yaitu tentang pengertian, fungsi dan penilaian kredit perbankan.

Bab. III : Merupakan bab. Penjelasan tentang perjanjian kerja dan membahas tentang Surat Keputusan Pegwai Negeri Sipil.

Bab IV : Bab ini membahas tentang Surat Keputsan Pegawi Negeri Sipil sebagai jaminan kredit pada perusahaan perbankan.

Serta langkah-langkah yang ditempuh pihak Bank apabila

debitur wanprestasi

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Bank

1. Pengertian Bank

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.14

Dari pengertian diatas maka tujuan bank harus terarah, tidak

semata-mata hanya memutarkan uang untuk mencari keuntungan.

Tetapi, bank harus mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat

sesuai dengan pasal 1 undang-undang perbankan tahun 1992. Oleh

karena itu dalam kegiatan perbankan sehari-hari bank tidak boleh

terlepas dari kegiatan pembangunan, setiap kegiatan bank harus

berguna bagi kepentingan masyarakat.

2. Asas, Fungsi dan Tujuan Bank

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan, menyebutkan bahwa perbankan Indonesia dalam

melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan

menggunakan prinsip kehati-hatian. Bank memegang peranan penting

dalam kehidupan masyarakat, karena bank merupakan intisari dari

sistem keuangan negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang

14 Supramono, Gatot “

(30)

menjadi tempat bagi perusahaan, lembaga pemerintah, swasta,

maupun perorangan untuk menyimpan dananya, baik melalui kegiatan

perkreditan atau jasa perbankan yang lainnya. Bank melayani

kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem

pembayaran bagi semua sektor perekonomian, sehingga dengan

demikian besar andilnya bagi peningkatan laju pertumbuhan nasional

suatu negara. Dipandang dari peranan ekonominya, bank menurut

Ruddy Tri Santoso, menjalankan 4 fungsi pokok yaitu fungsi

tabungan, pembayaran, pinjaman, dan fungsi uang.15 Menurut Pasal 3

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan, bahwa fungsi

perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana

masyarakat. Hal ini berarti bahwa kehadiran bank sebagai salah satu

badan usaha tidak semata-mata bertujuan bisnis, namun juga untuk

menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berkenaan dengan kemajuan

teknologi dan ilmu pengetahuan, maka fungsi bank mengalami

perluasan guna memenuhi keperluan masyarakat. Bank selaku finance

company, akhirnya juga berperan sebagai supporting financial yang

mengarah kepada fee based income dan jasa konsultasi keuangan.

Tujuan bank menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

disebutkan, bahwa perbankan Indonesia bertujuan menunjang

pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan

15

(31)

pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah

peningkatan kesejahteraan masyarakat.16

3. Prinsip Penilaian terhadap Pemberian Kredit Perbankan

Prinsip penilaian atau analisis kredit dilakukan secara cermat

dan teliti dengan senantiasa memerhatikan atau berpedoman pada

ketentuan yang berlaku yang mencakup analisis kuantitatif dan

analisis kualitatif. Penilaian setiap permohonan kredit sangat

tergantung pada faktor-faktor pokok mengenai kredit, seperti jenis

usaha, sektor ekonomi, tujuan penggunaan kredit, jumlah kredit, dan

faktor lain sejenisnya. Pada praktik perbankan nasional, prinsip dasar

dalam menganalisis kredit dengan mengacu pada faktor-faktor

tersebut di atas lazim dikenal dengan “Prinsip 5C (The 5C’s

Principles)”. Pentingnya penerapan prinsip-prinsip inilah yang

menjadikan keenam prinsip ini sebagai „jaminan awal‟ debitur untuk

dipertimbangkan agar memeroleh kredit yang sebagaimana

dimohonkan kepada pihak bank.

Dalam undang-undang perbankan 1967 jenis bank dapat

dibedakan dari segi fungsi dan segi kepemilikannya. Dari segi fungsi

ada 4 jenis bank yaitu Bank Sentral, Bank Umum, Bank Tabungan

dan Bank Pembangunan. Sedangkan dilihat dari kepemilikannya

16 Rahmadi Halim, “

(32)

terdapat 3 macam, yaitu Bank Milik Negara, Bank Koperasi dan Bank

Swasta.

Namun pada Undang-undang yang baru, Undang-undang

Perbankan tahun 1992, jenis bank hanya dilihat dari segi fungsinya

saja. Dimana hal ini diatur dalam pasal 5 ayat (1), yang terdiri dari :17

a. Bank Umum, yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu

lintas pembayaran (pasal 1 butir 2).

b. Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang menerima simpanan

hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan/atau

bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu (pasal 1 butir 3).

4. Dasar Hukum Kredit Bank

Pengaturan perbankan pada masa awal kemerdekaan Republik

Indonesia, dimulai ketika dilakukan nasionalisasi perusahaan

perbankan kolonial yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap De

Javasche Bank N.V., yang mana bank ini merupakan bank sentral

yang bersifat pertikelir dan merupakan milik pemerintahan kolonial

Hindia Belanda sebagai pemodal. Nasionalisasi ini dilakukan oleh

Pemerintah dengan mengundangkan Undang-Undang Nomor 24

Tahun 1951 tentang Nasionalisasi De Javasche Bank N.V. pada

tanggal 15 Desember 1951. Pengundangan UU ini menjadi sejarah

terhadap pengambilalihan bank sentral dari tangan pemerintahan

kolonial Hindia Belanda ke tangan Pemerintah Republik Indonesia

17 Supramono, Gatot “

(33)

sekaligus awal dimana Indonesia sebagai Negara yang merdeka dan

berdaulat memiliki bank sentral yang bersifat nasional. Sebagaimana

judul undang-undang tersebut, dalam undang-undang tersebut hanya

mengatur hal-hal terkait dengan perubahan nama, pengambilalihan

saham dan modal, dan hal teknis lainnya dalam melaksanakan

nasionalisasi De Javasche Bank N.V. tersebut menjadi Bank

Indonesia. Oleh karenanya, dalam undang-undang ini tidak ada

mengatur bahkan menyebut mengenai kredit bank yang merupakan

kegiatan usaha perbankan yang diawasi oleh Bank Indonesia sebagai

bank sentral. Pasca nasionalisasi yang dilakukan oleh Pemerintah

Republik Indonesia terhadap De Javasche Bank N.V., pada tanggal 2

Juni 1953 Pemerintah kembali mengesahkan dan mengundangkan

Undang Nomor 11 Tahun 1953 tentang Penetapan

Undang-Undang Pokok Bank Indonesia. Dalam undang-undang ini diatur

mengenai tugas, pengurus, neraca, laba, dan hal pokok lainnya terkait

Bank Indonesia. Pada undang-undang ini, kata-kata kredit telah

disebutkan pada Pasal 7 ayat (3) sampai dengan ayat (5), Pasal 7 ayat

(5) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1953 ini memerintahkan agar

Pemerintah segera membentuk suatu peraturan pemerintah yang

mengatur tentang pengawasan terhadap urusan kredit secara khusus.

Dan dengan didasari ayat (5) tersebut, maka pada tangga l 4 Februari

1955 diundangkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1955

(34)

mengalami perubahan dan penambahan beberapa pasal dengan

pengundangan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1964 tentang

Perubahan dan Tambahan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1955

tentang Pengawasan terhadap Urusan Kredit pada tanggal 2 Mei 1964.

Kemudian pada tahun 1966 tepatnya pada tanggal 5 Juli 1966,

ditetapkanlah Ketetapan MPRS RI Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang

Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan

Pembangunan yang memerintahkan untuk dilakukannya perbaikan

kemerosotan perekonomian negara yang disebabkan oleh tata kelola

negara yang salah serta pemberontakan gerakan kontra revolusi

G.30.S/PKI dan juga penyelewengan terhadap Undang-Undang Dasar

1945. Salah satu target pembaharuan kebijaksanaan landasan

ekonomi, keuangan, dan pembangunan dalam Tap MPRS tersebut

adalah sektor perbankan, sebagaimana Pasal 55 yang berbunyi:

“Dalam rangka pengamanan keuangan negara pada umumnya

dan pengawasan serta penyehatan tata perbankan pada khususnya,

maka segera harus ditetapkan Undang-Undang Pokok Perbankan dan

Undang-Undang Bank Sentral.”

Atas perintah Tap MPRS ini terutama Pasal 55 tersebut, maka

diundangkanlah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang

Pokok-Pokok Perbankan pada tanggal 30 Desember 1967 dan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral pada

(35)

perbankan mulai mendapat perhatian yang terlihat pengaturannya

dalam UU ini yakni pada Bab V mengenai Usaha-Usaha Perbankan;

Pasal 23 sampai Pasal 25 untuk kredit yang diberikan oleh Bank

Umum; Pasal 26 sampai Pasal 27 untuk kredit yang diberikan oleh

Bank Tabungan; serta Pasal 28 dan Pasal 29 untuk kredit yang

diberikan oleh BankPembangunan.

Pada Bab V ini, jumlah kredit yang dapat dapat diberikan oleh

masing-masing bank tersebut harus berdasarkan ketetapan yang

dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagaimana tercamtum pada Pasal

25 ayat (1) untuk Bank Umum, Pasal 27 untuk Bank Tabungan, dan

Pasal 29 ayat (2) untuk Bank Pembangunan. Hal ini mengandung arti

bahwa Bank Indonesia memiliki tugas sekaligus kewenangan untuk

menetapkan jumlah atau besaran kredit yang dapat diberikan oleh

bank-bank yang telah disebutkan itu. Dengan demikian pada masa

berlakunya Undang-Undang Pokok-Pokok Perbankan ini, Bank

Indonesia memiliki tugas dan kewenangan hanya sebatas penetapan

jumlah kredit yang dapat diberikan oleh bank dimaksud.

Perkembangan perekonomian nasional maupun internasional

yang senantiasa bergerak cepat disertai dengan tantangan-tantangan

yang semakin luas, mendorong dikeluarkannya Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan tujuan agar

perbankan nasional dapat menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya

(36)

nasional. Dengan berlakunya undang-undang ini, maka

Undamg-Undang Pokok-Pokok Perbankan dicabut dan dinyatakan tidak

berlaku lagi, termasuk mengenai pengaturan kredit perbankan.

Sehingga kredit sebagai kegiatan usaha perbankan dijalankan

berdasarkan ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan. Ketiadaan regulasi yang mengatur

tentang kredit perbankan secara khusus menyebabkan pengaturan

kredit tersebut bergantung kepada UU perbankan sebagai lembaga

penyalur kredit perbankan itu sendiri.

Hingga kini, yang menjadi dasar hukum pemberian kredit

perbankan di Indonesia yaitu: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2009 tentang Bank Indonesia dimana peraturan pelaksana

kredit secara teknis diatur dalam Peraturan Bank Indonesia dan lebih

lanjut diatur dalam peraturan masing-masing bank.

B. Pengertian dan unsur-unsur Kredit

Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 kredit

adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

(37)

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.18

Dari pengertian di atas dapatlah dijelaskan bahwa kredit dapat

berupa uang atau tagihan yang nilainya di ukur dengan uang, misalnya

bank membiayai kredit untuk pembelian rumah atau mobil. Kemudian

adanya kesepakatan antara bank (kreditur) dengan nasabah penerima

kredit (debitur), bahwa mereka sepakat sesuai dengan perjanjian yang

telah dibuatnya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban

masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan

bersama. Demikian pula dengan masalah sanksi apabila si debitur ingkar

janji terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama.

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu

fasilitas kredit adalah sebagai berikut:

1. Kepercayaan

Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan

(berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali di

masa tertentu di masa datang.19

2. Kesepakatan

Di samping unsur percaya di dalam kredit juga mengandung unsur

kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit.

18 Kasmir, “

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya” (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada 2011), hal. 96.

19Kasmir, “

(38)

Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana

masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing-masing-masing.

3. Jangka Waktu

Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka

waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.

Jangka waktu tersebut bias berbentuk jangka pendek, jangka menengah

atau jangka panjang.

4. Risiko

Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu

risiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang

suatu kredit semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko

ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah

yang lalai, maupun oleh risiko yang tidak disengaja.

5. Balas Jasa

Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut

yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga

dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank.

Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya

ditentukan dengan bagi hasil.

C. Tujuan dan Fungsi Kredit

Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu. Tujuan

(39)

didirikan. Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit adalah sebagai

berikut:

1. Mencari keuntungan

Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut.

Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank

sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan

kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup

bank. Jika bank yang terus menerus menderita kerugian, maka besar

kemungkinan bank tersebut akan dilikuidasi (dibubarkan).

2. Membantu usaha nasabah

Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang

memerlukan dana, baik dan investasi maupun dana untuk modal kerja.

Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan

dan memperluaskan usahanya.

3. Membantu pemerintah

Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak

perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit

berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor.

Kemudian disamping tujuan di atas suatu fasilitas kredit memiliki

fungsi sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan daya guna uang

Dengan adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya

(40)

berguna. Dengan diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna

untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit.

2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari

satu wilayah ke wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang

kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan

memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.

3. Untuk meningkatkan daya guna barang

Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh si debitur

untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau

bermanfaat.

4. Meningkatkan peredaran barang

Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu

wilayah ke wilayahh lainnya sehingga jumlah barang yang beredar dari

satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula

meningkatkan jumlah barang yang beredar.

5. Sebagai alat stabilitas ekonomi

Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi

karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah

barang yang diperlukan oleh masyarakat. Kemudian dapat pula kredit

membantu dalam mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri

(41)

6. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan

Semakin banyak kredit yang disalurkan, akan semakin baik, terutama

dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk

membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga

kerja sehingga dapat pula mengurangi pengangguran, Di samping itu,

bagi masyarakat sekitar pabrik juga akan dapat meningkatkan

pendapatannya seperti membuka warung atau menyewa rumah

kontrakan atau jasa lainnya.

7. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha

Bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan

berusaha, apalagi bagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan.

8. Untuk meningkatkan hubungan internasional

Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling

membutuhkan antara si penerima kredit dengan si pemberi kredit.

Pemberian kredit oleh negara lain akan meningkatkan kerja sama di

bidang lainnya.

D. Jenis-Jenis Kredit Dan Jaminan Kredit

Kredit yang diberikan bank umum dan bank perkreditan rakyat

untuk masyarakat terdiri dari berbagai jenis. Secara umum jenis-jenis

kredit antara lain sebagai berikut:

a. Kredit Investasi

Biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau

(42)

b. Kredit modal kerja

Digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam

operasionalnya.

Seperti sudah dibahas diatas bahwa kredit dapat diberikan dengan

jaminan atau tanpa jaminan. Kredit tanpa jaminan sangat membahayakan

posisi bank, mengingat jika nasabah mengalami suatu kemacetan, maka

akan sulit untuk menutupi kerugian terhadap kredit yang disalurkan.

Sebaliknya dengan jaminan kredit relatif lebih aman mengingat setiap

kredit macet akan dapat di tutupi oleh jaminan tersebut.

Adapun jaminan yang dapat dijadikan jaminan kredit oleh calon

debitur adalah sebagai berikut:

1. Dengan jaminan

a. Jaminan benda berwujud, yaitu barang-barang yang dapat dijadikan

jaminan seperti tanah, bangunan, kendaraan bermotor,

mesin-mesin/peralatan, barang dagangan, tanaman/kebun/sawah dan

lainnya.

b. Jaminan benda tidak berwujud yaitu benda-benda yang merupakan

surat-surat yang dijadikan jaminan seperti sertifikat saham, sertifikat

obligasi, sertifikat tanah, sertifikat deposito, rekening tabungan yang

dibekukan, rekening giro yang dibekukan, promes, wesel dan surat

(43)

c. Jaminan orang

Yaitu jaminan yang diberikan oleh seseorang dan apabila kredit

tersebut macet, maka orang yang memberikan jaminan itulah yang

menanggung risikonya.

2. Tanpa Jaminan

Kredit tanpa jaminan maksudnya adalah bahwa kredit yang diberikan

bukan dengan jaminan barang. Biasanya diberikan untuk perusahaan

yang benar-benar bonafit dan profesional sehingga kemungkinan kredit

tersebut macet sangat kecil. Dapat pula kredit tanpa jaminan hanya

dengan penilaian terhadap prospek usahanya atau dengan

pertimbangan untuk pengusaha-pengusaha ekonomi lemah.

E. pihak pihak dalam perjanjian kredit

Dalam suatu perjanjian kredit terdapat 2 (dua) pihak yaitu pemberi

kredit (bank) dan penerima kredit. Adapun kriteria dari kedua pihak

tersebut adalah sebagai berikut:20

a. Pihak Pemberi Kredit (Bank)

Pemberi kredit ini dapat dilakukan oleh bank pemerintah dan bank

swasta. Dalam Pasal 1 sub 2 Undang-undang No. 10 tahun 1998

dinyatakan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana

dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka

20Jatmiko Winarno, ”

SK Pegawai Negeri Sebagai Jaminan Kredit di Bank” Jurnal Karya

(44)

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Didalam akta perjanjian kredit

bank yang pada umumnya mengatur mengenai hak dan kewajiban bank

namun didalam kenyataan yang lebih menonjol adalah ketentuan

mengenai hak dibanding dengan ketentuan mengenai kewajiban dari

bank, karena dalam hal ini perjanjian hanya ditentukan secara sepihak

oleh pemberi kredit.

b. Pihak Penerima Kredit

Dalam Undang-undang No. 10 tahun 1998 pasal l ayat 18 terdapat

adanya pengertian penerima kredit/nasabah debitur adalah nasabah

yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank

dengan nasabah yang bersangkutan. Dalam Pasal 1 ayat 12

Undang-undang No. 10 tahun 1998 menyatakan bahwa penerima kredit

mempunyai kewajiban pokok melunasi hutangnya setelah jangka waktu

tertentu, dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil

keuntungan.

F. Syarat Sahnya Perjanjian kredit

Untuk syahnya perjanjian harus memenuhi 4 (empat) unsur seperti

yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri,

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,

3. Suatu hal tertentu,

(45)

Syarat pertama dan kedua adalah mengenai subyektif atau

pihak-pihak dalam perjanjian sehingga disebut sebagai syarat subyektif,

sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif karena

mengenai syarat obyek perjanjian. Dalam hal ini harus dibedakan antara

syarat subyektif dan syarat obyektif, sebab dalam syarat obyektif jika

syarat ini tidak terpenuhi, maka perjanjian ini batal demi hukum artinya

dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada

suatu perikatan, jika syarat ini tidak terpenuhi maka perjanjian bukan batal

demi hukum tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta

supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan

adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya

tidak bebas. Perjanjian demikian dinamakan Voidable.

G. Kredit Macet

Dalam prosesnya nasabah-nasabah yang memperoleh kredit dari

bank tidak seluruhnya dapat mengembalikan dengan baik tepat pada

waktuya, sebagian nasabah tidak bisa mengembalikan kredit kepada bank

yang telah meminjamnya. Akibat nasabah tidak dapat membayar lunas

utangnya, maka perjalanan kredit terhenti atau macet.

Keadaan yang demikian dalam hukum perdata disebut wanprestasi

(46)

perjanjian pinjam uang, maka debitur yang tidak dapat membayar lunas

utangnya setelah jangka waktunya habis, adalah wanprestasi.21

Dalam kredit macet ada beberapa faktor yang mempengaruhinya,

antara lain :

1. Berasal dari nasabah

a. Nasabah menyalahgunakan kredit yang diperolehnya.

Dimana nasabah memperjanjikan tujuan kreditnya namun nasabah

menyimpang. Misalnya kredit nasabah diperuntukan untuk jasa

pengangkutan, tetapi dipergunakan untuk usaha pertanian.

b. Nasabah kurang mampu mengelola usahanya.

Hal ini terjadi kepada nasabah yang tidak memiliki cukup

kemampuan dibidang usahanya namun nasabah mampu meyakinkan

pihak bank untuk memberikan kredit. Oleh karena itu usaha yang

dijalankan menghasilkan produksi yang kualitasnya rendah sehingga

tidak mampu bersaing.

c. Nasabah tidak beritikad baik.

Dimana nasabah ini dari awal sudah mempunyai itikad buruk,

dengan menghindari pembayaran kredit sebelum jatuh tempo dengan

cara melarikan diri atau menghindari tanggung jawab dengan segala

daya dan upaya.

2. Berasal dari bank

a. Persaingan antar bank.

21

(47)

Jumlah bank yang beroperasi terus meningkat menyebabkan

persaingan antar bank kian ketat. Dalam melakukan persaingan

tersebut bank selalu memberikan pelayanan terbaik kepada

masyarakat agar mendapatkan nasabah yang banyak dan nasabah

yang sudah ada tidak berpaling ke bank lainnya. Dalam kondisi

seperti ini banyak bank yang bertindak spekulatip, dengan

memberikan fasilitas yang mudah untuk nasabahnya dengan

mengabaikan prinsip-prinsip perbankan yang sehat.

b. Hubungan ke dalam.

Hubungan ini banyak terjadi dilingkungan bank swasta. Hubungan

yang dimaksud adalah hubungan bank dengan perusahaan

perusahaan yang tergabung dalam kelompoknya dan juga hubungan

dengan para pengurus serta pemegang saham. Dari hubungan

tersebut bank cenderung setia melayani nasabah yang mempunyai

hubungan dalam ini dengan segala kemudahan walaupun proyek

yang dibiayai kurang menguntungkan. Itulah yang menjadi salah

satu faktor jatuhnya usaha bank.

c. Pengawasan.

Pengawasan dilakukan baik oleh bank itu sendiri melalui bagian

pengawasan kredit maupun oleh Bank Indonesia. Terlepas dari

pengawasan yang dilakukan, apabila pengawasan lemah maka

(48)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL (SK PNS)

A. PENGERTIAN PERJANJIAN KERJA.

Perjanjian kerja mempunyai manfaat yang sangat besar bagi para

pihak yang membuat perjanjian kerja tersebut, karena dengan perjanjian

kerja yang dibuat dan di taati dengan itikad baik dapat menciptakan suatu

ketenangan dalam bekerja serta menjadi jaminan akan kepastian hak dan

kewajiban para pihak yang terkait. Dengan demikian produktivitas dapat

meningkat sehingga para pengusaha dapat mengembangkan

perusahaannya menjadi lebih luas dan membuka lapangan kerja yang baru,

maka berarti pula ikut dalam berpartisipasi dalam pembangunan nasional.

Perjanjian kerja yang baik memiliki sifat-sifat khusus sebagai berikut:22

1. Menerbitkan suatu hubungan yang diperatas, yaitu hubungan antar

pekerja dan atasan. Dimana pihak yang satu berhak memberikan

perintah – perintah kepada pihak yang lain bagaimana pekerja

harus melakukan pekerjaannya.

2. Selalu diperjanjikan suatu gaji atau upah, yang lazimnya berupa

uang, tetapi ada juga (sebagian) berupa pengobatan dengan

percuma, kendaraan, makanan, penginapan, pakaian, dan

sebagainya.

22

(49)

3. Dibuat untuk suatu waktu tertentu atau sampai diakhiri oleh salah

satu pihak.

Dalam undang-undang ketenagakerjaan memang tidak dijumpai

syarat-syarat seorang pengusaha berhak atau tidak membuat perjanjian

kerja, dan tidak ada tentang syarat seseorang berhak atau tidak menjadi

pengusaha. Oleh karena itu untuk meninjau hal ini harus kembali melihat

ketentuan KUH perdata di dalam pasal 1330 KUH perdata dimana orang

yang belum dewasa, orang yang dalam pengampuan dan orang gila tidak

berhak membuat suatu persetujuan, terlebih lagi menjadi seorang

pengusaha.

B. SYARAT SAHNYA PERJANJIAN KERJA.

Setiap perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis dan lisan. Dalam

perjanjian kerja tertulis maupun lisan, harus dilaksanakan sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Berikut ini adalah syarat syarat dalam

membuat perjanjian kerja:23

1. Kesepakatan kedua belah pihak

2. Kemempuan atau kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum.

3. Adanya pekerjaan yang dijanjikan

4. Pekerjaan yang dijanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban

umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

23

(50)

Perjanjian kerja tanpa adanya kesepakatan para pihak ataupun

salah satu pihak tidak mampu atau tidak cakap melakukan perbuatan

hukum, maka perjanjian tersebut bisa dibatalkan. Sedangkan jika

perjanjian tersebut dibuat tanpa adanya pekerjaan yang diperjanjikan

ataupun pekerjaan yang diperjanjikan melanggar ketertiban hukum,

kesusilaan, dan undang-undang yang berlaku, maka perjanjian tersebut

batal demi hukum. Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis

sekurang-kurangnya memuat:24

1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha.

2. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja.

3. Jabatan atau jenis pekerjaan.

4. Tempat pekerjaan.

5. Besarnya upah dan cara pembayarannya.

6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha

dan pekerja.

7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja.

8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat.

9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Perjanjian kerja harus dibuat sekurang-kurangnya rankap dua, yang

mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja maupun pengusaha

masing-masing mendapat satu perjanjian kerja.

24

(51)

C. JENIS-JENIS PERJANJIAN KERJA.

1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu.

Perjanjian kerja waktu tertentu harus dibuat secara tertulis

dengan menggunakan bahasa indonesia dan huruf latin serta harus

memenuhi syarat-syarat, antara lain:

a. Harus mempunyai jangka waktu tertentu.

b. Adanya suatu pekerjaan yang selesai dalam kurun waktu tertentu.

c. Tidak mempunyai syarat-syarat masa percobaan.

Jika perjanjian kerja untuk waktu tertentu bertentangan dengan

ketentuan diatas maka perjanjian tersebut akan dianggap sebagai

perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. Perjanjian kerja untuk

waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang

menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan akan selesai dalam

waktu tertentu, yaitu:

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya.

b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang

tidak terlalu lama dan paling lama tiga tahun.

c. Pekerjaan yang bersifat musiman.

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru,

atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka

waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama dua tahun dan boleh

(52)

Untuk perusahaan yang ingin memperpanjang jangka waktu paling

lambat tujuh hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir

memberitahukan secara tertulis kepada pekerja yang bersangkutan.

2. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.

Perjanjian untuk waktu tidak tertentu adalah suatu perjanjian kerja

yang umum dijumpai dalam suatu perusahaan, yang tidak memiliki

jangka waktu berlakunya. Dengan demikian maka perjanjian kerja

waktu tidak tertentu akan berlaku terus sampai:

a. Pihak pekerja memasuki usia pensiun.

b. Pihak pekerja diputuskan hubungan kerjanya oleh perusahaan karena

membuat kesalahan.

c. Pekerja meninggal dunia.

d. Adanya putusan pengadilan yang menyatakan pekerja telah

melakukan tidak pidana sehingga perjanjian kerja tidak dapat

dilanjutkan.

Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu tidak akan berakhir

dikarenakan pengusaha atau pemilik perusahaan meninggal atau

beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan oleh penjualan

perusahaan, pewarisan perusahaan ataupun dihibahkannya perusahaan

tersebut. Apabila hal itu terjadi maka hak para pekerja beralih menjadi

tanggung jawab pengusaha yang baru, kecuali ditentukan lain dalam

perjanjian peralihan yang tidak mengurangi hak-hak para pekerja.

(53)

perusahaannya ahli waris dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah

melakukan perundingan kepada pekerja yang bersangkutan.

Tidak seperti perjanjian kerja waktu tertentu, perjanjian kerja

waktu tidak tertentu dapat dibuat secara tertulias maupun lisan. Namun

apabila perjanjian dibuat secara lisan, pengusaha harus membuat surat

pengangkatan bagi para pekerja, dengan sekurang kurangnya memuat

tentang:25

a. Nama dan alamat pekerja.

b. Tanggal mulai bekerja.

c. Jenis pekerjaan.

d. Besarnya upah.

D. KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJA

1. Kewajiban pekerja.

Dalam KUH perdata pasal 1603d dinyatakan bahwa pekerja

yang baik adalah :

“pekerja yang menjalankan kewajiban-kewajibannya dengan baik, yang dallam hal ini kewajiban untuk elakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang dalam keadaan sama, seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan”

Selanjutnya dalam KUH perdata (yang sampai sekarang

dipakai sebagai pedoman) dirinci kewajiban pekerja sebagai berikut :

25

(54)

a. Pekerja berkewajiban untuk melakukan pekerjaan yang dijanjikan

menurut kemampuannya dengan sebaik-baiknya.

b. Pekerja atau buruh berkewajiban melakukan sendiri pekerjaannya,

hanya dengan seijin pengusaha pekerja bisa menyuruh orang ketiga

untuk menggantikannya.

c. Pekerja wajib taat terhadap peraturan mengenai hal melakukan

pekerjaannya.

d. Pekerja yang tinggal pada pengusaha, wajib berkelakuan baik

menurut tata tertib rumah tangga pengusaha.

Selain itu pekerja berkewajiban melakukan tugas-tugas antara

lain sebagai berikut:

Melakukan pekerjaan.

Pengertian pekerjaan dan seperti apa pekerjaan yang haru

dikerjakan oleh pekerja atau buruh tidak dijumpai dalam peraturan

ketenagakerjaan(Undang-undang No.13 Tahun 2003). Pekerjaan

yang diperjanjikan oleh pekerja atau buruh harus dikerjakan sendiri

oleh pekerja tersebut, apalagi kalau pekerjaan itu adalah pekerjaan

yang memerlukan keahlian tertentu akan menimbulkan

ketidakmungkinan untuk diganti oleh orang lain, tidak bisa pula

pekerja tersebut menyuruh salah seorang keluarganya untuk

(55)

Petunjuk pengusaha.

Petunjuk pengusaha adalah petunjuk-petunjuk yang harus

diperhatikan oleh pekerja dalam menjalankan pekerjaannya.

Petunjuk petunjuk inidiberikan oleh penguasa atau oleh orang yang

dikuasakan untuk itu selama pekerja tersebut melaksanakan

pekerjaannya. Sebetulnya ketentuan tentang adanya petunjuk

pengusaha dalam melaksanakan pekerjaan ini didasarkan atas

ketentuan KUH perdata, khususnya pasal 1603b yang menentukan

bahwa : “buruh wajib menaati aturan tentang hal melaksanakan

pekerjaan dan aturan yang ditujukan kepada perbaikan tata tertib

dalam perusahaan majikan yang diberikan kepadanya oleh orang

atau atas nama majikan dalam batas-batas aturan

perundang-undangan, atau bila tidak ada, menurut kebiasaan.”26

Namun kita

mempunyai pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar falsafah

negara. Pancasila itu harus diwujudkan dalam kehidupan nyata,

termasuk dalam kehidupan ketenagakerjaan, maka ketentuan pasal

1603b khususnya dan ketentuan KUH perdata bab 7a umumnya

harus diserasikan dengan pancasila.

Dengan adanya hubungan pancasila ini, jelaslah bagaimana

kedudukan KUH perdata sekarang di dalam dunia ketenagakerjaan

kita. KUH perdata sekarang hanya dapat dipakai sebagai pedoman,

itupun bagi ketentuan yang serasi dengan hubungan pancasila,

26

(56)

sedangkan yang tidak sesuai dibuang atau dengan kata lain tidak

berlaku lagi.

2. Kewajiban pengusaha.

Kewajiban utama pengusaha dengan adanya hubungan atau

perjanjian kerja dengan pekerjanya adalah membayar upah atau gaji

kepada pekerja. Namun selain membayarkan gaji atau upah tersebut

perusahaan juga berkewajiban memberikan surat keterangan kepada

pekerjanya yang dengan kemauan sendiri hendak berhendi dari

pekerjaan yang ia kerjakan di dalam perusahaan. Dengan begitu

perusahaan mempunyai dua kewajiban yang harus dipenuhi terhadap

para pekerjanya, yaitu:

a. Membayar upah.

Dalam melakukan pekerjaan ada beberapa makna yang

dapat diperoleh oleh pekerja, antara lain dari segi indidu

merupakan gerak dari badan dan pikiran setiap orang guna

memelihara kelangsungan hidup badaniah dan juga rohania

sedangkan ditinjau dari segi sosial adalah melakukan pekerjaan

untuk menghasilkanbarang ataupun jasa guna memuaskan

kebutuhan masyarakat luas. Selain itu ditinjau dari segi spiritual

merupakan hak dan kewajiban manusia dalam memulihkan dan

(57)

Oleh karena itu pembayaran gaji ataupun upah oleh

perusahaan sangatlah memegang peranan penting karena untuk

memelihara kelangsungan hidup badaniah dan rohaniah.

1) Pengertian upah.

Secara umum upah adalah pembayaran yang di terima

oleh pekerja selama ia melakukan pekerjaan ataupun

dipandang melakukan pekerjaan. Namun menurut Pasal 1

angka 30 UU No.13 Tahun 2003 upah adalah “hak pekerja

yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja

yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu pejanjian

kerja, kesepakatan, atau perundang-undangan, termasuk

tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atau suatu

pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan”27

Walaupun demikian, upah bagi masing-masing pihak

adalah suatu hal yang berbeda. Bagi pengusaha upah adalah

biaya produksi yang harus dikeluarkan dan ditekan

pengeluarannya serendah rendahnya agar harga barang yang

di produksi tidak terlalu tinggi. Namun bagi para pekerja

upah adalah sejumlah uang yang mereka terima pada waktu

tertentu, yang lebih pentting lagi adalah jumlah barang

27

(58)

kebutuhan hidup yang mereka bisa dapatkan dengan uang

upah atau gaji yang telah mereka dapatkan.

2) Jenis jenis upah.

a. Upah nominal.

Upah nominal adalah upah yang diterima oleh para

pekerja dengan tunai sesuai dengan pengarahan jasa-jasa

atau pelayanan dalam perjanjian kerja yang telah

disepakati.

b. Upah nyata.

Upah nyata adalah uang nyata yang harus benar-benar

diterima oleh pekerja yang berhak. Biasanya upah nyata

ditentukan oleh daya belu upah tersebut seperti besar

kecilnya uuang tersebut ataupun besar kecilnya biaya

hidup yang diperlukan.

c. Upah hidup.

Referensi

Dokumen terkait

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN DIAGNOSA

This Supplement supplements and amends the section entitled “Portfolio Management—The Advisor—Investment Committee of the Advisor” by deleting in its entirety the fifth paragraph,

dilakukan yaitu dengan triangulasi teknik. Triangulasi teknik dilakukan dengan membandingkan dan mengecek kembali suatu informasi yang diperoleh melalui teknik yang

Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan..

investment income for such month (“Distribution Shortfall”), Colony NorthStar FV will purchase shares required in order to cover the Distribution Shortfall up to an amount equal to

Hasil temuan pada penelitian ini adalah a) Kepanitiaan PPDB di SD Muhammadiyah Program Khusus Boyolali merupakan SDM yang terlatih, b) Alur pelaksanaan PPDB di SD

Intinya adalah jika konselor dapat menerapkan onseling dengan baik maka klien yang mendapat kekerasan dalam rumah tangga dapat memecahkan masalanya, karena pada dasarnya

Misi PSIK S3 yaitu “ Menyelenggarakan kegiatan pendidikan pascasarjana jenjang doktor (S3) berbasis riset, penelitian yang berkualitas dan beraputasi untuk kemajuan