• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Penelitian Terdahulu - Analisis Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Kepuasan Dan Loyalitas Mahasiswa Politeknik LP3I Jalan Adam Malik Di Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Penelitian Terdahulu - Analisis Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Kepuasan Dan Loyalitas Mahasiswa Politeknik LP3I Jalan Adam Malik Di Medan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Penelitian Terdahulu

Sitinjak (2004), melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Citra dan Sikap Merek terhadap Ekuitas Dampaknya terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan”. Penelitian ini untuk menganalisis pengaruh dari sikap merek dan citra merek terhadap ekuitas merek di industri perbankan dan dampaknya terhadap kepuasan dan loyaliktas nasabah bank berdasarkan persepsi nasabah bank.

Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk variabel yang bersifat kualitatif dan analisis verifikatif berupa pengujian hipotesis dengan menggunakan uji statistik untuk yang bersifat kausalistis dengan alat analisis Structural Equition Modelling (SEM). Unit analisis adalah nasabah bank. Jumlah sampel yang terpilih secara acak sebanyak 400 nasabah dan yang digunakan dalam analisis sebanyak 347 nasabah sebagai nasabah yang valid untuk analisis.

(2)

loyalitas melalui ekuitas merek dan kepuasan. Hasil lain menunjukkan peranan asosiasi merek yang membentuk citra merek memegang peranan penting dalam membangunkan ekuitas merek, kepuasan dan loyalitas nasabah bank.

II.2. Teori tentang Merek

II.2.l. Pengertian merek, peranan dan kegunaan merek

Melihat fenomena persaingan pemasaran yang terjadi, membuat para pemasar untuk mampu mencari, mengembangkan bahkan merebut pangsa pasar dari para pesaingnya. Selain mengandalkan produk yang dihasilkan dengan segala macam perbedaan dan keunggulan salah satu modal untuk memenangkan persaingan adalah melalui merek (brand).

Suatu produk dapat dibedakan dari produk lainnya dari segi merek (brand). Merek tersebut dapat dipakai sebagai alat untuk menciptakan pandangan tertentu dari para pembeli baik melalui periklanan maupun melalui kegiatan promosi yang lain. Peranan merek tidak hanya pembeda suatu produk, namun tidak mustahil ada kondisi tertentu akan berwujud aset yang bernilai ekonomis.

Basu, dkk (1999) menyatakan bahwa: "Brand adalah suatu nama, istilah, simbol atau desain (rancangan), atau kombinasinya yang dimaksudkan untuk memberi tanda pengenal barang atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang-barang yang dihasilkan oleh pesaing".

(3)

UU No. 15 Tahun 2001 Pasal 1 ayat 1 (dalam Tjiptono, 2005) menyatakan bahwa: Merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa".

Dengan demikian pengertian merek adalah gambar, nama, kata, huruf, angka-angka, istilah, tanda, simbol atau desain dari produk atau jasa atau kombinasi keseluruhan yang dimaksud untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari seseorang atau kelompok penjual dan untuk membedakan dari produk pesaing dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Maka merek itu berkaitan dengan cara konsumen merasa dan membeli barang-barang bukan sekedar sebuah karakteristik barang-barang tertentu. Merek juga meninggalkan citra dan pengalaman dibenak konsumen mengenai keuntungan apa yang dapat diperolehnya dari produk yang diproduksi oleh perusahaan.

Menurut Arnold (1996) beberapa kenyataan-kenyataan mendasar mengenai bagaimana orang membeli barang dapat menjelaskan alasan pentingnya sebuah merek:

1. Pelanggan tidak pernah memahami produk sebagaimana produsen menjualnya. Penyalur memang mengerti segalanya mengenai sebuah produk termasuk aneka ragam aplikasinya. Sebaliknya dengan hubungan yang biasanya tidak menentu dengan produk tersebut, seorang pelanggan relatif bersifat acuh tak acuh. Pelanggan bahkan bisa tidak tertarik dengan produk.

(4)

bagi pelanggan dalam menggunakan produk dan merasakan manfaatnya, meskipun hal itu sebenarnya tak menentu.

3. Persepsi pelanggan akan tertuju pada keuntungan produk yang biasanya seringkali samar. Persepsi pelanggan seringkali terasa irasional bagi pihak perusahaan penyalur. Ini karena pelanggan menaruh perhatian pada keuntungan yang mereka peroleh dari produk atau pelayanan ketimbang apa sebenarnya produk itu sendiri. Keuntungan tentu saja sesuatu yang tidak dapat dilihat namun ini tidak berarti mereka tidak ada.

4. Persepsi pelanggan tidak selalu didasari kesadaran. Perasaan terhadap suatu produk tidak selalu dapat digambarkan karena memang kompleks, emosional dan berdasarkan hubungan jangka panjang.

Pelanggan jarang mengetahui produk atau pelayanan secara detail. Mereka menilainya dengan atribut yang mereka anggap penting. Persepsi pelanggan bisa karena respon emosional bisa juga karena keuntungan yang diperoleh yang tidak dapat dilihat dari produk. Persepsi juga tidak selalu diperoleh dengan kesadaran atau rasional penuh.

Menurut Kotler (2000), merek bervariasi dalam hal kekuatan dan nilai yang dimilikinya di pasar. Kesadaran akan merek yang tinggi akan membuat pelanggan tidak akan menolak untuk membelinya.

Suatu merek dapat mencerminkan makna dari hal-hal yang ingin disampaikan, maka ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Merek harus khas dan unik.

2. Merek harus menggambarkan sesuatu mengenai manfaat produk dan pemakainya.

(5)

5. Merek tidak boleh mengandung arti yang buruk di negara.

Dalam era globalisasi ini, peranan merek menjadi sangat penting karena pembedaan suatu produk dari produk lainnya sangat tergantung pada merek yang ditampilkan.

Menurut Durianto, dkk (2004) bahwa: “Merek sangat penting atau berguna karena: 1) Mengkonsistenkan dan menstabilkan emosi konsumen; 2) Mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar; 3) Mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen; 4) Berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen; 5) Memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian, karena konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang dibelinya dengan produk lain; 6) Dapat berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan”.

II.2.2. Pengertian dan peranan ekuitas merek

Ekuitas merek merupakan aset yang dapat memberikan nilai tersendiri di mata konsumennya. Aset yang terkandung dalam ekuitas merek dapat membantu konsumen dalam menafsirkan, memproses dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut. Ekuitas merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam mengambil keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau pendekatan berbagai karakteristik merek.

(6)

kesadaran yang tinggi, kualitas yang dirasakan dan kesediaan merek di antara konsumen mempunyai nilai merek yang tinggi. Merek dengan nilai merek yang kuat adalah harta yang berharga''.

Aset dan kewajiban yang menjadi dasar ekuitas merek akan berbeda antara satu konteks dengan konteks lainnya.

Kotler (2001) menyatakan bahwa: “Nilai dari suatu merek berdasarkan pada sejauhmana merek itu mempunyai loyalitas merek kesadaran nama merek, anggapan mutu, asosiasi merek yang tinggi, dan aset lain seperti paten, merek dagang, dan hubungan distribusi”.

Ekuitas merek dapat diartikan sebagai suatu nilai dari merek atau perusahaan. Ekuitas merek semakin tinggi dengan semakin tingginya kesetiaan merek, kesadaran merek, mutu yang diyakini, hubungan merek yang kuat dan aktiva lainnya seperti paten, hak dagang dan hubungan distribusi.

Ekuitas merek selain menjadikan merek suatu produk dikenal baik juga menciptakan nilai baik kepada konsumen maupun perusahaan. Aset yang terkandung dalam ekuitas merek dapat membantu konsumen dalam menafsirkan, memproses dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut.

Menurut Kotler (2001), ekuitas merek itu akan berpengaruh terhadap suatu produk tersebut. Di mana dengan kata lain bahwa apabila ekuitas merek suatu produk tinggi maka persepsi konsumen terhadap kualitas produk tinggi. Tingkatan ekuitas merek menurut Kotler (2001) adalah sebagai berikut:

(7)

2. Brand Acceptability (penerimaan merek). Pada tingkatan ini, pelanggan pada umumnya tidak akan menolak untuk membeli suatu produk.

3. Brand Prefence (preferensi merek). Maksudnya di sini adalah tingkat preferensi merek suatu produk tertentu tinggi, di mana konsumen mempunyai pandangan positif.

4. Brand Loyality (kesetiaan merek). Kesetiaan pelanggan terhadap merek merupakan salah satu aset merek. Hal ini amat mahal nilainya karena itu untuk membangunnya banyak tantangan yang harus dihadapi serta membutuhkan waktu yang sangat lama.

Berdasarkan uraian di atas ekuitas merek menempati posisi yang demikian penting bagi terciptanya tujuan perusahaan. Dengan demikian perusahaan yang ingin tetap bertahan, dan melangkah lebih maju untuk memenangkan persaingan, sangat perlu mengetahui kondisi ekuitas merek produknya melalui riset terhadap elemen-elemen ekuitas merek.

II.2.3. Sikap konsumen terhadap merek

Sikap merupakan suatu respon individu terhadap suatu objek sikap, jadi dapat dikatakan bahwa sikap terhadap merek merupakan respon individu terhadap merek yang memiliki elemen seperti nama merek, logo dan simbol, karakter dan kemasan. Melalui proses evaluatif individu akan memberikan kesimpulan terhadap objek sikap tersebut baik disenangi atau tidak disenangi secara konsisten.

(8)

Lebih lanjut Assael (1998) mendefinisikan sikap terhadap merek sebagai kecenderungan seseorang untuk mengevaluasi suatu merek dalam bentuk menguntungkan atau tidak menguntungkan (favorable-unfavorable), dan dalam bentuk baik atau buruk. Setiadi (2003) sejalan dengan pendapat Assael menyatakan bahwa sikap terhadap merek merupakan kecenderungan konsumen untuk mengevaluasi merek baik disenangi maupun tidak disenangi secara konsisten. Jadi dapat disimpulkan bahwa favorable itu adalah sesuatu yang menguntungkan, memihak dan menyenangi sesuatu.

II.3. Teori tentang Kepuasan Konsumen

II.3.1. Pengertian dan manfaat kepuasan konsumen

Mencapai tingkat kepuasan pelanggan tertinggi adalah tujuan utama pemasaran. Pada kenyataannya, akhir-akhir ini banyak perhatian terarah pada konsep kepuasan “total”, yang implikasinya adalah mencapai kepuasan sebagian saja tidaklah cukup untuk membuat pelanggan setia dan kembali lagi. Ketika pelanggan merasa puas akan pelayanan yang didapatkan pada saat proses transaksi dan juga puas akan barang dan jasa yang mereka dapatkan, besar kemungkinan mereka akan kembali lagi dan melakukan pembelian-pembelian yang lain dan juga akan merekomendasikan kepada teman-teman dan keluarganya tentang perusahaan tersebut dan produk-produknya. Juga kecil kemungkinan mereka berpaling ke pesaing-pesaing.

(9)

meningkatkan keuntungan perusahaan dalam jangka panjang. Pemasaran bukanlah semata-mata membuat penjualan; melainkan tentang bagaimana memuaskan pelanggan terus-menerus. Ketika pelanggan merasa puas, penjualan berikutnya akan terjadi.

Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan di mana keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan dapat dipenuhi. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif.

Menurut Kotler (2001) “Kepuasan konsumen merupakan fungsi dari seberapa dekat antara harapan pembeli atas suatu produk dengan daya guna yang dirasakan dari produk tersebuf”. Seandainya produk tersebut berada di bawah harapan pelanggan, maka pelanggan tersebut merasa dikecewakan (tidak puas) dan jika memenuhi harapan maka pelanggan tersebut merasa puas.

Menurut Irawan (2003), “seorang pelanggan yang puas adalah pelanggan yang merasa mendapatkan value dari peinasolq produsen atau penyedia jasa. Value ini berasal dari produlq pelayanan, sistem atau sesuatu yang bersifat emosi. Pelanggan yang puas adalah pelanggan yang akan berbagi kepuasan dengan produsen atau penyedia jasa. Bahkan pelanggan yang puas akan berbagi pengalaman dengan pelanggan lain. Ini akan menjadi referensi bagi perusahaan yang bersangkutan”.

(10)

membeli kembali. Apakah pembeli akan puas setelah pembelian tergantung pada kinerja penawaran sehubungan dengan harapan pembeli.

Kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang. Kepuasan tinggi atau kesenangan menciptakan kelekatan emosional terhadap merek, bukan hanya preferensi rasional. Hasilnya adalah kesetiaan pelanggan yang tinggi. Kepuasan tidak akan pernah berhenti pada satu titik. Ia bergerak dinamis mengikuti tingkat kualitas produk/jasa dan layanannya dengan harapan berkembang di benak konsumen.

Menurut Lupiyoadi (2001) bahwa “Pelanggan adalah seseorang yang secara kontinu dan berulangkali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar produk atau jasa tersebut”.

II.3.2. Faktor yaug mempengaruhi kepuasan konsumen

Menurut Lupiyoadi (2001), bahwa “Ada lima faktor yang menentukan tingkat kepuasan, yaitu:

a. Kualitas produk, pelanggan akan merasa puas apabila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.

b. Kualitas pelayanan, terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.

c. Emosional, pelanggan akan merasa bangga dan mendapat keyakinan bahwa orang lain akan kagum kepadanya bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

d. Harga produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.

(11)

Saat mengingat sebuah nama merek maka merek tersebut akan memicu suatu perasaan yang dipercayai terhadap produk dengan merek tersebut; hal ini yang memudahkan seseorang untuk memutuskan pilihan atas produk dengan merek tertentu karena ia yakin akan memperoleh kepuasan yang dia yakini dari produk itu. Tidak cuma kepuasan tetapi juga kepercayaan dan prestige apabila menggunakan merek-merek yang telah terkenal tersebut. Konsumen puas dan percaya bahwa produk yang dimiliki adalah kualitas yang terbaik. Belum lagi dengan adanya suatu kebanggaan tersendiri karena menggunakan merek tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pengukuran terhadap variabel kepuasan dalam penelitian ini, menggunakan 3 (tiga) indikator yaitu (l) mahasiswa merasa puas terhadap kinerja LP3I (2) Kelengkapan fasilitas dan keunggulan-keunggulan LP3I sesuai dengan harapan (3) Kualitas keseluruhan produk yang diberikan sangat baik sekali.

II.3.3. Hubungan nama merek dengan kepuasan konsumen

Maulana (1999) menyatakan: "Merek yang bagus baru akan menjadi suatu produk yang sukses, jika komponen-komponen lain dari produk tersebut sesuai dengan keinginan pasar. Merek yang tidak sesuai dengan cita rasa pasar, tentu akan menyulitkan produk tersebut berkiprah di pasar".

(12)

Spanyol) kira-kira bermakna "bintang yang cemerlang", dibaca oleh orang di sana sebagai no va yang dalam bahasa Spanyol bermakna “tidak jalan” atau "mogok". Tidak ada orang yang mau membeli atau memiliki mobil mogok.

Kotler dan Amstrong (2001) mengatakan bahwa merek harus dipilih secara hati-hati. Nama yang tepat dapat menambah peluang sukses produk. Tentu saja mendapatkan merek yang terbaik mudah. Kotler dan Amstrong (2001) menjelaskan lebih lanjut bahwa pemilihan merek harus diawali dengan kajian yang cermat tentang produk dan manfaatnya, pasar sasaran, dan strategi pemasaran yang akan diterapkan.

II.4. Teori tentang Loyalitas Konsumen

II.4.1. Pengertian loyalitas konsumen

Pengukuran terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan pelanggan suatu merek merupakan indikator yang penting dari loyalitas merek.

Loyalitas secara harfiah diartikan kesetiaan, yaitu kesetiaan seseorang terhadap suatu objek. Moven dan Minor (dalam Mardalis, 2005), bahwa “Loyalitas sebagai kondisi di mana pelanggan mempunyai sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang”.

(13)

perusahaan, maka dipastikan mereka akan berpaling ke produk lain, untuk mempertahankan loyalitas konsumen menurut Heskett et al. (dalam Gefen, 2002), bahwa “Salah satu cara untuk meningkatkan loyalitas pelanggan adalah dengan memberikan pelayanan yang berkualitas baik, yang diharapkan dapat membuat pelanggan untuk kembali melakukan transaksi dengan vendor tersebuf”.

Menurut Maulana (2005) menyatakan bahwa "Seorang konsumen dikatakan loyal apabila ia mempunyai suatu komitmen yang kuat untuk menggunakan atau membeli lagi secara rutin sebuah produk atau jasa".

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pengukuran terhadap variabel loyalitas dalam penelitian ini, menggunakan 3 indikator yaitu: (1) mahasiswa memiliki ikatan emosional dengan merek LP3I, (2) mahasiswa memiliki konsistensi untuk terus melanjutkan pendidikan di LP3I hingga akhir masa perkuliahan (3) mahasiswa merekomendasikan LP3I kepada orang lain.

II.4.2. Pengaruh kepuasan terhadap loyalitas konsumen

Para ahli banyak yang berpendapat bahwa loyalitas dengan kepuasan pelanggan berkaitan, walaupun terkadang keterkaitannya tidak selalu beriringan.

(14)

jaminan seorang konsumen akan loyal dan ternyata masih banyak juga yang berpindah ke merek lain”.

Menurut Maulana (2005) bahwa “Bagaimana cara membentuk loyalitas, tentunya harus dimulai dengan memberikan kualitas produk atau jasa yang unggul atau superior, sehingga konsumen merasa puas dengan pengalaman mengkonsumsinya. Kepuasan terhadap produk atau jasa adalah modal utama pembentukan loyalitas”.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat disimpulkan kepemilikan saham oleh pihak manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer

Perilaku merokok adalah perilaku yang telah umum di jumpai.Perilaku merokok berasal dari berbagai kelas sosial, status, serta kelompok umur yang berbeda, hai ini

Penelitian tentang hubungan perilaku higiene dan status gizi dengan infestasi STH pada murid SDN 008 Sukaping dapat diambil simpulan bahwa anak laki-laki, usia 6-9

keuntungan bisnis karena perusahaan melakukan “hal yang benar” dan alasan ini mungkin dipandang sebagai motivasi utama. 3) Keyakinan dalam proses akuntabilitas atau

Penelitian mengenai daya dukung lingkungan kawasan wisata telah dilakukan antara lain oleh beberapa penelitian di antaranya yaitu Besain (2009), telah melakukan penelitian

Bertitik tolak pada perkembangan intelektual dan psikososial siswa sekolah dasar, hal ini menunjukkan bahwa mereka mempunyai karakteristik sendiri, di mana dalam

Dengan menggunakan setiap titik sudut sebagai titik pusat dibuat lingkaran-lingkaran yang bersinggungan pada tiap sisinya.. Hitunglah jari-jari ketiga

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dengan menggunakan teknik analisis rank sperman diketahui bahwa secara statistik terpaan tayangan reality show Panggung