• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN SEJARAH FIQIH SIYASAH PADA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERKEMBANGAN SEJARAH FIQIH SIYASAH PADA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN SEJARAH FIQIH SIYASAH PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN

MAKALAH MATA KULIAH FIQH SIYASAH DOSEN PENGAMPU : Drs. Mukhsin Rambe, M.H.I

Oleh : M. Raihan NIM : 1212000095

JURUSAN SYARI’AH PRODI AKHWAL SYAKHSIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’ARIF

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT rabbul ‘alamin yang senantiasa memberikan kita semua berbagai nikmat yang tidak terhitung. Shalawat beserta salam selalu tercurah kepada nabi besar Muhammad saw khotamun Nabiyyin sang pembawa cahaya Islam yang terang benderang.

Kami ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan mensupport saya dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehingga bisa selesai tepat waktunya terutama kepada dosen bapak Drs. Mukhsin Rambe, M.H.I yang selalu memberikan kami bimbingan dan arahan.

Kritik serta saran senantiasa kami harapkan dari pembaca sekalian supaya menjadi motivator saya agar menjadi lebih baik kedepannya.

Jambi, Oktober 2013

(3)

PENDAHULUAN

(4)

BAB I

PEMERINTAHAN KHULAFAUR RASYIDIN A. KHILAFAH RASYIDIN ABU BAKAR AS-SHIDDIQ

Dahulu, nama aslinya adalah Abdus Syams. Tetapi, setelah masuk Islam namanya diganti oleh Rasulullah sehingga menjadi Abu Bakar as-Shiddiq. Gelar Ash-Shiddiq diberikan padanya karena ia adalah orang yang pertama mengakui peristiwa Isra' Mi'raj. Lalu, ia pun diberi gelar Ash- Shiddiq (Orang yang percaya).

Maka ditunjuklah Abu Bakar as-Shiddiq untuk menggantikannya. Bagi sebagian warga Madinah, ini adalah indikasi bahwa suksesi kepemimpinan Rasulullah SAW diteruskan kepada Abu Bakar as-Shiddiq. Ketika Rasulullah wafat, sebagian kalangan muslim Anshar dan beberapa orang dari pihak Muhajirin mengadakan pertemuan di Saqifah Bani Sa'idah. Sempat terjadi perselisihan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Dan akhirnya, terpilihlah Abu Bakar as-Shiddiq as-Siddiq sebagai Khalifah pertama.

Khilafah Rasyidin merupakan para pemimpin ummat Islam setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khatthab bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, Radhiallahu Ta’ala anhum ajma’in dimana sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang Islami karena berundang-undangkan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat. Ia Shallallahu ‘Alaihi wasallam nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Sa'idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar as-Shiddiq Radhiallahu ‘anhu terpilih.

Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar as-Shiddiq Radhiallahu ‘anhu disebut Khalifah Rasulullah (Pengganti Rasul Allah) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja.

(5)

mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar as-Shiddiq Radhiallahu ‘anhu menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid Radhiallahu ‘anhu adalah panglima yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.

Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq Radhiallahu ‘anhu, sebagaimana pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam, Abu Bakar as-Shiddiq Radhiallahu ‘anhu selalu mengajak sahabat-sahabat nya bermusyawarah sebelum mengambil keputusan mengenai sesuatu,yang berfungsi sebagai lembaga legislatif pemerintahannya.

Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar as-Shiddiq Radhiallahu ‘anhu mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid Radhiallahu ‘anhu dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in.

Keputusan-keputusan yang dibuat oleh khalifah Abu Bakar as-Shiddiq untuk membentuk beberapa pasukan tersebut,dari segi tata negar, menunjukkan bahwa ia juga memegang jabatan panglima tertinggi tentara Islam.hal ini seperti juga berliku di zaman modern ini di mana seorang kepala negara atau presiden juga sekaligus sebagai pangima tertinggi angkatan bersenjata.

Adapun urusan pemerintahan diluar kota Madinah, khalifah Abu Bakar as-Shiddiq membagi wilayah kekuasaan hukum Negara Madinah menjadi beberapa provinsi, dan setiap provinsi Ia menugaskan seorang amir atau wali (semacam jabatan gubernur).

Mengenai praktek pemerintahan Abu Bakar as-Shiddiq di bidang pranata social ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan social rakyat.untuk kemaslahatan rakyat ini ia mengolah zakat, infak, sadaqoh yang berasal dari kaum muslimin, ghanimah (harta rampasan perang) dan jizyah dari warga Negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul mal. Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan Negara ini di bagikan untuk kesejahteraan tentara, bagi para pegawai Negara,dan kepada rakyat yang berhak menerima sesuai ketentuan al-Qur’an.

(6)

Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin (petinggi orang-orang yang beriman).

Dari penunjukkan Umar bin Khatthab sebagai penggantinya, ada hal yang perlu dicatat:

1. Bahwa Abu Bakar as-Shiddiq dalam menunjuk Umar bin Khatthab tidak meninggalkan azas musyawarah. Ia terlebih dulu mengadakan konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin. 2. Abu Bakar as-Shiddiq tidak menunjuk salah seorang putranya atau

kerabatnya melainkan memilih seseorang yang disegani oleh rakyat karena sifat-sifat terpuji yang dimilikinya.

3. Pengukuhan Umar bin Khatthab sebagai khalifah sepeniggal Abu Bakar as-Shiddiq berjalan baik dalam suatu bai’at umum dan terbuka tanpa ada pertentangan dikalangan kaum muslimin sehingga opsesi Abu Bakar as-Shiddiq untuk mempertahankan keutuhan umat Islam dengan cara penunjukkan itu terjamin.

B. KHILAFAH RASYIDIN UMAR BIN KHATTHAB BIN KHATAB

Ketika Abu Bakar as-Shiddiq merasakan sakitnya semakin berat, ia mengumpulkan para sahabat besar dan menunjuk Umar bin Khatthab bin Khattab sebagai Khalifah. Para sahabat setuju dan Abu Bakar as-Shiddiq meninggalkan surat wasiat yang menunjuk Umar bin Khatthab sebagai penggantinya.sebagai mana Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khatthab bin khattab pun di bai’at dihadapan umat muslimin.bagian dari pidatonya adalah:

“Aku telah dipilih jadi khalifah.kerendahan hati Abu Bakar as-Shiddiq selaras dengan jiwanya yang terbaik diantara kamu dan lebih kuat diantara kamu dan juga lebih mampu memikul urusan kamu yang penting-penting.aku diangkat dalam jabatan ini tidaklah sama seperti beliau.andaikata aku tahu ada orang yang lebih kuat daripada aku untuk memikul jabatan ini, maka memberikan leherku untuk dipotong lebih aku sukai daripada memikul jabatan ini.

Sebagai seorang negarawan yang patut diteladani.ia telah menggariskan: 1. persyaratan bagi calon Negara;

2. menetapkan dasar-dasar pengelolaan Negara;

3. mendorong para pejabat Negara agar benar-benar meperhatikan kemaslhatan rakyat dan melindungi hak-haknya karena mereka adalah pengabdi rakyat dan bagian dari rakyat itu sendiri;

4. pejabat yang dipegang seseorang adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan kepada tuhan dan rakyat

(7)

6. khalifah Umar bin Khatthab telah meletakkan dasar-dasar pengadilan dalam Islam.

Ia selalu mengadakan musyawarah dengan tokoh-tokoh ansar dan Muhajirin, dengan rakyat dan dengan para administrator pemerintahan untuk memecahkan masalah-masalah umumdan kenegaraan.ia tidak bertindak sewenang-wenang dan memutuskan suatu urusan tanpa mengikutsertakan warga umat.

Hasil musyawarah atau konsultasi khalifah diakhir hidupnya dengan sejumlah pemuka masyarakat Madinah yang terpenting adalah terbentuknya “tim formatur”yang bertugas memilih khalifah setelah beliau. Konsultasi ini terjadi ketika kondisi beliau sedang kritis akibat tikaman enam kali yang dilakukan Abu Lu’luah karena dendam, dan hal ini mengakibatkan kewafatannya.

Di zaman Umar bin Khatthab Radhiallahu ‘anhu gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash Radhiallahu ‘anhu dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu. Iskandariah/Alexandria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641M , Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar bin Khatthab Radhiallahu ‘anhu, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.

Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar bin Khatthab Radhiallahu ‘anhu segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah provinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.

(8)

Umar bin Khatthab Radhiallahu ‘anhu memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang majusi, budak dari Persia bernama Abu Lu'lu'ah. Untuk menentukan ajma’in. Setelah Umar bin Khatthab Radhiallahu ‘anhu wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman Radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah, melalui proses yang agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu.

C. KHILAFAH UTSMAN bin AFFAN

Umar bin Khatthab bin Khattab tidak dapat memutuskan bagaimana cara terbaik menentukan khalifah penggantinya. Segera setelah peristiwa penikaman dirinya oleh Fairuz, seorang majusi persia, Umar bin Khatthab mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana dilakukan Rasulullah. Namun Umar bin Khatthab juga berpikir untuk meninggalkan wasiat seperti dilakukan Abu Bakar as-Shiddiq. Sebagai jalan keluar, Umar bin Khatthab menunjuk enam orang Sahabat sebagai Dewan Formatur yang bertugas memilih Khalifah baru. Keenam Orang itu adalah Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.

Setelah melalui perdebatan yang cukup lama, muncul dua nama yang bersaing ketat yakni Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Keputusan terakhir diserahkan kepada Abdurrahman bin Auf sebagai ketua Dewan yang kemudian menunjuk Utsman bin Affan sebagai Khalifah.

Setelah Ustman bin Affan bin Affan dilantik menjadi khlifah ketiga Negara Madinah ,ia menyampaikan pidatonya yang menggambarkan dirinya sebagai sufi, dan citra pemerintahannya lebih bercorak agama ketimbang politik belaka sebagai dominan.dalam pidato itu Ustman bin Affan mengingatkan beberapa hal yang penting:

1. Agar umat Islam berbuat baik sebagai bekal untuk hari kematian;

2. Agar umat Islam terpedaya kemewahan hidup dunia yang penuh kepalsuan 3. Agar umat Islam mau mengambil pelajaran dari masa lalu;

4. Sebagai khalifah ia akan melaksanakan perintah al-Qur’an dan sunnah rasul;

5. Di samping ia akan meneruskan apa yang telah dilakukan pendahulunya juga akan membuat hal baru yag akan membawa kepada kebajikan

6. Umat Islam boleh mengkririknya bila ia menyimpang dari ketentuan hukum Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan didaerah,khalifah Ustman bin Affan mempercayakannya kepada seorang gubernur untuk setiap wilayah atau provinsi pada masanya kekuasaan wilayah menjadi 10 provinsi:

(9)

2. Sufyan bin Abdullah al-tsaqqfi,amir wilayah thaif

3. Ya’la bin Munabbih Halif BaniNauful bin Abd Manaf,amir wilayah Shan’a 4. Abdullah bin Abi Rabiah ,amir wilayah a-janad;

5. Ustman bin Affan bin Abi al-ashal-Tsaqafi,Amir wilayah Bahrain; 6. Al-Mughirah bin Syu’bah al-tsaqi, Amir wilayah Kufah;

7. Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy’ari,Amir wilayah Basrah; 8. Muawiyah bin Abi Sufyan ,Amir wilayah Damaskus

9. Umar bin Khatthab bin Sa’ad ,Amir wilayah Himsh;dan 10. Amr bin al-Ash al-Sahami, Amir wilayah mesir.

Sedangkan kekuasaan legislative dipegang oleh Dewan Penasehat Syura, tempat khalifah mengadakan musyawarah dengan para sahabat terkemuka.

Prestasi tertinggi masa pemerintahan Ustman bin Affan sebagai hasil majlis syura adalah menyusun Qur’an standar , yaitu penyeragaman bacaan dan tulisan al-Qur’an,seperti yang dikenal sekarang.naskah salinan al-Qur’an tersebut disimpan dirumah istri Nabi kemudian naskah salinannya atas persetujuan para sahabat dikirim ke beberapa daerah.

Di masa pemerintahan Utsman Radhiallahu ‘anhu (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini.

Pemerintahan Ustman bin Affan Radhiallahu ‘anhu berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman Radhiallahu ‘anhu memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar bin Khatthab Radhiallahu ‘anhu. Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk Islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa keIslamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman Radhiallahu ‘anhu dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’ .

(10)

tanpa terkontrol oleh Ustman bin Affan Radhiallahu ‘anhu sendiri. Itu semua akibat fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’.

Padahal Utsman Radhiallahu ‘anhu yang paling berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.

D. KHALIFAH ALI bin ABI THALIB

Umat yang tidak punya pemimpin dengan wafatnya Utsman, membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah baru. Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah pendahulunya. Ia di bai’at di tengah-tengah kekacauan karena kematian Ustman bin Affan, pertentangan dan kekacauan dan kebingungan umat Islam Madinah.sebab kaum pemberontak yang membunuh Ustman bin Affan mendaulat Ali supaya bersedia dibaiat menjadi khalifah.

Dalam pidatonya khalifah Ali menggambarkan dan memerintahkan agar umat Islam:

1. tetap berpegang teguh kepada al-Qur’an dan sunnah rasul

2. taat dan bertaqwa kepada Allah serta mengabdi kepada Negara dan sesame manusia 3. saling memelihara kehormatan di antara sesame muslim dan umat lain

4. terpanggil untuk berbuat kebajikan bagi kepentingan umum,dan 5. taat dan patuh kepada pemerintah.

Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali Radhiallahu ‘anhu tidak mau menghukum para pembunuh Utsman Radhiallahu ‘anhu , dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman Radhiallahu ‘anhu yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali Radhiallahu ‘anhu sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair Radhiallahu ‘anhu ajma’in agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah Radhiallahu ‘anha dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah Radhiallahu ‘anha ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.

Dengan demikian masa pemerintahan Ali melalui masa-masa paling kritis karena pertentangan antar kelompok yang berpangkal dari pembunuhan Ustman bin Affan. Namun Ali menyatakan ia berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan mengembalikan kebijaksanaan Umar bin Khatthab pada setiap kesempatan yang memungkinkan.ia membenahi dan menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor pemerintahan Negara ,serta mengordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka.

(11)

‘anhu, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan.

Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali Radhiallahu ‘anhu bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali Radhiallahu ‘anhu. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-yahudi) yang menyusup pada barisan tentara Ali Radhiallahu ‘anhu, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali Radhiallahu ‘anhu. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali Radhiallahu ‘anhu terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.

Harus diakui ada beberapa kasus dan peristiwa pada masa khalifah Ustman bin Affan dan Ali yang tidak menyenangka.tapi perlu dicatat secara umum mengenai beberapa hal yang dicontohkan oleh khulafa al-Rasyidin dalam memimpin Negara Madinah. Pertama, mengenai pengangkatan empat orang sahabat Nabi terkemuka itu menjadi Khalifah dipilih dan di angkat dengan cara yang berbeda.

 Pemilihan bebas dan terbuka melalui forum musyawarah tanpa ada seorang calon sebelumnya. Karena Rasulullah SAW tidak pernah menunjuk calon penggantinya. Cara ini terjadi pada musyawarah terpilihnya Abu Bakar as-Shiddiq dibalai pertemuan TsaqifahBani Syaidah.

 Pemilihan dengan cara pencalonan atau penunjukan oleh khalifah sebelumnya dengan terlebih dahulu mengadakan konsultasi dengan para sahabat terkemuka dan kemudian memberitahukan kepada umat Islam, dan mereka menyetujuinya. Penunjukan itu tidak karena ada hubungan keluarga antara khalifah yang mencalonkan dan calon yang di tunjuk. Cara ini terjadi pada penunjukan Umar bin Khatthab oleh khalifah Abu Bakar as-Shiddiq.

 Pemilihan team atau Majelis Syura yang di bentuk khalifah. Anggota tim bertugas memilih salah seorang dari mereka menjadi khalifah. Cara ini terjadi pada Ustman bin Affan melalui Majelis Syura yang dibentuk oleh khalifah Umar bin Khatthab yang beranggotakan enam orang.

 Pengangkatan spontanitas di tengah-tengah situasi yang kacau akibat pemberontakan sekelompok masyarakat muslim yang membunuh Ustman bin Affan.Cara ini terjadi pada Ali yang dipilih oleh kaum pemberontak dan umat Islam Madinah.

(12)

ijtihad khalifah dan keputusan Majelis Syura dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul yang tidak ada penjelasannya dalam nash syariat.

Ketiga,Pemerintahan khulafa al-Rasyidin juga tidak mempunyai ketentuan mengenai masa jabatan bagi setiap khalifah. Mereka tetap memegang jabatan itu selama berpegang kepada syariat Islam. Keempat, dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Madinah khulafa al-Rasyidin telah melaksanakan prinsip musyawarah, prinsip persamaan bagi semua lapisan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, prinsip kebebasan berpendapat, prinsip keadilan social dan kesejahteraan rakyat.

Referensi

Dokumen terkait

Telah diriwayatkan di dalam Ash-Shahihain dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwasanya beliau memberikan wasiat kepada Abu Hurairah dengan tiga perkara, “Shalat dhuha,

Berbeda halnya dengan Abu Bakar ash-Shiddiq dalam menentukan calon penggantinya, Khalifah Umar bin Khattab membentuk sebuah tim yang terdiri dari enam orang sahabat,

Rabiul Awal adalah bulan maulid. Bulan lahirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menurut jumhur ulama. Tepatnya pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah sebagaimana disebutkan Ibnu Katsir rahimahullah dalam Sirah Nabawiyah. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dilahirkan pada hari Senin, diangkat menjadi Nabi pada hari Senin, wafat pada hari Senin, keluar hijrah dari Makkah ke Madinah pada hari Senin, tiba di Madinah pada hari Senin dan mengangkat hajar aswad (untuk diletakkan di tempatnya) juga pada hari Senin.” (HR. Ahmad dan Thabrani dalam Al-Kabir) Ada beberapa riwayat yang mengisahkan terjadinya sejumlah keajaiban ketika Nabi Muhammad dilahirkan. Pertama, jatuhnya empat belas balkon dari istana Kisra. Kedua, padamnya api yang disembah oleh orang Majusi. Ketiga, hancurnya gereja-gereja di sekitar Danau Sawah setelah sebelumnya danau itu surut. Namun, Syaikh Mahmud Al Mishri dalam Sirah Rasulullah menjelaskan bahwa tiga peristiwa itu tidak berdasar dan tidak ada riwayat shahih yang membenarkannya. Adapun keajaiban saat kelahiran Rasulullah yang bersumber dari hadits shahih, kata Syaikh Mahmud Al Mishri adalah ibunda Nabi melihat cahaya keluar darinya dan menyinari istana-istana Romawi di negeri Syam saat Rasulullah dilahirkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku adalah doa ayahku Nabi Ibrahim, kabar gembira Nabi Isa dan ibuku melihat cahaya keluar darinya menerangi istana-istana di Syam” (HR. Ahmad dan