PERENCANAAN DAN ANALISA SISTEM PENGEREMAN PADA MINI
BUS
INTEGRATED PROJECT 2B
Dosen pengajar : Ir. Eka Maulana, MMT
Disusun oleh :
Surya Fadilah (4314217032) Marlan Septian (4314217022) Moh. Iryandhasyah Akbar (4314217024)
Joni Abdulah (4314217020) Jonathan Sihombing (4314217019)
Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Pancasila 2015
ABSTRAK
Perkembangan dunia otomotif semakin gencar. Pada setiap kendaraan bermotor kemampuan sistem pengereman menjadi suatu yang penting karena mempengaruhi keselamatan berkendara. Semakin tinggi kemampuan kendaraan tersebut melaju maka semakin tinggi pula tuntutan kemampuan sistem rem yang lebih handal dan optimal untuk menghentikan atau memperlambat laju kendaraan. Sistem rem yang baik adalah sistem rem yang jika dilakukan pengereman baik dalam kondisi apapun pengemudi tetap dapat mengendalikan arah dari laju kendaraannya. Rumusan masalahnya yaitu Bagaimana menentukan Jarak Pengereman untuk mini Bus dan besar gaya pengereman yang dibutuhkan untuk mencapai jarak pengereman tersebut yang sesuai dengan regulasi.
Rem cakram mempunyai sebuah plat disc (plat piringan) yang terbuat dari stainless steel
yang akan berputar bersamaan dengan roda. Pada saat rem digunakan plat disc tercekam dengan gaya bantalan piston yang bekerja sacara hidrolik.
Kata kunci : keselamatan berkendara, sistem pengereman, jarak pengereman, rem cakram
I. Pendahuluan Latar Belakang
Rem merupakan salah satu komponen pada kendaraan yang harus ada dan bekerja dengan baik karena menyangkut keselamatan pengendara dan orang lain. Secara umum kendaraan bermotor adalah suatu kendaraan yang dijalankan oleh mesin yang dikendalikan oleh manusia diatas jalan, diantaranya sepeda motor, mobil, bus, traktor, dan kendaraan pengangkat. Pada dasarnya proses pengoperasian dan
perawatannya sama, perbedaannya terletak pada bentuk dan ukurannya saja. Rem merupakan komponen pengarah, pengatur gerak dan untuk keamanan kendaraan yang sangat penting keberadaannya.
Rem mempunyai fungsi yaitu menghentikan putaran poros, mengatur utaran poros, dan juga mencegah putaran yang tidak dikehendaki.
otomatis gerak kendaraan menjadi lambat. Energi kinetic yang hilang dari benda yang bergerak ini biasanya diubah menjadi panas karena gesekan. Energi kinetik meningkat banyak energi untuk menghentikannya dan konsekuensinya, jarak yang dibutuhkan untuk pengereman juga empat kali lebih jauh. adalah suatu sistem yang berfungsi untuk :
1. Mengurangi kecepatan kendaraan. 2. Menghentikan kendaraan yang
sedang berjalan.
3. Menjaga agar kendaraan tetap berhenti.
Rumusan Masalah
Bagaimana menentukan Jarak Pengereman untuk mini Bus dan besar gaya pengereman yang dibutuhkan untuk mencapai jarak pengereman yang sesuai dengan regulasi ?
Batasan Masalah
Bagaimana menentukan Jarak Pengereman untuk mini Bus.
Menentukan besar gaya pengereman yang dibutuhkan untuk mencapai jarak pengereman yang sesuai dengan regulasi.
Tidak menghitung keausan kanvas rem.
Identifikasi Masalah
Kinerja pengereman ditentukan oleh beberapa parameter diantaranya:
Jarak Pengereman
Gaya Pengereman
Efisiensi Pengereman
Bentuk dan desain disc brake
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jarak pengereman dan besaranya gaya pengereman yang dibutuhkan untuk mencapai jarak henti yang sesuai standar regulasi yang berlaku, guna meningkatkan kualitas system keselamatan dan keamanan mini bus terutama dalam system pengereman.
II. Landasan Teori
Sistem rem dalam suatu kendaraan termasuk sistem yang sangat penting karena berkaitan dengan faktor keselamatan berkendara. Sistem rem berfungsi untuk memperlambat dan atau menghentikan kendaraan dengan cara mengubah tenaga kinetik/gerak dari kendaraan tersebut menjadi tenaga panas. Perubahan tenaga tersebut diperoleh dari gesekan antara komponen bergerak yang dipasangkan pada roda sepeda motor dengan suatu bahan yang dirancang khusus tahan terhadap gesekan.
Gesekan (friction) merupakan faktor utama dalam pengereman. Oleh karena itu komponen yang dibuat untuk sistem rem harus mempunyai sifat bahan yang tidak hanya menghasilkan jumlah gesekan yang besar, tetapi juga harus tahan terhadap gesekan dan tidak menghasilkan panas yang dapat menyebabkan bahan tersebut meleleh atau berubah bentuk. Bahan-bahan yang tahan terhadap gesekan tersebut biasanya merupakan gabungan dari beberapabahan yang disatukan dengan melakukan perlakuan tertentu. Sejumlah bahan tersebut antara lain; tembaga, kuningan, timah, grafit, karbon, kevlar, resin/damar, fiber dan bahan-bahan aditif/tambahan-bahan lainnya.
Tipe tipe Rem
Rem blok (tunggal dan ganda)
Rem Pita
Rem Cakra/Disk
Rem Cakram
Rem cakram dioperasikan secara hidrolis dengan memakai tekanan cairan. Pada rem cakram, putaran roda dikurangi atau dihentikan dengan cara penjepitan cakram (disc) oleh dua bilah sepatu rem
(brake pads). Rem cakram mempunyai sebuah plat disc (plat piringan) yang terbuat dari stainless steel yang akan berputar bersamaan dengan roda. Pada saat rem digunakan plat disc tercekam dengan gaya bantalan piston yang bekerja sacara hidrolik. Menurut mekanisme penggerakannya, rem cakram dibedakan menjadi dua tipe, yaitu rem cakram mekanis dan rem cakram hidrolis. Pada umumnya yang digunakan adalah rem cakram hidrolis.
Gambar 1: Cara kerja rem cakram hydraulic
Cara kerja rem cakram:
Saat tangkai rem atau pedal digerakkan, master silinder mengubah gaya yang digunakan kedalam tekanan cairan. Master silinder ini terdiri dari sebuah reservoir yang berisi cairan minyak rem dan sebuah silinder yang mana tekanan cair diperoleh. Piston di dalamnya akan mengatasi kembalinya spring, menutup port kembali dan begerak lebih jauh. Tekanan cairan dalam master silinder meningkat dan cairan melalui hose
akan menggerakkan caliper. Saat tangkai
rem dilepaskan/dibebaskan, piston tertekan kembali ke reservoir lewat port kembali (lubang kembali).
Adapun keuntungan dari menggunakan rem cakram (Disc Brake) adalah sebagai berikut: 1. Panas akan hilang dengan cepat karena
rem cakram memiliki sistem berpendingin di luar (terbuka), sehingga pendinginan dapat dilakukan pada saat kendaraan melaju.
2. Tidak akan ada kekuatan tersendiri seperti rem sepatu yang utama pada saat dua buah rem cakram digunakan, tidak akan ada perbedaan tenaga pengereman pada kedua sisi kanan dan kiri dari rem. Sehingga sepeda motor tidak mengalami kesulitan untuk tertarik ke satu sisi. 3. Jika rem basah, maka air tersebut akan
akan dipercikkan keluar dengan sendirinya oleh gaya sentrifugal.
Regulasi rem
Pasal 64
(1) Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan laik jalan.
(2) Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kinerja minimal Kendaraan Bermotor yang paling sedikit meliputi:
a. emisi gas buang; b. kebisingan suara;
c. efisiensi sistem rem utama; d. efisiensi sistem rem parkir; e. kincup roda depan;
f. suara klakson;
g. daya pancar dan arah sinar lampu utama;
h. radius putar;
i. akurasi alat penunjuk kecepatan; j. kesesuaian kinerja roda dan kondisi
ban;
Pasal 67
(1) Efisiensi sistem rem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf c dan huruf d harus memenuhi hasil pengukuran dengan perlambatan paling sedikit 5 (lima) meter per detik kuadrat.
(2) Ketentuan mengenai ukuran perlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.
Pasal 80
Selain harus dilengkapi dengan rem utama dan rem parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf c dan huruf d, Kendaraan Bermotor dengan JBB lebih dari 7.000 (tujuh ribu) kilogram harus dilengkapi dengan rem pelambat.
Hubungan kecepatan kendaraan dengan jarak berhenti
Gambar 2: Hubungan kecepatan kendaraan dengan jarak berhenti
A. Kecepatan dan Jarak Henti
Bila pengendara sepeda motor ingin menghentikan kendaraannya, pengendara menarik atau menginjak pedal rem. Tapi kendaraan pastinya tidak akan langsung berhenti namun butuh jarak lebih jauh dari
titik pengendara tadi mengerem. Jarak ini disebut jarak berhenti. Jarak berhenti artinya jarak yang dibutuhkan kendaraan untuk berhenti total.--- Rumus: Empty distance + Braking distance---.
B. Empty Distance
Empty Distance adalah jarak saat dimana pengendara menyadari harus mengerem. Kalau diumpamakan sebagai waktu, maka empty distance berkisaran 1 detik.
C. Braking Distance
Braking Distance adalah jarak yang dibutuhkan kendaraan untuk berhenti total mulai dari pengendara mengoperasikan rem. Bila kecepatan kendaraan semakin cepat, braking distance akan semakin panjang. Sumber :http://www.sdt.com.au/safedrive-directory-STOPPINGDISTANCE.htm Gaya yang digunakan untuk kendali rem utama
Kendali tangan <200 N Kendali kaki <350 N
Sumber : SNI 4404-2008
III. Metodelogi Penelitian
IV. Analisa Pembahasan
Jarak berhenti adalah jarak yang dicapai oleh kendaraan dari saat ketika pengemudi memulai menggerakan pengendalian sistem pengereman sampai saat ketika kendaraan berhenti.
Kecepatan kendaraan awal V1 adalah kecepatan saat pengemudi menggerakan pengendalian sistem pengereman, kecepatan awal tidak boleh kurang dari 98% dari kecepatan yang ditentukan untuk uji pengereman.
Mean fully developed decelaration (dm) dihitung sebagai penurunan kecepatan rata-rata pada jarak yang dicapai dalam interval Vb ke Ve menurut rumus berikut :
dm = Vb²x Ve²
25,92(Se−Sb) m/s
dimana :
dm = MFDD (mean fully developed decelaration)
V1 = seperti didefinisikan diatas
Vb = kecepatan kendaraan pada 0,8 V1 , km/jam
Ve = kecepatan kendaraan pada 0,1 V1, km/jam
Sb = jarak yang dicapau antara V1 dan Vb, m
Se = jarak yang dicapai antara V1 dan Ve, m
Uji dilaksanakan pada kecepatan dan dengan cara yang sudah ditentukan untuk setiap tipe uji. Dalam pengujian tidak boleh terjadi roda mengunci (locked), kendaraan menyimpang dari jalur dan tidak boleh ada getaran yang tidak normal.
Selama pengujian, gaya yang dikenakan pada kendali rem untuk mendapatkan kinerja yang dimaksud tidak boleh melebihi gaya maksimum yang diperbolehkan untuk kategori kendaraan uji. Kendaraan dan rem yang akan di uji harus bebas embun dan rem harus dalam keadaan dingin dibawah 100oC.
Kecepatan awal pengujian adalah 70% dari kecepatan maksimum atau 100 km/jam dimbil yang lebih rendah.
Data percobaan
Kecepatan (m/s)
Jarak Pengereman (m)
20 67.95787
40 271.8315
60 611.6208
80 1087.326
100 1698.947
120 2446.483
Tabel 1. Perbandingan kecepatan dengan jarak pengeraman
1 2 3 4 5 6
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
67.96 271.83 611.62
1087.33 1698.95
2446.48
Kecepatan terhadap Jarak Pengereman
Gambar 4: Grafik perbandingan kecepatan dengan jarak pengeraman
V. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan :
1. Jarak pengeraman pada minibus pada kecepatan 102 Km/Jam ≈ 30 m/s ± 100 m ( Hitung lagi dan hasilnya tambahkan ke tabel )
2. Berdasarkan regulasi pengeraman,maka jarak pengeraman minibus aman untuk keselaman berkendara.
Saran :
Para praktisi intelektual baik di lingkungan akademis maupun industri hendaknya terus menerus melakukan berbagai penelitian dan pengembangan untuk mewujudkan berbagai inovasi yang meskipun sederhana namun dapat berguna dan memberikan nilai lebih bagi masyaraka, dalam keselematan berkendaran bermotor.khususnya pada sistem pengeraman.
Daftar Pustaka:
Anonim, 2012, Euopean
Homologation of Braking System Motor Vehiclel M1, Regulation No. 13H ECE, IDIADA
I Nyoman Sutantra, Teknologi Otomotif Teknilogi dan Aplikasi.
Khurmi. R. S. dan J. K. Gupta.1982.
Machine Design.New Delh.Eurasia Publishing House.
Mott. Robert L. 1985. Machine Elements In Mechanical Design. Ohio. Charles E Merrill Publishing Company
Sularso, Kiyokatsu Suga. 1987. Dasar Perencanan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta: Pradnya Paramita PT.
Dita Satyadarma & Burhan Noerdin.
Analisis Gaya Pada Rem Cakram (Disk Brake) Untuk Kendaraan Roda Empat. Universitas Gunadarma.
Sukamto, Analisis Keausan Kampas Rem Pada Sepeda Motor, Jurnal Teknik Vol. 2 No. 1 / April 2012
Lubi, Perancangan Kampas Rem Beralur dalam Usaha Meningkatkan Kinerja serta Umur dari Kampas Rem, Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, 22 Nomor 1, Mei 2001.
Stone, Richard & Ball, Jeffrey K.,
Automotive Engineeing Fundamentals, SAE International, Warrandale, USA, 2004.
Kloeden CN, McLean AJ and Glonek G, 2002. Reanalysis of travelling speed and the risk of crash involvement in Adelaide South Australia, report CR 207, ATSB, Canberra.