• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Kelekatan Siswa dan Orang Tua di SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Gaya Kelekatan Siswa dan Orang Tua di SM"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

GAYA KELEKATAN REMAJA DAN ORANG TUA PADA SISWA SMP

NEGERI 1 NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO

Latih Buran Tedra*, Dwi Yuwono Puji Sugiharto,

Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang e-mail : latih.tedra@yahoo.com

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran gaya kelektan remaja dan orang tua secara umum, dilihat pada jenis kelamin dan pendidikan orang tua pada siswa SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo. Skala kelekatan diberikan kepada 227 siswa di SMP Negeri 1 Nguter dan 9 orang responden untuk dilakukan wawancara sebagai data pendukung. Analisis data menggunakan analisis kuantitatif yang mencakup deskriptif presentase dan analisis kualitatif hasil wawancara. Hasil penelitian menemukan bahwa gaya kelekatan yang timbul adalah gaya kelekatan aman, menolak dan terpreokupasi. Pada kelekatan aman dan menolak lebih didominasi laki-laki dan terpreokupasi didominasi oleh perempuan. Kelekatan aman didominasi oleh pendidikan perguruan tinggi untuk ayah dan ibu dengan pendidikan SMP. Kelekatan menolak didominasi oleh pendidikan SMA untuk ayah dan ibu dan gaya kelekatan terpreoukupasi didominasi oleh pendidikan ayah sekolah dasar. Pendidikan ibu didominasi oleh perguruan tinggi. Sebagai implikasi penerapan layanan bimbingan dan konseling, guru bimbingan dan konseling dapat berkolaborasi dengan orang tua dan guru pata pelajaran lainnya untuk memberikan layanan dengan metode diskusi dan tidak melupakan penghargaan untuk siswa..

Kata Kunci : gaya kelekatan; remaja dan orang tua.

Abstract

The purpose of this study to describe the attachment style between the adolescent and the parents in general, based on gender and parental education on students of SMP Negeri 1 Nguter Sukoharjo. The aattachment scales given to 227 students at SMP Negeri 1 Nguter and 9 respondents to be interviewed as supporting data. Data were analyzed using quantitative analysis included a percentage descriptive and qualitative analysis of interviews. The results found that the arising attachment style is a secured, rejected and preoccupied attachment style. In secured and rejected attachment style are more dominated by male and preoccupied is dominated by women. Secured attachment style is dominated by higher education for fathers, while for mothers with secondary school education. Rejected attachment style is dominated by high school education for both fathers and mothers. While preoccupied attachment style is dominated by father’s elementary school education. Maternal education is dominated by the college graduates. As the implications of the application of guidance and counseling services, counseling teacher can collaborate it with parents and subject teacher to provide guidance or counseling services by the metode of discussion and not forgetting the award for students.

Key words: attachment style, adolescent dan parents

(2)

Pendahuluan

Bimbingan dan konseling merupakan jantung hati dari pendidikan di indonesia, dengan tujuan untuk perkembangan individu. Sejalan dengan pengertian bimbingan dan konseling yang disampaikan oleh Sugiyo (2011:15) yaitu “serangkaian kegiatan atau aktivitas yang dirancang oleh konselor untuk membantu klien mengembangkan dirinya seoptimal mungkin”. Bantuan yang ditujukan antar jenjang sekolah memiliki perbedaan yang membuat bantuan antar jenjang pendidikan memiliki kekhasan tersendiri. walaupun pada dasarnya “bantuan atau helping berarti menyediakan kondisi menyediakan kondisi untuk individu agar dapat memenuhi kebutuhan untuk cinta (love) dan respek, harga diri, dapat membuat keputusan dan aktualisasi diri (Komalasari, 2011:8). Bantuan untuk individu tersebut dilakukan dengan meyesuaikan tugas perkembangan perseta didik di sekolah sehingga berbeda antara pendidikan dasar menengah dan pendidikan tinggi.

Pendidikan menengah yang merupakan sekolah lanjutan dari jenjang pendidikan dasar memiliki kemiripan dengan pendidikan dasar namun peran dari konselor disesuaikan dengan ciri sekolah menengah sebagai berikut: berkaitan dengan orientasi terhadap kebutuhan teransisi usia perkembangan anak, serta kebutuhan pendidikan, perkembangan dan sosial populasi anak itu sendiri (Gibson, 2011:92). Peran konselor dalam usia transisi antara anak dengan dewasa ini menjadi fokus untuk konselor sekolah menengah. Usia transisi antara sekolah dasar menuju sekolah menengah atas berarti perubahan antara usia anak-anak menuju usia dewasa. Menurut Konopka dalam Yusuf (2011:184) “masa remaja meliputi, remaja awal : 12-15 tahun; remaja madya: 15-18 tahun; dan remaja akhir: 19-22 tahun”. Siswa sekolah mengah berkisar antara usia 12 tahun hingga 15 tahun merupakan usia remaja awal. Willis (2010:43) mengungkapkan bahwa “masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Remaja bukan anak-anak lagi akan tetapi belum mampu memegang tugas sebagai orang dewasa. Masa anak-anak adalah masa kebergantungan (dependency), sedangkan masa dewasa adalah masa ketidak bergantunngan (independency). Tingkah laku remaja labil dan tidak mampu menyesuaikan diri secara baik dengan lingkungannya”. Pada masa peralihan antara masa kebergantung dan

(3)

(2002:7) “remaja mengalami beribu-ribu jam interaksi dengan orang tua, teman sebaya, dan guru-guru dalam 10 hingga 13 tahun akhir dari perkembangan.” Namun relasi orang tua dan remaja memiliki bentuk yang berbeda, hubungan dengan teman-teman sebaya semakin intim (Santrock, 2002:7).

Perbedaan interaksi antara orang tua dan remaja mulai memiliki perbadaan dan itu membuat hubungan psikologis ataupun fisik yang berbeda pula antara remaja dan orang tua. Perbedaan ini membuat pola yang unik antara remaja dan orang tua. Diketahui bahwa hubungan psikologis antara satu individu dengan individu lain merupakan kelekatan. Secara utuh pengertian kelekatan menurut Santrok (2002: 196) “Attachment mengacu pada suatu relasi antara dua orang yang memiliki perasaan yang kuat satu sama lain dan melakukan banyak hal bersama untuk melanjutkan relasi itu”. Kelekatan ini memiliki berbagai berbedaan karekteristik antar gaya satu dengan gaya yang lain. Gaya kelekatan ini timbul karena karekteristik yang berbeda antara individu, diketahui jenis gaya kelekatan ada empat jenis yaitu gaya kelekatan aman, gaya kelekatan menolak, gaya kelekatan terpeokupasi dan gaya kelekatan takut menghindar.

Teori kelekatan yang dikembangkan oleh Bartholomew dan rekan-rekan mengajukan suatu pendekatan yang berbeda. Penekanan Bowlby pada dua sikap dasar (mengenai self

dan orang lain), diasumsikan bahwa berbagai aspek dari perilaku interpersonal dipengaruhi sejauh mana self-evaluation seseorang adalah positif atau negatif dan sejauh mana orang lain dipersepsikan positif (terpercaya) atau negatif (tidak dapat dipercaya) (Baron, 2005:12). Kombinasi antara self esteem dan interpersonal trus ini tergambar dalam empat gaya kelekatan, kombinasi antara self esteem yang tinggi dan interpersonal trus yang tinggi adalah gaya kelekatan aman, kombinasi antar self esteem yang tinggi dan interpersonal rendah yaitu kelekatan menolak, kombinasi antara self esteem yang rendah dan

interpersonal trus yang tingi yaitu gaya kelekatan. Model kelekatan Bartholomew adalah suatu gaya yang memiliki karakteristik self esteem yang tinggi dan kepercayaan interpersonal yang tinggi; biasanya digambarkan sebagai kelekatan yang paling berhasil. Santrock (2003:194) memaparkan bahwa “keterikatan pada orang tua pada masa remaja bisa memfasilitasi kecakapan dan kesejahteraan sosial, seperti yang dicerminkan beberapa ciri seperti harga diri, penyesuaian emosi dan kesejahteraan fisik”. Baik kiranya jika kelekatan antara anak dan orang tua memiliki kelekatan yang aman.

(4)

Permasyarakatan Anak Kutoharjo menunjukkan semakin positif kelekatan terhadap orang tua, maka semakin tinggi tingkat pencapaian identitas dirinya. Sebaliknya, semakin negatif kelekatan terhadap orang tua, maka tingkat pencapaian identitas dirinya semakin rendah.

Namun pada kenyataannya masih ada orang tua yang mengabaikan hal tersebut, seperti yang di tuturkan oleh Adhim (2010:45) bahwa “orang tua mempunyai waktu yang banyak di rumah, tetapi anak-anak tak mersakan kehadirannya. Mereka (orang tua dan anak) benyak melakuakan kegiatan bersama-sama, tetapi tanpa kebersamaan. Mereka bersama-sama melihat TV, di tempat yang sama, tetapi pikirannya sibuk sendiri-sendiri. Mereka saling berdekatan, tetapi tidak menjalin kedekatan.

Pada usia remaja awal pada siswa SMP Negeri 1 Nguter ditemukan berbagai interaksi antara orang tua dan siswa. Wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada guru bimbingan dan konseling SMP Negeri 1 Nguter ditemukan, siswa yang mengalami kekerasan fisik oleh orang tuanya di depan guru bimbingan konseling saat melakukan home visit. Masalah yang berbada adalah ada orang tua yang terlihat begitu dekat dengan anaknya namun anak tersebut tidak menghargai kerja keras orang tuanya. Terlihat tidak sedikit orang tua siswa yang merantau, sehingga komunikasi antara orang tua dan guru bimbingan konseling sangat diperlukan untuk membantu perkembangan siswa didik.

Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua” hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pengayaan teori dan menambah wawasan dalam bidang ilmu bimbingan dan konseling, khususnya terkait gaya kelekatan remaja dan orang tua. Selanjutnya dengan gambaran gaya kelekatan remaja dan orang tua tindak lanjut pengembangan diri secara optimal pada siswa SMP Negeri 1 Nguter.

Metode Penelitian

(5)

Untuk mengungkap variabel yang diteliti, yaitu gaya kelekatan remaja dan orang tua maka digunakan metode skala psikologi dan wawancara dengan menggunakan skala kelekatan remaja dan orang tua dan pedoman wawancara. Validitas instrumen penelitian menggunakan validitas konstruk yaitu dengan validasi oleh expert judgement dan menggunakan perhitungan product moment sedangkan realibilitas instrumen dengan menggunakan perhitungan Cronbanch’s Alpha.

Teknik analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif

mencakup deskriptif prosentase. Analisis statistik deskriptif digunakan bertujuan untuk menggambarkan dan menjelaskan tentang kondisi objek yaitu tentang gaya kelekatan remaja dan orang tua. Peneliti ingin mengetahui gambaran gaya kelekatan remaja dan orang tua dilihat juga pada jenis kelamin siswa dan pendidikan terakhir orang tua. Analisis wawancara dengan analisis kualitatif dengan keabsahan data menggunakan triangulasi teknik

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis skala psikologis yang peneliti berikan kepada responden mengenai kelekatan remaja dan orangtua yang diberikan kepada siswa SMP Negeri 1 Nguter yang melibatkan 227 siswa secara keseluruhan, tergambar dalam tebel 1 berikut ini:

Tabel 1. Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua pada Siswa SMP Negeri 1 Nguter secaraKeseluruhan

No. Jenis Kelekatan Frekuensi Persentase

1. Kelekatan Aman 152 67 %

2. Kelekatan Menolak 4 2 %

3. Kelekatan Terpreukopasi 71 31 %

4. Kelekatan Takut Menghindar 0 0

Jumlah 227 100%

(6)

ada tiga gaya kelekatan yang muncul yaitu gaya kelekatan aman, gaya kelekatan menolak dan gaya kelekatan terpreokupasi.

Implikasi untuk layanan bimbingan dan konseling untuk aspek rendah dalam self esteem dan interpersonal trust yaitu kehormatan dan diskusi. Penerapan layanan dengan metode diskusi dan memerhatikan penghargaan untuk siswa, layanan yang diberikan dapat bertema membangun diskusi dan menghormati dan menghargai sesama. Jenis layanan dapat berupa bimbingan klasikal ataupun bimbingan dan konseling kelompok bahkan dengan konseling keluarga. Diharapkan guru bimbingan dan konseling dapat bekerjasama dengan orang tua dan guru mata pelajaran dan menyampaikan aspek penting dalam diskusi pada siswa dan perlunya penghargaan kepada siswa untuk pencapaiannya.

Berdasar pada aspek yang ada dalam gaya kelekatan aspek self esteem lebih rendah daripada aspek interpersonal trust, ini terlihat dengan persentase self esteem 65,2% dan

interpersonal trust dengan 73,09% (lihat tabel 2).

Tabel 2. Hasil Analisis Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua per-Indiaktor Secara Keseluruhan

Aspek Frekuensi Persentase Kategori Self Esteem 22578 65,2 % Tinggi Interpesonal Trust 15941 73,09 % Tinggi

Sejalan dengan Galambos (Baron, 2005:7) yaaitu “beranjak menjadi anak dan kemudian menjadi remaja, menjadi orang tua dapat menjadi tantangan. Hingga drajat tertentu, keyakinan bahwa relasi orang tua-anak menjadi lebih tidak menyenangkan ketika puberitas muncul tampak tepat. Akan tetapi diluar kebenaran yang umum ini, sebagian besar remaja menyatakan perasaan yang sangat positif mengenai orang tua mereka, meskipun mereka tidak lebih dekat dan tidak lebih tergantung pada orang tua mereka”. Namun pada aspek ini terlihat masih rendahnya aspek diskusi antara anak dan orang tua, menurut wawancara kebanyakan siswa enggan untuk mengungkapakan pendapat, sehingga menyerahkan keputusan kepada orang tuanya.

(7)

perempuan dan maskulin pada laki-laki. Dan pada kelekatan menolak yang memiliki self esteem yang tinggi namun interpersonal trust yang rendah terlihat bahwa laki-laki lebih mendominasi daripada perempuan (lihat tabel. 3).

Tabel 3. Perbandingan antara Laki-Laki dan Perempuan Sesuai Gaya Kelekatan

Gaya Kelekatan Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

Aman 68,8% 64,13%

Menolak 2,22% 1,09%

Terpreokupasi 28,89% 34,78%

Fakih (1996), konsep gender yakni “suatu sikap yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural”. Sehingga masalah gender ini akan berbeda setiap daerahnya. Gender inilah yang akan membawa perbedaan antara laki-laki dan perempuan selain memang berbeda secara fisik. Penelitian oleh BSRI (Bem Sex-Role Inventory) atau inventori jenis kelamin (Baron, 2004:195), dengan poin-poin yang dipilih dengan meminta partisipan menilai karekteristik yang mana yang dapat diaplikasikan pada laki-laki dan mana yang dapat diaplikasikan kepada perempuan. Terilhat bahwa perempuan memiliki kareakteristik pemalu sedangkan laki-laki mudah mengambil keputusan. Perempuan yang penurut sedangkan laki-laki bersedia mengambil resiko. Ini juga yang mempengaruhi gaya kelekatan pada remaja dengan orang tuanya.Pola yang terlihat bahwa perempuan memilki self esteem yang lebih rendah daripada laki-laki.

Implikasi layanan bimbingan dan konseling dapat berupa layanan dengan tema gender, baik pengertian dan aplikasinya dalam kehidupan. Pengenalan gender in penting karena siswa harus menempatkan dirinya dengan isu-isu gender yang ada di masyarakat. Layanan dapat berupa layanan informasi ataupun bimbingan dan konseling kelompok.

Berdasarkan hasil gaya kelekatan berdasarkan pendidikan terakhir orang tua siswa terdapat pebedaan antara gaya kelekatan satu dengan yang lainnya

Tabel 4. Tingkat Pendidikan Orang Tua sesuai Jenis Kelekatan

Gaya Kelekatan Jenis Kelamin

Ayah % Ibu %

Aman PT 75 SMP 100

Menolak SMA 2 SMA 4

(8)

Pola yang tergambar, pendidikan ayah semakin tinggi memiliki kelekatan yang baik, namun pendidikan ibu yang tidak terlalu tinggi atau ditengah-tengah seperti SMP dan SMA memiliki kelekatan yang baik. Tidak terlihat dengan pendidikan yang tinggi untuk ibu anak akan memiliki kelekatan yang aman, namun ada pendidikan yang lain yang perlu diterapkan yaitu pendidikan dalam keluarga. Sayekti (1994:21) menekankan bahwa pendidikan dalam keluarga ini merupakan dasar bagi perkembangan dan pendidikan pada saat berikutnya. Sehingga selain pendidikan formal orang tua perlu menekankan pendidikan keluarga sehingga anak dapat berkembang optimal.

Implikasi bagi layanan bimbingan dan konseling adalah dengan memperhatikan pandidikan pada aspek afektif, dan menginformasikan kepada orang tua bahwa pendidikan dalam keluarga sangatlah penting dengan tidak melupakan pendidikan formal. Layanan ini dapat diberikan dengan pada pertemuan orang tua atau konseling keluarga. Guru bimbingan dan konseling juga harus menekankan apa saja yang penting dalam pendidikan keluarga dan bagaimana aplikasinya.

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian, berikut merupakan kesimpulan yang didapat mengenai Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua.

Gaya kelekatan remaja dan orang tua pada siswa di SMP Negeri 1 Nguter secara keseluruhan terlihat bahwa kelekatan aman berada pada persentase tertinggi yaitu 66,96%, untuk kelekatan menolak sebesar 1,76% dan kelekatan terpreokupasi sebesar 31,27%. Terlihat secara keseluruhan bahwa aspek self esteem lebih rendah daripada aspek

interpersonal trust. Gambaran gaya kelekatan remaja dan orang tua berdasarkan jenis kelamin siswa SMP Negeri 1 Nguter secara keseluruhan terlihat bahwa laki-laki lebih unggul pada gaya kelakatn aman dan menolak sadangkan perempuan lebih unggul pada gaya kelekatan terpreokupasi. Ini menggambarkan bahwa remaja perempuan memiliki self steem yang lebih rendah daripada laki-laki namun interpersonal trust yang lebih tinggi.

(9)

ayah yang tidak bersekolah namun dengan 1 responden, tertinggi ke dua pada sekolah dasar. Pendidikan ibu didominasi oleh perguruan tinggi. Selain pendidikan formal pendidikan keluarga juga merupakan aspek sentral untuk perkembangan anak yang diberikan oleh orang tuanya.

Penelitian selanjutnya dapat diperbaiki dalam pengambilan sampel lebih di dengan memperluas dengan melihat kultur yang ada didaerah tersebut sehingga lebih beragam kondisi siswa dan orang tua di lapangan. Dengan lebih bermacam-macam kondisi siswa akan lebih bermacam-macam pula hasil yang akan didapat, penelitian selanjutnya dapat melihat apa faktor yang mempengaruhi gaya kelekatan remaja dan orang tua.

Ucapan Terimakasih

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rakhmat, hidayah-Nya, serta rencana terbaik kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan manuskrip ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada (1) Prof. Dr. Fathur Rokhman M. Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang, (2) Prof. Dr. Fakhruddin. M.Pd., Dekan FIP UNNES, (3) Drs. Eko Nusantoro, M.Pd., Kons., Ketua Jurusan BK,(5) Prof. Dr. Dwi Yuwono Puji Sugiharto., M.Pd., Kons., Dosen Pembimbing (4) Prof. Dr. Sugiyo, M.Si., Dosen Penguji Skripsi dan Manuskrip., (5) Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Nguter (6) Guru BK SMP Negeri 1 Nguter (7) Siswa SMP Negeri 1 Nguter, (8) Pihak-pihak yang telah memberi kritik dan saran untuk kesempurnaan manuskrip.

Daftar Pustaka

Adhim, Muhammad Fauzil. 2010. Saat Berharga Untuk Anak Kita. Yogyakarta: Pro-U Media.

Baron, Robert A. dan Donn Byrne. 2004. Psikolagi Sosial edisi kesepuluh (Jilid 1). Jakarta:Penerbit Erlangga.

_______. 2005. Psikolagi Sosial edisi kesepuluh (Jilid 2). Jakarta:Penerbit Erlangga.

(10)

Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gibson, Robert L. Dan Marianne H. Mitchell.2011. Bimbingan dan Konseling edisi ketujuh.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Komalasari, Gantina dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT Indeks.

Sayekti. 1994. Bimbingan dan Konseling Keluarga. Yogyakarta: Menara Mas Offset.

Santrok, John W. 2002. Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup, Edisi Kelima, Jilid 1I). Jakarta: Erlangga

Sugiyo.2011. Manajemen Bimbingan dan Konseling. Komprehensif. Semarang: Widya Karya.

Willis, Sofyan. 2010. Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfa Beta.

Yusuf, Samsu. 2010. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.Bandung: PT Remaja

Gambar

Tabel 3. Perbandingan antara Laki-Laki dan Perempuan Sesuai Gaya Kelekatan

Referensi

Dokumen terkait

Demikianlah Berita Acara Penutupan Upload Tabel Kualifikasi pekerjaan ini dibuat dengan sebenarnya, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.. Panitia Pengadaan ULP Pokja II

Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Kegiatan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2013, berdasarkan Berita Acara Hasil Pengadaan

Nama paket pekerjaan : Pengadaan Bibit Kopi Arabika Super Polybag Untuk Desa Tanjung Tiga, Desa Danau Gerak dan Desa Pelakat Kecamatan Semende Darat Ulu 75 Ha Keperluan Dinas

Penelitian ini dilakukan dengan mengukur biomassa serasah dan tumbuhan bawah secara destruktif dan mengukur biomassa tegakan secara non destruktif menggunakan persamaan

Nilai biomassa dan stok karbon serasah yang lebih rendah dari tumbuhan bawah diduga berkaitan dengan proses dekomposisi bahan organik yang berlangsung lebih cepat

Aturan pelaporan yang sama di seluruh dunia merupakan kebijakan yang besar, dan tidak ada yang meragukan bahwa setidaknya beberapa konvergensi standar tampaknya diinginkan dan

Gerakan ‘demazhabisasi’ dapat menyatukan ummat Islam dalam bingkai yang lebih universal dan juga membebaskan mereka dari penjara ‘sangkar mazhab’ karena mengedepankan

Incremental merupakan strategi berkembang secara bertahap, memperbaiki produk atau proses bisnis yang sudah ada dengan..