• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANASAN GLOBAL DAN KEBIJAKAN PENURUNAN GAS RUMAH KACA DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMANASAN GLOBAL DAN KEBIJAKAN PENURUNAN GAS RUMAH KACA DI INDONESIA"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANASAN GLOBAL

DAN KEBIJAKAN

PENURUNAN GAS RUMAH

KACA DI INDONESIA

(2)

Outline

Resiko

Protokol Kyoto

Long-term objective: Pasal 2 UNFCCC

dan kegagalan Protokol Kyoto (PK)

(3)

Resiko

UNFCCC

UNITED NATION FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE

Pasal 2

“to achieve …stabilization of greenhouse gas concentrations in the atmosphere at a level that would prevent dangerous

anthropogenic interference with the climate system”

– Stabilisasi bukan pengembalian

Yg distabilkan adalah konsentrasi (bukannya

emisi dan suhu)

Pasal 3: Prinsip

– intra dan intergenerational equity

Common but differentiated responsibilityPrecautionary principle

(4)

Pasal 4: Komitmen pasal 4 (2)

Negara annex I memiliki komitmen:

– 4 (2) a: Mengadopsi kebijakan nasional dan

menurunkan GHGs serta meningkatkan kapasitas sinks dan reservoir.

4 (2) b: Dalam 6 bulan setelah berlakunya

UNFCCC melaporkan secara periodik informasi ttg kebijakan dan langkah2 yang telah diambil (terkait penurunan GHGs dan peningkatan sinks) “with the aim of returning individually or jointly to their 1990 levels”

• COP 1995, BerlinBerlin Mandate

– Strengthening the commitments in 4 (2) a and b

of the convention for developed countries/other parties included in Annex I, both to elaborate policies and measures, as well as to set

quantified limitation and reduction objectives within specified time-frames…

(5)

KYOTO PROTOKOL

(6)

Komitmen:

– Kewajiban negara2 tertentu untuk

menurunkan emisi sekitar 5% di bawah emisi mereka tahun 1990 (pasal 3 (1)) antara thn 2008-12

• Negara berkembang dibebaskan dari kewajiban

tersebut

Common but differentiated responsibility, mengapa?

Konsentrasi GRK sebagian besar (sekitar 80%)

berasal dari negara maju

Negara berkembang membutuhkan energi untuk

pembangunan mereka

Negara berkembang tidak memiliki dana dan

teknologi untuk menurunkan GRK

• Tidak ada rujukan ke pasal 2 UNFCCC

3 (2):Thn 2005 melaporkan progress report

3 (3): net changes dihitung dari “GHGs emission from sources”

dan “removals by sinks from LULUCF (Land-Use, Land-Use Change and Forestry) limited to a-forestation, reforestation, and

deforestation since 1990”

(7)

Target Emisi GRK

– Assigned amount: emisi thn 1990 X

jatah komitmen x 5

– Aktifitas pada LULUCF (Use,

Land-Use Change and Forestry) dihitung sebagai sumber emisi atau

penghapusan emisi

Penghapusan emisi menghasilkan Removal Unit

(RMU), yang dapat dikonversi menjadi Assigned Amount Unit (AAU)

Mekanisme pemenuhan komitmen 1. Emission Trading

2. Joint Implementation

3. Clean Development Mechanism

(8)

1. Emission Trading (ET)

– Sesama Annex I countries

– Membeli boleh bebas, tapi menjual

tidak bebas:

• Setiap negara harus menyimpan cadangan

emisi yang jumlahnya tidak boleh lebih rendah dari 90% dari Initial Assigned amountcadangan ini disebut dengan commitment period reserve (CPR)

– Komoditas ET: Assigned Amount Unit

(AAU), Emission Reduction Unit (ERU) dan “hot air”

2. Joint Implementation

– Setiap negara Annex I dapat melakukan

investasi pada proyek2 penurunan emisi di negara Annex I lainnya

– Investasi ini akan menghasilkan

Emission Reduction Unit (ERU)

(9)

3. Clean Development Mechanism

Negara Annex I dapat melakukan investasi di

negara non-Annex I yang meliputi investasi pada proyek2 pengurangan emisi di negara non-Annex I, aforestasi (penghijauan di lahan bekas hutan yang telah mengalami deforestasi selama lebih dari 50 tahun), dan reforestasi

(penghijauan untuk hutan yang mengalami deforestasi pada kurun waktu kurang dari 50 tahun)

CDM menghasilkan Certified Emission

Reductions

– CDM pada sektor LULUCF maksimum 1% dari

total jatah emisi

– CER dapat dikonversi menjadi AAU, sehingga

dapat diperjualbelikan dalam mekanisme ET

(10)

• Cara penghitungan:

Total emisi 2008 s.d. 2012 + emisi dari

LULUCF - RMU - emisi yang diperoleh dari CER atau ERU atau ET + emisi yang dijual

TIDAK BOLEH LEBIH BESAR DARI Jatah emisi awal untuk 2008 s.d. 2012

• Contoh:

Emisi jepang pada thn 1990 adalah: 1,272 Gton Jatah jepang tiap tahun adalah 94% dari 1990 =

1,272 x 0,94 = 1,196 Gt. Selama 5 tahun berarti 1,196 x 5 = 5,98 Gt

Total emisi Jepang tahun 2006 (termasuk

emissions/ removals dari LULUCF) = 1,249 Gt. Asumsikan bahwa emisi Jepang per tahun tetap, maka selama 5 tahun emisi total Jepang adalah 1,249 x 5 = 6,245 Gt.

(11)

Jika lebih:

Pengurangan jatah emisi sebesar

1,3 kali kelebihan emisi. Misalnya:

1,196 – {(1,249 - 1,196)1,3} Gt =

1,127 Gt per tahunnya. Selama 5

tahun, jatah emisi Jepang turun

sebanyak:

(6,245 - 5,98) x 1,3 = 0.3445 Gt

Pembuatan rencana penurunan

emisi

Penangguhan keabsahan untuk

melakukan pemindahan AAU ke

periode berikutnya

(12)

HUKUM YG MENGATUR MITIGASI GRK

OUTLINE

1. OVERVIEW KEBIJAKAN MITIGASI GRK

2. POSISI INDONESIA DALAM POLITIK

PERUBAHAN IKLIM

3. REDD DAN KEBIJAKAN NASIONAL

PERUBAHAN IKLIM

(13)

1. OVERVIEW KEBIJAKAN MITIGASI

GRK

A. Rencana Aksi Nasional mengenai

Perubahan Iklim tahun 2007

• Menyediakan petunjuk utk beberapa institusi dalam melaksanakan upaya menghadapi perubahan iklim • Membuat persyaratan bagi kordinasi kelembagaan

• Upaya yang akan dilakukan:

1. Pengurangan emisi dan peningkatan

kapasitas penyerapan karbon (“sink”). – Sektor kehutanan:

Pemberantasan illegal logging

Pada tahun 2025 mampu merehabilitasi 36.31 juta

ha dari 53.9 juta ha hutan yang rusak.

Mengurangi deforestasi dan kerusakan hutan

sampai dengan 23.63 juta ha dalam periode 2007-2009, 6.15 juta ha antara thn 2009-2012, dan 10 juta ha dalam periode thn 2012-2025.

(14)

Pencegahan kebakaran hutan: pengurangan titik

api sebanyak 50% pada thn 2009, 75% pada thn 2012, dan 95% pada thn 2025.

Penerapan praktek penebangan hutan yang ramah

lingkungan, penguatan pengelolaan daerah konservasi, dan perumusan Road Map untuk mengimplementasikan REDD.

Sektor pertanian: penggunaan pupuk

dan pestisida organik serta

pemanfaatan mesin pertanian yang lebih efisien.

2. Impelementasi Kebijakan pemberian insentif utk sektor LULUCF.

Melanjutkan program “Menuju Indonesia Hijau”:

pemberian penghargaan kepada bupati yang berhasil mempertahankan hutan lindung dan menigkatkan wilayah hijau di daerahnya

3. Pengembangan kebijakan pendukung, tmsk kebijakan terkait tata ruang nasional dan wilayah, penegakan hukum, pengentasan kemiskinan, litbang, dan rekayasa sosial.

(15)

B. Rencana Aksi Nasional Penurunan GRK (RAN-GRK)

• Per.Pres No. 61 thn 2011 tentang RAN-GRK

RAN-GRK adalah rencana kerja utk melakukan

berbagai kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung akan mengurangi tingkat emisi GRK Indonesia.

– RAN-GRK terhdiri dari berbagai kegiatan inti

dalam sektor pertanian, kehutanan dan lahan gambut, energi dan transportasi, pengelolaan limbah, dan berbagai kegiatan pendukung

– Fungsi RAN-GRK:

Arahan bagi kementrian/instansi terkait utk

merencanakan, menerapkan, mengawasi, dan

mengevaluasi berbagai upaya penurunan emisi GRK

Arahan bagi pemda dalam menyusun rencana aksi

daerah

Arahan bagi masyarakat dan pelaku usaha dalam

perencanaan dan implementasi kegiatan penurunan emisi GRK

10/30/2018

(16)

Lampiran I dari Perpres menjelaskan

berbagai rencana kegiatan di

berbagai sektor, antara lain:

– RAN-GRK sektor pertanian diarahkan

pada penurunan sebanyak 0.008

GtCO2e bagi target penurunan 26% dan 0.011 GtCO2e bagi target penurunan

41%

• Contoh kegiatan alih fungsi hutan yang

rusak menjadi lahan perkebunan (860 ribu ha menjadi perkebunan kelapa sawit, 105 ribu ha menjadi perkebunan karet). Alih fungsi ini dilakukan di 19 provinsi antara

tahun 2011-2014, dengan target penurunan emisi sebesar 74.53 MtCO2e.

(17)

RAN-GRK sektor kehutanan dan

lahan gambut diharapkan mampu

mencapai pengurangan emisi

sebesar 0.672 GtCO2e (utk target

penurunan 26%) dan 1.039 GtCO2e

(utk target penurunan 41%).

• Contoh kegiatan: pengembangan

pertanian berkelanjutan di daerah

lahan gambut seluas 325,000 ha di 11 provinsi pada tahun 2011 dan 2020, dengan target pengurangan emisi sebesar 103.98 MtCO2e

(18)

– RAN-GRK dalam sektor energi dan transportasi

ditargetkan mampu mengurangi emisi sebesar 0.038 GtCO2e (untuk target penurunan 26%) dan 0.056 GtCO2e (untuk target penurunan emsisi

41%), yang antara lain dilakukan dengan jalan:

Pembangunan PLTA skala kecil dan mikro, PLT surya, PLT

angin, PLT biomassa, dan pengembangan desa swasembada energi, dengan target penurunan sebanyak 1.27 MtCO2e antara periode 2010-2014,

Pembangunan bus rapid transit (BRT) di 12 kota besar,

jalur KRL baru di Bandung dan Jabodetabek, serta jalur monorail dan mass rapid transit (MRT) di Jakarta, yang akan dilakukan antara tahun 2010-2020

RAN-GRK juga memperkenalkan kemungkinan

penerapan pajak/pungutan macet dan penggunaan jalan raya (congestion charges dan road pricing)

(19)

C. Sektor Energi

• PP No. 5 thn 2006 ttg kebijakan energi nasional: dalam energi mix pada tahun 2025 ditargetkan peningkatan peran batu bara sebagai sumber energi

menjadi lebih dari 33% konsumsi energi nasional.

• KEPMEN ESDM No. 2 thn 2004 ttg konservasi energi dan pemanfaatan energi hijau

• Inpres No. 10 thn 2005 and PerMen ESDM No. 31 thn 2005 ttg implementasi

penghematan energI

(20)

D. Sektor Kehutanan

• UU No. 41 thn 1999 ttg Kehutanan

• PPNo. 45 thn 2004 ttg perlindungan hutan • PP No. 4/2001 ttg penanggulangan

pencemaran dan kerusakan lingkungan karena kebakaran hutan dan lahan

• PP No. 6/2007 (diubah dgn PP No. 3/2008) ttg perencanaan hutan, perencanaan

pengelolaan hutan, dan pemanfaatan hutan dan kawasan hutan

• Inpres No No. 4 /2005 ttg penghapusan illegal logging

(21)

Procedures for CDM project approval used by Komnas MPB

Source: CDM Country Guide for Indonesia, 2006, p. 61

E. CDM DI INDONESIA

(22)

F. Kesimpulan umum

i. Ratifikasi UNFCCC dan Protokol

Kyoto

– Ratifikasi UNFCCC melalui UU No.

6/1994

– Ratifikasi Protokol Kyoto Melalui UU No.

17/2004.

Question: Apakah ratifikasi tsb

cukup?

ii. Tidak ada peraturan

perundangan-undangan yang terintegrasi

mengenai perubahan iklim

iii. Tidak ada institusi yang kuat untuk

membuat dan

mengimplementasikan kebijakan

perubahan iklim terintegrasi

(23)

iv. Tidak adanya kewajiban Indonesia untuk menurunkan GRK (menurut UNFCCC dan Protokol Kyoto) tampaknya menjadi

sebab mengapa kebijakan perubahan iklim Indonesia masih sangat

mengandalkan pada pendekatan

sukarela dan instrumen ekonomi yang longgar (dalam bentuk subsidi atau tax holiday), meskipun Perpres No. 61/2011 sudah memperkenalkan congestion

charges dan road pricing

v. Beberapa peraturan kadang

memberikan sanksi yang berbeda,

bahkan kadang tidak ada sanksi sama sekali

(24)

2. POSISI INDONESIA DALAM

POLITIK PERUBAHAN IKLIM

komitmen pengurangan emisi secara

sukarela sebesar 26% dari skenario

Business As Usual

(BAU) di tahun

2020 dan 41% dari BAU dengan

kerjasama internasional di tahun

2020,

Mekanisme penaatan dalam pasal 18

Kyoto Protokol perlu untuk

dilaksanakan sebagai bagian dari

evaluasi pelaksanaan protokol.

Besar kemungkinan Accord dijadikan

dasar dari negosiasi di masa yang

akan datang. Sedangkan seharusnya

rejim pasca 2012 harus dilandasi

pada track AWG-KP (Ad Hoc Working

Group on Further Commitments for

Annex I Parties under the Kyoto

Protocol) dan AWG-LCA ((Ad Hoc

Working Group on Long-term

Cooperative Action under the

Convention)

10/30/2018

(25)

Copenhagen Accord tidak belajar dari

kelemahan yang dianut oleh Kyoto

Protokol

– The Wrong Targets: Reductions Rather

than Limits

The targets have been determined by measuring the

level of inconvenience they will produce, not by

calculating the level of reduction that is necessary to solve the problem.

Pengurangan tanpa ditentukan batas aman emisi

– Differentiated Responsibilities: Targets

Vary from Country to Country

– The Greater the Emissions, the More

Lenient the Standards

(26)

Pelajaran dari Kyoto Protocol

Pembagian negara-negara annex

tidak dilandasi pada pembagian

secara scientifik.

Pelajaran tersebut tidak

diperbaiki dalam Copenhagen

Accord.

Komitmen pengurangan emisi

negara-negara yang terdapat

dalam annex Accord tidak dapat

menjamin pencapaian target 2°.

(27)

Pentingnya kekuatan posisi Indonesia pada

pertemuan pasca COP 15

Pembentukan Instrumen Penanganan

Dampak Perubahan lklim yang

Bersifat Mengikat

(binding)

Pasca

komitmen I Kyoto Protocol

hanya

dapat dilakukan dengan

menyelesaikan 2 track perundingan di

AWG-KP dan AWG LCA.

– AWG-KP (Ad Hoc Working Group on Further

Commitments for Annex I Parties under the Kyoto Protocol)

• 1st session: Bonn, May 2006

• 10th session: Copenhagen, Dec. 2009

AWG-LCA (Ad Hoc Working Group on Long-term

Cooperative Action under the Convention):

• 1st session: Bangkok, March-April 2008

9th session: Bonn, April 2010

(28)

FCCC/AWGLCA/2009/17 Annex I art. 2

– A long-term aspiration and ambitious

global goal for emission reductions, as part of the shared vision for long-term cooperative action, should be based on the best available scientific knowledge and supported by medium-term goals for emission reductions, taking into

account historical responsibilities and an equitable share in the atmospheric

space

(29)

– Accordingly:

(a)Parties shall cooperate to avoid dangerous climate change, in keeping with the ultimate objective of the Convention, recognizing [the

broad scientific view] that the increase in global average temperature above pre-industrial levels [ought not to] exceed [2oC] [1.5 oC][1oC]

[preceded by a paradigm for equal access to global atmospheric resources];

(b)[Parties should collectively reduce global

emissions by at least [50] [85] [95] per cent from 1990 levels by 2050 and should ensure that

global emissions continue to decline thereafter;] (c) Developed country Parties as a group should

reduce their greenhouse gas emissions by [[75– 85] [at least 80–95] [more than 95] per cent from 1990 levels by 2050] [more than 100 per cent

from 1990 levels by 2040];]

(30)

• Keterkaitan antara FCCC/AWGLCA/2009/17

Annex I art. 2 dengan pasal 2 UNFCCC

– “to achieve …stabilization of greenhouse gas

concentrations in the atmosphere at a level that would prevent dangerous anthropogenic interference with the climate system”

• Copenhagen Accord:

1.….To achieve the ultimate objective of the Convention to stabilize greenhouse gas

concentration in the atmosphere at a level that would prevent dangerous anthropogenic

interference with the climate system, we shall, recognizing the scientific view that the

increase in global temperature should be below 2 degrees Celsius…

(31)

Maksimum temperatur dan konsentrasi

Sumber: L. Bernstein, et.al., Climate Change 2007: Synthesis Report, hal. 67

(32)

Suhu Max., Konsentrasi, dan Emisi

Suhu Max. = 2oC

Konsentrasi 450ppm

Trajektori emisi per tahun emisi peak sekitar 10.5 Gt C pada pada 2020

Emisi global dibagi populasi dunia

Emisi per capita

National Allowable annual emissions =

Emisi per capita x populasi nasional

10/30/2018 32

(33)

Penurunan emisi berdasarkan emisi

per kapita

– Negara yang wajib menurunkan emisi

adalah negara yang emisinya melebihi National Allowable Annual Emissions

Mengapa?

– each person shares equal entitlements

of the atmospheric resource

• Konsekuensi: people in developed countries

should significantly reduce their current excessive emissions, while people in

developing countries are still allowed to emit more than their current emissions level

(34)

Per Capita Emissions + Historical Emissions

• Alasan:

• consistent with the polluter pays principle • science is on the side of historical

accountability

each person shares an equal opportunity to

use atmospheric resource, regardless of when and where this person lives

– Neumayer: pengabaian historical per capita

emissions = “privilege those who lived in the past in the developed countries and to

discriminate against those who live in the present or will live in the future developing countries”

(35)

KESIMPULAN

Hal positif dari Copenhagen Accord

adalah adanya batasan temperatur

jalan untuk penentuan long term

objective

Batasan ini harus dikaitkan dengan

stabilisasi konsentrasi GRK, yg

kemudian dikaitkan dengan batasan

emisi global

Pentingnya AWG-LCA: Per Capita

Emissions + Historical Emissions

Debt (HED)

(36)

• Pelaksanaan per capita emissions +

historical emissions tergantung pada

kesepakatan mengenai (

E. Nuemayer,

2000, hal. 186-187

):

– long-term target

– total emission global

– a base year untuk penghitungan kapan

terjadinya Historical Emissions Debt (HED)

– Berapa banyak HED dari sebuah negara – Berapa lama kompensasi (dari negara

yang memiliki HED kepada negara yang tidak memiliki HED) akan berlangsung

(37)

• Posisi Indonesia

– DELRI menyampaikan intervensi

mengenai usulan format dan struktur

keputusan COP-15 di Kopenhagen. Pada intinya usulan tersebut berisikan

skenario “jalan tengah”dimana akan dihasilkan dua keputusan utama:

(1) umbrella decision berisikan

komitmen politis dari AWG-LCA berisi goal, process, timeline dan key

elements untuk menstabilkan

konsentrasi emisi gas rumah kaca dunia yang juga mencakup satu target

pengurangan emisi dunia pada tahun 2050

(2) keputusan untuk melanjutan periode komitmen kedua protokol kyoto yang

intinya adalah target pengurangan emisi gas rumah kaca bagi negara maju, yang juga berisikan process, tmeline (yang

sama dengan AWG-LCA) dan key elements.

(Sumber: presentasi DNPI)

(38)

Persiapan RI

– Penyusunan Posisi RI atas teks negosiasi

– Kajian target penurunan emisi global jangka

panjang:

• Angka penurunan emisi secara aggregate untuk

semua negara yang akan memberikan dampak stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir pada tingkat 450 ppm dan 350 ppm.

• Angka penurunan emisi secara aggregate untuk

negara maju, dalam persentase, agar didapatkan angka penurunan emisi negara berkembang, secara

aggregate, yang tidak menghambat pembangunan di negara tersebut.

– Strategi untuk mewujudkan komitmen

pengurangan emisi secara sukarela

sebesar 26% dari skenario Business As Usual (BAU) di tahun 2020 dan 41% dari BAU dengan kerjasama internasional di tahun 2020, yang telah disampaikan

Presiden RI di Pittsburgh dan di KTT APEC.

(Sumber: presentasi DNPI)

(39)

3. REDD dan kebijakan

nasional perubahan iklim

Kebijakan di tingkat nasional

– Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim

(mitigasi dan adaptasi)

– Pembentukan Dewan Nasional Perubahan Iklim – Perencanaan nasional pengurangan GRK

• RAN PI

Strategi Nasional REDD – LoI antara RI dgn Norwegia

– Keppres 10 thn 2010 ttg pembentukan Satgas

REDD

– Pembentukan Pokja Bersama Pemberantasan

Mafia Hutan

(40)

Pengurangan dilakukan dengan

jalan:

Pengelolaan lahan gambut secara

berkelanjutan

Mencegah deforestasi dan

degradasi hutan

Mempromosikan efisiensi energi

Mengurangi limbah padat dan cair

dari rumah tangga dan industri

Moda transportasi beremisi rendah

(41)

Persoalan REDD di Indonesia

– Ketidakjelasan hak masyarakat adat

(benefit sharing)

– Perencanaan tata ruang dan perizinan

yang mengabaikan aspek governance

– Lemahnya kordinasi horizontal dan

vertikal

– Disharmonisasi dan ketidakjelasan

peraturan per-UU-an

– Lemahnya pengawasan dan penegakan

hukum

Referensi

Dokumen terkait

menghasilkan prosen hasil sintesis yang lebih rendah dibanding pada posisi. para karena pada posisi orto efek –I (induksi negatif) lebih

Namun dengan keterbatasan kemampuannya, mikrokontroler mempunyai kelebihan, yaitu dengan kemasan yang kecil, mikrokontroler menjadi lebih praktis dan dapat serta mudah digunakan

Hal ini diperlukan karena file log proxy server dicatat dalam file teks secara squensial sehingga akan sulit untuk diolah menjadi sebuah informasi yang

ini juga dibagi dua macam, yaitu: (1) kaidah yang bersumber dari al-nus } ûs } al-shar‘îyah secara tidak langsung (kontekstual), dan (2) kaidah yang bersumber ijtihad ulama

1) Konsep EVA dapat berdiri sendiri tanpa perlu analisis perbandingan dengan perusahaan sejenis. 2) Konsep ini dapat menyajikan ukuran yang adil atau secara

Sistem operasi menyediakan layanan pengaksesan sumber daya sehingga pemrograman tidak dirumitkan rincian operasi perangkat keras yang menjenuhkan.. Dengan cara ini, pemrograman

 LINGKUP AUDIT MANAJEMEN: WHAT THE MARKET WANTS Features Quality Delivery Flexibility Price2. HOW THE SYSTEM PERFORMS Features Quality Delivery Flexibility Cost OPPORTUNITIES

Permasalahan yang dapat penulis angkat ialah bagaimana kewenangan Pemerintah Kabupaten Badung dalam upaya mempertahankan lahan pertanian di Kabupaten Badung dan bagaimana