• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan pembangunan nasional, pembangunan

dunia usaha di Indonesia turut pula berkembang dengan pesat. Hal ini dapat

dilihat dengan semakin banyaknya pengusaha baik yang bertindak secara pribadi

maupun bersama-sama mendirikan perusahaan dengan tujuan mencari

keuntungan. Orang pribadi maupun perusahaan dalam menjalankan usahanya

tentu memerlukan modal, baik berupa uang maupun barang-barang. Semakin

besar usaha yang akan dijalankan tentu semakin besar pula modal yang diperlukan

perusahaan. Untuk memenuhi kebutuhan akan modal tersebut, sering sekali

mereka melakukan pinjaman kepada pemilik modal/kreditur. Orang/perusahaan

yang menerima pinjaman dari pemilik modal/kreditur secara umum disebut

dengan debitur.

Saat menjalankan usaha kemungkinan debitur akan mengalami keuntungan

atau kerugian. Jika debitur tersebut mengalami keuntungan tentu debitur tersebut

dapat bertahan bahkan terus berkembang. Namun kenyataannya keadaan debitur

tidaklah selalu dalam keadaan baik, sering sekali debitur mengalami kerugian atau

kesulitan dibidang keuangan sehingga sulit untuk mempertahankan jalannya usaha

dan tidak sanggup membayar utang-utangnya atau dapat dikategorikan bahwa

perusahaan mengalami corporate failure jika debiturnya perusahaan.1

1

Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi 2 (Jakarta : Sofmedia, 2010), hlm. 3.

(2)

Pemberian pinjaman atau kredit yang diberikan kreditur kepada debitur

dilakukan karena adanya kepercayaan bahwa debitur dapat mengembalikan

pinjaman tersebut kepada kreditur sesuai kesepakatan. Karena itulah mengapa

pinjaman dari seorang kreditur kepada seorang debitur disebut dengan kredit

(credit) yang berasal dari kata creder yang berarti kepercayaan atau trust.2

Debitur yang mengetahui bahwa keadaan keuangannya dalam kesulitan

sehingga kemungkinan besar berhenti membayar utangnya, maka dapat memilih

beberapa langkah dalam menyelesaikan utangnya tersebut, langkah-langkah yang

dimaksud seperti mengadakan perdamaian diluar pengadilan dengan para

kreditornya atau mengadakan perdamaian di dalam pengadilan apabila debitur

tersebut digugat secara perdata. Debitur juga dapat mengajukan permohonan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) serta mengajukan perdamaian

dalam PKPU. Langkah lain adalah dengan mengajukan permohonan agar dirinya

dinyatakan pailit oleh pengadilan.

Bagi

debitur membayar utang kepada kreditur sesuai dengan kesepakatan para pihak

sudah merupakan suatu kewajiban. Apabila kewajiaban membayar utang tersebut

berjalan lancar maka tentu tidak akan ada masalah. Namun permasalahan akan

timbul ketika debitur mengalami kesulitan untuk membayar utangnya sesuai

kesepakatan. Dengan kata lain debitur berada dalam keadaan berhenti membayar

utang yang tentunya akan menimbulkan kerugian bagi pihak kreditur.

3

2

Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Faillissmentsverordening Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun1998 (Jakarta : Pustaka Utama Grafity,2002), hlm. 6.

3

(3)

Berkaitan dengan alternatif pilihan-pilihan tersebut, debitur seyogianya

memilih alternatif yang terbaik. Salah satu pilihan adalah mengajukan

permohonan PKPU. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang pada Bab III tentang Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang dari Pasal 222 sampai dengan Pasal 294.

Berdasarkan Pasal 222 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU, debitur yang tidak

dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan pembayaran

utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon

penundaan pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana

perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang

kepada kreditur. Istilah lain dari PKPU ini adalah suspension of payment atau

Surseance van Betaling, maksudnya adalah suatu masa yang diberikan oleh

undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa tersebut kepada

pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan

cara-cara pembayaran hutangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh

atau sebagian hutangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi

hutangnya tersebut.4

Untuk memulihkan utang-utangnya kepada kreditur, langkah PKPU ini

jelas relatif lebih baik dilakukan oleh debitur.5

4

Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 15.

Dalam PKPU debitur lepas dari

5

(4)

peristiwa kepailitan, dimana hal ini sangat ditakuti oleh para pengusaha karena

dampaknya sangat luas baik terhadap karir debitur selaku pengurus perusahaan,

maupun terhadap sekalian harta kebendaannya dan juga terhadap sekian banyak

nasib karyawan dan relasi-relasinya yang mungkin untuk menghimpun dan

membinanya memerlukan kerja keras dan waktu yang lama. Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang harus diajukan oleh debitur sebelum adanya

keputusan pernyataan pailit oleh putusan Pengadilan Niaga.6

Pemberesan harta debitur pailit berarti kepunahan baik dalam harta benda

perusahaan maupun nama baik debitur walaupun nantinya ada langkah-langkah

rehabilitasi disediakan oleh undang-undang. Melalui PKPU ini, selama batas

waktu yang telah disepakati, pihak debitur dan pengurus tidak lagi direpoti oleh

gangguan dari para kreditur yang menuntut pelunasan utang, karena semua

masalah telah dijadwal atas hasil kesepakatan bersama dan keputusan perdamaian

tersebut bersifat mengikat sehingga situasinya akan jauh berbeda pada saat debitur

berada dalam kondisi sebelum PKPU dijalankan yang mana sewaktu-waktu pihak

kreditur dapat mengganggu aktivitas kerja perusahaan bahkan sewaktu waktu

dapat memohonkan debitur pailit.

7

Berdasarkan Pasal 222 ayat 3 UU Kepailitan dan PKPU, pengajuan PKPU

selain dilakukan oleh debitur, juga dapat dilakukan oleh kreditur yang

memperkirakan bahwa debitur tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang

sudah jatuh waktu dan dapat ditagih. Hal ini menunjukan bahwa PKPU tidak

dimaksud untuk kepentingan debitur saja tetapi juga untuk kepentingan para

6Ibid.,

hlm. 202. 7

(5)

krediturnya, khususnya kreditur konkuren. Adapun tujuan daripada PKPU itu

sendiri adalah sebagai berikut pertama, debitur mendapat waktu yang cukup

untuk memperbaiki kesulitannya, dan akhirnya mampu membayar/melunasi

utang-utangnya dikemudian hari; kedua, pihak kreditur dimungkinkan mendapat

pembayaran piutangnya secara penuh sehingga tidak merugikannya.8

Penyelenggaraan PKPU merupakan suatu jalan untuk menghindari debitur

dari proses kepailitan. Namun adakalanya PKPU yang diselenggarakan juga tidak

berhasil hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang menjadi kendala, salah

satunya faktor kurangnya kepercayaan dari kreditur-kreditur yang baru untuk

memberi pinjaman guna kelanjutan usaha debitur, atau para kreditur baru bersedia

memberikan pinjaman dengan persyaratan yang cukup memberatkan debitur,

sehingga bukannya perbaikan perusahaan yang akan terjadi, malah sebaliknya.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang dimintakan oleh debitur maupun

kreditur sebaiknya dilakukan dengan cukup hati-hati dan penuh ketelitian, karena

sekali para pihak salah langkah dapat menyebabkan kehancuran pengelolaan harta

kekayaan perusahaan debitur. Oleh sebab itu pemilihan terhadap pengurus PKPU

yang berkualitas akan sangat menentukan arah atau langkah perusahaan

selanjutnya.

Pelaksanaan PKPU sangat di dukung oleh keterlibatan pengurus PKPU

dalam mengurus asset kekayaan debitur, sehingga segala sesuatunya harus dapat

penanganan yang teliti dari seorang atau beberapa pengurus PKPU yang ditunjuk

dalam proses PKPU oleh pengadilan. Berhasil atau tidaknya proses PKPU sangat

8

(6)

ditentukan oleh pengurus PKPU yang handal, yang mampu melaksanakan

eksistensinya sebagai pengurus yang tidak memihak kepada salah satu pihak

manapun. Kreditur maupun debitur harus patuh dan tunduk kepada kewenangan

pengurus PKPU yang tentunya mempunyai batas-batas sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan pengurus PKPU juga berdampak

pada berhasil atau tidaknya tujuan dilakukannya PKPU, yaitu untuk mencegah

kepailitan seorang debitur atau perusahaan yang tidak dapat membayar tetapi

mungkin dapat membayar dimasa yang akan datang dalam jangka waktu yang

disepakati bersama antara debitur dan kreditur.9

Seorang kurator dalam suatu kepailitan menggantikan posisi debitur yang

pailit dalam melakukan pengurusan terhadap harta kekayaannya, tetapi seorang

pengurus PKPU tidak menggantikan debitur. Karena pada prinsipnya yang satu

tidak dapat bertindak tanpa yang lainnya, dalam PKPU pengurus bersama-sama

dengan debitur melakukan pengurusan atas perusahaan atau aset debitur.10

Pengurus PKPU harus secara terus menerus memantau usaha dari debitur.

Segera setelah pengurus PKPU mengetahui adanya jumlah penghasilan tetap yang

berkurang atau timbulnya biaya-biaya dari kelanjutan usaha diluar batas maksimal Pada

saat Putusan Hakim Pengadilan Niaga mengabulkan permohonan PKPU, pada

saat itu juga diangkatlah satu atau lebih pengurus PKPU oleh hakim tersebut yang

menyebabkan pembatasan ruang gerak debitur terhadap keleluasaannya mengurus

dan mempergunakan harta kekayaannya, dimana ia tidak diperkenankan untuk

mengelola usahanya tanpa kerjasama dengan pengurus PKPU.

9

Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan (Malang: UMM Press, 2008), hlm. 190 10

(7)

yang diperkirakan maka pengurus PKPU harus segera menghentikan dan

mengakhiri usaha perusahaan debitur tersebut. Ada pengecualian dimana

pengurus PKPU oleh Undang-undang diberi hak untuk bertindak sendiri tanpa

kerjasama dengan debitur, yakni jika debitur melanggar Pasal 240 UU Kepailitan

dan PKPU tersebut maka pengurus PKPU memiliki kewenangan untuk

melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitur

tidak dirugikan karena tindakan debitur tersebut.11

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa debitur tidak dapat melakukan

tindakan kepengurusan terhadap harta debitur tanpa izin dari pengurus. Namun

bagaimana hubungan kerjasama antara debitur dan pengurus dalam pengurusan

harta, dan sejauh manakah kewenangan pengurus PKPU dalam pengurusan harta

debitur yang diatur dalam UU Kepailitan dan PKPU. Hal inilah yang menarik

untuk dikaji lebih jauh lagi, sehingga lebih jelas lagi batas-batas kewenangan serta

sejauh mana peran masing-masing pihak dalam PKPU.

Berdasarkan dari uraian di atas penulis ingin melakukan penelitian dalam

bentuk skripsi untuk mengetahui bagaimana kerjasama antara debitur dan

pengurus dalam melaksanakan pengurusan harta debitur dalam PKPU serta tugas

dan wewenang pengurus PKPU sebagaimana yang diatur dalam UU Kepailitan

dan PKPU, dengan judul: “Tugas Dan Wewenang Pengurus dalam PKPU Ditinjau

dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang”

11

(8)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengangkatan pengurus dalam PKPU?

2. Bagaimana hubungan pengurus dengan debitur dalam PKPU?

3. Bagaimana tugas dan kewenangan pengurus PKPU menurut Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana proses pengangkatan pengurus dalam PKPU.

2. Untuk mengetahui seperti apa hubungan pengurus dengan debitur dalam

PKPU.

3. Memahami tugas dan kewenangan pengurus PKPU sesuai ketentuan dalam UU

Kepailitan dan PKPU.

Penelitian ini diharapkanakan memberikan manfaat/faedah bagi

pihak-pihak baik secara teoritis maupun praktis, antara lain:

1. Manfaat secara teoritis

a. Memberikan sumbangan pemikiran berupa solusi-solusi hukum kepailitan

(9)

b. Merupakan bahan untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan dasar

maupun bahan perbandingan bagi penelitian yang lebih luas.

2. Manfaat secara praktis

a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi penegak hukum terutama dalam

menyelesaikan masalah hukum yang berkenaan dengan hukum kepailitan

dan PKPU.

b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah akan pentingnya

mengkaji lebih dalam mengenai hukum kepailitan yang berhubungan

dengan tugas dan kewenangan pengurus PKPU agar permasalahan

seputar PKPU dapat ditanggulangi.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan maupun pemikiran

secara pribadi dari awal hingga akhir. Berdasarkan informasi dan penelusuran

yang dilakukan oleh penulis di lingkungan Universitas Sumatera Utara, maka

diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisan yang serupa mengenai

“Tugas dan Wewenang Pengurus Dalam PKPU Ditinjau Dari Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaraan Utang”. Oleh karena itu penulis berkeyakinan bahwa penelitian

yang penulis lakukan ini jelas dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah,

karena senantiasa memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penulisan skripsi

(10)

E. Tinjauan Pustaka

Selain penyelesaian dengan permohonan pailit, suatu masalah utang

piutang dapat pula diselesaikan melalui mekanisme yang disebut penundaan

kewajiban pembayaran utang (PKPU). Diajukannya PKPU ini biasanya untuk

mengajukan rencana perdamaian yang meliputi seluruh tawaran pembayaran dari

seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren. Mekanisme seperti ini

dilakukan oleh debitur yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat

melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih,

dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang , dengan maksud untuk

mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian

atau seluruh utang kepada kreditur.12

Istilah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau disebut juga

moratorium harus dibedakan dengan gagal bayar, karena gagal bayar secara

esensial berarti bahwa seorang debitur tidak melakukan pembayaran utangnya.

Gagal bayar terjadi apabila si peminjam tidak mampu untuk melaksanakan

pembayaran sesuai dengan jadwal pembayaran yang disepakati baik atas bunga

maupun atas utang pokok.13

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah suatu masa yang

diberikan oleh Hakim Pengadilan Niaga kepada debitur dan kreditur untuk

menegosiasikan cara-cara pembayaran utang debitur, baik sebagian maupun

seluruhnya termasuk apabila perlu merestrukturisasi utang tersebut. Diberikannya

12Ibid., 13

(11)

kesempatan bagi debitur untuk menunda kewajiban pembayaran utang-utangnya,

maka berkemungkinan bagi debitur untuk melanjutkan usahanya, aset-aset dan

kekayaan akan tetap dapat dipertahankan debitur sehingga dapat memberi suatu

jaminan bagi pelunasan utang-utang kepada seluruh kreditur, dan juga memberi

kesempatan kepada debitur untuk merestrukturisasi utang-utangnya, sedangkan

bagi kreditur, PKPU yang telah diberikan kepada debitur juga dimaksudkan agar

kreditur memperoleh kepastian mengenai tagihannya, utang piutangnya akan

dapat dilunasi oleh debitur.14

Menurut Munir Fuady, istilah lain dari PKPU ini adalah suspension of

payment atau Surseance van Betaling, maksudnya adalah suatu masa yang

dinerikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa

tersebut kepada pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk

memusyawarahkan cara-cara pembayaran hutangnya dengan memberikan rencana

pembayaran seluruh atau sebagian hutangnya, termasuk apabila perlu untuk

merestrukturisasi hutangnya tersebut.15

Selanjutnya menurut Fred BG Tumbuan pengajuan PKPU ini juga dalam

rangka untuk menghindari kepailitan yang lazimnya bermuara dalam likuidasi

harta kekayaan debitur. Khususnya dalam perusahaan, penundaan kewajiban

pembayaran utang bertujuan memperbaiki keadaan ekonomi dan kemampuan

14

Kartini Muljadi, dalam Lontoh dkk, Penyelesaian Utang Piutang : Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Bandung : Alumni, 2001), hlm. 173

15

(12)

debitur untuk membuat laba, maka dengan cara seperti ini kemungkinan besar

debitur dapat melunasi kewajibannya.16

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang merupakan pengunduran

pembayaran utang yang sudah jatuh tempo. Permohonan PKPU dapat diajukan

oleh debitur maupun krediturnya. Pengajuan permohonan PKPU harus

mempunyai lebih dari satu orang kreditur dimana salah satu utangnya sudah jatuh

tempo. Pembuktian yang dilakukan dalam proses PKPU adalah bersifat sederhana

baik terhadap para krediturnya maupun utang-utangnya yang dapat dibuktikan

dengan suatu surat perjanjaian yang telah dibuat antara debitur dengan

krediturnya. Apabila debitur adalah perseroan terbatas maka permohonan PKPU

atas prakarsanya sendiri (direksi) hanya dapat diajukan setelah mendapat

persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dengan quorum kehadiran

dan sahnya keputusan sama dengan yang diperlukan untuk mengajukan

permohonan pernyataan pailit.17

Dalam hal permohonan diajukan oleh debitur, pengadilan dalam waktu

paling lambat 3 (tiga hari) sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan harus

mengabulkan PKPU Sementara dan harus menunjuk seorang hakim pengawas

dari hakim pengadilan, serta mengangkat satu atau lebih pengurus PKPU yang

bersama dengan debitur mengurus harta debitur.

Debitur dalam perseroan terbatas adalah direksi

yang merupakan salah satu organ perseroan terbatas disamping RUPS dan

komisaris.

18

16

Fred B.G. Tumbuan ,Hukum Kepailitan, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung:Alumni,2001), hlm. 50.

Bila permohonan diajukan oleh

17

Rahayu Hartini,Op,Cit., hlm. 191. 18

(13)

kreditur, pengadilan dalam waktu paling lambat 20 (duapuluh) hari sejak tanggal

didaftarkannya surat permohonan harus mengabulkan permohonan PKPU

Sementara, dan harus menunjuk hakim pengawas dari hakim pengadilan serta

mengangkat satu atau lebih pengurus PKPU yang bersama debitur mengurus harta

debitur.19

Segera setelah PKPU Sementara diucapkan, maka pengadilan melalui

pengurus wajib memanggil debitur dan kreditur yang dikenal dengan surat tercatat

atau melalui kurir untuk menghadap dalam sidang yang ditentukan paling lama

pada harike 45 (empat puluh lima), terhitung sejak putusan PKPU Sementara

diucapkan. Apabila debitur tidak hadir dan sidang PKPU Sementara berakhir

maka pengadilan wajib menyatakan debitur pailit dalam sidang yang sama (Pasal

225UU No. 37 tahun 2004),20

PKPU akan membawa akibat hukum terhadap segala kekayaan debitur,

dimana selama berlangsungnya PKPU, debitur tidak dapat dipaksakan untuk

membayar utang- utangnya, dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai

untuk memperoleh pelunasan utang harus ditangguhkan. Selama PKPU

berlangsung debitur tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau tetapi jika debitur menghadiri sidang tersebut dan

juga mengajukan rencana perdamaian bagi para krediturnya, maka hakim

pengadilan niaga menerima permohonan PKPU Tetap dengan jangka waktu 270

(dua ratus tujuh puluh) hari, terhitung sejak permohonan PKPU sementara

diterima.

19Ibid.,

20Ibid.

(14)

kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya.21 Dalam proses PKPU tersebut

maka dipilihlah pengurus yang berhak untuk melakukan segala sesuatu yang

diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitur tidak dirugikan karena tindakan

debitur itu sendiri

F. Metode Penelitian

Kata metode berasal dari kata Yunani methods yang berarti cara atau jalan.

Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja

yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang

bersangkutan.22 Untuk memenuhi kriteria penulisan yang bersifat ilmiah, maka

harus didukung dengan metode yang bersifat ilmiah pula, yaitu berpikir yang

obyektif, dan hasilnya harus dapat dibuktikan dan di uji secara benar.23

Penelitian ilmiah itu sendiri ialah suatu proses penalaran yang mengikuti

suatu alur berpikir yang logis dan dengan menggabungkan metode yang juga

ilmiah karena penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian.

Penelitian merupakan salah satu cara yang tepat untuk memecahkan masalah.

Selain itu penelitian juga dapat digunakan untuk menemukan, mengembangkan

dan menguji kebenaran dan dilaksanakan untuk mengumpulkan data guna

memperoleh pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban atas pokok-pokok

permasalahan yang dirumuskan dalam Bab I Pendahuluan, sehingga diperlukan

rencana yang sistematis. Metodologi merupakan suatu logika yang menjadi dasar

21

Rahayu Hartini, Op.Cit., hlm. 211. 22

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta, PT. Gramedia, 1997), hlm. 6m

23

(15)

suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya pada saat melakukan penelitian seseorang

harus memperhatikan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.24

Pada penelitian hukum ini, peneliti menjadikan bidang ilmu hukum

sebagai landasan ilmu pengetahuan induknya, oleh karena itu maka penelitian

yang digunakan adalah penelitian hukum. Menurut Soerjono Soekanto yang

dimaksud dengan penelitian hukum adalah kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau segala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.25

1. Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif disebut juga dengan

penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang memusatkan

pada analisis hukum baik hukum yang tertulis dalam buku (law in books) maupun

hukum yang diputuskan oleh hakim melalui putusan pengadilan (law is decided

by the judge through the judicial process).26

Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan

secara tepat sifat individu suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu. Deskriptif

analitis berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu peraturan hukum

dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanaannya serta menganalisis fakta

secara cermat tentang tugas dan kewenangan pengurus dalam PKPU. Adapun

pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis, yang

merupakan pendekatan yang mengkonsepsikan hukum sebagai norma, kaidah

24

Ronny Hanintijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), hlm. 9.

25

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-Press, 1986), hlm. 43. 26

(16)

maupun azas dengan tahapan berupa studi kepustakaan dengan pendekatan dari

berbagai literatur. Metode penelitian juga menggabungkan dengan studi

kepustakaan (libraly research ) dengan menggunakan media literatur yang ada

maupun jurnal ilmiah elektronik lainnya seperti internet dan tinjauan yuridis.

2. Sumber data

Sumber data penelitian ini adalah data sekunder, dapat dibedakan menjadi

bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder juga bahan hukum tertier.

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer merupakan suatu bahan hukum yang mempunyai

sifat authoritative yang berarti memiliki otoritas. Bahan hukum ini terdiri

dari peraturan perundang-undangan diantaranya adalah, catatan-catatan

resmi maupun risalah dalam pembuatan undang-undang.

b. Bahan hukum sekunder

Yaitu berupa bahan hukum yang merupakan publikasi hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi meliputi buku-buku teks, dan jurnal.

Bahan hukum sekunder yang paling utama adalah buku teks karena berisi

mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan

para sarjana yang memiliki kualitas keilmuan.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum penunjang, pada dasarnya mencakup pertama, bahan-bahan

yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, yang telah dikenal dengan nama bahan acuan bidang

(17)

abstrak perundang undangan, bibliografi hukum, direktori pengadilan,

ensiklopedia hukum, indeks majalah hukum, kamus hukum dan

seterusnya, dan kedua bahan-bahan primer, sekunder dan penunjang

(tersier) di luar bidang hukum, misalnya, yang berasal dari bidang

sosiologi, ekonomi, ilmu politik, filsafat dan lain sebagainya, yang oleh

para peneliti hukum dipergunakan untuk melengkapi ataupun menunjang

data penelitiannya.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ialah studi

kepustakaan, yaitu suatu teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data

sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur,

tulisan, maupun putusan pengadilan yang berkaitan dengan penelitian ini.

Pengumpulan data-data tersebut dilakukan dengan penelitian kepustakaan.

4. Analisa data

Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat

dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian

konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan Pasal-pasal kedalam

kategori-kategori atas pengertian dasar dari system hukum tersebut. Data yang berasal dari

studi kepustakaan kemudian dianalisis berdasarkan metode kualitatif dengan

melakukan:

a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan-bahan hukum

(konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara melakukan interpretasi

(18)

b. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis,

dalam hal ini ialah yang berhubungan dengan tugas dan kewenangan

pengurus PKPU.

c. Menemukan hubungan antara berbagai peraturan atau kategori dan

kemudian diolah.

d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan antara berbagai kategori atau

peraturan perundang-undangan kemudian dianalisis secara deskriptif

kualitatif sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan serta

kesimpulan atas permasalahan.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan

kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan memperoleh

manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling

berhubungan satu dengan yang lain. Secara terperinci materi pembahasan

keseluruhan dibagi dalam 5 bab yakni sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat

penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode

penuliasan, dan sistematika penulisan

(19)

Bab ini berisi tentang bagaimana prosedur permohonan PKPU,

pihak-pihak yang terdapat dalam PKPU, dan proses pengangkatan

pengurus dalam PKPU

BAB III HUBUNGAN PENGURUS DENGAN DEBITUR DALAM PKPU

Bab ini menjelaskan tentang akibat hukum PKPU, kedudukan

pengurus dalam PKPU, dan menjelaskan bagaimana hubungan

pengurus dengan debitur dalam PKPU.

BAB IV TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS BERDASARKAN UU

NO. 37 TAHUN 2004

Bab ini berisikan tentang tugas dan kewenangan pengurus serta

pertanggungjawabannya, peran pengurus dalam rencana

perdamaian, dan pengakhiran PKPU yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiaban Pembayaran Utang.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas

sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran ICM dengan pendekatan problem posing berbantuan software MATLAB memiliki

Salah satu pendidikan yang sangat penting yang harus ditanamkan kepada anak-anak sejak dini adalah pendidikan mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). HAM sendiri

Kemampuan Imperta cylindrica dan Leersia hexandra dalam menempati sebagian besar lokasi penelitian menunjukkan bahwa kedua jenis ini merupakan jenis dominan yang

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah pemantauan jentik rutin oleh jumantik dari kalangan ibu rumah tangga tidak berjalan optimal, sehingga dilakukan

Eritrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang ditandai dengan Eritrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang ditandai dengan suatu

Berdasarkan literatur, pelarut yang bersifat tidak terlalu polar juga dapat digunakan untuk membersihkan lendir pada permukaan daging lidah buaya Maksudnya agar tidak banyak

Dari pengukuran kinerja kedua algoritma yang telah dilakukan berdasarkan jumlah data, dapat disimpulkan algoritma ID3 memiliki kinerja (precision, recall, dan accuracy) yang

Dalam gerakan tertentu yang yang tidak bisa diamati secara visual dan tidak dapat terjangkau oleh mata telanjang manusia, aplikasi pemrosesan video sering harus melakukan